Aku mengerjap-ngerjap sebelum membuka mata, rasanya sedikit perih. Dengan perasaan lunglai tubuhku bangkit dari tidur. Serak tiba-tiba menusuk kerongkonganku. Aku dehidrasi.
Seperti kekeringan.
Ketika mataku sudah sepenuhnya terbuka barulah aku sadar jika sebenarnya aku baru saja mengangkat tubuhku yang terbaring dijalan sejak tadi. Kebingungan menyergapku. Aku berada ditengah keramaian. Sangat Ramai. Ada banyak orang yang lalu lalang, sibuk dengan aktivitas pulang mereka. Beberapa diantaranya bahkan sempat menabrak tubuhku yang masih lemas.
Seolah tak peduli bahkan hanya sekedar menoleh untuk memastikan.210Please respect copyright.PENANAf0XW8EpW3O
Semuanya acuh, terfokus, tertunduk pada ponsel mereka masing-masing seolah aku tidak benar-benar ada diantara mereka. Suara-suara bising jalan, kemacetan, klakson yang saling beradu, udara panas210Please respect copyright.PENANAc0VDpNAjk4
mesin mobil, bus-bus yang berjejer menuju halte
"bagaimana bisa aku ada disini?" gumamku pada diri sendiri
Wajah-wajah lelah nan masam terpampang jelas, mulut yang sibuk berceloteh dan langkah kaki yang cepat seperti berburu waktu. Sementara aku, diam kebingungan berusaha mengerti apa yang sedang terjadi sekarang.
Ketika aku mengedarkan pandangan kesekeliling, barulah kulihat wajah pria itu sekali lagi. Ia berdiri disampingku, tersenyum seperti biasa
"kau terlihat lelah" katanya
Aku mengkerutkan kening menatapnya.
"apa ini juga mimpi?" tanyaku langsung ke inti
Pria itu kembali tersenyum, lalu mengangguk
"ini hanya mimpi, saat dimana kau tidak akan mengerti bagaimana dan kenapa ku bisa berada disini"
Aku diam agak lama menatapnya, time loop rasanya sangat menguras tenaga ku. Aku bahkan tidak bisa benar-benar menutup mulutku yang sudah terbuka sejak awal aku sadar.
"lalu dimana kita sekarang?" tanyaku lagi sembari terus mencari jawabanku sendiri. Aku menatap sekelilingku, nuansa yang sangat familiar. Lalu kulihat jam210Please respect copyright.PENANAs7Z7vhEXlk
tanganku, waktu menunjukkan pukul setengah enam.
18 Juli 2018210Please respect copyright.PENANAieMKRnO5UR
Dua puluh hari sebelum kejadian.
Tak lama setelahnya, kulihat sosokku turun dari salah satu bus. Bergegas berlari begitu kakiku menapak keatas setapak bahu jalan yang panas. Spontan aku berlari mengikutinya dari belakang.
Tangan-tangan kecil itu sedang menopang tiga tas belanja besar, jari-jarinya sudah terlihat memerah karena lilitan tali yang kuat. Ketika kuingat dengan jelas hari itu adalah hari dimana anak atasan ku sedang berulang tahun, aku210Please respect copyright.PENANAs5TQcbM99h
bertugas membelikannya hadiah untuk pesta ulang tahunnya besok.
Dengan langkah pasti aku berlari lebih cepat agar dapat berjalan mengiringi diriku yang lain itu.
Wajahku sudah sangat lelah, ini pasti adalah saat dimana anak setan itu menolak pakaiannya untuk yang ketiga kalinya.
Keringatku telah bercucuran tanpa ampun, napas yang sudah tersengal-sengal masih dipaksa untuk bernapas tenang seolah semua akan segera berakhir jika tas belanja itu telah sampai tepat waktu.
Jika anak itu menangis lagi mungkin lebih baik baju itu dibakar tepat didepan matanya.
Kulihat sosokku masuk kedalam gedung apartemen, bergegas menaiki lift setelah menunggu beberapa saat. Sesekali bibirku terlihat menggumamkan sesuatu, seperti pengharapan agar semua hal menyebalkan ini segera berakhir.
"Renitaa!! Apa yang membuatmu begitu lama??!" belum tubuhku sampai diambang pintu apartemen, suara istri bosku sudah menggema hingga keluar koridor.
Langkahku pontang-panting masuk kedalam apartemen, membuka asal sepatuku. Lalu begitu mendapati anak semata wayangnya diruang tamu, sekejap ekspresi wajahku berubah ramah.
