Pontianak, November 1999
Suara tangisan terus mendengung tiada henti mengisi ruangan yang kosong dan gelap, seorang anak perempuan terduduk menahan rasa sakit ditubuhnya yang kecil, luka-luka memar ditangan, mulut dan dada. Tak ada seorang pun yang membantunya meredakan tangis bocah itu, ia dikurung dikamar yang gelap nan sempit diruangan kecil,sumpek, tak ada cahaya sedikit pun disana. Anak kecil berumur sekitar 5 tahun terus saja menangis, menahan rasa sakit di setiap kujur tubuhnya, diluar ruangan itu terdengar suara wanita sedang berteriak kepada seseorang, jika didengarkan suaranya kecil melemah, suara seorang bocah lelaki yang sedang meminta ampun. Entah kesalahan apa yang diperbuat anak-anak kecil itu hingga orang tuanya tega menyiksanya, tuk…tuk… tuk… suara langkah kaki terdengar semakin mendekat, anak perempuan yang sedari tadi menangis pun ikut menghening sejalan dengan langkah kaki yang semakin mendekat, knok pintu pun bergerak perlahan, kreee..tttt!!.. daun pintu perlahan membuka menunjukan wajah wanita cantik, rambut panjang bergelombang, riasan mencolok, dan bau minuman keras. Wanita itu berdiri didepan anak kecil dengan tangan yang memegang cambuk, bersiap-siap mencambuk tubuh kecil sang gadis kecil.
“kau,tau apa kesalahanmu?... karena kau hadir didunia ini, sudah cukup membuatku muak” ucap wanita itu sambil melayangkan cambuknya.
“beraninya lelaki itu membawamu masuk kerumah ini” clak.. cambuk sekali lagi menghantam ke tubuh gadis kecil itu.
Gedebug.. ia tersungkur karena saking tak kuat menahan cambukan wanita itu.
Rumah sederhana bertingkat 2 dengan cat kecoklatan dengan sedikit aksen kayu jati dipenuhi warga yang ingin melihat keadaan rumah itu, dalam rumahnya berantakan, botol bir dimana-mana, puntung rokok berserakan,. Seorang bocah lelaki tergeletak pingsan, seorang petugas penyelamat mencoba membangunkan anak itu lalu ia terbangun dan melihat disekitarnya sudah dipenuhi dengan orang yang lalu lalang, membuat bocah lelaki itu kebingungan, ia menangis sejadinya memberitahu bahwa di ruangan lain adikknya terkunci, lalu di ruangan yang berbeda seorang gadis kecil tergeletak tak sadarkan diri dengan posisi miring ke kanan, wajahnya babak belur, di goncangkan tubuhnya namun si gadis kecil tak kunjung sadar, diperiksa jalan nafasnya tersendat sesuatu, segera sang petugas penyelamat membopong gadis itu keluar dari ruangan pengap nan gelap, sang ibu di temukan dikamarnya sedang menikmati minuman kerasnya, dengan segera ia di bawa dengan borgol yang melingkari tangannya.
” Kasihan sekali ya anak perempuan dan anak lelaki itu, tega banget ibunya menyiksanya.” Ucap seorang wanita yang sedang bergosip dengan temannya berkumpul didepan rumah.
”ku dengar bocah laki laki itu yang melaporkan perbuatan ibunya ke polisi, sebelum pingsan.” Sahut wanita yang lain.
”cepat.. cepat.. minggir… beri kami jalan” ucap sang petugas penyelamat dengan anak perempuan ditanganya
sepertinya kondisi anak itu tidak baik , raut wajah sang petugas pun terlihat khawatir, guratan terlihat didahinya sedangkan bocah laki –laki yang sempat pingsan itu hanya bisa menatap adik kecilnya dibawa oleh petugas penyelamat, ia pun segera menyusul adikknya kerumah sakit karena kondisinya pun sangat memperhatikan, luka di betis bekas cambukan rotan
sedangkan ibunya digiring oleh petugas polisi wanita, dia dijerat dengan UUD kekerasan terhadap anak dengan kurungan 15 tahun penjara dan nantinya bocah laki-laki dan perempuan itu akan dibawa ke panti asuhan ketika mereka selesai diobati, karena menurut UUD NOMOR 4 TAHUN 1979 pasal 4 tentang kesejahteraan anak “Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan.”
salah satu rumah sakit di Pontianak Bocah perempuan itu terus dipantau oleh sang dokter Karena kondisi nya yang cukup memperihatinkan, selang bantu nafas bertengger menutupi hidung dan mulutnya, bekas luka lebam diwajahnya belum sepenuhnya menghilang.
