Hari itu hujan rintik-rintik di awal tahun 2001, Nadya, seorang gadis yang alim dan berjilbab berniat mendaftarkan diri di sebuah tempat bimbingan belajar yang katanya paling berkualitas di kota mereka untuk persiapan UMPTN 2001. Sesampainya di sana Nadya dan temannya disambut seseorang di tangga. Dia berkata, “Mo mendaftar yah Dek..? Kalo mau mendaftar di atas.” Dia kelihatan agak dewasa dari yang lainnya yang ada di sana. Belakangan Nadya tahu dia bernama Budi, tentor kelas IPA yang juga mengajarnya di kelas. Tidak cakep sih mas itu, namun rayuannya membuat Nadya sangat tersanjung. Dan wibawa serta senyumannya sangat membuat Nadya, yang lugu dan alim terkesima, apalagi saat mas Budi menjelaskan terlihat sekali kecerdasannya terpancar. Nadya semakin kagum melihatnya. Dari hari ke hari mereka semakin akrab. Nadya pun biasa diantarnya pulang, mereka pun sering ngobrol bersama tentang masalah mereka karena mereka juga sudah saling terbuka bahkan menyangkut cerita pribadi mereka. Mereka juga seringbercanda. Mas Budi pun sesekali menyentuh Nadya, dan walaupun Nadya seringkali menolak, tetap saja Nadya merasakan sesuatu yang lain dalam sentuhannya yang begitu lembut dan mesranya. Sampai pada suatu hari dia mengajak Nadya nonton. Awalnya Nadya ragu2, namun kemudian Nadya pun menerima ajakan itu. Mereka pun pergi sekitar jam 7 malam ke twenty one. Nadya tampak canti saat itu dengan jilbab biru sedada dan kemeja putih bersih serta rok panjang lembut yang selalu Nadya pakai. Tidak lupa kaus kaki yang selalu menutupi kakinya yang putih bersih. Saat film tengah diputar, mas Budi tidak henti-hentinya melihat Nadya. Nadya pura-pura serius nonton, tapi Nadya sebenarnya juga melihatnya. Kemudian mas Budi mulai berani memegang tangannya, Nadya pun tak kuasa menolaknya dan saat mas Budi berkata, “Mas sayang kamu.” Serr.., rasanya Nadya tersambar petir asmara dan tidak kuasa menolaknya, apalagi ketika mas Budi mulai berani menyandarkan kepalanya di bahunya dan meletakkan tangannya di paha Nadya yang masih tertutup rok panjang. Nadya semakin tidak kuasa menepisnya. Kemudian mas Budi pun memandang Nadya sejenak dan langsung menyambar bibirnya. Awalnya Nadya berusaha menolak. Namun karena serangan bibir mas Budi yang bertubi2 dan serangan birahi yang menggebu2, dengan agak canggung akhirnya Nadya menyambutnya. Nadya yang sudah terbakar napsu birahi untuk pertama kali dalam hidupnya lagi2 tak kuasa menolak saat sidah mas Budi menyusup kedalam mulutnya dan bertemu dengan lidahnya. Lidah mereka saling bertautan dan aroma nafas mereka saling memburu mereguk nikmatnya air liur mereka yang saling mereka tukarkan. Kebetulan di sederetan kursi mereka duduk tidak ada orang, jadi tidak ada yang melihat aktivitas mereka ini. Baru sekali ini Nadya melakukan hal seperti ini. Apalagi sekarang Nadya melakukannya di bioskop, sehingga nadya juga merasa agak malu saat kemudian ia membayangkan. Bagaimana bila tiba2 orang2 mengetahui apa yang ia lakukan dengan mas Budi. Dimana martabatnya sebagai seorang gadis yang alim dan berjilbab? Namun pikiran itu tidak bisa mengalahkan gejolak birahi Nadya, justru malah membuatnya semakin terangsang. Itulah sebabnya Nadya sangat menikmatinya. Mas Nadya yang satu ini pun semakin berani menyingkap rok panjang Nadya dan mulai mengelus-elus paha mulus Nadya yang kuning langsat itu,dan dia berkata, “Paha kamu mulus yah.., Mas jadi tambah sayang sama kamu. Pasti paha kamu belum pernah disentuh cowok kayak sekarang khan??” Kebetulan rok yang Nadya pakai saat itu memang mendukung, sebuah rok biru panjang lembut namun ada belahannya di pinggir yang menyebabkan tangan masnya ini mudah menyusup masuk mencari kehangatan cinta di antara dua paha Nadya. Namun karena malu Nadya pun menahan tangannya, dan berkata, “Jangan Kak.” Mas Budi tidak memperhatikan kata-kata Nadya, dan tangannya terus memaksa masuk. Sekarang celana dalam Nadya bagian paha dalam sudah ia raih. Sedikit lagi ia tarik, maka mas Budi akan mendapatkan kemaluan Nadya yang sudah basah ini. Mas Budi berkata, “De.., nggak pa-pa kok, enak deh, masa nggak percaya sih sama Mas. Ya Yang… ya..!” Nadya pun tetap bertahan untuk tidak memberikan apa yang mas Budi mau, namun tenaganya lebih kuat dari padanya, sehinggga slep.., jarinya menyentuh klitoris Nadya. Nadya merasakan kenikmatan yang luar biasa, apalagi ketika mas Budi mulai memainkan tangannya di lubang Nadya bagian luar, mengelus-elus bulunya yang tipis dan menggesek-gesekkan klitorisnya yang sudah basah dengan cairannya. Sungguh sensasi yang luar biasa yang tak pernah tidak Nadya rasakan. Tidak sadar Nadya pun mulai menggelinjang dan mengeluarkan suara-suara yang erotis sambil masih merasakan malu, “Ahh… ahh… Mas..,maaasss.., jang…jangaaan…. Mass..aaaakhh….!” Kepalanya yang tanpa sadar juga sudah sudah menempel di kedua payudaranya. Film pun habis, lampu kembali menjadi terang. Mas Budi pun memandangi Nadya dengan mesranya. “Pulang yuk..!” katanya sambil menggandeng tangan Nadya. Sambil berjalan turun, Nadya pun membetulkan rok dan jilbabnya yang sudah diacak-acak oleh mas Budi tadi. “Maafin kelakuan Mas yah tadi.” mas Budi pun memecahkan kebisuan di antara mereka berdua. “Nggak pa-pa, tapi jangan diulangi lagi yah Kak.. Nadya takut.” jawab Nadya. Mas Budi langsung merangkul pinggul Nadya dan mencium pipinya, sungguh sangat mesranya. Mereka pun pulang dengan menggunakan jasa taxi. “Turun dulu Kak..!” kata Nadya saat taxi sudah sampai di depan rumahnya. Mas Budi pun menyanggupi dengan langsung membayar taxi dan ikut turun bersama Nadya. SEMUA KARYA CIPTAAN INI HANYALAH FIKSI, DAN EDITAN DARI SEBUAH KARYA YANG BERJUDUL SAMA. TIDAK BERMAKSUD MENYUDUTKAN GOLONGAN TERTENTU, SEMATA-MATA HANYA ISENG DAN KARENA MENYUKAI SEMUA JENIS GADIS, JUGA YANG BERJILBAB. (PEN.) Nadya pun mengambil kunci di bawah pot, di situ biasa keluarganya menyimpan kunci kalau tidak ada orang di rumah. Maklumlah, ibu dan bapak Nadya sering pergi ke rumah masnya yang paling tua, sehingga Nadya biasanya hanya tinggal di rumah bersama saudara-saudaranya. Nadya langsung mempersilakannya masuk ke rumah mungilnya. “Duduk Mas.., mo minum apa..?” “Nggak usah repot-repot deh, ehh iya orangtuamu nggak ada..?” “Nggak ada Mas, lagi pergi kayaknya.” “Oohh..” Begitu percakapan mereka setelah mereka masuk. Nadya pun langsung masuk kamar untuk mengganti baju. “Tunggu sebentar yah Kak.” kata Nadya, namun mas Budi langsung mengikuti Nadya ke dalam kamar dan menggendongnya ke atas ranjang, lalu mengunci pintu kamarnya. “Mas mau apa..?” tanya Nadya lugu. “Lanjutin yang tadi yah..?” ucapnya. “Jangan Kak, Nadya takut..!” kata Nadya lagi tapi Mas Budi langsung memeluk Nadya dan menciumi Nadya dengan liarnya. Nadya yang juga sudah dari tadi terangsang menyambutnya dengan ciuman Nadya yang bernafsu. “Achh.., ack.., ack..!” bunyi mulut mereka yang saling terpaut mesra. Mas Budi pun melepaskan semua bajunya dan bugil di depan Nadya yang wajahnya mulai merah karena terbakar napsu birahi. Kemaluan Mas Budi yang menggelantung di depannya sangat besar, baru kali ini Nadya melihat secara langsung. Selama ini Nadya hanya melihat sesekali saat ia membuka situs porno di internet. Biarpun alim, namun Nadya suka membuka situs2 porno di internet. Nadya tidak kuasa menolak ketika mas Budi melepaskan seluruh baju Nadya, sehingga Nadya polos