Di rumah pak Hakim,
Di dapur..
"Joya..", bu Hakim memanggil Paijo.
"Iya..", jawab Paijo.
"Masak apa hari ini ?", tanya bu Hakim.
"Banyak pokoknya tuan mami", jawab Paijo.
"Ingat ya keluarga ibuku banyak yang akan menginap disini jangan sampai malu-maluin", kata bu Hakim memperingatkan Paijo.
"Beres tuan mami", sambung Paijo.
"Bagus..", kata bu Hakim lagi.
"Eh iya tuan mami hampir saja lupa", sambung Paijo lagi.
"Lupa apa ?", tanya bu Hakim.
"Ini burung puyuhnya mau diapain ?", tanya Paijo juga.
"Ne yapmak istediğinize bağlı, kızartın, yakabilirsiniz, her zamanki gibi, size kalmış", jawab bu Hakim.
"Emm tuan mami saya tidak mengerti apa yang tuan mami maksud barusan", keluh Paijo.
"Terserah kamu", kata bu Hakim lagi.
"Oh iya", sambung Paijo lagi.
Keesokan harinya Citra memanggil tukang terompet, lalu tukang terompet itu masuk kedalam halaman depan rumah, aku pun mencoba mengusirnya dari halaman depan rumah hingga aku merusak terompet dagangan nya.
Pak Hakim pun menganti semua terompet yang ku rusakin dan aku juga mendapatkan hukuman dari tuan mami.
Keesokan harinya..
Di meja makan..
"Tah..", kata mbah Ani.
"Nggih mbah Uti", sambung bu Hakim.
"Citra anakmu mana ?", tanya mbah Ani.
"Tadi sih disini, tapi setelah itu aku tidak tau", jawab bu Hakim.
"Jo..", bu Hakim memanggil Paijo.
"Nggih tuan mami", jawab Paijo.
"Kamu lihat citra tidak ?", tanya bu Hakim yang memakai suara.
"Hah..", kata Paijo yang tidak mendengar karena sedang mendengarkan musik.
"Kamu lihat Citra tidak ?", tanya bu Hakim yang tidak memakai suara.
"Oh, iya lihat..", jawab Paijo.
"Terus sekarang Citra dimana ?" tanya bu Hakim yang memakai suara.
"Hah..", kata Paijo yang tidak mendengar karena sedang mendengarkan musik.
"Terus sekarang Citra dimana ?", tanya bu Hakim yang memakai suara.
"Oh di depan lagi bujuk tuan papi untuk beli terompet", jawab Paijo.
"Oh..", kata mbah Ani.
"Oke..", sambung bu Hakim.
"Jumiati", mbah Ani memanggil Jumiati.
"Inggih kanjeng ibu sepuh", jawab Jumiati.
"Roti dan Teman-temannya mana ?", tanya mbah Ani.
"Ini kanjeng ibu sepuh", jawab Jumiati memberikan roti dan selai pada mbah Ani.
"Taruh dong, kenapa kasih ke saya", kata mbah Ani.
"Inggih kanjeng ibu sepuh", sambung Jumiati.
Di depan rumah pak Hakim..
"Terompet, terompet.. Terompetnya pak..", kata penjual terompet.
"Terompet, bang terompet, sini..", sambung Citra.
"Iya neng..", kata penjual terompet lagi.
"Tunggu dulu sebentar ya bang..", sambung Citra lagi.
"Iya neng..", kata penjual terompet lagi yang menaruh terompet dagangannya di depan rumah pak Hakim.
Di meja makan lagi..
"Abang Hakim", kata bu Hakim.
"Iya istriku sayang", sambung pak Hakim.
"Citra mana ?", tanya bu Hakim.
"Di depan lagi cari terompet", jawab pak Hakim.
"Semangat loh mi", kata Kaamil.
"Oh..", seru bu Hakim.
"Ya sudah sarapan dulu", kata mbah Ani.
"Iya mbah uti", sambung bu Hakim.
"Ini susunya kanjeng ibu sepuh", Jumiati memberikan susu pada mbah Ani.
"Maturnuwun nggih Jum", kata mbah Ani lagi.
"Nggih kanjeng ibu sepuh", sambung Jumiati.
Di halaman depan rumah pak Hakim..
