x
No Plagiarism!fo38ZOCK7FYC4pDQF3ohposted on PENANA Perkenalkan namaku Fadli, aku anak ke tiga dari lima bersaudara. Kejadian ini terjadi pada tahun 2013 saat itu aku berusia tujuh belas tahun. Kedua kakaku sudah berkerja dan kedua adikku masih duduk di bangku sekolah dasar. Keluargaku penganut berprinsip KB (Keluarga Berencana) garis keras, rencananya ingin punya anak perempuan kalau sudah dapet baru stop punya anak hihihi... Kondisi keluargaku saat ini sedang di atas daun bisnis ayah dibanjiri pelanggan sampai bisa membangun rumah bertingkat, bisa dibilang rumahku adalah rumah terbesar di desa pada masanya melebihi rumah kakekku. Kehidupan kami sudah sangat berbeda dengan dahulu, dahulu tiga anak tertua harus ke sawah demi bisa makan ikan dan kerang. Sekarang adik-adik ku tidak perlu melakukanya alhasil kulit mereka lebih putih dari kaka-kakaknya mhahaha tapi mental mereka lebih lembek dari kakak-kakaknya setidaknya untuk saat ini aku berharap mental bolang kami bisa dimiliki adiku juga karena dunia semakin hari semakin keras saja. Seperti kebanyakan orang baru kaya kedua kakaku terbuai dengan pergaulan dan memilih hidup bermewah, meminta dibelikan barang-barang mahal dan yang pasti mereka minta motor ninja. Aku satu-satunya anak yang tidak tertarik dengan perubahan sosial keluarga, bagiku kendaraan ya sama saja yang penting fungsinya mau ninja, metik ataupun bebek, namun ada satu hal yang membuatku memutuskan untuk meninggalkan rumah selama tiga tahun lamanya sesuatu yang besar yang membuatku sakit hati dan tidak ingin tinggal di rumah.8964 copyright protection345PENANAv1EbDptm1f 維尼
Setiap pagi aku selalu bangun jam setengah lima, kemudian bergegas mandi dan membangunkan delapan teman sekamarku, di sini kamar biasa disebut dengan kobong. Kobong adalah bahasa yang digunakan di daerah Sukabumi untuk menyebut kamar tempat santri menginap. Jujur saja sebelum memutuskan untuk mondok, solat subuhku selalu bergantung pada orang tua mereka selalu membangunkanku namun di pondok kini terbalik aku diangkat sebagai ketua kobong dan berkewajiban untuk memastikan semua anak kobongku solat subuh tepat waktu. Awal sekali mondok aku sering kesiangan solat subuh hingga suatu hari Kiai yang datang membangunkan para Santri, aku kepergok masih tidur dan dibangunkan dengan lembut, di sini aku sadar betapa malunya aku kalau sampai harus Kiai yang datang dan membangunkan, sejak saat itu kuputuskan harus bangun sebelum Kiai menginjakan kaki di lantai dua dekat kobong dan rasa malu itu yang kemudian membuatku selalu bangun tepat waktu. Mondok merupakan jalan yang kupilih agar bisa jauh dari rumah untuk memenuhi tuntutan sakit hatiku, di sini aku sendiri tidak ada yang membuatku teringat masalah itu. Namun apesnya ternyata pesantren yang ku tempati terkenal angker dan karena aku anak sungsang aku menjadi saksi mata kejadian aneh itu berulang selama tiga tahunku di pesantren.8964 copyright protection345PENANAtmtkV6OppY 維尼
Sedari kecil ibu dan keluarga besarnya selalu bilang bahwa, dulu sewaktu balita aku sering menunjuk ke arah pepohonan ketika malam sambil berkata sebisanya, sering menangis di malam hari disertai dengan sura benda berterbangan diluar jendela, semua kejadian ini dikaitkan dengan kelahiranku yang sungsang. Lokasi rumahku diapti oleh dua kebon, iya kebon bukan kebun kalau kebun lebih ke tanah yang ditata rapi pepohonanya dan terawat nah ini kebon benar-benar seperti tanah tak bertuan sebelah kiri rumah, kebon yang dipenuhi pohon bambu, pohon bambu yang sangat panjang, banyak pohon bambu merundduk karena panjangnya hingga puncaknya menyentuh tanah dan membentuk terowongan, tak jarang warga melihat dan