Menaruh tas belanja itu didekat putrinya dan membiarkan ia membukanya satu-satu.210Please respect copyright.PENANA3hFG3fIKRe
Aku menunggu was-was tapi bibirku terlanjur gemetar. Mata anak itu menilai lebih detail padahal umurnya baru saja sepuluh tahun, enam belas lebih muda dari ku. Mulutnya seperti mengatakan sesuatu. Tak jelas. Tapi begitu kulihat matanya, ia mengungkapkan semua ketidaksukaannya.
Aku benci. Kutukan untuk anak itu akan seperti petir.
Tidak hanya anak perempuan usia sepuluh tahun itu yang tidak suka. Wajah ibunya ikut-ikutan menilai rendah semuanya.
Karirku tamat, mungkin itulah yang paling ku inginkan sekarang.
"retur" katanya singkat, aku membelalak spontan. Dan sialnya mulutku terkunci. Rasanya segera ingin mengatakan sumpah serapah untuk wanita itu. Terlebih lagi ketika kudengar ia membujuk anaknya.
"bagaimana kalau pakai baju yang ibu sudah belikan"
Ah, f*ck it
Aku membuang napas berat menyaksikan semuanya, masih teringat jelas bagaimana hari-hari menyebalkan itu sering terjadi, tidak hanya sekali atau dua kali. Mereka adalah keluarga terpaling menyebalkan yang pernah kutemui dalam hidupku.
"kau memiliki hari yang sulit" seru pria itu padaku
Aku menoleh sebentar, "semua hari ku terasa sulit" gumamku
"tidak apa-apa, semua orang pernah mengalaminya" kata pria itu lagi, aku menggeleng tak setuju.
"tidak, hanya aku yang menderita seperti ini" kataku
"semua orang memiliki hari yang menyenangkan sementara aku tidak, semua terasa menyebalkan selama ini" sambungku lalu berjalan keluar apartemen. Aku menunduk kesal, mengingat bagaimana perasaanku kala itu.
Ketika aku berbalik melihat diriku yang telah keluar apartemen, masih dengan kantong-kantong belanjaan yang kupeluk erat.
Aku mengigit bibir bawahku kuat, berusaha menahan air mata yang sudah berkumpul dipelupuk mataku, mengamuk ingin segera mengalir. Tak lama setelahnya aku menangis juga akhirnya, tanpa suara hingga rasanya sesak sampai kerongkongan. Tanganku bergetar menekan tombol lift, lalu mengusap pipiku dan menghilangkan jejak air mata disana, takut kalau tiba-tiba lift terbuka dan ada orang didalamnya. Tak ingin terlihat menyedihkan.
"kenapa begitu banyak orang jahat disekelilingku?" tanyaku rendah
Pria itu menatapku tenang "ada banyak orang jahat didunia ini"
"aku pikir dengan menjadi sukses seperti dia, aku akan menggantikan semua penderitaan ku"
"tapi aku terlanjur mati"
***
Aku masih mengikuti langkah kakiku yang lelah menyusuri jalan setapak yang tak beraturan. Tas belanja itu sudah tidak ada lagi, telah dikembalikan pada pemilik toko bermuka galak itu, menelan mentah-mentah gerutuhnya begitu ia menyerahkan kembali uang milik istri bosku.210Please respect copyright.PENANAfVLa1Dr58J
Setelah cukup jauh berjalan, aku duduk disalah satu kursi taman yang sudah usang210Please respect copyright.PENANAkCTWW3wmD8
dan berkarat. Berharap lelah segera pergi walau sebentar. Langit malam sudah menjadi sangat gelap, kupikir aku harus segera bersitirahat.
"kau harus mencari seseorang yang bisa kau ajak berbicara tentang hari mu" seru pria disampingku, sama denganku ia juga menatap sosokku yang terduduk diam sendiri dibangku taman.
Aku tersenyum kecut mendengarnya.
"apa yang kau maksud dengan seseorang?" tanyaku
"uhm, teman misalnya" katanya memberi usul
Aku menarik pandanganku darinya, kemudian mengangguk seolah mengerti maksudnya.
"aku tidak tau apa aku benar-benar memilikinya atau tidak, rasanya percuma"210Please respect copyright.PENANAuRLfoJWJiA
Pria itu kemudian melipat kedua tangannya didepan dada, berusaha mendengarkan apa yang akan kukatakan selanjutnya.
