Diterima sebagai mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta menjadi impian Alfa sejak SMA. Namun tempat tinggalnya yang berada di ujung Kabupaten Bekasi, membuatnya kewalahan menyiasati jadwal kelas sehari-hari. Maka ide untuk menyewa rumah kos muncul meski penuh perdebatan dengan orangtuanya.
Teman perempuan pertama Alfa di kampusnya adalah Cetta Maharani, seorang gadis manis dari sekolah negeri unggulan Jakarta Timur. Satu kelas bersama Cetta membuat Alfa banyak tertolong, terutama di awal-awal masa kuliah saat dia masih pulang-pergi Jakarta-Bekasi dengan bus dan kereta. Perkara titip-menitip absen saat Alfa terpaksa terlambat hadir atau bahkan tidak mengikuti kelas sudah menjadi urusan Cetta. Sampai akhirnya dia menawarkan Alfa untuk kos di Jakarta.
"Fa, kenapa kamu nggak tinggal di Jakarta saja?" Cetta membuka topik, "Bayu sepertinya mau menampungmu di rumah kosnya yang kegedean."
Saat itu Alfa dan Cetta tengah asik santap siang di warung mie ayam belakang kampus. Sambil menyeruput mie, Alfa menyahut dengan mulut penuh, "Bayu anak kelas kita juga?"
"Iya, Bayu Ananta yang duduknya persis selalu di baris kedua dekat jendela kelas."
"Memangnya berapa bayar kos di tempat Bayu?"
"Hmm," Cetta tidak bisa menjawab, "Aku nggak tahu, tapi nanti kalian obrolin saja saat kita ngerjain tugas bareng."
Alfa mengerutkan kening, menghentikan makannya dan bertanya pada Cetta, "Tugas apa, Cet?"
"Kamu lupa? Besok presentasi dan diskusi Pengantar Pendidikan, bukan? Jangan bilang kamu sama sekali belum mengerjakan bagianmu!"
Menepuk jidat adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan Alfa mengetahui dirinya melupakan tugas dari dosennya.
***
Menjelang ujian akhir semester, Alfa pindah ke rumah kos Bayu. Benar saja, rumah itu sangat besar jika dibandingkan dengan kos-kosan di sekitaran kampus yang hanya satu ruangan dengan kamar mandi umum di luar. Rumah kos Bayu terdiri dari satu kamar tidur dengan dua single bed, satu ruang tamu yang menyatu dengan ruang tengah dan dapur, serta kamar mandi yang ukurannya dua kali tempat pemandian umum di Terminal Pulogadung. Dan karena orang tua Bayu sudah membayar sewa kos untuk setahun, sebenarnya berapapun Alfa membayar tak jadi persoalan bagi Bayu.
Bayu rupanya sosok yang rapi dan tidak terlalu banyak bicara. Kondisi rumahnya selalu bersih meski sering dijadikan tempat nongkrong teman-teman sekampus untuk mengerjakan tugas atau sekadar main-main di akhir pekan. Dia tidak pernah mengomentari seprai kasur Alfa yang selalu kusut atau buku-buku kuliahnya yang bertebaran di area-area tertentu. Kondisi rumah kos mereka seperti dua dunia berbeda disatukan dalam satu atap. Yang paling menarik adalah, mereka berdua sering berada dalam satu tugas kelompok namun jarang sekali mendiskusikannya di rumah kos.
Tidak seperti Bayu, Alfa merupakan laki-laki yang mudah bergaul, walaupun agak mudah tersulut amarah. Terkadang dia nonton bareng siaran bola bersama temannya dari kelas sebelah, atau ikut kegiatan hiking bersama anak-anak Mapala. Sementara dalam urusan tugas kuliah, Alfa selalu ikut serta bersama Bayu. Di kelas mereka berkumpul bersama tiga orang teman lainnya yaitu Cetta, Direndra dan Elina. Lima sekawan itu awalnya selalu bersama saat ada tugas, namun akhirnya menjadi sahabat yang sering nongkrong bersama baik untuk makan-makan atau jalan-jalan.
Direndra yang usil seringkali main ke rumah kos Bayu dan Alfa hanya untuk mengolok-olok betapa berantakannya Alfa dan dia sangat beruntung bisa kos bersama Bayu. Tak jarang pula Direndra membuka perbincangan tentang Elina yang sama pendiamnya seperti Bayu. Dia bilang mereka berdua cocok kalau menjalin asmara. Pasti akan menarik jika Elina benar-benar menjadi kekasih Bayu. Entah apa jadinya nanti.
Alfa hanya akan tertawa mendengar omongan Direndra yang seperti meracau dan penuh kekonyolan. Siapa sangka, kalau ternyata Alfa sering mencurahkan isi hatinya kepada Cetta perihal sosok Elina yang cantik dan lembut. Alfa malu mengakui kalau dirinya menyukai salah satu sahabatnya. Seringnya Direndra mengolok-olok Bayu dan Elina lambat laun membuat Alfa jengah juga.
"Ya kalau Bayu jadi pasangan Elina, mereka berdua ngobrolnya apa? Mereka pasti susah cari topik obrolan. Sama aku saja dia nggak ngobrol," komentar Alfa suatu ketika, dia menoleh ke arah Bayu dan menegaskan, "Ya, kan, Bay?"
"Kalian kan sama-sama cowok, nggak ngobrol juga nggak masalah. Kalau Bayu sama Elina ya pasti bakal beda dong!" Sahut Direndra mematahkan hipotesis Alfa.
Bayu hanya tersenyum tipis. Kemudian geleng-geleng kepala mendengar obrolan tanpa makna dan tanpa arah antara Alfa dan Direndra. Alfa melirik ke arah Bayu, entah mengapa dia melihat sorot mata yang berbeda dari sahabatnya. Pandangan mereka bertemu, saling bicara dalam diam. Namun keduanya tak saling mengerti.
