#1
499Please respect copyright.PENANArNBpWuwuUw
Di tengah kompleks perumahan elit itu, sebuah rumah megah berdiri, dipenuhi kerlap-kerlip lampu Natal yang memancar seperti bintang-bintang kecil.
Pohon Natal raksasa setinggi lima meter berdiri megah di ruang utama, dihias dengan ornamen berkilauan emas dan merah, serta bintang besar di puncaknya yang memantulkan cahaya di sekitarnya.
Meja makan panjang di ruang tengah telah dipenuhi hidangan mewah: kalkun panggang, pai apel, puding Natal, dan berbagai kue-kue kecil yang harum menggoda.
Gelas-gelas kristal berdenting setiap kali diangkat untuk bersulang. Tawa dan percakapan menggema, memenuhi ruangan.
Andreas mengenakan jas cokelat tuanya, duduk di kursi goyang dekat perapian. Sambil menikmati segelas anggur, ia mengawasi cucu-cucunya yang membuka kado di bawah pohon Natal. "Jangan lupa ucapkan terima kasih kepada Sinterklas. Hahaha," katanya.
Andreas bahagia sekali di momen Natal kali ini. Di usianya yang sudah menyentuh kepala 7, masih bisa menikmati momen penuh bahagia bersama anak, menantu, dan cucu-cucunya. Ditambah malam ini, ada sejumlah sanak saudara terdekat yang turut hadir.
Namun di tengah gemerlap perayaan Natal malam ini, kemudian mata Andreas kemudian tertuju pada sudut ruangan. Ada Cassandra, cucu tertuanya yang sedang duduk terdiam. Wajahnya menunduk dan terlihat muram.
Andreas kemudian bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan ke arah Sandra, begitu biasa Andreas biasa memanggil cucunya itu. Lalu duduk di samping Sandra.
“Sandra, lihat saudaramu yang lain bahagia membuka kado-kado Natal. Kenapa kamu tidak bergabung ke sana?” tanya Kakek Andre, sapaan akrabnya.
Sandra diam saja. Tak segera menjawab pertanyaan kakeknya tersebut.
“Kamu lagi ada masalah?” tanya Andre lagi.
Sandra hanya menganggukan kepalanya.
“Ada masalah apa? Ini adalah momen bahagia bagi kita, jangan bersedih,” ucap Andre.
Sandra kembali terdiam. Ia tidak mau menceritakan masalahnya.
“Cerita saja ke kakek apa masalahmu, mungkin saja kakek bisa membantumu,” ujar Andre.
Namun Sandra masih enggan menceritakan masalahnya. Ia masih terdiam dan termenung.
“Jika kamu tidak mau cerita sekarang, kakek siap kapan saja mendengar masalahmu,” kata Andre, lalu meninggalkan Sandra. Andre lalu membaur bersama anak dan menantunya, menikmati makan malam.
499Please respect copyright.PENANASk8YEUtywv
***
499Please respect copyright.PENANAlwiCth8psh
Setelah acara selesai, semuanya kemudian pamit pulang ke tuan rumah, Natalia, anak pertama Andre yang menikah dengan Yohanes.
Termasuk Andre juga pamit pulang. “Papa kenapa tidak menginap di sini saja?” tanya Natalia.
“Papa tidak mau merepotkan kalian. Papa juga ada beberapa lukisan yang harus diselesaikan,” kata Andre.
Andre selama ini memilih tetap tinggal sendiri, setelah istrinya meninggal dunia. Andre dikenal sebagai seniman, sehari-hari menghabiskan waktu dengan melukis di rumahnya.
Sebelum pulang, Andre menemui Sandra lagi, dia masih kepikiran cucunya yang wajahnya terus murung.
“Jika kamu masih terus-terusan bersedih, coba ke rumah kakek saja. Sapa tahu kakek bisa membantumu,” ujar Andre.
Sandra hanya mengangguk saja.
Andre pun pulang dari rumah anaknya itu. Setelah di dalam sedan tua warna putih, ia lambaikan tangan pada anak dan cucunya, kemudian segera berlalu dari sana.
Andre tinggal tidak terlalu jauh dari rumah Natalia. Kurang lebih sekitar 30 menit saja untuk menuju ke sana.
Andre pulang dengan bahagia. Namun ia masih kepikiran dengan Sandra. Masalah apa yang sedang dihadapi cucunya yang baru beranjak dewasa tersebut. ***
499Please respect copyright.PENANAfYLCTyFRoM