ART BERCADAR DI RUMAH PENDETA
Chapter 1
1812Please respect copyright.PENANAMqj62jTFz7
Faizah duduk di teras rumahnya yang sederhana, dikelilingi oleh keheningan pagi. Udara sejuk yang menyapa kulitnya seakan menjadi penghibur di tengah kegelisahan yang semakin menggerogoti hatinya. Wajahnya tampak pucat dan lelah, bekas-bekas malam-malam tanpa tidur yang terus menghantuinya selama hampir sebulan terakhir. Adnan, suaminya, telah pergi ke Kalimantan untuk pekerjaan baru yang diharapkan bisa memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Namun, kenyataan tak seindah harapan. Selama sebulan penuh, tidak ada kabar pasti darinya,
dan tabungan Faizah semakin menipis, mengancam keberlangsungan hidup mereka di Jakarta yang keras.
1812Please respect copyright.PENANAx74kGsNUdA
Faizah menarik napas panjang, merasakan beratnya beban yang semakin menekan dadanya. Matanya yang sayu memandang kosong ke arah jalanan sepi di depan rumah. Setiap detik terasa lambat, seolah waktu sendiri ikut bersimpati dengan penderitaannya. Pikiran-pikiran buruk mulai merayap, membayangi pikirannya dengan skenario terburuk yang mungkin terjadi pada Adnan.
1812Please respect copyright.PENANAZxchpYC0Kp
Tiba-tiba, ponsel di saku gamisnya bergetar, memecah keheningan yang melingkupi pagi itu. Jemarinya yang gemetar meraih ponsel dan melihat sebuah pesan masuk dari Lia, sahabatnya yang selalu ada untuknya di saat-saat sulit.
1812Please respect copyright.PENANADPA8VGWZwD
"Faizah, aku ada kabar baik nih! Mau ngobrol nggak?"
1812Please respect copyright.PENANA1KcReGblYN
Sekilas, rasa penasaran bercampur harapan muncul di hati Faizah. Mungkin, kali ini kabar baik benar-benar akan datang. Tanpa pikir panjang, dia segera mengetik balasan, seolah-olah pesan dari Lia adalah tali penyelamat yang datang di saat yang tepat.
1812Please respect copyright.PENANA346IHKqAx4
"Boleh, aku ke tempatmu sekarang ya."
1812Please respect copyright.PENANAprs27fwdaF
Faizah berdiri, mencoba menyatukan kekuatan yang tersisa di tubuhnya yang lelah. Hatinya berdebar dengan harapan baru, meski kecil, namun cukup untuk membuatnya melangkah keluar dari rumah menuju pertemuan yang mungkin bisa mengubah nasibnya.
1812Please respect copyright.PENANAJSDg2S3K9a
Beberapa menit kemudian, Faizah tiba di rumah Lia. Mereka berdua duduk di ruang tamu yang nyaman. Lia tersenyum sambil menyodorkan secangkir teh hangat kepada Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAHzzUTUfRJg
"Ada apa, Li?" tanya Faizah dengan nada ingin tahu.
1812Please respect copyright.PENANAjbU8NRZAxc
Lia tersenyum lebih lebar. "Faizah, aku dengar dari temanku, ada keluarga yang butuh asisten rumah tangga. Gajinya lumayan dan kerjanya nggak terlalu berat."
1812Please respect copyright.PENANAyw3q6rs4gM
Faizah mengangkat alis, sedikit terkejut. "Benarkah? Di mana?" "Dekat sini. Tapi…," Lia berhenti sejenak, terlihat ragu-ragu. "Tapi apa?" desak Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAmXrLnhPFTM
Lia menatap Faizah dengan mata penuh pengertian. "Keluarga ini... seorang pendeta dan istrinya. Mereka baik kok, cuma ya, mereka Kristen.Terus kamu pakai cadar."
1812Please respect copyright.PENANA54kbwRqrEk
Faizah terdiam, menatap lantai dengan pikiran dan perasaan yang berkecamuk. Bagaikan badai yang tiba-tiba mengamuk di lautan, hatinya dipenuhi gelombang kebingungan dan ketakutan. Di satu sisi, dia sangat menyadari betapa gentingnya situasi keuangan mereka. Tabungannya hampir habis, dan Adnan belum memberikan kepastian kapan dia bisa mengirim uang. Setiap hari yang berlalu tanpa pemasukan terasa seperti pengkhianatan terhadap janji-janji yang mereka buat bersama. Namun di sisi lain, tawaran pekerjaan ini datang dengan dilema yang tak pernah dia bayangkan harus dihadapinya: bekerja untuk seorang pendeta.