Jakarta, Januari 2019
Roda sepeda terus berputar menyusuri jalanan Jakarta yang melengang dikarenakan hari minggu adalah hari bebas berkendara, orang-orang menikmati jalanan dengan keluarga mereka, berlari, bermain skateboard. Syafa Aulia terus mengayuh sepedanya, ia tampak rapih memakai setelan seragam ala perawat rumah sakit, kemeja putih dengan 2 kantong dibagian bawah kanan dan kiri, celana bahan yang berwarna senada, sepatu pantopel berwana putih dengan sedikit aksen tali pita di bagian tengah, ia terus mengayuh sepedanya ke tempat ia bekerja, salah satu rumah sakit besar di Jakarta, hampir sejam berlalu ia kayuhkan sepedanya, ia sampai ditempat parkiran sepeda dan memakirkannya, ia berjalan dengan riang memasuki lobi, seolah ini adalah istimewa baginya, ia menyapa pasien-pasien yang sedang mengantri untuk berobat, lalu melangkah kan kakinya ke ruangan bertuliskan “ ruang dokter bedah toraks”.
“hai bu, sedang apa ? Sudah sarapan?” ucap syafa sambil memeluk ibu dan mencium pipinya. Ibunya yang sedang duduk pun terbangun berdiri
“hmm.. aku terlalu sibuk sampai aku melupakan makan sarapan ku” jawab ibunya dengan wajah cemberut
“ibu ini selalu saja mengutamakan pekerjanmu, kalau kau sakit siapa yang akan repot? Aku juga kan?” keluh sang anak
“hhaha… baiklah anakku yang cerewet ini tau bagaimana menjaga ibunya ternyata.” Kekeh sang ibu
“kau membawakan aku makanan apa kali ini?” Tanya ibunya lagi
“ah, aku membawa sandiwich daging dan telor rebus kesukaanmu, lalu minumnya ada susu rendah lemak tentunya juga kesukaanmu.” Sambil membuka tas makanan dan menyerahkan nya kepada ibunya
“wah,, kau memang paling tau apa kesukaan ku ya? Ah bagaimana dengan abangmu? Apa dia sudah bangun tadi ketika kau berangkat” Tanya ibunya yang sedang menyantap makanan
“ haduh, ibu orang itu susah sekali dibangunin, aku bilang hari ini akan ada acara makan siang bersama, tapi dia tetap tak mau bangun” jawabnya dengan wajah kesal dan mengerucutkan bibirnya
“ hahha ya sudah biarkan saja, mungkin karena ini hari minggu,ia mau mendapatkan waktu santainya” kekeh ibunya yang masih menikmati sarapan paginya itu.
“baiklah bu, aku akan berkerja dulu, sampai ketemu nanti siang” pamit syafa
“oh baiklah, berhati hatilah” jawab ibunya melambaikan tangan.
Dengan menggeliat diatas tidur yang lebar dan panjang, ranjang itu cukup besar untuk seukuran pria seorang diri, Revan Aditya masih malas meninggalkan kasur dan bantalnya, iamemeluk bantalnya yang di sarungi berwarna putih, padahal ia sudah punya janji dengan teman wanitanya, meski dia sendiri tidak tahu apa yang akan dibahas teman wanitanya itu, lalu siang janji dengan sang ibu karena ada acara makan siang bersama dengan syafa, dengan gerakan malas revan menuju kamar mandi, baru saja ia hendak bangun dari ranjangnya, handphonenya berdering nyaring menunjukan tulisan Sarah, revan hanya mentapnya dengan malas, ia abaikan panggilan itu hingga meninggalkan beberapa panggilan tak terjawab, lalu ia bergegas menuju kamar mandi guna membersihkan dirinya. Setelah membersihkan dirinya revan menuju lemari pakaian, ia tengah menimbang-nimbang pakaian apa yang akan ia kenakan hari ini, lama ia berpikir dan akhirnya memilih kaos pendek putih dengan beberapa kancing dibagian depan dan celana jogger berwarna crem, ia memang tampan walau hanya menggunakan style casual. Wajahnya yang seperti pangeran dari eropa, iris mata kecoklatan, rambut rambut halus yang tumbuh disekitar wajahnya menambah kesan maskulin.