tanpa sehelai benang pun yang menempel pada tubuhnya, kecuali jilbab birunya yang memang sengaja tidak ditanggalkan oleh mas Budi. “kamu tampak lebih menggairahkan saat masih pake jilbab, sayang.” Bisik mas Budi lembut. Di kamar Nadya sendiri, di atas ranjangnya sendiri, dimana ibunya biasa tidur bersamanya, sekarang Nadya sedang memegangi batang kemaluan tentornya yang amat panjang dan keras yang mas Budi sodorkan ke mulut Nadya. Walaupun sempat menolak karena agak jijik, namun akhirnya Nadya mau juga dan malah keenakan menghisap miliknya seperti lolypop yang dulu sering diberikan mama waktu Nadya kecil. Mas tentornya pun mengerang keenakan, “Ahh.., aah.., ahhh.., enak Sayang.. terus..!” Terdengar juga saat itu, “Ckkc.. ckkk..!” bunyi hisapan mulut Nadya di batang kemaluannya. Terlihatlah pemandangan yang sangat menggairahkan, seorang gadis yang hanya memakai jilbab di tubuhnya sedang menjilati kemaluan seorang lelaki yang bukan suaminya. Dalam posisi Nadya tidur dan mas Budi mengangkang di atasnya sambil kedua tangannya meraih payudaranya dan meremas-remasnya, Nadya pun keenakan dibuatnya. Ia sudah tidak ingat apa2 lagi, karena api birahi sudah menguasainya 100 persen. Mas Budi kini melepaskan penisnya dan menghisap kedua payudara Nadya secara bergantian dengan liarnya sambil tangannya memainkan klitoris Nadya dan sesekali menusuk masuk ke lubangnya yang sudah amat becek. Nadya pun merasa sangat nikmat dibuatnya. “Aaah.., ahh.., uhh.., uuhh Maasshh.. shhtt..kkk….. Kak eehhk.., ah.. aahh uhh aaah..!” begitulah teriakannya sambil meracau tidak karuan karena menahan nikmat yang luar biasa. Mas Budi pun menjilati tubuh Nadya, turun dan turun hingga sampai kepada lubang kemaluannya yang ia garapmesra. Nadya pun melenguh keenakan, “Aahh.., aahhh… massshh.., Nadya mo pipiisshhh..!” Mas Budi seakan tidak menggubrisnya, jilatannya pindah ke arah paling sensitif. Klitoris Nadya dimain-mainkan dengan lidahnya. Nadya hanya bisa merem melek dibuatnya, karena sensasi yang luar biasa atas permainan lidahnya di bagian tubuhnya yang sensitif. “Kakkk.., Kakkk.., Nadya pipiiishhh. Ahh.., aahh..!” Nadya pun mengeluarkan cairannya, namun mas Budi tidak berhenti menghisap vagina Nadya sampai semuanya dibuat bersih. “Oohh.., Kakkk.., enakk.. Kakk..!” Nadya seakan tidak perduli lagi apa yang Nadya ucapkan. Mas Budi pun mencoba menusuk Nadya dengan senjatanya yang sudah menegang dari tadi. mas Budi mau memuaskan Nadya dulu baru memikirkan nasib ‘adek’-nya. Nadya pun segera melebarkan kakinya untuknya, pasrah memberikan diri Nadya untuknya. Mas Budi pun berusaha memasukkan batang penisnya ke arah vagina Nadya, namun agak sulit karena memang Nadya masih perawan. Nadya pun merasa sakit, namun karena mas Budi juga meremas payudara Nadya dan menghisap bibir Nadya, rasa sakit itu sedikit terobati. Sampai akhirnya, “Bless..! Pertahanan Nadya berhasil ditembusnya. Nadya pun berteriak, “Ahh.., saa.. saakiitt Kaakkk..!” Mas Budi pun membelai kepala Nadya yang terbungkus jilbab, dan berkata, “Tahann ya uhh..!” Mas Budi pun nampak keasyikkan menikmati jepitan Nadya, “Uhh.., Dekk.., kamu hebat..!”Mereka pun terus berciuman sementara tangannya memainkan puting susu Nadya yang semakin mengeras. “Ahh.., aahh.. aahh..” betul-betul nikmat dan asyik, “Aahhh.., ohh.., uuhh..!” Mas Budi pun menghisap bibir Nadya dengan lembut. Tidak lama kemudian, “Ahh.., aahh.., ohh.., yeaahh.. yeaah.. Kak.. Nadya mo pipiss lagiiihhh… Oohh Nadya sudah tidak tahan lagi..!” dan, “Serrr…” keluarlah cairan Nadya. Nadya pun merasakan kenikmatan yang teramat sangat di sekujur tubuhnya seiring keluarnya cairan di liang kenikmatan Nadya beserta darah segar yang sejak tadi keluar dan membasahi sepreinya. Seketika itu juga Mas Budi mengeluarkan batang kemaluannya dari lubang kemaluan Nadya dan menyemprotkan spermanya ke seluruh wajah dan mulut Nadya, sampai membasahi jilbab Nadya. Nadya pun membersihkan sisa-sisanya dengan menelan sperma yang ia semprotkan dengan menghisap batang kemaluannya sampai bersih. Kemudian mereka pun menatap mesra, berpelukan dan tertidur bersama. TAMAT keperawanan adik kelasku Matahari telah berada di atas kepalaku ketika aku pergi ke SMU tempatku bersekolah dulu. Ya, aku adalah seorang mahasiswa dari sebuah universitas di Jakarta. Sampai aku melihat seorang gadis cantik, sangat cantik, yang memakai seragam putih abu-abu. Namanya sebut saja Ruby, seorang campuran Indonesia-Amerika. Saat itu dia kelas dua. Ia juga seorang model remaja. Aku cukup bernafsu untuk manikmati tubuhnya yang putih mulus. Empat bulan kemudian ia naik ke kelas tiga. Kebetulan ia memakai jilbab. Malang untuknya, memiliki senior sepertiku, yang sangat bernafsu terhadap gadis-gadis seksi berjilbab. Tubuhnya yang langsing, dengan kulit putih, membuatku bernafsu. Aku mencari cara agar dapat menikmati tubuhnya. Akhirnya kutemukan cara. Dengan menyusup ke toilet putri dan membius Ruby. Agar sulit ditemukan, aku memilih toilet dekat perpustakaan, yang jarang dipakai. Kutunggu hari yang cocok. Akhirnya hari itu pun tiba, saat kebetulan aku datang ke tempat itu setelah jam sekolah bubar. Kutemukan Ruby sendirian sedang merangkum pelajaran sejarah di perpustakaan. Kusapa dia, yang hanya dibalas dengan senyuman. Kutanya “merangkum apa?” yang dijawabnya “sejarah”. “Tentang apa?” tanyaku lagi. “Prusia (Jerman sebelum Jerman yang sekarang)” jawabnya agak dingin. ‘Tak apa, toh sebentar lagi tiba saatnya kesempatan membalas dendam’ pikirku. Kutunggu Ruby masuk toilet, kususul dia, lalu kubius ia dengan sapu tangan berklorofoam yang telah kusiapkan sejak awal. Ruby yang terkejut memberontak dan berusaha melepaskan diri, tapi klorofoam itu terhirup dengan cepat. Tak lama kemudian gadis cantik yang selama ini memenuhi bahan pikiranku ini terbaring pingsan. Kuikat tangan dan kakinya dengan tali yang telah kusiapkan dan kusumpal mulutnya dengan sapu tangan lain yang tidak berklorofoam. Kusingkap rok panjang abu-abunya, kulucuti celana dalamnya, dan kumasukkan ke dalam saku celanaku. Lalu kufoto dia dengan HP berkamera milikku. Satu jam kemudian Ruby terbangun. Saat itu jam lima sore. Lalu dengan panik dia melihat ke sekelilingnya. “Kak, kok saya ada di sini?” tanyanya dari sorot matanya. Melihat aku yang hanya senyum-senyum saja Ruby semakin panik. Kuacungkan pisau yang telah kusiapkan dan itu membuat Ruby diam ketakutan. Kubuka saputangan yang menyumpal mulutnya. Terdengar dari luar suara hujan deras membuat Ruby pasrah akan nasibnya dan mulai menangis, mungkin ia tak pernah membayangkan bahwa aku, seniornya sendiri, yang dikenalnya, akan setega itu merenggut keperawanannya. Sementara Ruby terus menangis sampai membasahi jilbabnya, kini aku memposisikan diriku berlutut menghadap ke kemaluan perawannya yang akan kujebol itu, kurentangkan kedua kakinya lebar-lebar dan kutemukan vaginanya. Setelah itu, kurangsang kemaluannya agar basah. Terdengar desahan halus yang semakin lama semakin keras dari mulut siswi berjilbab ini. Setelah merasa bahwa rangsanganku sudah cukup, kuarahkan batang kemaluanku yang telah menegang ke arah bibir kemaluannya dengan tangan kiriku dan kusodokkan sekuat-kuatnya. ”AAAAHHH” terdengar jeritan Ruby yang sangat memilukan. Tubuhnya menggelepar menahan rasa pedih diselangkangannya. Kutambah tenagaku untuk membobolnya. ”AIIIIIIIIIIHH” jeritnya