1812Please respect copyright.PENANArajzVQAh4h
Faizah merasa jiwanya terbelah. Bekerja di lingkungan yang begitu berbeda dari kebiasaannya,
di mana keyakinan yang dipegang teguh selama ini mungkin akan teruji, membuatnya takut akan kehilangan jati diri. Bayangan hidup di bawah naungan kepercayaan yang berbeda, meski hanya dalam pekerjaan, membuat hatinya gemetar. Bisakah dia menjaga imannya tetap teguh, atau apakah ini akan menjadi awal dari sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang belum siap dia hadapi?
1812Please respect copyright.PENANALlvasbsYif
Lia, yang duduk di sebelahnya, merasakan keraguan itu. Dia meraih tangan Faizah dengan lembut, mencoba menyampaikan dukungan melalui genggaman eratnya. "Faizah, aku tahu ini bukan keputusan yang mudah untukmu. Tapi kamu harus ingat, keluarga itu sangat menghargai keberagaman. Mereka nggak akan memaksa kamu melakukan apa yang bertentangan dengan keyakinanmu. Mereka butuh bantuan sekarang, sama seperti kamu butuh pekerjaan."
1812Please respect copyright.PENANAcKiBdLDJ86
Kata-kata Lia menggema di kepala Faizah, namun tetap saja rasa bimbang tidak bisa hilang begitu saja. Faizah menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan badai di dalam dirinya. Mata yang terpejam seakan mencari petunjuk dari Tuhan, meminta kekuatan untuk membuat keputusan yang tepat.
"Aku butuh waktu untuk memikirkannya, Lia," ucap Faizah akhirnya, suaranya nyaris bergetar. Lia mengangguk, memahami pergulatan batin sahabatnya. "Tentu, Faizah. Ini keputusan besar,
dan kamu perlu waktu. Apapun yang kamu putuskan, aku akan selalu mendukungmu."
1812Please respect copyright.PENANAlpCMPIZVy7
Faizah mengangguk pelan, namun di dalam hatinya, pergulatan itu belum selesai. Bayangan masa depan yang tak pasti, tuntutan kebutuhan yang semakin mendesak, dan keyakinan yang harus dipertahankan semuanya berputar di dalam pikirannya, meninggalkan jejak-jejak keraguan yang mendalam. Sementara itu, waktu terus berjalan, membawa Faizah semakin dekat ke arah keputusan yang akan mengubah hidupnya.
1812Please respect copyright.PENANAVL86FSORtJ
Malam itu, usai menunaikan salat Isya, Faizah tetap duduk di atas sajadahnya. Tubuhnya yang lelah terasa berat, seolah beban hidupnya semakin menekan setiap tarikan napas. Di tengah kesunyian malam, hanya suara hatinya yang lirih berbisik, memohon petunjuk kepada Allah. Matanya terpejam erat, mencoba menahan air mata yang tak terbendung lagi.
1812Please respect copyright.PENANASgK6jvLB2G
Dalam hati, Faizah merasakan kekalutan yang mendalam. Pekerjaan yang ditawarkan Lia, meski mampu menjadi jalan keluar dari kesulitan ekonomi yang mencekiknya, membawa dilema yang
1812Please respect copyright.PENANA9MkhRrArS8
tak kalah berat. Bekerja untuk keluarga pendeta bukanlah keputusan yang bisa diambil dengan ringan. Keyakinannya, yang selama ini dia pegang erat, terasa goyah oleh pilihan ini. Namun, di sisi lain, situasi yang dihadapinya juga tidak mudah. Tanpa pemasukan, bagaimana dia bisa membantu suaminya yang kini jauh di Kalimantan? Bagaimana mereka bisa bertahan di tengah kerasnya hidup di kota ini?
1812Please respect copyright.PENANAT7317xt5Wr
Dengan hati yang penuh keraguan, Faizah menengadahkan tangannya, memohon kepada Sang Maha Kuasa. "Ya Allah, aku hanya ingin membantu suamiku dan menghidupi rumah tangga kami," bisiknya, suaranya hampir hilang di telan keheningan malam. Air mata yang sejak tadi dia tahan, kini mengalir perlahan di pipinya, menandai betapa beratnya beban yang dia pikul.