mengalami hal aneh di sana. Sebelah kanan rumah terdapat lapangan yang sekitarnya ditumbuhi berbagai pohon besar mulai dari pohon kecapi, duku, boni dan yang menjadi pusat perhatian yaitu tiga pohon aren yang berdiri tegak sejajar, di antara tiga pohon aren itu ada sebuah sumur tua yang ditutup kayu yang sudah lapuk menandakan sudah sangat lama sumur itu ditutup. Setiap tiba waktu maghrib Ibu selalu menyiapkan segala hal yang ku butuhkan untuk persiapan ngaji, bayangkan di kampung dengan kondisi seperti itu anak-anak usia sembilan tahun berangkat mengaji sendirian. Ibu mengharuskan anaknya untuk mengaji agar kelak kami bisa berilmu dan beriman, ada saja kasus saat ini anak yang sudah di sekolahkan ke perguruan tinggi, ilmunya top diakui institusi namun kurang beriman sehingga tega menuntut orang tua hingga ke meja hijau. Setiap malam selama enam tahun aku menempuh jarak setidaknya dua ratus meter untuk bisa sampai ke pengajian. Ada banyak hal yang membuat rangkaian informasi terus tertanam difikiran kita, bisa jadi karena aroma, rasa, bau, perasaan, hingga sentuhan. Aku bersyukur dulu masyarakat desa kami cukup polos, tidak seperti sekarang yang apa-apa dilaporkan, Ustadz yang membimbingku mengaji bukan sekali dua kali membimbing anak-anak bandel metode pengajarannya pun keras sesabet dua sabet batang pancing fiber mengenai tangan jika berisik, tidak fokus atau sering salah membaca Al-Quran, seperti yang ku katakan informasi tertanam dengan berbagai cara salah satunya dengan kejutan pecut kecil Ustadz haha... semoga beliau selalu dalam lindungan dan ridho Allah. Beliau juga yang menjadi jalanku pergi ke pondok pesantren.8964 copyright protection345PENANA4VkQH8wUd4 維尼
Aku ingat sekali saat pertama dalam hidupku melihat fenomena aneh, kala itu usiaku baru enam tahun aku terbangun merasakan terpaan angin dingin yang menembus kulit, angin seperti itu biasanya berhembus di jam dua malam. Kulihat ke arah Ibu dan Ayah yang masih tertidur di dekatku, senyap sejenak kemudian terdengar suara bising dari luar rumah suara yang membuatku sulit kembali tidur walau sudah mencoba berulang kali. Rasa penasaranku akhirnya berhasil membujuk seluruh tubuh untuk mendekati jendela dan menengok keluar, di antara kaca hitam jendela terlihat samar ada sebuah mobil truk besar mogok di depan rumah suaranya bising sekali. Kucermati mobil itu dari depan hingga ke bagian belakang terus bertanya-tanya siapa dan ada apa ini, hingga semua badanku terpatung dalam hitungan detik ketika melihat ke arah atas truk. Sosok pocong sedang duduk di batang pohon tepat di atas truk. Badanku terpatung, ingin menangis rasanya namun tak ada sepatah kata yang bisa kukeluarkan, aku tahu Ibu dan Ayah ada dibelakangku tapi aku tidak bisa membalikan badan. Sesaat kemudian badanku dapat digerakan namun, badanku bergetar parah seperti mengigil padahal itu hanya gemetaran. Kupaksakan badan ini agar bisa mendapatkan tempat di sekitar Ibu dan Ayah, dengan perasaan taku dan tubuh yang mengigil aku tertidur. Ayah dan ibu kaget ketika mendapati badanku panas, aku demam dan panas tinggi setelah kejadian itu. Trauma melihat pocong dari jendela membuatku kerap kali mengiggau dan menunjuk kearah jendela sambil menangis dan mengatakan "jauh... jauhin mah, Age takut mah". Sudah tiga hari kondisiku tidak menunjukan perubahan, akhirnya Ibu membawa orang yang dianggap sepuh dan mengerti akan hal gaib, menurutnya aku kesambet dan harus diurut agar yang menggangu bisa keluar. Setelah selesai diurut Ibu menanyakan apa yang saya lihat sebelum sakit, hingga akhirnya aku menceritakan semua yang kulihat. Setelah pengobatan aku kembali sehat dan dapat masuk sekolah TK lagi.
