![](https://static.penana.com/images/chapter/1613330/AD_Screenshot_73.png.png)
Jam sudah menunjukan pukul 7 malam saat aku tiba di rumah, istriku Magda menyambutku dengan senyumnya yang hangat.
"Bagaimana harimu, Mas? Kelihatan capek sekali," katanya sambil membawa segelas teh hangat.
Aku menghela napas panjang. "Banyak perubahan di kantor. Kepala divisi baru kami cukup tegas, dan sepertinya semua orang masih menyesuaikan diri."
Magda duduk di sebelahku dan menatapku penuh perhatian. "Tegas itu tidak selalu buruk, kan? Mungkin dia hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar."
Aku mengangguk, tersenyum kecil. "Kamu benar. Mungkin ini kesempatan buatku untuk belajar dan berkembang. Tapi tetap saja, rasanya menegangkan."
"Kamu pasti bisa, Mas," katanya sambil meraih tanganku. "Aku selalu percaya pada kemampuanmu. Lagipula, kamu punya aku dan Rania untuk menyemangatimu."
Malam itu, aku merasa sedikit lebih tenang. Kehadiran Amira di kantor mungkin membawa tantangan baru, tetapi aku yakin, dengan dukungan keluargaku, aku bisa melewati semuanya. Yang pasti, angin perubahan telah berhembus di divisi keuangan. Dan aku, bersiap menghadapi tantangan baru ini.
***
Sejak Amira masuk ke tim, aku mulai merasakan ada sesuatu yang berubah—bukan hanya di dinamika kantor, tetapi juga di dalam diriku. Awalnya, aku pikir ini hanya soal adaptasi terhadap gaya kepemimpinannya. Namun, semakin sering berinteraksi dengannya, aku tak bisa memungkiri bahwa ada sesuatu yang membuat pikiranku terjebak pada sosoknya. Maklum aku termasuk pria yang melihat wanita cantik pikiran cabul otomatis muncul. Meski aku tidak pernah berani mewujudkan apa yang ada dalam pikiran aku itu. Tapi selalu saja muncul di benak pertanyaan konyol apakah aku bisa meniduri dia ya? Sepertinya perasaanku pada Ayu sebelumnya, kini beralih kepada Amira.
Setiap kali dia berbicara dalam rapat, memberikan arahan dengan gaya yang tegas namun tetap lembut, atau bahkan sekadar menyapa saat lewat, aku mendapati diriku terlalu sering memperhatikan hal-hal kecil yang seharusnya tak penting. Senyumnya, cara dia mengangguk dengan penuh perhatian ketika mendengarkan pendapat orang lain, hingga nada suaranya yang menenangkan—semuanya seperti magnet yang sulit aku abaikan. Tapi tentu saja yang paling aku perhatikan adalah bodynya yang aduhai, wajahnya yang cantik cenderung sensual meski dibalut busana muslimah dan hijabnya.
Sore itu, kami sedang duduk bersama di ruang rapat untuk membahas laporan triwulan. Hanya ada aku dan Amira, karena rekan-rekan yang lain sedang mengerjakan bagian mereka masing-masing.
"Denis, bagaimana menurutmu tentang proyeksi ini?" tanya Amira, menunjuk salah satu grafik di layar.
Aku berusaha mengalihkan fokusku dari tatapannya dan menatap layar. "Hmm, saya pikir angka ini realistis, Bu. Tapi, mungkin kita perlu menambahkan variabel untuk mempertimbangkan fluktuasi harga di kuartal berikutnya."
Amira mengangguk sambil tersenyum kecil. "Bagus. Itu ide yang menarik. Kalau begitu, coba kamu buat analisis tambahan untuk itu, ya."
"Baik, Bu. Akan saya kerjakan secepatnya," jawabku sambil mencatat.
Namun, ada jeda singkat setelah itu. Suasana menjadi sedikit hening. Aku merasa horny saat ada di dekatnya seperti ini.
"Denis, saya tahu perubahan seperti ini pasti berat untuk tim. Tapi, sejauh ini, saya sangat terkesan dengan cara kerja kalian, termasuk kamu," katanya sambil menatapku dengan tulus.
"Terima kasih, Bu. Kami juga berusaha menyesuaikan diri dengan gaya kepemimpinan Ibu. Sejujurnya, saya rasa kehadiran Ibu membawa banyak hal positif untuk divisi ini," jawabku, mencoba terdengar profesional, meskipun jantungku berdegup sedikit lebih cepat. Aroma tubuhnya yang tercampur dengan wangi parfum membuat aku sangat menikmati berada di dekat Amira. Tak terasa kontolku mengeras dan aku membayangkan Amira sedang telanjang bulat dan siap aku setubuhi.
Amira yang tidak tahu apa yang ada di kepalaku tersenyum, kali ini lebih hangat. "Terima kasih, Denis. Saya berharap kita bisa terus bekerja sama dengan baik."