ketika keperawanannya kujebol. Kupindahkan tangan kananku yang telah mengarahkan penisku ke kemaluannya ke ketiak kirinya sehingga kedua tanganku kini berada di antara ketiaknya. Kunikmati kenikmatan itu sejenak sambil kuciumi bibirnya yang indah. Lalu kugenjot ia, mula-mula dengan perlahan, makin lama makin cepat. Jilbab Ruby yang berwarna putih itu terbanting-banting karena ia menggelengkan kepalanya menahan kenikmatan yang tidak diinginkannya itu. Ironisnya, bibirnya terbuka dan nafasnya terengah-engah karena tidak mampu menahan kenikmatan itu. ”Ouh… Ahh… Ahh… Kakh…. pelanh-… pelanh…, dong…” desahnya pelan. ”Ohh…. Ruu… byy… Kamu nikh… math… bangeeeth…” sahutku. Kulumat bibirnya dengan perlahan, lalu kuselipkan lidahku ke mulutnya dan iapun, karena hanyut oleh nafsunya, membalas dengan mendorong lidahku dengan lidahnya. Jilbab putih seragamnya pun basah karena keringat yang bercucuran dari wajah dan kepalanya. Sepuluh menit kemudian tubuh putih siswi berjilbab ini mulai menegang. Kupercepat genjotanku dan, ”Kakh… Rubyy… mauhh…. keluaarrr” kudengar suara adik kelasku yang cantik ini. ”Ohh…, kakh… Ru… bhyy… keluarrh…” terdengar suara adik kelasku itu terengah-engah saat kurasakan kemaluannya mengucurkan cairan yang meluber membasahi rok abu-abu panjangnya. Kucabut penisku yang masih menegang di dalam vaginanya. Terlihat lubang vaginanya mengeluarkan darah perawan dan cairan vagina yang membasahi rok abu-abu panjangnya. Kubersihkan daerah kemaluannya dengan sapu tangan yang tadi kugunakan untuk membiusnya sampai bersih dan kulepas tali di kakinya. ”Kak, saya mau pulang. Boleh, kan?” tanyanya takut-takut. ”Tunggu dulu, Ruby” jawabku tenang, ”Kakak mau ’main’ lagi sama kamu”. Kucekal ia dan kusuruh agar membelakangiku. Kulihat HP-nya yang terus berdering sejak jam lima sore. Wah sudah tiga panggilan tak terjawab, pikirku. Kuperlihatkan foto seksinya yang tadi kuambil dengan HP-ku sebelum ia bangun. ”Satu kali lagi saja, Ruby. Kalau tidak, fotomu akan kusebar ke internet” ancamku tenang. Ruby melihat foto itu. Wajahnya seperti campuran antara terkejut, malu, kecewa, marah, dan pasrah. Cita-citanya sebagai foto model profesional akan hancur bila foto seksinya itu menjadi skandal masyarakat. ”Iya, deh Kak” jawabnya akhirnya. Kulepas ikatan di tangannya, kuikat kembali ke depan, dan kusuruh ia menghadap cermin di depan washtafel. Karena washtafelnya disangga oleh tembok, aku tidak khawatir bahwa washtafelnya akan ambruk ketika Ruby bertopang pada washtafel itu. Kunaikkan rok panjangnya ke atas, kuusap kemaluan dan klitorisnya pelan-pelan, dan kuremas lembut payudaranya yang masih tertutup seragam lengan panjangnya itu selama lima menit. Ketika kemaluannya mulai banjir kembali, kuarahkan penisku melewati selangkangannya dan kudorong penisku ke lubang senggamanya. Kugenjot dengan perlahan selama beberapa saat dan kuremas-remas lembut payudaranya berukuran 32A yang masih tertutup seragam lengan panjangnya itu. Ketika kurasakan bahwa lubang kemaluannya semakin basah, kupercepat genjotanku dan kuperkeras remasanku. Tak terasa sudah tiga setengah jam saat aku membiusnya, satu jam sejak aku mulai memperkosanya dan lima menit sejak kugenjot ia dalam posisi ini. ”Ooouh…, Kakhh… Sayaaa… sebenarhhh… nya…. malu…., Kakhh… diginhinnnh… di depan cerminhhh…” akunya terengah-engah. Sambil menggenjot siswi kelas tiga SMU ini, kubuka tiga kancing terbawah dari kemejanya, kuambil HP berkamera yang kusimpan di lantai di dekat kakiku, dan kuabadikan bayangannya pada cermin itu dengan HP-ku, lalu kuremas-remas lagi payudara 32A itu. Ruby nyaris kepayahan karena kugenjot ia dalam posisi berdiri, sedangkan paginya pada hari itu ia ada pelajaran olahraga. Lima menit kemudian dorongan berejakulasi yang sudah kutahan selama satu jam tak dapat kutahan lagi. Ruby yang menyadari hal itu pun panik karena hari itu secara kebetulan juga ia sedang dalam masa paling subur dari masa subur. ”Jang…nganh…, Kaak. Jang… ngan di dalleemh…” ujarnya lemah. Terlambat. Spermaku pun membanjiri rahimnya. Ruby yang sadar apa yang sedang terjadi pun hanya bisa termangu. Air matanya pun kembali bercucuran membasahi pipinya yang putih mulus. Kulepas penisku dari vaginanya, kubuka ikatan di pergelangan tangannya. Ia ambruk karena kehabisan tenaga, dan meringkuk di pojok toilet wanita. Kuambil HP-nya dan kukirim nomornya ke HP-ku. Kukembalikan HP-nya, aku keluar dari toilet terkutuk itu, turun dengan lift dan keluar dari sekolah itu. Aku ditanya satpam yang di pintu masuk, kujawab, ”Iya, keasyikan baca buku”. Ini kisahku yang lain dengan adik kelasku yang lain. Sebut saja namanya Putri. Saat itu ia kelas tiga. Pertama kali aku bertemu dengannya aku tak terlalu tertarik padanya. Bukan karena ia tidak menarik, tapi karena aku sudah pernah merasakan persetubuhan dengan gadis lain yang jauh lebih cantik (lihat KEPERAWANAN ADIK KELASKU (I)). Memang aku ini obsesif terhadap jilbaber, mungkin karena aku selalu melihat gadis SMU berjilbab selama aku SMU dulu. Sebenarnya aku cukup menghormati Putri, kalau saja ia tidak bohong soal fotonya yang akan diberikannya padaku. Well, aku pun tidak bilang bahwa aku meminta foto seksinya. Tapi itu sudah cukup membuatku sakit hati mengingat aku bukanlah seorang pemaaf. Akhirnya tibalah kesempatan bagiku, yang berarti itu adalah hari yang paling naas baginya. Hari itu aku mengajaknya minum jus di depan almamaterku. Tanpa sepengetahuannya, kucampur jus bagiannya dengan obat perangsang dan kuberikan jusnya padanya. Hari itu benar-benar panas sehingga tanpa mencicipinyapun dia langsung meminum jusnya dengan lahap. Tak lama kemudian akupun melihatnya kegerahan akibat obat perangsang yang kucampurkan pada jusnya. Melihat keadaan itu akupun mengajaknya masuk ke mobilku (yang kukatakan padanya bahwa itu mobilnya). Putri yang masih belum sadar tidak begitu menyadari bahwa aku menyuruh sopirku membawa kami ke hotel terdekat, begitupun saat aku mem-booking kamar untuk kami berdua. Kukatakan padanya, “Kita cuma istirahat sebentar”. Ia baru agak menyadarinya ketika sudah berada di kamar dan pintunya kukunci. Ia mencoba untuk kabur, tapi terlambat. Pintunya sudah kukunci. “Jangan banyak lagak. Di sini Kakak udah siapain intel-intel bapaknya Kakak!” ancamku dingin (tapi bohong). Putri menyadari bahwa dirinya sepenuhnya ada dalam cengkeramanku. Ia mulai terduduk di lantai kamar hotel, dan menangis, sambil bertanya, “Apa salah aku , Ka’?”