Rumor yang beredar di masyarakat, anak sungsang itu rambut dan kukunya akan cepat sekali panjang, entah sugesti atau bukan namun itu benar adanya dan kurasakan sendiri. Tukang cukur rambut langgananku sering sekali mengatakan bahwa belum lama loh ini cukur sekarang sudah panjang lagi saja rambutnya. Selain itu aku sering asal ucap namun kebanyakan benar. TK tempat aku sekolah jaraknya jauh dan harus ditempuh dengan angkot, suatu hari ketika diperjalanan aku satu mobil angkot dengan tetanggaku sontak aku berkata "tante lagi hamil ya" ibuku kaget bukan main dan memarahiku. Tante yang ku tegur itu masih gadis dan belum pernah terlihat warga membawa laki-laki sebagai pacar atau teman dekat, tiga bulan kemudian terdengar kabar bahwa tante itu mengakui kalau ia sedang hamil tiga bulan, namun aku kena tegur ibu karena bicara sembarangan katanya hihi... Kejadian-kejadian seperti inilah yang menghiasi hidupku dari usia delapan hingga aku merasa semua itu normal, seperti melihat penampakan menemukan benda aneh dan lain-lain. Tanpaku sadar aku menganggap mereka ada dan mataku ini tidak bisa membedakan mana orang mana bukan. Setiap aku berangkat sekolah aku selalu memakai topi sekolah setiap hari dan menutup mataku dengan moncong topi itu, salah satunya agar ketika aku jalan yang pertamakali kulihat adalah kaki bukan langsung wajah kalian fahamkan kenapa melihat kaki itu lebih baik bagiku. Kerap kali aku kena tegur Guru, menggunakan topi di kelas merupakan tindakan kurang sopan, sesekali aku beranikan diri untuk membukanya dan fokus ke buku pelajaran. Kejadian-kejadian itu membuatku sulit berteman, sulit fokus dan sulit menikmati hari-hari. Gak ada kapoknya kalimat itu mendeskripsikan aku banget sudah tau punya kelebihan seperti itu, sawah menjadi tempat bermain kami alhasil tidak jarang kakak dan aku kesambet ujung-ujungnya mengamuk di rumah hingga harus dipanggilkan orang pintar.
Aku terbangun dari lamunanku ketika berdzikir setelah solat subuh, setelah subuh santri diwajibkan membaca dzikir tertentu, aku sering ketiduran loh wkwk karena ngantuk sekali. Jadwal kami di pondok sangat padat mulai dari jam lima pagi solat subuh hingga jam sepuluh malam bahkan bisa sampai jam empat pagi di waktu bulan Romadhan semua penuh dengan kegiatan belajar dan mengaji. Peraturan yang ketat, hafalan yang banyak, mencuci baju kotor hingga menjemur dan mengangkatnya membuatku harus pintar mengatur waktu. Tanpa kusadari derai air mata membasahi pipiku di hari pertama masuk pesantren, hari di mana aku merasakan hidup sendirian di kampung orang tanpa keluarga dan saudara. Dzikir subuh hari itu dibuat ramai oleh teriakan Ari, ia berteriak sangat kencang badanya kejang dan nafasnya menipis. "Ya Allah enggak di mana-mana kejadian kaya gini nempel terus sama saya" ujarku, saat itu tidak ada yang kuat mengangkat badan Ari yang tergeletak, ia pingsan. Banyak Santri mencoba mengangkat Ari namun gagal, sendiri ataupun bersamaan, badanya seperti tertarik bumi. Aku tak ingin ikut campur sungguh, tapi sebagai ketua kobong aku harus ikut membantu, ku baca saja beberapa pujian kepada Allah dan Rasull, diiringi dengan niatan yang baik dan mulai kuangkat Ari yang tergeletak lemas. Berat sekali, kurasa ini bukan berat badan anak kecil yang kurus usia empat belas tahun, benar-benar berat. Selangkah demi selangkah satu anak tangga dan seterusnya ku kuatkan badan dan kakiku untuk menggendong Ari hingga sampai ke kobong. Usut punya usut Ari diyakini memiliki ilmu turunan, namun karena hatinya belum siap menyebabkan Ari sedari kecil sering kehilangan kesadaran. iyaa engga apa-apa si tapi kenapa harus sama saya wkwk... kan ada seratus lebih santri... anehnya Ari lebih kalem dan tidak kambuh jika dekat dengan saya.