"Loh kok ada tukang terompet sih, harus segera ambil tindakan ini", kata Paijo yang melihat tukang terompet ada di halaman depan rumah pak Hakim.
Di meja makan lagi..
"Papi..", kata Citra.
"Iya bidadari nya papi", sambung pak Hakim.
"Tukang terompetnya sudah ada tuh di depan rumah, mana uangnya", Citra minta uang pada ayahnya.
"Minta sama..", kata pak Hakim memberi kode Citra.
"Mi..", kata Citra.
"Uang apa ?", tanya bu Hakim.
"Hem Citra bukan sama mami tapi tuh", kata pak Hakim melirik ke arah mbah Sutarno.
"Iya, iya nih..", mbah Sutarno memberikan uang pada Citra.
"Terimakasih uyut akung", kata Citra.
"Citra..", kata mbah Sutarno.
"Inggih uyut akung", sambung Citra.
"Uyut akung belikan terompet yang ukurannya xxl ya", kata mbah Sutarno.
"Mbah Tarno memangnya terompet itu baju apa ada ukurannya", keluh pak Hakim.
"Iya mana xxl lagi..", sambung bu Hakim.
"Tunggu Cit, uyut akung ikut mau milih", kata mbah Sutarno.
"Papi juga", sambung pak Hakim.
"Ih abang Hakim, mbah akung kok sarapannya tidak dihabiskan", keluh bu Hakim.
"Kamu tidak ikut keluar milih terompet tah ?", tanya mbah Ani.
"Tidak mbah uti", jawab bu Hakim.
"Ya sudah kalau gitu mbah uti ke depan juga", kata mbah Ani.
"Mbah uti", sambung bu Hakim.
Di halaman depan rumah pak Hakim lagi..
"Eh bapak sama anak ngapain disini, jualan terompet ?", tanya Paijo.
"Iya, tadi saya dan anak saya lagi keliling jualan terompet eh di panggil", jawab penjual terompet.
"Benar tuh apa yang bapak saya bilang", anak penjual terompet membela ayahnya.
"Alah kamu tau apa sih", keluh Paijo.
"Tapi tadi benar mas, saya di panggil disuruh kesini loh", kata penjual terompet lagi.
"Alah tidak usah ngeles, sekarang kamu keluar tidak, kalau tidak keluar saya obrak-abrik nih terompet", ancam Paijo.
"Pak lawan dong pak, nanti kalau bapak kalah Didi bantuin kabur deh", kata anak penjual terompet.
"Ye si Didi gimana sih kamu ini bukan bantuin bapak nya malah kabur", keluh penjual terompet.
"Aah banyak omong, nih rasain", Paijo akhirnya nginjak-injak terompet.
"Eh sudah jangan injak-injak barang dagangan bapak saya", kata anak penjual terompet lagi.
"Bodo, tidak peduli", sambung Paijo.
"Yeh di bilang susah, ah ada bambu nih, berhenti tidak", anak penjual terompet mengambil bambu dan mengejar Paijo.
"Ya Alloh terompetnya hancur tidak bisa di tiup lagi", kata penjual terompet lagi.
Di taman depan rumah pak Hakim..
"Eh sini tidak kamu, ganti rugi", kata anak penjual terompet.
"Kalau tidak mau, mau apa kamu hah, mau panggil bulik mu sini jangan cuma panggil bulik mu doang pak lik mu juga bawa sini bilangin aku tidak takut", sambung Paijo yang menantang anak penjual terompet.
"Jangan bawa-bawa pak lik saya deh", kata anak penjual terompet.
"Loh emang kenapa ?", tanya Paijo.
"Paklik saya jelek", jawab anak penjual terompet.
"Waduh.., itu kan saya yang barusan di bicarakan dasar keponakan kurang asem", kata Paijo dalam hati.
"Ah sudah tidak usah banyak cincong, cepet ganti rugi terompet dagangan bapak saya, kalau tidak..", kata anak penjual terompet lagi.
"Eh jangan, iya, iya emang modal bapakmu berapa sih ?", tanya Paijo.
"Modalnya besar tau", jawab anak penjual terompet.
"Ya sudah emangnya berapa ?", tanya Paijo lagi.
"Modalnya lima belas ribu tau", jawab anak penjual terompet lagi.