. Aku tak menjawab, hanya mengacungkan fotonya yang ia berikan padaku. “Apa yang kurang, Ka’?” tanyanya sambil terisak-isak. “Kamu tau sendiri Kaka’ lebih suka foto seksi” kataku dingin. “Kalau itu yang Kakak minta, saya bisa ngasih sekarang… Tapi saya mohon lepasin saya” mohonnya. “Heh, sekarang terlambat” jawabku dingin, sambil menghampirinya untuk meraih pinggangnya. “AAAHH, jangan, Ka’” mohonnya, yang tak kupedulikan. Aku ingin tahu, bisa apa dia dengan obat perangsang yang kucampurkan dalam minumannya tadi di sekolah. Kudorong ia hingga ia menabrak ranjang. Kubalikkan tubuhnya yang masih berseragam lengkap termasuk jilbab putihnya dan kutindih dia. Kuraih kepalanya dengan kedua tanganku dan kuciumi serta kulumat bibir tebalnya yang sensual. “Mmmmmmhhhhh… mmmmmmhhh…” suaranya tertelan lumatanku. Tanganku mulai beraksi dengan meraih dan meremas-remas payudaranya. Kubuka kancing-kancing baju batik seragamnya dan, “Wooow, indah sekali” pikirku melihat sepasang payudara dengan kulit putih ukuran 32A-nya dengan BH warna putih terpampang di hadapanku. Tanganku tak tinggal diam dan mulai meremas-remas payudaranya yang kini terlihat dengan indahnya. Putri hanya bisa mendesah-desah sambil terus menangis. Air matanya membasahi pipinya yang berjerawat remaja. Kutarik celana dalamnya dan kuraba-raba kemaluannya. “Ssssssssssshhhtttt…” desisnya ketika lobang kemaluannya itu kutusuk-tusuk dengan jariku, kemudian kucari klitorisnya. Kugesek-gesek klitorisnya dan kuhisap puting susunya. Hal itu menimbulkan rangsangan yang tidak bisa disangkal lagi olehnya. Kurasakan jariku mulai basah oleh cairan yang keluar dari vaginanya. Kucabut jariku dari vaginanya dan kutarik dia agar berdiri, lalu kutarik tangannya hingga ia berdiri; kusuruh dia menghadap meja rias dan membungkuk di depan meja bercermin itu. Kunaikkan rok putihnya sampai sebatas pinggang. Putri sudah tidak menangis lagi. Air matanya sudah kering, atau ia memutuskan untuk pasrah saja, aku tidak tahu. Kukeluarkan penisku dan kugesek-gesekkan penisku ke bibir kemaluannya. Badan Putri bergetar karena hal ini. Kumasukkan penisku dari belakang ke liang senggamanya secara perlahan karena rapatnya kemaluan adik kelasku ini sehingga kurasakan penisku semakin diurut oleh dinding kemaluan gadis ini. Setelah kepala penisku masuk, tanpa ampun lagi kupaksakan seluruh penisku masuk ke dalam liang senggamanya sampai mentok “AAAAAAGH” jerit Putri kesakitan sembari mendongakkan kepalanya yang masih mengenakan jilbab putih ketika keperawanannya kujebol dengan mudah. Kubiarkan diriku menikmati denyutan dan isapan dinding kemaluan gadis ini terhadap penisku. “Ohhhh…” desahnya lemah sambil menundukkan kepalanya saat kudiamkan saja ia selama beberapa puluh detik itu. Kutahu bahwa penisku ini rasanya sangat menyesakkan baginya. Melihat keadaan itu akupun mengejeknya. “Tri, waktu itu kamu jual mahal, ‘kan ke Kakak? Enak yach, sekarang” ejekku. Kulihat di cermin di hadapan kami, wajahnya yang berjilbab dan masih menarik itu terlihat memerah karena kesal dan mungkin karena malu melihat wajahnya di cermin, ia kembali menundukkan wajahnya itu. Aku tak membarkan diriku diam berlama-lama. Kugenjot tubuh adik kelasku ini dari belakang dan desahannya mulai terdengar kembali. Kulihat di cermin bahwa mukanya yang masih mengenakan jilbab itu semakin memerah dan matanya kembali mengucurkan air mata, mungkin karena malu melihat dirinya diperkosa dalam seragam lengkap plus jilbab. “Ahhh… ahhh… ohhh… ohhh… ihhh… ohhh…ouhhh…” desahnya ketika kugenjot ia dengan sepenuh tenaga. “Ohhh… ahhh… Triii… ennak, yahhh… ouhhh”, ejekku sambil membalas desahannya. “Brengseekh…, ouhhhh… Kakakhhh… ouhhhh… brengseeekhh…” umpatnya ketika mendengar ejekanku. Kuanggap itu sebagai simfoni indah yang mengagumkanku. Plakkk.. plakkk… plakkk… bunyi benturan antara pantatnya yang sekal dengan pangkal penisku saat lubang kemaluannya kusodok sekuat tenagaku semakin menambah indahnya suara simfoni persetubuhan terlarang ini.. Sesekali kuremas pantatnya yang sekal dan payudaranya yang montok itu. “Ouhhh… ohhh… ohhh…” semakin lama desahannya semakin cepat dan keras dan tak lama kemudian kurasakan bahwa Putri akan mencapai orgasmenya mengingat denyutan liang nikmatnya semakin cepat dan keras. “AAAAH, KAKAAK” teriak Putri sambil mendongakkan kepalanya saat ia mencapai orgasmenya yang pertama. Dari liang senggamanya kurasakan keluar cairan nikmat yang-ketika nantinya kulihat-berwarna kemerahan karena tercampur dengan darah keperawanannya. Kucabut penisku dari liang senggamanya dan iapun ambruk membentur pinggiran meja riasnya. Kulingkarkan tanganku ke pinggangnya yang langsing dan kubawa ia ke ranjang, setelah itu kuposisiskan ia agar menungging. Ia hanya bisa pasrah; mungkin karena gabungan dari efek obat perangsang yang tadi kucampurkan pada minumannya dan efek dari kelelahan akibat genjotanku yang ganas pada liang senggamanya. Kulepas jilbabnya dan kulihat rambut sebahunya yang indah; kemudian kuposisikan diriku di belakangnya. Kembali kuarahkan penisku pada bibir vaginanya dan kuarahkan kepala penisku untuk memasuki liang nikmatnya. “AARGHHH…” erang Putri keras ketika kupaksakan penisku menerobos vaginanya sampai membentur rahimnya. Kudiamkan penisku ini sejenak dalam liang kemaluannya, kemudian kembali kugenjot gadis ini dengan ganas. “Ohhh… ohhh… ahhh…ahhh… euhhh… euhhh…”erangnya keras karena kusodok liang nikmatnya dengan ganas. Tiba-tiba terdengar bunyi dering telepon dari saku Putri. Kuhentikan sejenak genjotanku, kuambil HP dari sakunya sekalian meraba klitorisnya, kulihat layarnya. Ternyata dari temannya. Kuberikan padanya untuk mengangkat teleponnya sambil berkata, “Angkat, Tri. Kamu tahu, ‘kan apa yang harus kamu omongin?”. Putri mengangkatnya. Terdengar dari sana secara samar-samar, “Tri, kamu lagi di mana?”. “Di rumah sodara gue. Emang kenapa?” jawabnya asal. “Yeee, kamu ‘kan udah janji mau pergi ke PS (Plasa Senayan)?” tanya temannya. Karena usil, kusodok dari belakang dan kuremas payudaranya, sehingga, “Ahhh” dia mendesah perlahan. Hal ini memancing kecurigaan dari temannya, yang bertanya lagi, “Tapi kok suara kamu aneh?” tanya temannya. “Enggak kok. Gue lagi… Ohhh” elaknya ketika vaginanya kusodok lagi dan kembali kuremas payudaranya, sehingga ia mendesah. Mendengar itu sepertinya temannya jadi curiga dan bertanya, “Kamu lagi ngapain”. “Gue nggak lagi ngapa-ngapain, kok. Udah dulu, ya. Gue mau tidur, nih” elaknya sambil mematikan telepon. “Ahhhhh…” desahnya melepaskan tekanan seksual akibat menahan desahannya. Kuejek lagi, “Tri, enak yach ngentot sambil nelpon?”. Putri menoleh ke arahku, menatapku dengan kesal dan berseru, “Yang tadi itu, kalo misalnya dia curiga, Kakak tamat! Ayo lanjutin biar cepat selesainya!”. Aku hanya terpana saja mendengar kata-katanya yang terakhir. Kembali kulanjutkan genjotanku pada gadis belia ini. “Mana genjotan yang tadi, Kak?” tanyanya sinis. Ternyata perkosaan yang kulakukan untuk mempermalukannya ini telah membangkitkan nafsunya. Mendengar kata-katanya, langsung saja kugenjot gadis ini dengan ganas. “ AAARGHHH… AAARGHHH… AAARGHHH…” desahan lirihnya kini telah menjadi sebuah erangan keras-atau lebih tepatnya, teriakan. Suara kami telah menjadi iringan simfoni yang sangat indah menurutku-dan juga menurutnya setelah selesai nanti. Seiring dengan genjotanku yang ganas, Putri pun mencapai orgasmenya yang kedua. “OHHH….” teriaknya. Saat itu juga, kutancapkan penisku dalam-dalam sampai menyentuh rahimnya dan karena kemaluannya meremas penisku dengan kencang akibat orgasmenya, aku pun mencapai ejakulasiku. “Ahhh…” seruku sambil menyemprotkan spermaku ke rahimnya. Kubiarkan penisku dalam vaginanya dan setelah Putri ambruk ke ranjang, akupun menindih tubuhnya dari belakang. Jam enam, pikirku melihat jam meja di meja samping ranjang. “Tri” bisikku sambil mendekatkan bibirku ke telinganya, “Maafin Kakak, ya. Kakak panik waktu denger kamu mau kuliah di Australi. Kakak bener-bener minta maaf”. “Terus Kakak mau gimana?” tanyanya, terdengar kesal. “Kakak pamit dulu…” mohonku. “Eh, tunggu dulu, Ka’” serunya, “Besok, ‘kan hari libur… Masa’ habis kayak gini Kaka’ mo ninggalin aku gitu aja?” tanyanya. Mendengar ucapannya aku heran. “Jadi