Kengerian pesantren saya itu sudah menjadi berita populer dikalangan Santri Salafi dan bodohnya saya, saya mencari tahu tentang itu semua.... tentang sejarah pesantren, sejarah pendiri pesantren sampai sejarah hal ganjil di pesantren. Konon di pondok pesantren ini ada jin yang namanya si Jabrik, Jabrik ini santri jin pertama Kiai sering mewujudkan dirinya sebagai sosok besar, diselimuti bulu hitam runcing seperti landak di sekujur tubuhnya, berwarna hitam pekat dan matanya merah menyala. Jabrik hafal banyak kitab termasuk Al Quran lokasi kobong Jabrik sama dengan kobong yang ku tempati. Suatu ketika aku mendengar perkataan Kiai bahwa manusia normalnya tidak bisa melihat jin dan beliau membeberkan penyebabnya. Kucermati dan ku teliti satu persatu penyebab itu barangkali ada yang melekat padaku. Sebagai santri saya termasuk santri bangor, dikalangan santri dzikir itu ada dua jenis ada dzikir yang boleh diamalkan oleh semua orang dan dzikir khusus yang perlu pengawasan dan aku mengamalkan semua, karena ingin mencari jawaban atas kondisiku. Kebanyakan amalan ini membutuhkan waktu empat puluh hari untuk menyelesaikanya. Dzikir dibagi ke dua jenis karena ada dzikir yang panjang, memerlukan waktu pengulangan yang lama dan konsentrasi tinggi shingga memakan banyak energi untuk fokus. Juga kami percaya, orang yang ber Dzikir namun tidak tepat niatanya maka setan akan datang dan menggangu orang itu, yang tidak tepat itu jika dalam Dzikir yang seharusnya mengingat Allah tapi malah diyakini dengan Dzikir itu kita bisa punya sesuatu yang kita inginkan semisal HP, Mobil, Rumah dan lain sebagainya. Jika salah dalam berdzikir konsekuensinya bisa sakit bahkan bisa sampai kehilangan kewarasan oleh karena itu Dzikir khusus harus didampingi guru, hem sangat menarik bukan jadi yang saya harus pastikan adalah ketika berdzikir umum ataupun khusus dalam diri saya ketika berdzikir tidak boleh terpintas keinginan dunia murni hanya boleh mengingat Allah masalah mau dikasih apa sama Allah ya bagaimana Allah intinya jangan mencapur Dzikir dengan Doa. Perjalanan saya menuju kesembuhan berkaitan dengan salah satu kalimat dari kiai yang berbunyi "Allah itu maha pemberi, ia akan memberikan apapun ke umat, apapun yang mereka pinta" aku menerjemahkanya begini, berarti semua yang kita dapat karena kita memintanya, kita sakit flu ya karena kita meminta kepada Allah dengan cara mungkin hujan-hujanan, minum es dan sebagainya, karena cara meminta kepada Allah selain dengan doa juga dengan usaha. Doa agar saya menjadi manusia normal sudah sering sekali saya panjatkan dan saya yakin ada suatu hal yang jika diubah dalam diri saya bisa merubah keadaan aneh saya ini, maka berjalan lah saya ke berbagai macam percobaan.
Perjalanan saya menuju kesembuhan dimulai dengan melakukan puasa senin-kamis mengikuti ajaran Rasullulah selaku pembawa agama Islam. Hal terunik dari berpuasa ialah meski saya punya masalah lambung, saya punya magh. lambung saya seakan mengerti jika saya tidak akan makan dari terbit matahari hingga terbenam matahari dan penyakit magh saya tidak akan kambuh ketika saya berpuasa. Bisa dibilang saya mengidap magh yang cukup parah, ketika magh saya kambuh badan saya bisa lemas dan tidak bisa berbuat apa-apa selain merasakan sakitnya lambung yang sedang melilit. empat puluh hari saya berpuasa kemudian saya mulai membandingkan apa yang membuat lambung saya sehat ketika berpuasa?, sampai pemikiranku sampai pada kesimpulan:349Please respect copyright.PENANA9fQqKmJCVb
"normalnya ketika saya sarapan, saya sudah mengatakan pada diri saya bahwa saya akan makan lagi ketika jam dua belas siang. Namun ketika jam dua belas dan saya tidak mendapat makanan yang bisa mengisi perut maka lambung akan menggiling dalam keadaan kosong yang menyebabkan rasa perih alias magh saya kumat. Sedangkan ketika saya puasa, saya niat untuk tidak makan dari terbit matahari sampai matahari terbenam dan lambung saya tidak pernah sakit selama puasa, hal ini berarti lambung saya mengikuti apa yang saya perintahkan, berarti kalau saya sarapan lalu tidak mengira-ngira kapan saya bisa makan lagi maka lambung saya tidak akan pernah menggiling di waktu ia kosong dan itu saya lakukan, alhamdulilah berhasil dengan izin Allah saya sembuh dari magh"
pengalaman pertama saya membuka diri saya bahwa benar Allah itu maha pemberi ia pasti memberikan apa yang kita minta. Apa kalian tau bagaimana rasanya kesurupan, rasanya seperti kita menonton dari dalam diri, badan ini bergerak sendiri seperti kendali diri diambil alih sesuatu yang lain dan ketika sadar kita merasakan semua penyesalan atas perbuatan kita setelah mengamuk. Aku sering sekali mengalami kesurupan hingga akhirnya dalam doaku setelah berdzikir aku mengatakan kepada diriku sendiri " Hei dengarkan, aku adalah ruh yang diutus Allah untuk mengatur kalian dan mulai sekarang aku tidak sudi ada sesuatu yang mengatur kalian selain aku." mungkin terdengar gila tapi itu bekerja sejak saat itu amarah besar yang sering mencuat dan menjadikanku mengamuk bah macan kelaparan sudah tidak pernah muncul. Jujur saja aku benci jika harus menanggung sesuatu yang bukan ku lakukan sendiri.