"Atakiwir lima belas ribu kok besar ya", Paijo kaget dan bingung.
"Niat ganti rugi tidak sih..?", tanya anak penjual terompet.
"Ya niat dong", jawab Paijo.
"Ya sudah mana sini", anak penjual terompet menagih uang ganti rugi pada Paijo.
"Ini", Paijo memberikan uang ganti rugi pada anak penjual terompet.
"Yah kok gocap sih", keluh anak penjual terompet.
"Emangnya berapa ?", tanya Paijo lagi.
"Lima belas ribu kalau terompet nya belum jadi kalau sudah jadi lebih dari gocap tau, mana sini", jawab anak penjual terompet lagi.
Di teras depan rumah pak Hakim..
"Ya Alloh pak kok bisa seperti ini sih", kata mbah Ani.
"Iya itu tuh sama orang yang tinggal disini juga", sambung penjual terompet.
"Siapa ?", tanya mbah Sutarno.
"Tidak tau pak", jawab penjual terompet.
"Ciri-cirinya seperti apa?", tanya mbah Sutarno lagi.
"Ciri-ciri pake pakaian abdi dalem, orangnya jelek, dan kalau ngomong pakai bahasa jawa", jawab penjual terompet lagi.
"Hem..", kata pak lik Purwanto.
"Kenapa lik Purwanto ?", tanya pak Hakim.
"Pasti si Joya itu kim, abdi dalem mu sendiri tidak tau ta kamu ini gimana sih", jawab pak lik Purwanto.
"Hehe.., tau pak lik cuma ngetes pak lik doang", kata pak Hakim.
"Mbok kira aku ini sampun pikun apa piye ta kim", keluh pak lik Purwanto.
"Ampun lik Purwanto", kata pak Hakim.
"Ya sudah Cep cepet kamu panggil Joya sekarang", pinta pak lik Purwanto.
"Lik..", kata Cecep yang memanggil Paijo.
"Didi..", sambung penjual terompet yang memanggil anaknya.
"Eh bapak ini gimana sih kok panggil Didi namanya itu Joya, bapak, alias Paijo payah", keluh Betta.
"Kamu yang sembarangan panggil anak saya Joya", keluh penjual terompet juga.
"Oh terus bapak maunya apa?", tanya Betta.
"Ya kamu maunya apa?", tanya penjual terompet lagi.
"Apa ?, ya apa ?", tanya Betta lagi.
"Eh sudah, sudah, sudah, jangan pada ribut sekarang biar saya saja yang panggil si Joya itu", kata mbah Sutarno.
"Tapi kanjeng rama sepuh, bapak ini yang mulai duluan", sambung Betta.
"Sudah berhenti kan saya bilang, nih dengarkan Jo.. Ya..", kata mbah Sutarno lagi.
Di taman depan rumah pak Hakim lagi..
"Tuh dengarkan saya di panggil, nanti saya tambahin kekurangannya, tenang ya", kata Paijo.
"Cepat", sambung anak penjual terompet.
"Iya", kata Paijo lagi.
"Eh tunggu ada yang ketinggalan", sambung anak penjual terompet lagi.
"Apaan ?", tanya Paijo.
"Nih rasain", anak penjual terompet menyelengkat kaki Joya menggunakan bambu.
"Ad.. Aduh..", Paijo kesakitan.
"Eh maaf, maaf.. Disuruh sama penulisnya", anak penjual terompet mencari alasan agar Paijo tidak marah padanya.
"Di suruh sama penulisnya, saya kenal benar yang nulis", kata Paijo.
"Emang siapa ?", tanya anak penjual terompet.
"Itu adalah bu Hakim alias tuan mami namanya Titah majikan saya", jawab Paijo.
"Oh..", seru penjual terompet.
"Iya, tidak dapat uang jajan loh dari pak lik besok", ancam Paijo.
"Waduh..", kata anak penjual terompet.
Di teras depan rumah pak Hakim lagi..
"Iya kanjeng rama sepuh ada apa ?", tanya Paijo.
"Ada apa, ada apa lagi", kata pak Hakim dengan marah.
"Tanggung jawab ini loh terompetnya mbok rusakin", sambung mbah Sutarno.
"Lah itu kan sudah saya kasih uangnya", kata Paijo.