kamu maunya apa?” tanyaku kesal karena malah terkunci dengannya. “Bo-Nyok (Bokap-Nyokap) aku lagi keluar kota. Pulang Minggu malam. Jadi…” kata-katanya terputus. “Maksudnya, kamu minta aku nemenin kamu di hotel ini?” tanyaku. “Semalem aja” jawabnya mantap, hingga akupun jadi bingung. “Iya, deh…” jawabku. Setelah itu ia menawariku membuat foto seksinya. Kuatur dia seolah aku adalah fotografer profesional. Foto pertama, jilbabnya kugelung dan kubuka dua kancing atas kemejanya. Foto kedua, jilbabnya tetap digelung dan kubuka dua kancing atas lagi. Foto ketiga, jilbabnya dilepas dengan kancing atas tetap empat buah terbuka. Foto keempat, jilbabnya normal kancing atas terkancing dan kancing bawah sampai atas pusar terbuka dan disampirkan sehingga pusarnya terlihat. Foto kelima, kulepas kancing roknya tapi tidak jatuh lalu kuminta membungkuk dan menoleh padaku. Foto keenam, roknya jatuh tapi yang lainnya tidak. Ia melakukan semuanya dengan baik. “Aku mo mandi. Mo ngerekam, nggak?” tanyanya. “Boleh, nih?” tanyaku. Kulihat ia tersenyum dan berkata, “Ayo”. Kuikuti dia ke kamar mandi dan kurekam semuanya, setelah itu aku bergabung untuk mandi dengannya. “Kamu gak marah di…?” tanyaku setelah ia selesai mandi, namun masih tetap telanjang. “Diperkosa Kakak? Nggak. Kesel sih iya. Sakit tau. Ampe lecet, deh kayaknya…” jawabnya agak ketus. Aku diam saja. “Kamu gak nyesel perawan kamu Kakak ambil?” tanyaku. “Telat tau Kakak bilang gitu” jawabnya sebal. “Ayo, Kak. Sekalian aja Kakak ngehamilin aku” tantangnya. Mendengar itu aku mulai merangsangnya lagi. Kuraih kepalanya dan kuciumi bibirnya. Kucupangi lehernya, lalu kuturunkan kepalaku ke arah payudaranya dan kujilat serta kuhisap putingnya. “Kakak senang ya nyusu ke aku?” tanyanya. “Yup!” jawabku senang. Ia tidak bisa menjawab lagi karena mulutnya sibuk mendesah-desah sementara tangannya meremas-remas kepalaku. Tangan kananku meraih payudara kirinya dan meremas-remasnya dengan gemas. Kubaringkan ia ke ranjang dan kubuka belahan pahanya sehingga posisinya mengangkang, lalu kuposisikan diriku sehingga tepat di tengah-tengah pahanya. Tangan kiriku berpindah ke payudara kanannya sementara mulutku asyik mencupangi belahan dadanya, sedangkan tangan kananku mulai beraksi di selangkangannya. “Ahhh… ahhh…” desahnya pelan. Merasakan aksiku mulai merangsangnya, kembali kulumat bibirnya yang tebal itu, kuposisikan kedua lenganku dengan bertumpu di depan sehingga berada di antara ketiaknya dan kuminta ia meraih penisku untuk menempelkannya di bibir kemaluannya. Kuturunkan tubuhku perlahan-lahan dan, “Oooohhhhssssstttt…” desisnya ketika penisku kembali memasuki liang senggamanya. Kuturunkan tubuhku secara perlahan hingga penisku terbenam penuh dalam denyutan dinding vaginanya. Setelah penisku tenggelam dalam vaginanya, kurangkul kepalanya dan kunaik-turunkan pinggulku. “Ohhh… teruusss… teruussss….” desahnya lembut. Kembali kulumat bibirnya dan iapun membalasnya dengan memainkan lidahnya di mulutku. “Mmmmhhh…” ciuman nafsu kami berdua terjadi dengan panasnya. Malam pun semakin larut dan kami masih saling mengeluarkan nafsu kami. Tak lama kemudian kurasakan gadis ini semakin kelelahan akibat kugenjot dalam tiga ronde. Merasakan hal itu kudekatkan bibirku ke telinganya dan kukatakan, “Tri, kamu gak cape’?”. “Mang napa?” tanyanya. “Gak, habis kamu kaya’nya udah cape’” jawabku, “Habis yang ini udahan, yach”. “Iya, deh” sahutnya. Kembali kugenjot tubuhnya yang putih itu. Setelah kugenjot selama beberapa menit kemudian, kelihatannya Putri akan mencapai orgasmenya. Kupercepat genjotanku dan, “Oooough… hhhhhssst…” serunya saat mencapai orgasmenya. Karena kurasakan penisku semakin diremas dinding kemaluannya, akupun tak dapat bertahan lebih lama lagi. “Arrrrgh…” erangku nikmat sambil menyemprotkan spermaku ke rahimnya. Seluruh cairan sperma yang kusemprotkan pun tertampung dalam rahimnya sehingga kini kemungkinannya untuk kuhamili semakin besar saja. Kubiarkan penisku tertancap dalam kemaluannya agar menyusut sendiri. Dan setelah menyusut, kubiarkan penisku agar keluar sendiri. “Tri” panggilku sambil menaruh dahiku di antara payudaranya. “Mmmm…?” tanyanya. “Tidur dulu, ya…” pintaku. Putri langsung membalikkan tubuhnya dan sebelum tidur dengan nyenyak, menelepon teman-teman dan rumahnya untuk membuat alasan agar mereka tidak curiga. Akupun kembali mandi dan mengenakan bajuku. Wah sudah jam sembilan, pikirku. Dan tidur di sampingnya. Perselingkuhan Ibu Mertua & Menantu Kesayangan Melihat berita di TV tentang pulangnya para TKI dari Malaysia dengan kapal-kapal besar, aku jadi teringat kisah seks hotku yang juga terjadi di kapal besar semacam itu. Sekitar lima tahun lalu aku mendapat telegram dari anak perempuanku y ang hendak melahirkan anak pertamanya sebulan lagi. Sudah hampir setahun ia ikut suaminya yang kerja di Irian Jaya dan ia sangat berharap aku dapat menungguinya saat dia melahirkan. Suaminya akan menjemputku dalam waktu 1-2 minggu itu setelah selesai urusan kantornya. Benar saja, dua minggu kemudian menantuku, Rendra, datang. Ia sedang mengurus pekerjaan di Jawa Timur sekitar dua minggu. Setelah selesai, ia menjemputku dan masih sempat menginap selama tiga hari sebelum kapal berangkat dari pelabuhan Tanjung Perak. Hari H pun tiba. Pagi-pagi diantar anak bungsuku kami berangkat ke Tanjung Perak yang jaraknya sekitar dua jam perjalanan dari kota kami. Sejak suamiku meninggal memang aku jadi sering pergi berkunjung ke anak-anak yang tersebar di beberapa kota. Untuk anakku yang di Irian Jaya ini merupakan kunjunganku yang pertama, maklum jaraknya jauh sekali. Menurut menantuku, lama perjalanan laut sampai 3 hari 2 malam. Sampai di pelabuhan Rendra segera mengurus tiket yang sudah dipesannya. Kemudian kami naik ke kapal besar itu. Penumpang kapal yang ribuan jumlahnya membuat para pengantar tidak bisa ikut naik, termasuk anak bungsuku. Baru sekali itu aku naik kapal laut. Sungguh mengejutkan karena penumpangnya ribuan orang dan sebagian hanya duduk di dek atau lorong-lorong kapal. Sebagian lagi menempati bangsal seperti kamar asrama dengan tempat tidur raksasa yang muat ratusan orang. Kuikuti langkah Rendra melewati mereka, bahkan terpaksa melangkahi beberapa orang, hingga sampai di bagian ujung kapal yang merupakan deretan kamar. Hanya sekitar 1 0 kamar, itupun ukurannya Cuma sekitar 3×3 meter. Ini kuketahui setelah Rendra membuka pintu kamar dan kami memasukinya. Ini kamar kita, bu, kata Rendra sambil masuk lalu menaruh seluruh bawaan kami. Dengan canggung aku masuk. Yang nampak memenuhi hampir separuh ruangan adalah ranjang kayu yang muat dua orang serta meja kecil ******** Perlahan aku duduk di ranjang dan menyibak gorden di atasnya. Nampak air laut di kaca bulat dan tebal itu. Iiih ternyata kami berada di bawah permukaan laut. Maaf, bu, harga tiket kamar di atas mahal sekali, terpaksa saya pilih yang di sini, ujar Rendra merasakan kegalauanku. Ah, tak apa-apa Dra, daripada harus tidur di dek kapal, sahutku. Sebaiknya kita sekarang mandi dulu saja, bu. Kalau terlambat nanti antrinya lama sekali. Benar kata Rendra, sewaktu sampai di deretan kamar mandi (ada 6) sudah ada antrian sekitar 2-3 orang di setiap kamar mandi. Mandi pun harus buru-buru dan biar praktis aku langsung pakai daster saja. Sekitar jam 2 siang kapal mulai bergerak. Setelah puas melihat-lihat