Sayangnya semua perjalananku tak semulus itu, di hari ke empat puluh aku sakit. Penyakit gatal menyerang tubuhku kondisi kulitku sudah tak karuan bintik merah yang berisi air dan teramat gatal menjalar di seluruh tubuh. Entah apa yang membuatku terus memaksakan diri untuk tetap menghadiri pengajian baik pengajian pagi, siang sampai pengajian malam tidak terlewatkan. Badan mengigil disetiap subuh dan bada isya disertai rasa gatal tak berhenti menyerang disetiap waktu, sesekali rasa gatal itu tak tertahankan dan memaksaku menggaruknya dengan sangat hasilnya beberapa bagian tubuhku lecet. Rasa sakit diseluruh tubuh seperti tersayat silet kurasakan tiap kali mandi, bekas garukan yang meradang kini mulai bernanah. Aku sadar menggaruk gatal dibadan malah menambah masalah baru kemudian aku berniat untuk tidak menggaruk tapi hanya sekedar menggesek bagian yang gatal dengan kulit bagian lain, gesekan itu terasa hangat dan menghilangkan sebagian rasa gata namun rasa gatal semakin menjadi membuatku menggesek lebih kuat dan lebih sering, sehingga kulit yang bergesekan melepuh dan meninggalkan luka bakar. Sudah dua minggu penyakit ini tak kunjung sembuh, selama dua minggu itu pula aku usahakan mengobati penyakitku dengan obat seadanya menggunakan bedak gatal dan obat puskesmas namun kondisiku tidak membaik, mulai ku ikhtiarkan untuk berobat ke rumah sakit dengan segenap tabunganku bukanya sembuh, tiga hari setelah berobat di rumah sakit penyakitku tambah parah bekas gatal yang kugaruk di bagian atas tumit kaki melebar dan membusuk sampai pada titik kulit yang membusuk itu sudah tidak merasakan apa-apa, kuputuskan kembali berobat ke rumah sakit qodarullah aku bertemu Dokter yang sama dan ia terheran karena kondisiku tak kunjung membaik. Mungkin obatnya kurang manjur kuputuskan untuk berobat ke Dokter yang terbilang mahal namun hasilnya tetap nihil, semangatku untuk mengaji mulai terkikis dan rasa sakit dari badan mulai menggerogoti diriku. Kulit sudah mengering, bersisik dan terasa sekali gatal, badan panas, diare sampai disentri melanda sekaligus dan tak kunjung sembuh, lemasnya bukan main hingga akhirnya aku memutuskan untuk izin pulang kerumah.