***
Entah mengapa, Bayu tidak pernah membicarakan soal kuliah jika hanya berdua dengan Alfa. Tentang tugas atau berita-berita seputar kampus hanya dibahasnya di line group kelas mereka. Maka, Alfa yang sering lupa tugas kuliah, kewalahan setiap kali menyadari dirinya belum mengerjakan sementara Bayu tampak asik membaca majalah Nylon Guys kesukaannya di atas kasur. Dia tak bergeming seperti air dalam telaga.
"Kok kamu nggak bilang kalau hari ini ada tugas kalkulus!" Alfa sibuk mengacak-acak isi tasnya di kamar mencari buku dan catatan kuliah yang entah berada di mana.
"Itu bukan tugas kok, kita hanya diminta mengumpulkan catatannya saja. Soal-soalnya sudah dibahas semua di papan tulis oleh Bu Ghina."
"Ya sama saja buatku!" Alfa makin meninggikan nada suaranya, "Kamu kan tahu kalau catatanku nggak rapi, mengumpulkan catatan sama saja dengan tugas bikin makalah."
"Itu urusan kamu," Bayu berujar pelan namun tajam, "Itu kan tanggung jawabmu sebagai mahasiswa."
Alfa tersulut emosi. Di dalam kepalanya langsung berputar episode-episode sepi di rumah kos karena dia dan Bayu tak banyak berbicara. Mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing, meskipun mereka sekelas sampai semester 3 ini, namun tetap tidak ada perbincangan serius tentang apapun di antara mereka. Obrolan hanya terjadi sesekali dengan tema yang itu-itu saja. Tentang makanan di dapur, letak buku, cucian di kamar mandi, atau agenda menginap di kosan teman yang lain.
"Kamu kok jadi sahabat nggak perhatian sama sekali sih?" Nada suara Alfa tinggi namun terkesan merana. Ada kekesalan di hatinya.
"Apa kamu perhatian sama diri kamu sendiri?" Bayu membalas makin tajam. "Apa kamu juga perhatian dengan Cetta yang selalu membantumu untuk absen palsu, dengan Direndra yang tidak pernah mandi karena kehabisan sabun dan sampo, atau dengan Elina?"
Alfa mengerutkan kening, tidak mengerti arah pertanyaan Bayu, "Maksudmu apa? Jadi ini soal Elina?"
"Hanya itu yang kamu tangkap?"
"Kamu benar suka Elina kan?"
"Apa? Bukannya kamu yang diam-diam mengajak jalan Elina tanpa bilang ke kami? Kamu pikir kami tidak tahu, Fa?"
Perang pertanyaan yang terjadi antara Bayu dan Alfa seperti tiada akhir, keduanya tampak tak berniat menjawab pertanyaan-pertanyaan retoris yang sebenarnya hanya untuk saling melukai.
"Aku mulai muak sama kamu, Bay!"
Alfa mengambil tasnya dengan kasar, meninggalkan Bayu dengan bantingan pintu yang keras. Sudah dapat ditebak. Kosan Direndralah tujuannya saat ini. Sahabatnya yang satu itu pasti mau mendengarkannya. Setidaknya dia bisa lebih tenang sebelum kelas kalkulus dimulai, dan dari rumah kos Direndra hanya berkisar seperempat jam perjalanan ke kampus.
***
"Setahun lebih aku tinggal sama dia, aku sama sekali nggak bisa mengerti jalan pikirannya," Alfa mengadu di hadapan Direndra.
"Ini soal apa, Fa?" Direndra menegakkan duduknya, berusaha mendengarkan dengan saksama.
"Dia itu nggak pernah kasih tahu kalau ada tugas, padahal dia sendiri sudah selesai mengerjakan, dan dia berbicara tentang hal-hal yang tidak berhubungan, seperti soal Cetta atau kamu. Malah dia juga menyebut nama Elina. Bah!"
"Soal aku?" Direndra balik bertanya, namun Alfa malah menampilkan raut tak mau membahas lebih lanjut soal itu. Direndra hanya mengangguk-angguk seolah mengerti mengapa temannya tak mau melanjutkan. Kemudian tiba-tiba dia memberi isyarat pada Alfa dengan pandangan sebentar-aku-ambil-sesuatu-dulu. Direndra meraih tasnya yang digantung dan mengeluarkan sebuah buku dari dalamnya. "Kata Elina ini bukumu."
Alfa meraih buku kalkulus yang sedari tadi dia cari. Dia bingung mengapa Direndra bisa mendapatkan bukunya dari Elina, dia merasa tidak meminjamkannya.
"Elina bilang, buku ini tertinggal di kelas dan diambil oleh Bayu, entah mengapa Bayu meminta Elina untuk mengembalikan buku itu. Kemarin waktu kita nonton Bumi Manusia bersama, Elina lupa kasih ke kamu. Karena catatannya akan dikumpulkan nanti, makanya aku kembalikan ke kamu."
Alfa diam menatap bukunya. Dia membuka selipan buku yang ternyata ada catatan kalkulus pada beberapa lembar loose leaf paper. Di pojok kanan atas kertas di muka, ada nama lengkap beserta nomor induk mahasiswanya. Alfa mengerjapkan matanya berkali-kali, menelan ludah, dan menghela nafas. Selain karena dia tidak mencatat selengkap itu, tulisan tangan itu bukan miliknya.
Dia yakin kalau itu adalah tulisan Bayu.
Lima belas menit sebelum kelas dimulai, Alfa memutuskan untuk tidak ikut kelas kalkulus. Dia masih memegang buku dan catatan kalkulus, entah mau diapakan.
- selesai -
ns 15.158.61.12da2