suasana kapal yang dijejali ribuan orang, persis seperti pengungsi, akupun kembali ke kamar. Rendra masuk ke kamar sambil membawa beberapa makanan dan minuman. Sekitar jam 5 sore terdengar bel dibunyikan oleh awak kapal. Itu pertanda kita harus antri makan malam, bu, jelas Rendra. Dan sekali lagi kami harus berbaris antri mengambil nasi dengan lauk sayur dan sedikit ikan laut. Nampan, piring dan sendok aluminium yang kami pakai mengingatkanku akan para napi di penjara. Ternyata beginilah pelayanan kapal laut kita. Selewat jam 7 malam makanan tidak disediakan lagi. Membayangkan bagaimana ribuan nampan, piring dan sendok itu dicuci dengan air yang sangat terbatas aku jadi sulit menelan makanan yang sudah di mulut. Rendra mengembalikan peralatan makan sementara aku ke kamar mandi untuk cuci dan pipis. Cape sekali ha ri itu dan aku perlu segera tidur malam itu. Kapal yang bergoyang-goyang karena ombak besar membuat kepalaku pening. Silahkan ibu tidur dulu. Saya masih perlu menyiapkan laporan untuk kantor, kata Rendra sambil membuka berkas-berkasnya di meja kecil sambil duduk di lantai kapal yang berkarpet. Aku pun naik ke ranjang mengambil posisi mepet ke dinding kapal. Sekilas terlintas di benakku, Aku, janda usia 45 tahun, tidur seranjang dengan menantuku Tapi segera kutepis mengingat ini dalam keadaan terpaksa dan sopan santun Rendra selama ini. Untuk menyuruhnya tidur di lantai kapal aku tak tega. Entah berapa lama terlelap, aku terbangun karena merasa ada sesuatu yang memelukku. Saat kubuka mata, kamar gelap sekali, sementara posisi tubuhku sudah telentang. Segera aku menduga Rendra mau berbuat yang tidak senonoh padaku dan aku siap berontak. Tapi beberapa saat kurasakan tidak ada gerakan dari tubuhnya dan malah terdengar dengkur halusnya. Ternyata Rendra tertidur. Bagaimana ini Apa aku harus menyingkirkan tangannya dari atas perut dan dadaku (yang tak berbeha seperti kebiasaanku kalau tidur) serta kakinya yang menindih paha kananku Aku tak tega membangunkannya dan jadi serba salah dengan posisi yang demikian itu. Aku tak bisa menyalahkannya karena ia tertidur dan ranjang kami termasuk berukuran pas-pasan untuk dua orang. Akhirnya aku pilih diam saja dan bertahan pada posisi itu meski dari gesekan kulit akhirnya kuketahui kalau Rendra saat itu bertelanjang dada. Dan persentuhan paha kami juga menandakan bahwa Rendra tidak memakai celana panjang. Mungkin dia hanya memakai celana pendek atau justru celana dalam saja, pikirku. Aku dag -dig-dug membayangkan dia tidur telanjang. Kupejamkan mata dan berusaha tidur lagi sambil berharap Rendra melepas pelukannya sehingga aku bisa berguling ke dinding kapal memunggunginya. Namun sampai terkantuk-kantuk harapanku tak terkabul. Sampai aku terlelap lagi tangan dan tubuh kekar Rendra masih menelangkupi dadaku dan pahanya menindih pahaku. Mungkin ia tengah membayangkan tidur dengan istrinya, pikirku. Aku semakin bisa memaklumi dan tidak begitu peduli lagi dengan posisi tidur kami. Beberapa lama kemudian, aku menggeliat dan terbangun lagi. Kini tubuh kekar Rendra ternyata sudah ada di atasku, menindihku. Bahkan terasa pahaku dikangkangkannya sehingga celana dalamnya tepat di atas celana dalamku karena dasterku sudah tertarik ke atas. Tonjolan penisnya yang tegang terasa sekali. Remasan tangannya di payudaraku, meski masih tertutup daster, membuatku meronta. Rendra! Apa-apaan ini Aku ibu mertuamu, Dra! Ucapku setengah berteriak takut terdengar kamar sebelah sambil tanganku menolakkan dada telanjangnya. Ugh, maaf bu, kukira tadi aku tidur denga istriku Sudah hampir sebulan aku puasa, bu Iya, tapi jangan dilampiaskan ke aku dong, kataku jengkel sambil menepis tangannya yang nakal. Sementara selangkanganku tak berkutik terpaksa menerima dan merasakan tekanan penisnya yang terbalut celana dalam. Ak aku cuma ingin memeluk-meluk saja kok, bu Tidak sampai itu jawabnya polos. Aku kuatir kamu lupa diri lalu memperkosaku belaku sambil berusaha menyingkirkan pahanya tapi tenagaku tak cukup kuat. Sumpah, bu Aku cuma ingin memeluk-meluk saja dan tidak bakalan memperkosa Kalau aku mau pasti dari tadi celana dalamku dan ibu sudah kulepas balasnya. Aku berhenti berontak sambil memikirkan kata-katanya. Benarkah ini terjadi hanya karena dia sedang bernafsu setelah sebulan tidak ketemu istrinya Egh.. ugh kini bukan hanya remasan, tapi malah gigitan kecil yang terasa di putting kananku yang masih tertutup daster. Puting kiriku terasa dipelintir kecil. Greeeng kurasakan nikmat sesaat. Sudah lama aku tak merasakan kenikmatan ini. Ada keinginan untuk berontak namun ada juga dorongan untuk menikmati kemesraan ini. Benar ya, Dra. Janji, tidak boleh copot celana dalam tantangku. Iya, bu, aku janji tidak akan mencopot celana dalam kita Hshhh hsshh perlahan aku semakin menikmati cumbuannya. Rasanya ingin mengulang kenikmatan saat suamiku masih ada. Meski agak canggung, pelan-pelan tanganku malah memeluk punggung Rendra yang menaikkan posisinya hingga kepala kami sejajar. Ia mulai mengecup-ngecup wajahku. Aku berusaha melengos tapi tangannya sudah memegang kedua pipiku dan bibirnya mendarat di bibirku. Ufh bibirku disedotnya, lidahnya memasuki mulutku. Mula-mula aku pasif, tapi lama-lama ikut aktif juga bersilat lidah. Kami saling sedot dan isep lidah dan bibir. Bu, dasternya dilepas saja ya, mendadak Rendra berkata setelah kami lelah berciuman. Ingat janjimu, Dra.. kataku. Aku kan janji tidak melepas celana dalam kan, bu jawabnya sambil perlahan tangannya menari k dasterku ke atas. Entah kenapa aku tak mampu menolak dan hanya pasrah ketika daster itu dilempar entah kemana, dan kami tinggal berbalut cd. Yang kulakukan kemudian hanya memejamkan mata ketika tubuh kekar itu memelukiku, menghisapi susuku kiri kanan dan menekan-nekan selangkanganku, menjilati sekujur tubuh. Aku menggelinjang kenikmatan sambil mempererat pelukanku di punggungnya. Oooh aku malah terlena. Tubuh kami basah mandi keringat. Pantatku mendadak terangkat ketika salah stau jari Rendra mengelus bibir vaginaku yang masih tertutup cd. Dra, jangan Aku hanya mengelus dari luar kok, bu Nanti aku jadi terangsang, Dra Nggak apa-apa kan, bu Saat ini kita saling memuaskan saja deh, bu. Aku akan bikin ibu orgasme tanpa membuka cd ibu Benar saja, sejurus kemudian sensasi hebat kurasakan ketika gesekan dan pijatan jemari Rendra di bawah perutku semakin liar. Aku segera merasa ada sesuatu yang mengalir keluar dari vaginaku. Ibu sudah basah ya Tanya Rendra nakal. Aku jadi malu dan pilih diam saja sambil terus menikmati rabaan gila itu. Ya, aku memang sudah hampir orgasme dan Rendra tahu itu. Serta merta ia memutar posisi tubuhnya hingga mulutnya dapat menjilati cd di bagian selangkanganku. Kakiku dinaikkannya dan tubuhku agak diseret turun, sementara bagian cd-nya tepat di depan wajahku. Uh uh sambil memegang kedua pahaku Rendra memainkan lidahnya sedemikian hebat. Menjilati paha, perut lalu semakin turun hingga tepat di bibir vaginaku. Ia tak canggung menggigit-gigit cd ku dan menekannya dengan lidah sehingga masuk.. Aku semakin basah. Banjir. Ooh Dra Dra Aku mulai mengejan berkejat-kejat, menumpahkan semuanya sampai merembesi cd dan Rendra menghisapinya kuat. Tangan kananku dipegang Rendra dan ditaruhnya di gelembung cd-nya yang berisi penis tegang itu. Tanganku diremas-remaskannya di benda tumpul