Dengan malas revan mengambil kunci mobilnya, ia kenakan sneakers putih yang terletak di rak sepatu lalu mengunci pintu rumahnya, ia keluarkan mobil pajero sport yang terparkir di garasi lalu mengendarainya dengan kecepatan maksimal. Tidak ada 1 jam ia sudah berada di kafe dan memakirkan kendaraannya di parkiran, ia berjalan memasuki kafe, matanya mencari cari sosok yang dimaksud, meja belakang didekat jendela bertuliskan no.3 , seorang wanita sudah duduk dengan anggun menunggu seseorang yang akan ia temui, matanya melihat jalanan tempat lalu lalang kendaraan, revan yang melihatnya langsung menghampiri sosok wanita itu, wajahnya yang cantik dan anggun, rambutnya yang panjang teruai dengan poni yang menutupi dahinya, berpakaian dress selutut dengan aksen renda renda tanpa lengan, tahi lalat di pipinya menambah kesan cantik diwajahnya,
“bukankah pakaianmu terlalu santai untuk kencan kita hari ini?” sapa sarah dengan tersenyum
“apa? Kencan? Sejak kapan kita menjadi sepasang kekasih?” ketus revan
“hahhaa… aku Cuma bercanda Revan Aditya, kenapa kau terlalu menanggapi serius, kau ini orang nya tidak bisa diajak bercanda ya?” sarah mengerucutkan bibirnya
“ada apa kau ingin bertemu denganku di hari santai ku ini?” Tanya revan
tanpa basa basi
“wah revan kau memang tidak pernah berubah ya? Selalu to the point” sarah menggelengkan kepalanya.
“aku ingin membahas tentang pekerjaan” ucap sarah
“kau ingin bertemu denganku diwaktu santaiku,hanya ingin membahas pekerjaan? Apa tidak bisa besok saja dikantor?” balas revan kesal lalu berdiri meninggalkan sarah.
Sarah terheran dan hanya bisa menatap revan yang sudah melangkah jauh, ia melihat hanya melihat punggung pemuda idamannya, semuanya kacau hari itu bagi sarah, ia hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengan revan, namun ia terkejut dengan respon balasan lelaki itu
“padahal aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu revan tapi aku tak tahu harus bagaimana” dengan nada pelan, ia ambil tasnya yang tergeletak di sebelah tempat duduknya tadi dan pulang dengan kecewa, karena hari ini bukan harinya dengan revan, meskipun tiap hari ia bertemu dengan revan dikantor, tetapi itu hanya membahas tentang pekerjaan, tak ada pembicaraan lebih.