"Apaan nih kok gocap sih beli lem dan kertasnya tidak cukup pak", keluh penjual terompet.
"Tuh kan kurang, tambahin", kata anak penjual terompet.
"Kim tambahin", kata pak lik Purwanto.
"Hah, kok jadi saya sih pak lik ?", tanya pak Hakim.
"Lah kamu ini gimana sih kan ini abdi dalem mu", jawab pak lik Purwanto.
"Iya deh pak lik, ini pak saya ganti sekalian saya borong terompetnya bapak ya", kata pak Hakim.
"Iya terimakasih pak", sambung penjual terompet.
"Iya..", kata pak Hakim lagi.
"Om Hakim borong semua terompetnya, yes banyak dong berarti terompet kita..", kata Naufal.
"Yes..", sorak Fitri, Kaamil, dan Citra.
"Em..", keluh pak Hakim.
"Apa ham hem, ham hem..?", tanya mbah Ani.
"Itu..", jawab Paijo.
"Apa itu, itu ?, uang ?", tanya mbah Sutarno juga.
"Iya, itu kan sudah di ganti buat terompet yang rusak tuan papi", jawab Paijo.
"Sudah kim kasih kasih saja kasih", kata pak lik Purwanto.
"Iya deh pak lik.., nih jo", sambung pak Hakim yang memberikan uang pada Paijo.
"Terimakasih pak sekali lagi sudah diganti sekaligus sudah borong terompet ini", kata penjual terompet.
"Iya sama-sama pak", sambung pak Hakim lagi.
"Kim..", kata pak lik Purwanto.
"Nggih pak lik", sambung pak Hakim.
"Sekarang ini tugasmu meminta izin mertuamu untuk mengadakan tahun baru di rumah", kata pak lik Purwanto lagi.
"Iya pak lik", sambung pak Hakim lagi.
Di ruang keluarga..
"Oh ya bu tunggu sebentar, abang Hakim", kata bu Hakim.
"Iya sayang..", sambung pak Hakim.
"Ini ibu, eh tunggu ya, bu, abang Hakim mau ngomong, nih bang..", kata bu Hakim.
"Ayo kim buruan ngomong jangan malu-malu", kata pak lik Purwanto.
"Bukannya malu-malu pak lik, tapi males", sambung pak Hakim lagi.
"Abang Hakim", kata bu Hakim.
"Iya, iya, assalamu'alaikum bu, ini Hakim mau minta izin untuk tahun baruan di rumah", sambung pak Hakim lagi.
"Mudah-mudahan diizinin ya allah", kata mbah Sutarno.
"Oh diizinin.., nggih, nggih bu..", sambung pak Hakim lagi.
"Gimana pi ?", tanya Citra.
"Iya pi gimana ?", tanya Kaamil.
"Pareng, Wa'alaikumussalam", kata pak Hakim.
"Pi jawab", pinta Citra.
"Boleh sama kanjeng ibu", jawab pak Hakim.
"Alhamdulillah", semua yang ada di ruang keluarga bersyukur karena mendapatkan izin dari kanjeng ibu.
"Huh..", pak Hakim menarik nafasnya.
"Kenapa pi ?", tanya Kaamil.
"Tidak apa-apa", jawab pak Hakim lagi.
Tuan mami memberikan saya dua hukuman, yang pertama saya harus mengembalikan terompet yang ku rusakin tadi seperti semula dan kedua saya tidak boleh meniup terompet sampai besok siang.
Lalu pak lik Purwanto bercerita yang membuatku takut yaitu menceritakan yang tidak meniup terompet di saat malam tahun baru maka umurnya tidak akan bertambah.
Di teras depan rumah pak Hakim lagi..
"Jo, saya tidak mau tau ya semua terompet ini harus sudah kembali seperti semula sebelum malam ini", kata bu Hakim.
"Kalau itu mah beres tuan mami ini tinggal satu lagi, nah selesaikan, sekarang tinggal saya coba tiup", sambung Paijo.
"Eh jo mau niup terompet ini ?", tanya bu Hakim.
"Iya tuan mami", jawab Paijo.
"Tidak boleh", kata bu Hakim.
"Atakiwir kok tidak boleh tuan mami?", tanya Paijo.