lunak-keras yang panjangnya sekitar 20 cm itu. Aku yang semula canggung jadi makin terbiasa, malah akhirnya terbawa nafsu untuk menciuminya meski dari luar cd. Rendra mendesis ketika barangnya kujilat dan kukocok-kocok dari luar. Ak aku mau keluar juga, bu erangnya ketika tanganku bergerak lebih kuat dan sekejap kemudian kurasakan penisnya menekan kuat bergetar-getar memuncratkan isinya di dalam cd. Barang itu terus kuperas habis sampai akhirnya melemas dan tubuh Rendra menggelosoh kecapaian dan dagunya diletakkan di vaginaku. Satu sama! Dia ejakulasi sekali, aku juga orgasme sekali. Cape ya, bu tanyanya sambil memelukku. Dengan manja aku menyorongkan kepala ke dadanya yang berbulu. Tangannya segera meremas susuku lagi. Sudah dulu, Dra bisikku sambil menghentikan remasannya. Berarti nanti lagi ya, bu Aku tak menjawab dan cuma memberinya remasan kecil dipenisnya yang telah mengecil. Oh, nikmatnya seks Ini jam berapa, Dra Paling masih sekitar jam 12 malam, bu Masih dua hari lagi kita sampai Aku akan puasi ibu selama dua hari ini Kita tidak perlu keluar kamar Gila, pikirku! Selama 2 hari 2 malam main seks dengan Rendra Apa aku bisa tahan untuk tidak melepas celana dalam Mungkin aku masih tahan, tapi Rendra Namanya juga laki-laki, kalau nafsunya naik pasti main paksa. Bagaimana kalau aku jadi hamil Sudah lama aku tak minum pil KB lagi. Aku merinding manakala membayangkan dihamili Rendra. Tapi aku tak mau lepas juga dari pelukannya. Tak peduli tubuh kami bersimbah keringat dan seprei ranjang acak-acakan. Malam pertama itu kami ulangi tiga kali lagi pergumulan nikmat itu. Beruntung malam itu kami masih kuat bertahan tak lepas cd, meski cd yang kami pakai sudah kuyup terkena air mani berkali-kali. Kami tak dengar lagi bel makan pagi karena saat itu masih terlelap. Bangun sekitar jam 10 siang kudapati tubuh kami masih berpelukan. Susuku yang berbeha nomor 36 menempel lekat di dadanya. Cahaya remang-remang dari jendela kaca membuat wajahku memanas, malu. Kalau semalam kami tak saling melihat wajah karena gelap aku masih bisa menahan malu, maka siang ini kami harus bertatap muka. Kuperhatikan Rendra yang terpejam. Gila! Tubuhnya benar-benar seperti Draa dalam pewayangan. Besa r, kekar agak hitam dengan rambut di dadanya. Dadaku berdesir setiap kali rambut itu menerpa putingku. Perlahan kulepaskan diriku dari pelukannya dan dia kudorong sampai telentang. Tonjolan di balik cd-nya dan helai-helai rambut yang mencuat dari cd itu menjanjikan suatu kenikmatan yang. ah, mestinya tak boleh kubayangkan. Dan beruntung memang semalam aku belum merasakannya kecuali dari luar cd. Aku tak bisa membayangkan barang itu menusukku. Perlahan aku menuruni ranjang. Mau kemana, bu Mendadak Rendra terbangun dan menarik tubuhku kembali dalam pelukannya. Mau mandi, Dra, jawabku. anti sajalah, bu, agak sore saja. Hari ini aku mau kita di ranjang ini saja. Kalau ibu lapar bisa makan roti yang sudah kubeli. Aku tak berdaya ketika Rendra menggulingkan tubuhku kembali ke ranjang. Menelentangkanku lalu memanjat dan menunggangikuku lagi. Ufhh lagi-lagi tetek montokku jadi bulan-bulanan mulutnya, demikian pula tekanan-tekanan pada vaginaku membuat pahaku semakin terkangkang lebar. Sedikit demi sedikit gairahku meletup lagi, terlebih setelah merasakan tonjolan zakar Rendra menggesek-gesekku dengan ketat. Dra, lama-lama aku nggak kuat kalau dirangsang begini terus bisikku. Kalau nggak kuat ya tinggal dikeluarin saja to, bu, jawabnya sambil mencucup putingku dan menyedotnya. Maksudku, aku takut nanti jadi kepingin buka cd egghh jangan keras-keras, Dra desahku. Rendra mengurangi tekanan di vaginaku. Aku kan sudah janji tak akan buka cd ibu. Tapi kalau ibu dengan sukarela buka sendiri ya bukan salahku lho hehehe guraunya sambi mencium bibirku. Untuk variasi, coba deh ibu di atas tolong diisepin tetekku dong, bu pintanya manja. Aku mandah saja ketika ia memelukku lalu menggulingkan tubuhnya hingga telentang dan aku menindihnya. DiDrabingnya kepalaku ke putingnya. Pelan kujilat-jilat lalu kuisap. Yang kuat, buerangnya sementara tangannya bergerak turun ke arah pantatku. Meremas dan menekan-nekannya sambil mengayun zakarnya ke atas sehingga bertemu dengan vaginaku meski masih terbungkus cd. Sejenak kemudian pahaku dibukanya dengan dua tangan lalu tangan itu mulai mengobok-obok daerah sensitifku itu. Sebentar saja aku kembali basah. Dra, oh Dra.. aku mau keluar, desisku tak tahan. Namun Rendra mendadak menghentikan gerakan tangannya sehingga aku blingsatan. Teruskan, Dra, pintaku sambil meletakkan tangannya di memekku lagi, tapi ia tetap diam. Jangan buru-buru, bu. Makin lama makin nikmat kan godanya membuatku tak sabar. Nafsuku yang sudah di ubun-ubun minta penuntasan segera tapi Rendra sengaja menggodaku. Entah dapat kekuatan dari mana tiba-tiba aku jadi beringas. Kududuki perut Rendra lalu kuambil tangan kanannya, kupilih telunjuknya lalu kubawa ke arah vaginaku. Kusisipkan jari itu di sela-sela cd ku dan segera kumasuk kan ke liang vagina. Dra, tolong kau puasi aku dengan jarimu Aku nggak tahan lagi Kutusuk-tusukkan jari Rendra dalam-dalam. Dan setelah kurasakan ia mulai menggerakkan jarinya keluar masuk, aku lalu meneletangkan tubuh ke belakang, sampai kepalaku bertumpu pada pahanya. Ugh egh kunikmati kocokan jari Rendra di vulvaku. Kurasakan cairanku menderas. Mataku membeliak menikmati surga dunia itu. Gilanya, kemudian aku merasa pahaku ditarik ke atas dan sekarang bukan lagi jari Rendra, melainkan lidahnya yang yang menusuk-nusuk memasuki vaginaku. Ia memang tidak membuka cd-ku, hanya menyibakkan bagian bawahnya lebar-lebar. Seeer cret suuur aku sampai ke klimaks. Pantatku berkejat-kejat mengejan gemetaran dan Rendra menelan semua maniku sampai aku lemas. Ia terus menyedot dan menjilat-jilat. Sungguh edan! Tubuhku terjelepak di pahanya dengan nafas ngos-ngosan. Namun kurasakan jemari Rendra menggantikan lidahnya menusuki lubang memekku. Tidak hanya satu jari, tapi 2 kadang 3 jari masuk bareng! Cukup, Dra.. pintaku. Belum, bu, jawabnya sambil terus merangsang klitorisku, wanita biasanya bisa mencapai orgasme berkali-kali. Aku mau buktikan itu, katanya. Tak menunggu lama, ucapan Rendra terbukti. Syahwatku memuncak lagi dan cairanku mengucur lagi. Rendra mengerjaiku dengan cara itu sampai aku empat kali orgasme. Apa ia juga melakukan hal ini pada istrinya, anakku Nah, sekarang terbukti aku lebih kuat kan, bu Aku belum sekalipun buka cd tapi ibu malah memaksaku mengocok vagina ibu Aku benar-benar tak kuat, DraSudah bertahun-tahun aku tak pernah merasakan kenikmatan dan sekarang kamu merangsangnya terus sejak semalaman. Siapa bisa tahan Apa itu berarti ibu tidak mau pakai cd lagi Aku tetap pakai dan kamu juga. Aku takut hamil Setelah empat kali orgasme berturut-turut, tulang-tulangku seperti dilolosi. Pelan kugeser tubuhku turun dari ranjang mengambil cd baru dari tas lalu tanpa sungkan kupakai di depan Rendra. Kamu juga harus ganti cd baru, Dra, kan sudah bau bekas sperma kemarin kan.. `Iya, iya, bu sekalian aja nanti waktu mandi. Sekarang aku ingin ibu ganti memuaskanku Tangan Rendra menggapaiku dan mendudukkan pantatku tepat di atas zakarnya. Kugoyang-goyang pantatku sampai Rendra mendesis-desis sambil meremasi tetekku. Kupercepat rangsanganku pakai tangan. Kugenggam zakar di balik cd itu dan kukocok-kocok sampai 