Saat perjalanan pulang malam itu, pikiranku penuh dengan bayangan interaksi kecil tadi. Terus khayalan penuh angan-angan cabul. Aku tahu ini salah. Aku memiliki Magda, istriku yang juga cantik yang telah memberi aku Rania, putri kecilku yang selalu menjadi sumber kebahagiaan. Namun, sesuatu tentang Amira yang membuatku merasa bimbang, sesuatu yang tak seharusnya ada. Ada ketertatikan begitu besar pada pesona Amira dan itu ketertatikan berdasar nafsu.
***
Di rumah, Magda seperti biasa menyambutku dengan senyumnya yang hangat. "Mas, makan malam sudah siap. Kamu kelihatan capek hari ini," katanya sambil menatapku dengan penuh perhatian.
Aku memaksakan senyum, mencoba menyembunyikan kerumitan di pikiranku. "Iya, hari ini banyak kerjaan. Tapi biasalah memang rutinitas seorang pekerja kantoran." jawabku.
Saat makan malam, Rania duduk di pangkuanku sambil mengoceh tentang bonekanya, dan Magda tertawa kecil melihat tingkah putri kami. Di momen itu, aku merasa dihantam kenyataan. Aku memiliki segalanya di sini—keluarga yang sempurna, istri yang mencintaiku, dan anak yang selalu membuatku bahagia.
Namun, mengapa bayangan Amira masih membayangiku?
Malam itu, setelah Rania tertidur, aku bercinta dengan istriku. Magda wanita yang cantik. Dia memiliki darah Manado dan Chinese dalam tububnya. Membuat dia terlihat begitu mempesona. Tapi malam ini aku menyetubuhi istriku itu dengan mengkhayalkan tubuh Amira yang tertutup rapat dengan busana mulimahnya. Seperti apa tubuhnya ketika telanjang dan bagaimana ekspresinya ketika kemaluannya dimasuki kontolku.
Aku jadi bergairah untuk bersetubuh dengan Magda istrku karena mengkhayalkan Amira. Aku memejamkan mata membayangkan bahwa memek yang kini sedang aku genjot dengan kontolku adalah memek Amira.
“Ouwh Amira memek kamu ouwhhhh nikmat!” Ucap aku dalam hati saat menggenjot Magda istriku dalam posisi nungging. Aku menepuk pinggul istriku yang tidak terlalu bahenol seolah sedang menepuk pinggul montok Amira.
Plak… plok plok plok plak
Bunyi tepukan telapak tanganku di pinggul Magda berselingan dengan bunyi pertemuan selangkangan aku dan pantat istriku itu.
“Ouwhhhhh ouwhhhh ouwhhhhhh… terus sayang ouwhhhh kontol kamu nikmat banget I love you…owuhhhhh.!” Rintihan istriku akibat gempuran kontolku.
Setelah istriku mendapatkan orgasme dalam posisi nungging segera aku berbaring menunggu badai orgasme istriku mereda dan setelah itu istriku akan dalam posisi woman on top. Dia memilih untuk menghadapkan tubuhnya ke arah kaki aku.
“Ouwhhhh Amira memek kamu ouwhhhh!” Aku tidak puas mengucapkannya dalam hati. Maka aku melakukannya dengan berbisik di sela-sela erangan istriku.
Setelah puas dalam posisi sebelumnya istriku berbalik dan menghadap ke arah kepala aku. Kini dia kembali bergerak turun naik, mau mundur makin liar.”
“Ouwhhhhh ouwhhhh sayang kontol kamu makin nikmat!” Racau istriku.
“Iya sayang… memek kamu sangat nikmat…Aahhhh Amira!” Aku mengucapkan nama Amira dengan pelan sekali.
Emang aku sudah gila sekali. Hanya dengan mengucapkan nama Amira saja sudah membuat aku merasakan sensasi yang begitu hebat. Istriku yang mendekati orgasmenya yang kesekian membaringkan tubuhnya menindih tubuhku dengan memeknya yang masih tertancap kontol. Dia menggerakan pantatnya turun naik dengan cepat serta memeluk tubuhku dengan keras seolah mau meremukan tubuhku.
“Ouwhhhh ouwhhhh ouwhhhh aku mau nyampe sayang…ouwhhhh!”
“Iya Amira ouwhhhhhh terus.” Sahut aku tentu saja saat menyebut nama Amira suara aku kecilkan.
“Arghhhhhhhh…. crotttt crotttt crotttt crotttt
Istriku kelojotan di atas tubuhku dan akhirnya menggulingkan tubuhnya ke samping setelah melepas memeknya dari tAyuman kontolku. Aku yang belum keluar segera bangkit dan mulai mengocok kontolku di depan wajah cantik Magda istriku. Tapi aku membayangkan wajah Amira yang berhijab sedang menantikan semburan air mani dari kontolku.
Aku terus mengocok sambil menyebutkan nama Amira dengan sangat pelan.
“Amira ouwhhhhhh ouwhhhhh aku pejuhin wajah kamu…owhhhh!”
Kocokanku semakin cepat sementara Magda terbaring pasrah menantikan semprotan kontolku.
“Arghhhhhhhh….Amiraaaaa memekhhhhh!”
Crottttt crotttt crotttt crotttt crotttt.
Semprotan cairan pejuh aku begitu kencang menerpa wajah cantik Magda. Aku langsung terkapar kelelahan setelah itu.
Bersambung
ns 15.158.61.15da2