Malam ini aku terjaga, mengenang waktu-waktu yang berat namun bukan yang paling, waktu-waktu yang juga sangat membahagiakan tiada tara tanpa karena. Perihal bab terakhir yang selama ini aku nantikan, ternyata tanpa sadar aku sudah sampai di sana. Sampai pada penghujung rasa kehausan akan maaf dan terima kasih. Bab ini ku dedikasikan seluruhnya tanpa tersisa rasa cinta padanya. Pada sebuah rumah yang ingin ku definisikan dan maknai sendiri. Rumah yang mungkin saja menjelma menjadi manusia atau apapun itu. Seperti apa rumah yang kau impikan?
-
Ini awal aku menemukannya, rumah yang selalu menerima kepulanganku sejauh apapun aku pergi. Rumah yang lebih akrab dan hangat dari rumahku sendiri. Rumah yang entah apakah boleh disebut rumah. Bangunan rumah ini berdiri kokoh berpondasikan mimpi dan cita, atapnya berlapiskan ramuan cinta yang disusun dengan tawa dan percaya. Siapapun di dalamnya akan nyaman terselimuti rasa selalu ada.
Dalam segala proses penemuan rumahku ini, aku perlu melewati rasa takut yang mendalam. Bukan suatu hal yang mudah untuk memulai sesuatu dengan luka yang masih menganga. Pada saat itu selalu terbesit pertanyaan “Apakah aku boleh melangkah sejauh ini?” Banyak sekali malam yang ku habiskan untuk menambal semua luka-luka ini agar aku tetap terlihat baik-baik saja dan layak menjadi bagian dari rumah ini. Rumah ini adalah ruangan organisasiku, rumah yang tidak bisa disebut luar biasa namun juga tidak biasa. Bagi sebagian orang yang ingin sembuh, cara nekat menyembuhkan luka lama karena rumah yakni dengan menemukan rumah baru, kalian boleh coba cara jitu versiku. 1314Please respect copyright.PENANAUwjRjrLn7G
Saat pertamaku datangi halamannya, disuguhkan aku dengan segala cerita yang menyenangkan. Diperkenalkan aku dengan segala malam yang tidak lagi sepi dan menyedihkan. Dipahatnya hatiku dengan sekuat tenaga agar aku sama kuatnya. Bagi beberapa orang yang merindukan sebuah tempat pulang, mungkin ini rekomendasi terbaik demi tetap tumbuh dan kembali merasa hidup. Ku jalani hari-hari dengan cerita yang selalu ditanam lekat-lekat dari ingatanku, barangkali ini tidak lama. Aku belajar mencintai diriku sendiri dari keluarga lain yang juga mencintaiku. Aku dibuatnya mabuk kepayang dan mengira ini akan selalu begini. Dibuai aku dengan rasa nyaman yang fana. Setelah genap satu tahun, semua yang seharusnya pada tempatnya, perlahan lari dan memisahkan diri. Hal diluar kendali yang amat ku benci, terpaksa harus ku nikmati dengan senang hati. Lagi-lagi aku menjadi sendiri. 1314Please respect copyright.PENANAtt1X3o21eq
Di tahun kedua, aku dengan bahuku yang compang-camping menyusuri jalan yang menjulang kemudian terjal menenggelamkan. Banyak hal menakutkan yang selama ini sembunyi dan perlahan menelan semua keberanianku. Aku hidup dalam bayang-bayang keluarga lamaku yang penuh dekapan. Aku berdiri dihujani banyak cacian dan dikeroyok untuk menjadi seperti yang orang-orang mau, tidak peduli berapa banyak sakit hati yang menjadi efek sampingnya. Aku baru menyadari kenyataan yang selama ini ternyata sengaja ku abaikan. Kenyataan yang akan membuat cerita baikku yang sudah ditulis menjadi banyak sekali antagonisnya. Meskipun aku tahu, kita tak bisa pungkiri kalau mungkin saja kita juga menjadi tokoh antagonis di cerita orang lain. Kemana rumah itu? Ku cari dengan tertatih. Aku menangis sendirian bermandikan rasa bersalah, entah siapa yang salah, entah siapa yang harus tanggung jawab. Penolakan dan kebohongan penuh mengisi jalanku di tahun ini. Kenapa begini? Berkali ku tanyakan pada rumahku, mereka bungkam. Haruskah aku kembali terluka karena sebuah rumah? atau memang seharusnya aku tidak menobatkan hal apapun menjadi sebuah rumah untukku?