Selama tiga minggu aku sakit, dzikirku tak boleh putus di sela-sela rasa sakit sekujur tubuh, tetap kesembuhan batin menjadi tujuan yang tak pupuh. Kuhampiri ruang penanggung jawab pondok pesantern dan kutemui sosok yang sudah ku anggap kakak sendiri Ustadz memiliki nama sapaan mang Ucen. Beliaulah pembimbing dzikir dan tempatku menyetor hafalan setiap jam sebelas malam, guru yang baik menurutku dan sangat dermawan untuk kemaslahatan dan kemajuan pondok pesantren beliau sering mengeluarkan uang pribadinya, namun tidak ada yang menyadarinya kecuali segelintir orang. Kutemui beliau dikobongnya yang sekaligus kantor penanggung jawab di sana ada seorang kakek tua, ia dipanggil Aji Gelo. Setelah mantap akupun masuk, beruluk salam, salim dan bercerita sampai akhirnya meminta izin untuk pulang. Aji Gelo namanya, ia yang meminta dipanggil begitu mulutnya kasar dan sering berkata tak senonoh semua orang mengenalnya sebagai orang tua yang aprak-aprakan, namun Kiai sendirilah yang meminta Aji Gelo untuk tinggal dilingkungan pondok. Setelah ku utarakan maksud untuk izin pulang, ki Aji menyela dan mengatakan "teu kedah uih, die pang mawakeun cai sagelas... iyeumah sanes penyakit biasa" kaget aku terheran ki Aji berbicara menggunakan bahasa sunda halus yang artinya "gk usah pulang, sini coba tolong bawakan air segelas, inimah bukan penyakit umum". Beberapa doa ki Aji bacakan dan ditiupnya air tersebut seranya memintaku meminumnya dan menahanku untuk tidak pulang seranya memintaku menunggu tiga hari.
Benar saja hari pertama setelah aku meminum air tersebut badanku meresponds dengan keringat yang sangat banyak baik aktifitas biasa sampai ketika tidur, di hari kedua panas badanku sudah hilang dan hari ketiga gatal dibadan berangsur hilang. Ki Aji mendatangiku dan memintaku untuk bercerita apa yang sudah dilakukan sampai bisa begini. Awalnya aku mendawamkan dzikir di lantai dua masjid, selama empat puluh hari di tiga hari terakhir ku tambahkan dengan mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi dan air putih. Di hari ke tiga puluh sembilan aku terbangun di jam satu malam, lampu kamar sudah mati menyisakan gelapnya malam hanya pancaran sinar bulan yang masuk lewat jendela kamar tak berkacalah sang penerang dikala itu. Mataku terpaku pada tiang yang berada di tengah kobong di sana aku melihat ada dua mata merah menyalah menatapku, badanya dipenuhi bulu runcing seperti bulu landak dan dengan gigi taring yang menyeringai begitu runcing tak sampai semenit badanku terasa lemas dan aku tidak sadarkan diri. Mimpi aneh selalu datang tiap seminggu sejak aku mengamalkan dzikir, mimpi itu membawaku ke pondok pesantren dengan suasana lawas seperti tahun 1990 an dan beraktifitas di sana didampingi seorang santri yang tidak ku kenal. Ki Aji bilang bahwa ada santri sini, yang bukan manusia menyukaiku karena melihat keteguhan dan kehusuan dalam dzikir dan belajar sehingga diajaknya sukmaku di waktu tidur untuk tetap terjaga dan ngaji bersama denganya, tapi ya namanya manusia butuh istirahat semua stamina ku terkuras habis bagaimana tidak, bangun aku beraktifitas tidurpun ruh ku beraktifitas dibawa oleh santri jin. Sebaik-baiknya Jin sebanding dengan seburuk-buruknya manusia, walaupun niatan ia baik tetap saja cara Jin mengekspresikan rasa sukanya, sebaik apapun caranya tetap akan berdampak buruk bagi manusia, inilah yang membuat penyakitku tak kunjung sembuh. Sejak saat itu aku dilarang untuk mendekati lantai dua masjid di pondok pesantren karena menurut Ki Aji, dulu di pondok ini pernah ada santri yang salah dalam berdzikir hingga mendatangkan banyak Jin jahil, sampai akhirnya kiai memutuskan menempatkan semua Jin jahil di lantai dua masjid, semua jin jahil itu diketuai satu jin yang bernama si Jabrik. pada hari ke empat sejak Ki Aji mengobatiku aku bermimpi bertemu dengan sesosok mahluk berbadan gempal berkulit pink, matanya sangat sipit saking sipitnya hingga hanya terlihat segaris, berpakaian seperti pakaian arab berwarna hijau tua, ia mengungkapkan rasa bersalah serta meminta maaf atas perbuatanya selama ini. Diakhir mimpi aku mengiyakan permintaan maafnya lalu bersalaman. Aku terbangun dengan posisi menjulurkan tangan seperti orang yang hendak berjabat tangan, setelah itu aku tidak bisa melihat hal ghaib semua menghilang begitu saja.
sampai sekarng aku masih memikirkan apakah jin yang kulihat di mimpi menolongku agar bisa hidup normal atau memang ia yang selama ini bersamaku dan menyebabkan aku bisa melihat mereka, wallahualam.
15.158.61.17
ns 15.158.61.17da2