"orang-orang yang kau sebut teman itu aku yakin tidak pernah ada, mereka hanya hidup untuk orang-orang yang penuh dengan kepalsuan"
"bukankah mereka hanya berpura-pura peduli?, berpura-pura simpati, menanyakan apa yang sedang terjadi, lalu mengatakan210Please respect copyright.PENANAiLrpwcOaac
semua akan baik-baik saja, kemudian pada akhirnya kau akan tau jika mereka sebenarnya hanya penasaran"
Aku melirik wajah pria itu sekali lagi
"semua akan baik-baik saja , hah?" aku tersenyum kecut
"mereka yang mengatakan itu mungkin memiliki hidup yang menyenangkan, aku bahkan tidak pernah merasa baik-baik saja setelah sekian lama"210Please respect copyright.PENANA0T5IPYdoq2
Aku membuang napas cukup berat, hingga rasanya dadaku ingin jatuh
"aku tidak percaya orang benar-benar simpati atau mengerti keadaanku..., hanya aku yang tau, dan hanya aku yang mengerti diriku...tapi entah kenapa aku sering210Please respect copyright.PENANArtRJEWM9Eg
merasa ragu, itu lucu... tapi aku tidak sedang ingin tertawa sekarang"
Aku kembali tersenyum masam, mengingat betapa bencinya aku pada hidupku sendiri. Lelah tak berujung, rasa sakit tanpa akhir, dan harga diri yang sudah tercabik-cabik.
***
"Ini adalah 12 jam sebelum kejadian" seru pria itu padaku saat tanpa sadar kami telah berada disebuah bahu jalan tol. Aku kembali mengedarkan pandangan kesekelilingku, mengamati setiap detail apa yang ada disekitarku.
Tatapanku berhenti pada satu titik, dimana kulihat diriku yang berada didalam210Please respect copyright.PENANATrODZorrr4
mobil sedang tertunduk lemas pada setirnya.210Please respect copyright.PENANAAGWFf22qxe
Kulihat aku menyeka sudut mataku yang berair, seingatku aku duduk cukup lama didalam mobilku. Keningku bahkan sudah terasa amat sakit karena terus disandarkan pada setir yang tebal. Tiga puluh menit tepatnya berlalu menyedihkan. Meratapi bagaimana aku saat merasa begitu terluka.
Sayup-sayup, suara mobil terdengar dari luar jendela yang terbuka sedikit. Lampu jalan yang mulai redup masih menjadi saksi diamnya aku dibahu jalan. Parkir sembarangan, seperti menunggu mobil polisi yang sedang berpatroli untuk singgah dan menilang.
Aku tidak peduli harus membayar berapa uang suap agar dapat bebas beberapa menit berikutnya. Bukankah memang seperti itu aturan mainnya?.210Please respect copyright.PENANACYxsaLVuYw
Orang-orang mulai bertingkah berkuasa ketika pundak dan seragam mereka penuh dengan lencana dan tingkat jabatan, namun pada akhirnya akan tunduk ketika seseorang melemparkan uang masuk kedalam mulut-mulut mereka.
Satu tanganku menarik ponselku yang tergeletak setelah kulempar tadi, sedangkan satu tangan lainnya seusaha mungkin merapikan rambutku yang sudah acak-acakan.
"aku lelah" samar suaraku terdengar
Aku masih ingat begitu jelas kejadian malam itu, aku kembali bertengkar dengan ibuku. Aku membanting pintu tepat setelah ia meneriakiku. Kupikir pertengkaran kami tidak akan pernah ada habisnya, begitu egois dan tidak bisa saling memahami. Angkuh dengan pendapat masing-masing.
"aku hanya ingin menjalani hidupku sendiri tanpa campur tangan wanita tua itu, dia terlalu ikut campur dan terus pura-pura peduli padaku" gumamku sendiri
"tak ada seorang ibu yang pura-pura peduli" balas pria itu tak setuju. Aku melirik sinis kearahnya.
"dia bahkan tidak tau bagaimana aku melewati setiap hari sulitku, dia hanya terus mempersulitnya" tantangku membela diri
Pria itu kemudian diam, lalu kembali tersenyum
Semakin lama aku melihat senyumnya rasanya menjadi semakin menakutkan.
"kau tidak bisa menyelesaikan masalah hanya dengan kau bisa tersenyum semudah itu" kataku210Please respect copyright.PENANAKWt4G5Hjdd
Pria itu mengangguk pelan, "kau benar"
***
ns 18.68.41.179da2