Cuaca pagi itu memang cerah untuk bersantai, burung-burung yang betengger di batang pohon beterbangan mencari makan bagi anak-anaknya, ditaman orang- orang sedang bersantai dengan keluarganya, memanfaatkan waktu libur mereka untuk berkumpul dengan keluarga tercinta, seorang pria tengah berlari menikmati suasana pagi hari yang cerah, perlahan ia menghentikan langkahnya untuk mengambil nafas, ia terus berpikir selama lari tadi, kemanakah ia harus mencari adik kecilnya, adiknya yang selalu ia ajak main dulu, adiknya yang cengeng sukanya hanya menangis tapi bagaimana pun ia menyukai adik kecilnya. Sudah lama ia mencarinya, sudah lama juga ia terpisah, menahan rindu, merindukan tawa, merindukan suara tangisan adiknya ketika terjatuh saat bermain, sejak hari ia dipindahkan ke panti, ia tak mendengar lagi kabarnya adiknya itu, ia hanya bingung saat itu, apakah adiknya selamat? Kenapa ia tak diberitahu mengenai kondisi adiknya, karena saat itu ia tak lama berada dipanti, ibu panti bilang tak usah memikirkan adiknya, seorang bocah kecil hanya bisa menurut apa yang dikatakan orang dewasa, sepasang suami istri sederhana datang untuk mengangkatnya bocah lelaki itu sebagai anak. Hari semakin panas, teriknya membuat orang-orang ditaman membuyar mencari tempat yang lebih teduh. Pemuda itu berjalan menuju kostanya yang tak jauh dari taman, sesudah membersihkan diri, memakai pakaian santai, ia membuka kotak kue yang dibelinya seperjalanan pulang, dibakarnya lilin bertuliskan angka 25 sambil mengucapkan doa untuk seseorang yang selalu dihati dan pikirannya.
”semoga suatu saat nanti aku bisa bertemu denganmu,menebus semuanya dan aku akan membuatmu lebih bahagia, Nindia Rahman.”
Jam menunjukan pukul 12.45 siang tapi batang hidung revan belum juga kelihatan, janji makan siang dengan ibu dan adiknya itu harus terundur, alhasil mereka berdua yang sejak tadi menunggu di tempat makan cepat saji yang sudah dijanjikan pun harus menahan lapar .
“kak revan mana sih bu? Lama sekali, apa dia lupa kalo hari ini adalah hari ku?” ucap syafa ketus
hendak saja mereka meninggalkan tempat makan itu, revan sudah melambaikan tanganya.
”maafkan abang syafa, aku datang terlambat, aku harus membeli kue tart kesukaanmu.” Menunjukan bungkusan besar berisi kue, melihat kue kesukaanya, bibir syafa tersenyum lebar
“wah…. Makasih ya bang, abang bawa kue kesukaan syafa” gadis itu memeluk abangnya
“sudah, sudah ayo kita pesan makan dulu, ibu sudah lapar karena menunggu kau revan.” Ucap ibu ketus karena menahan laparnya
akhirnya makanan yang mereka pesan datang dan tak banyak obrolan mereka langsung saja menikmati makan siang, revan mulai menyalakan lilin diatas kue tart bertuliskan angka 25 ketika makanan siang mereka telah habis.
“make a wish dulu syafa,panjatkan keinginamu” ucap revan
tangan syafa mulai menyatu memanjatkan doa, ia usapkan telapak tanganya ke wajah cantiknya, mengaminkan segala doa yang ia pannjatkan tadi, ditiupnya lilin dan ia berikan potongan pertama kue itu kepada wanita yang duduk disebelahnya.
“potongan kue pertama untuk ibu, terima kasih kepada ibu yang selama ini
sudah merawat dan menjagaku dengan baik, semoga kita semua diberi keberkahan dan panjang umur.” Menyerahkan kuenya kepada ibu
“aamiin sayang, terima kasih juga sudah hadir diantara ibu dan bang revan, kau menjadi pelengkap hidup ibu.” Peluk sang ibu dan ciuman mendarat di kening syafa
“dan abang, terimakasih sudah menjadi adik yang cerewet dan terutama cengeng ahhaha.” Goda revan
“abang!” jawab syafa sebal
Makan siang mereka diakhiri dengan gembira, hari jadi syafa yang ke 25 tahun membuatnya terasa special, keluarga yang menyayangi dan menjaganya. Meskipun syafa tahu kesibukan mereka masing-masing tak dapat sering berkumpul seperti ini, senyum diwajah syafa terus mengembang melihat kakak dan ibunya bisa berkumpul.
1161Please respect copyright.PENANAd8Vi74E8XM
1161Please respect copyright.PENANAshQriITtV0
***1161Please respect copyright.PENANACqSpFfqpTC
bagaimana ceritaku? serukah? atau membosankan? fyi ini adalah cerita pertamaku loh, jadi maaf ya jika ada typo dan revisian, see you chapter selanjutnya 1161Please respect copyright.PENANAyz9xEr1V8y