-
Lagi-lagi aku dipaksa menjadi orang lain, menjadi antagonis menutupi mereka yang sebenarnya egois. Susah payah ku bentuk keluargaku sendiri dengan tangan kosong, diporak-pondakan lagi isi dan luarnya. Ini perihal keanggotaan yang lumrah di sebuah organisasi. Lumrah juga kompetisi eksistensi. Namun sayang seribu sayang, berat hati ku ucapkan 'aku tidak peduli'. Tidak ada sisa hati untuk semua yang terjadi. Banyak sekali orang yang berpura-pura berhati, padahal sedang berhati-hati. Aku dibuatnya menjadi pribadi yang seperti ini, seperti orang yang berpura-pura. Jauh sekali aku pergi dan lupa dengan rumah yang ku tinggali. Apakah memang cerita seperti ini yang harus dinikmati seorang pengelana rumah ke rumah? Apakah memang seperti ini dunia bekerja untuk orang yang sudah lama tidak bersyukur dan tidak mau menerima? 1314Please respect copyright.PENANAK8FxyzvarS
Setelah jatuh hati, jatuh sakit, dan jatuh bangun yang ku arungi. Ditarik aku oleh nahkoda kapal yang amat ku segani. Nahkoda yang selama ini aku rindukan arah lajunya, ketua sebelumnya. Dibelai hatiku yang mengeras, dinyanyikan aku lagu yang amat menenangkan, diingatkan kembali aku dengan tempatku tumbuh pertama kali. Katanya “Amanah tidak pernah salah pundak. Dan pundakmu lah yang paling tepat.” Menangis aku sejadi-jadinya. Disaat semua sudah tak bertelinga;tidak mahu mendengar. Hanya ia yang mau menunggu semua badaiku reda. Satu-satu dipasangkan lagi pecahan diriku yang berantakan. Akhirnya aku pulang, ke rumah yang sudah lama menungguku berbalik badan. Sudah terlalu jauh aku jalan sendirian. Telah lama dan baru ku sadari, bukan rumah yang hilang dariku, tapi aku yang menghilangkan rumah ini dari hatiku. Aku selalu berpikir, jika seisi rumah itu tak ada, maka bukan lagi 'rumah' namanya. Ternyata, meski isinya terganti, rumah akan tetap rumah. Ku maafkan segala diriku yang merasakan sakit sendirian dan diam dalam kecewanya. Ku luapkan semua perasaan jahat pada cerita ini, berharap semua orang yang membaca mensyukuri rumahnya masing-masing, bagaimanapun dan mau seperti apapun bentuknya.
-
Ku tuntaskan bab terakhir di tahun ini. Tahun yang akhirnya berhasil menjadikanku manusia yang lapang selapangnya, manusia yang masih dan terus belajar untuk menerima semua kasih, cinta, dan kecewa dari cerita selanjutnya. Merayakan pertemuan dan perpisahan secara bersamaan, mengucapkan selamat datang dan selamat tinggal secara bergantian. Semua yang berotasi pada dunia ini akan selalu sampai pada bab terakhir di cerita yang mau mereka tulis.
1314Please respect copyright.PENANAiXu5JvC32i
Sebelumnya aku pikir aku akan bertanya, apa yang sebenarnya aku cari pada cerita rumah ini? Namun ternyata tidak ada satupun sisi di ruang ini yang membuatku bingung. Aku terus berjalan sambil bergandengan tangan dengan mereka; si suka cita dan suka duka. Ku telusuri jalan yang banyak kerikilnya, deras badainya, curam, dan terjal. Aku hampir tenggelam bahkan sudah sampai dilubang yang ku pikir aku tidak bisa bangun dari sana. Namun pada akhirnya, aku sudah sampai di akhir perang. Perang dengan semua ketakutan, rasa amarah pada semua hal, dan semua orang yang jahat, rasa dendam pada semua yang menjatuhkan tanpa mau menarikku kembali, dan rasa bersalah karena sempat menyerah dari itu semua.1314Please respect copyright.PENANAFehsyM9Ksj
Aku menjadi amat bersyukur karena aku tumbuh pada ruang yang serba apa adanya. Ruangan sempit di ujung lorong lantai tiga gedung direktorat dengan suasana pengap, namun penuh harap. Ruang yang membuatku mampu memaafkan semua yang belum sempat termaafkan. Ruang yang melindungiku dari jahatnya aku pada diriku sendiri. 1314Please respect copyright.PENANA70AiZQocGf
-
Ini yang terakhir, ku sampaikan banyak dan seluasnya rasa terima kasihku pada setiap sisi di ruang itu. Sisi kanan yang membuatku menangis, dan sisi kiri yang membuatku bahagia, bagian depan yang selalu menyambut bagaimanapun bentukku, dan bagian samping yang selalu mengisi bagian yang kosong pada diriku. Akhir kata pada cerita ini, ku tutup dengan rasa bahagia, sampai jumpa dilain kesempatan.
1314Please respect copyright.PENANA28oEFjhaFb
Semoga tertuliskan dengan baik cerita rumah baru selanjutnya.
ns 15.158.61.48da2