"Ya itu hukuman kedua kamu dan kalau kamu berani meniupnya walaupun sekali ataupun kamu mencoba meniupnya maka satu bulan gajimu hilang", jawab bu Hakim.
"Hehe.. Hehe.. Hehe..", Betta dan Cecep mentertawakan Paijo.
"Betta, Cecep..", Paijo marah karena di tertawakan oleh temannya.
"Waduh tah gawat dong kalau begitu", kata pak lik Purwanto.
"Loh emangnya kenapa lik ?", tanya pak Hakim.
"Jadi gini ceritanya kim, pada zaman dahulu..", jawab pak lik Purwanto menceritakan nya pada semua yang ada di teras depan rumah.
Pada zaman dahulu..
"Hiduplah seorang raja yang meminta setiap rakyatnya untuk meniup terompet pada saat malam penggantian tahun atau tahun baru, barang siapa yang tidak meniup terompet pada malam penggantian tahun maka umurnya tidak akan bertambah", pak lik Purwanto bercerita pada semua yang ada di teras depan rumah.
Pada hari ini..
"Begitu ceritanya tah, kim, semuanya..", kata pak lik Purwanto.
"Berarti umur saya.., hemm hemm boleh ya tuan mami malam ini tiup terompet", sambung Paijo yang menangis.
"Tidak boleh, ya tapi itu semua sih pilihan kamu ya", kata bu Hakim.
"Maksudnya tuan mami ?", tanya Paijo.
"Ya kamu tinggal pilih gaji atau tiup terompet", jawab bu Hakim.
"Hemm tuan mami.. Hemm", kata Paijo yang masih menangis.
"Ye katanya jagoan kemarin", kata Citra meledek Paijo.
"Jagoan kok cengeng..", kata Kaamil, Fitri, dan Naufal yang juga ikut meledek Paijo.
"Hehe..", Semua tertawa.
Akhirnya mau tidak mau aku menerima hukuman tersebut daripada aku tidak mendapatkan gaji, disaat aku sedang membersihkan jagung Betta, Cecep, dan Jumiati mengejekku yang tidak dapat meniup terompet aku berfikir untuk membalaskan dendamku pada keluarga pak Hakim dan para abdi dalem yang lain dengan cara mengolesi terompet mereka menggunakan balsem.
Di belakang rumah pak Hakim..
"Jagungnya lumayan banyak banget ya", kata Jumiati.
"Mbak Jum, mas Betta", kata Cecep.
"Apa cep ?", tanya Betta.
"Nih terompet", jawab Cecep.
"Untuk Jumiati ?", tanya Jumiati.
"Iya mbak, ini untuk mas Betta juga", jawab Cecep.
"Terimakasih ya cep, lah itu yang satunya lagi untuk siapa ?, tanya Betta.
"Katur mas jo bokmenawi mas Betta", kata Jumiati.
"Emangnya boleh ya sama bu Hakim, mbak Jum ?", tanya Cecep.
"Pilih mana gaji atau terompet paling di gituin lagi cep sama bu Hakim", Betta mengejek Paijo.
"Iya benar itu mas Betta", sambung Cecep yang juga ikut mengejek Paijo.
"Hehe..", Jumiati, Betta, dan Cecep mentertawakan Paijo.
"Pergi tidak kalian", kata Paijo yang marah karena diledek oleh Jumiati, Betta, dan Cecep.
"Huh.. Marah..", sambung Betta.
"Ye nih orang..", kata Paijo lagi.
"Takut..", sambung Cecep.
"Yuk cep, mas Betta, kita ke dapur saja", kata Jumiati.
"Yuk..", kata Betta dan Cecep.
"Awas kalian semua nanti akan saya balas, aha untung ada balsem", kata Paijo lagi.
Di dapur..
"Duh mereka masih di dapur lagi.., keruang tengah dulu ah..", keluh Paijo.
Diruang tengah..
"Sama saja lagi ada orang, aha den Citra", kata Paijo.
"Iya lik, ada apa ?" tanya Citra.
"Itu dicari temannya", jawab Paijo.
"Oh.. Iya..", seru Citra.
"Untung gampang di bohongin haha saatnya beraksi" Paijo akhirnya mengolesi terompet dengan balsam.
Satu menit kemudian..
"Lik jo..", Citra memanggil Paijo.