15 menit barulah kemudian Rendra memelukku erat-erat sambil menyemburkan sperma di dalam cd nya. Setelah habis kuperas, ia memelukku dan menggulirkan tubuh kami ke ranjang. Kami terdiam. Kudengar nafasnya agak memburu. Kami benar-benar capai berpacu dalam birahi. Bel makan siang berbunyi tapi kami tetap tak beranjak keluar kamar. Kami hanya makan roti dan minum minuman kaleng yang dibeli Rendra, entah apa tapi rasanya agak hangat di badan. Selama ini kami masih bertahan pakai cd. Aku akan berusaha sampai ibu buka cd sendiri, tekadnya sambil mengecup dan menggigit-gigit telingaku, mengecupi wajahku, menciumi bibirku, menjilati dagu, leher, dada, menyedoti tetekku kiri-kanan, turun terus sampai aku menggelinjang ketika lidahnya sampai di perutku, pusar dan terus turun. Menyelip-nyelip di cd di daerah selangkanganku. Menyentuh-nyentuh lubang vagina, menerobos sampai klitorisku dapat diemut dan dimainkan dengan lidahnya. Uuffgghh kurasakan nikmat mengalir dari selangkangan sampai ke kepalaku. Kutekan kepala Rendra keras-keras. Aa aku nggak kuat, Dra hsshh hsshhh.. enaaak banget nikmaaat tanpa sadar tanganku beralih ke cdku dan cepat melepasnya. Rendra membantuku melepas cd itu setelah melewati paha. Kini aku bugil gil dengan paha ngangkang dijilati menantuku! Suur cretcret aku orgasme lagi dengan paha ngangkang berkejat-kejat. Mungkin ini yang ke-10 kali sejak kemarin. Dan lagi-lagi Rendra melahapnya dengan ganas, menyedot, mengisapku sampai kering. Terbukti, kan, ibu sudah buka cd sendiri, bisiknya sambil menaikiku lagi hingga bibirnya mencapai bibirku dan selangkangannya menekan vaginaku. Sekarang ibu akan kupaksa membuka cdku juga desisnya samibl menekan-nekan dan memutar-mutar tonjolan cdnya ke vaginaku. Batang besar yang tercetak di cd itu sekarang masuk memanjang di bibir vaginaku. Digesekkannya naik turun membangkitkan birahiku lagi. Remasan di tetekku dan mungkin pengaruh minuman kaleng tadi mempercepat syahwatku naik lagi. Jajangan, Dra Jangan perkosa aku nanti hamil erangku sambil memelukkan pahaku ke pahanya dan tanganku ke punggungnya, tak kuat merasakan rangsangan yang melanda. Tidak, bu tapi ibu sendiri yang bakal minta kuperkosa Ibu ingin zakarku masuk ke memek ibu, kan Jang jangan, Dra eegghhh aku harus mengejan lagi hendak mengeluarkan mani. Namun mendadak Rendra berbalik dan membuat posisi 69. Lidahnya kini bebas memasuki vaginaku tanpa halangan cd, sedangkan tonjolan besar zakarnya tepat di depan wajahku yang mau tak mau terpaksa kupegang supaya tidak menekan wajahku terlalu kuat. Berdenyut-denyut benda tumpul kenyal itu di genggamanku. Kukocok-kocok dan, karena ukuran cdnya yang kecil, membuat kepala zakar itu sekarang muncul di perutnya. Jilat, bu isep pintanya sambil mengarahkan tonjolan itu ke mulutku. Aku yang sudah tak mampu berpikir jernih perlahan tapi pasti menuruti permintaan gilanya yang belum pernah kulakukan pada suamiku sekalipun. Ufh.. kukulum-kulum kecil ujung penisnya dan membuat benda panjang itu semakin keluar dari cd, seperti ular. Kupegang batang ular itu sementara kepalanya masuk ke mulutku semakin dalam. Semakin dalam dan semakin bergelenyar, berkejut-kejut di mulutku. Agar lebih leluasa, cdnya semakin kuturunkan dan sekejap kemudian tanpa sadar cd itu sudah kulepas dari pahanya! Lagi-lagi Rendra membuktikan keampuhan rangsangannya pada tubuhku. Kocokan zakarnya di mulutku semakin cepat, cepat dan craaat croot crooot! Spermanya kontan memenuhi mulutku, ada yang tertelan, ada yang meleleh keluar dari bibirku Sementara bibir bawahku pun memancarkan maninya lagi bertubi-tubi disambut oleh mulut Rendra yang menampungnya sampai tuntas. Tuntas tas, sampai kami berdua terjelepak kecapaiannya di ranjang. Gemuruh dada dan sengal-sengal nafas kami memenuhi udara kamar mesum itu. Thanks ya bu. Ibu sudah buka cdku, berarti aku boleh melakukan apa saja dengan penisku pada ibu kan tanyanya menggodaku. Ta tapi jangan kau hamili aku, Dra Memang ibu masih bisa hamil Masih, Dra meski sudah 45 tahun aku masih mens Ya, nanti kita atur sajalah, bu yang penting aku boleh masukkan penis ke sini kan rajuknya sambil mengelus vaginaku dan membawa tanganku memegang penisnya. Tap tapi pelan-pelan saja ya Dra dan jangan dikeluarkan di dalam akhirnya aku memenuhi desakan nafsunya. Thanks, bu, katanya lagi sambil mengecupku dan menunggangiku lagi. Mengangkangkan pahaku lagi lalu memacuku. Bagai joki tak kenal lelah. Aku pun rela jadi kuda pacu lagi. Terlebih setelah merasakan barang panjang itu berkembang lagi bergerak-gerak di selangkanganku. Menusuk-nusuk mencari jalan masuk. Dra, egh, Dra jangan masukkan Dra.. aku masih takut-takut. Tapi Rendra tak peduli dan tetap mengarahkan kepala zakarnya ke vaginaku. Menggosok-gosok pintu lubang, menjujut-jujut mau masuk. Kurapatkan paha, tapi tangan Rendra cepat membukanya lagi, menekan ke kiri-kanan dan bleess zakar panjang itu ambles ke dalam memekku yang licin penuh lendir mani. Dra, gila kamu! Badanku melenting ke atas memeluknya, merasakan sensasi gila di selangkangan. Yah, akhirnya sambil duduk kunikmati kocokan zakar Rendra yang memaju-mundurkan pantatku. Sakit, nikmat, nafsu syahwat campur jadi satu. Dra Dra jangan keluarkan di dalam aku mengingatkan tapi Rendra malah tambah rapat memeluk pantat belakangku dan menggerakkan pantatnya sendiri maju-mundur, keluar masuk. Aku mau sampai tuntas, bu.. bisiknya di sela-sela deru nafasnya. Aku bisa hamil, Dra! Aku tak percaya. Serius, Dra! Sekarang kita nikmati saja, bu hamil urusan nanti. Gocohannya tambah keras dan aku malah semakin menggigil merasakan nikmat syahwat itu sampai ke ubun-ubun. Ketakutan akan kehamilan pun jadi terlupakan. Rendra mendorongku telentang ke ranjang dan dia lalu jadi joki piawai. Mengolah gerakan pantatnya, zakarnya keluar masuk, naik turun, mencangkul, menusuk, mengobrak-abrik memekku sampai akhirnya dia menekan sangat keras dan crooot crooot crooot cruuut cruut cret!! Sperma hangat mengaliri rahimku dan akupun mengejan berkejat-kejat lagi menumpahkan mani. Memeluk punggung dan pahanya erat-erat. Kami mencapai puncak bersamaan. Dan ini kali pertama zakarnya bersarang di vaginaku tanpa bisa kularang karena aku juga menginginkan. Resiko hamil kujadikan urusan belakang. Kenikmatan itu terus kami reguk setelah mandi dan makan malam. Semalaman lagi kami bergumul memanjakan syahwat hingga terdengar sirene kapal memberitahukan bahwa pelabuhan tujuan sudah kelihatan. Namun untuk mencapai pelabuhan itupun masih perlu waktu dua jam lagi dan itupun terus kami gunakan mereguk madu nafsu di kapal itu. Kami biarkan penumpang lain turun lebih dulu supaya mereka tidak melihat tubuh dan wajah kami yang kusut masai pucat pasi kehabisan mani. Setelah itu dua bulan aku menemani anakku di Irian Jaya, dan dua bulan itu pula kami secara sembunyi-sembunyi terus berzinah. Demikian pula sewaktu Rendra mengantarku pulang ke Jawa Timur, kami memilih naik kapal laut lagi, bahkan kami sempat menginap tiga hari di hotel Surabaya sebelum pulang ke rumah. Tahun depan, aku berharap Rendra mau menjemputku untuk menengok anakku lagi. Setelah merasakan kelelakian Rendra, rasanya aku jadi tak kuat puasa berlama-lama. Aku tak mau dengan laki-laki lain. Dan kukira aku harus segera sterilisasi untuk mencegah kelahiran anakku sekaligus cucuku.
Suka
Komentari
Kirim
ns 15.158.61.12da2