"Iya den..", jawab Paijo.
"Mana di depan tidak ada tuh teman Citra, sudah dicari-cari tidak ada saja ngapusi ya lik..", kata Citra.
"Mboten wani aku den ngapusi putra majikan sendiri, mungkin sampun muleh omah kelamaan nungguin den Citra nya", kata Paijo.
"Gitu ya.., em ya sudah deh..", kata Citra lagi.
"Ya sudah den saya ke dapur dulu ya, permisi", sambung Paijo.
"Ya..", seru Citra.
"Yes rencanaku yang di ruang tengah berhasil, sekarang yang di dapur mudah-mudahan mereka sudah pada keluar dari dapur kek..", kata Paijo yang senang berhasil mengolesi balsem.
Di dapur lagi..
"Yes sepi berarti aman haha.., sekarang rasakan pembalasan dariku rasain nih terompet rasa balsem sekali tiup dijamin bibir Anda bakal jontor.., hehe..", kata Paijo yang masih senang berhasil mengolesi balsem.
"Iya cep..", kata Betta.
"Duh ada yang datang", kata Paijo lagi yang mengetahui kedatangan para abdi dalem yang lain ke dapur.
"Em..", Jumiati mencium bau balsem di dapur.
"Kenapa mbak Jum ?", tanya Cecep.
"Kalian berdua pakai balsem ya ?", tanya Jumiati juga.
"Tidak mbak Jum", jawab Cecep.
"Sama saya juga tidak", jawab Betta juga.
"Em tapi ini bau balsem mas Betta, Cecep", kata Jumiati.
"Em iya, Cecep juga cium", sambung Cecep.
"Em iya benar, baunya dari sini nih, dari terompet ini nih", sambung Betta juga.
"Tidak salah lagi perbuatannya", kata Jumiati lagi.
"Paijo.." sorak Jumiati, Betta, dan Cecep.
Di kamar Paijo..
"Ih kok jadi merinding gini ya, kaya ada yang sebut-sebut namaku..", kata Paijo yang merasa ketakutan.
Ternyata semua sudah tau soal balsem yang ku olesi itu, keluarga pak Hakim dan para abdi dalem yang lain sudah mengetahuinya dan kini mereka sedang menyusun rencana untukku dan bisa ku bilang itu adalah hukuman ketiga ku, yang aku sendiri pun tidak tau apa hukuman yang akan di berikan padaku dari pak lik Purwanto.
Di taman belakang rumah pak Hakim..
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh", mbah Sutarno memberikan salam pada semua yang ada di taman belakang rumah.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh", semua yang ada di taman belakang rumah menjawab salam dari mbah Sutarno.
"Sebentar lagi kita akan meniup terompet yang bertanda bahwa besok sudah tahun baru atau berganti tahun dan oleh karena itu saya mewakili kanjeng ibu memikirkan banyak terimakasih pada para abdi dalem yang selama ini telah mengabdi selama lima tahun, khusus nya untuk Paijo atau Joya.." , kata mbah Sutarno memberikan sambutan.
"Sama-sama kanjeng rama sepuh", kata Paijo.
"Nah untuk itu yang akan meniup terompet semua terompet pada saat malam tahun baru adalah Joya..", kata bu Hakim menambahkan.
“Iya dong, atakiwir loh kok saya sih tuan mami ?”, tanya Paijo.
"Kamu tidak mendengar apa kata pak lik Purwanto tadi jo", jawab bu Hakim.
"Tau ini spesial loh", kata mbah Ani.
"Aryo dan Ayu, tolong ambilkan terompetnya ya", kata pak Hakim.
"Siap bang", sambung Aryo.
"Ini bang terompetnya", sambung Ayu.
"Atakiwir..", kata Paijo yang kaget melihat terompet yang di olesi balsem olehnya tadi siang.
“Kenapa kamu jo ?”, tanya pak Hakim.
"Sebanyak ini tuan papi ?", tanya Paijo lagi.
“Iyalah..”, jawab bu Hakim.
Aku pun meniup terompet yang ku olesi balsem bersatu karena aku juga masih takut dengan ancaman tuan mami yang tadi siang, mungkin ini yang bernama senjata makan tuan dan aku kapok untuk melakukannya lagi.
ns 15.158.2.210da2