1812Please respect copyright.PENANAtwpslfIi6y
Faizah menangis dalam doanya, merasakan setiap tetes air mata yang jatuh sebagai saksi betapa rapuhnya dia saat ini. Di balik kekuatan yang selalu dia coba tunjukkan, di dalam keheningan malam ini, hanya kepada Allah-lah dia bisa mengungkapkan semua kegelisahannya. Faizah berharap, dalam sujud dan doanya, Allah akan memberikan petunjuk yang dia butuhkan, memberikan cahaya di tengah kegelapan yang kini menyelimuti hatinya. Sebab hanya dengan petunjuk-Nya, Faizah yakin dia akan mampu mengambil keputusan yang benar, meski jalan yang harus dilalui terasa begitu sulit.
1812Please respect copyright.PENANAZf8EHoWsbl
Pagi harinya, Faizah merasa sedikit lebih tenang. Dia memutuskan untuk berbicara dengan Adnan sebelum membuat keputusan. Meski sinyal telepon sering kali buruk, dia berhasil menghubungi suaminya.
"Assalamu'alaikum, Mas," sapa Faizah lembut ketika mendengar suara Adnan di ujung telepon. "Wa'alaikumussalam, Faizah. Ada apa? Kamu terdengar cemas," balas Adnan dengan nada
khawatir.
1812Please respect copyright.PENANAIuSG1tA2DV
Faizah menjelaskan situasinya, tentang tawaran pekerjaan dari temannya dan kegundahannya tentang bekerja untuk seorang pendeta.
1812Please respect copyright.PENANAMfvuo5qVj5
"Bagaimana menurutmu, Mas?" tanya Faizah setelah selesai bercerita.
1812Please respect copyright.PENANALT5g64kj7k
Adnan terdiam sejenak, terdengar berpikir. "Faizah, aku tahu ini bukan keputusan yang mudah. Tapi aku percaya sama kamu. Jika kamu merasa ini adalah jalan yang terbaik untuk sementara waktu, aku mendukungmu. Yang penting, kamu tetap menjaga iman dan keyakinanmu."
Faizah merasa lega mendengar kata-kata suaminya. "Terima kasih, Mas. Aku akan mencoba." "Allah selalu bersama kita, Faizah. Jangan khawatir. Dan aku akan segera pulang begitu aku
mendapatkan pekerjaan di sini," tambah Adnan dengan nada penuh semangat.
1812Please respect copyright.PENANAbNO8N85hp1
Faizah tersenyum kecil. "Amin, Mas. Aku menunggu kepulanganmu."
1812Please respect copyright.PENANA8iMhLyAygv
Setelah menutup telepon, Faizah merasa hatinya lebih ringan. Dia tahu bahwa keputusan ini mungkin akan membawanya ke jalan yang tidak biasa, tapi dengan dukungan Adnan dan keyakinannya kepada Allah, dia merasa siap untuk menghadapi tantangan ini.
1812Please respect copyright.PENANAbIBGJ2WiHV
Dia mengambil ponsel dan mengetik pesan untuk Lia. "Li, aku mau ambil pekerjaan itu. Kapan aku bisa mulai?"
1812Please respect copyright.PENANAt9rCSSFsXl
Beberapa detik kemudian, pesan dari Lia masuk. "Alhamdulillah! Aku akan atur pertemuan dengan mereka besok. Terima kasih, Faizah. Kamu nggak akan menyesal."
1812Please respect copyright.PENANA8pZvq9kvV3
Faizah menarik napas dalam-dalam, memandang langit biru di luar jendela. "Ya Allah, bimbinglah aku di jalan-Mu," doanya lirih, dengan hati yang penuh harapan dan keberanian untuk memulai hari yang baru.
1812Please respect copyright.PENANATtfltracNU
1812Please respect copyright.PENANAT2Tf0whCVy
1812Please respect copyright.PENANAYsmfnHxHr2
1812Please respect copyright.PENANAKCyE1y22sr
1812Please respect copyright.PENANAgObbJ5kGKx
1812Please respect copyright.PENANAOlKtKWeOS7
1812Please respect copyright.PENANAiAtIerBSeL
Chapter 2.
1812Please respect copyright.PENANArmE0ZGKb3L
Pagi yang cerah membentang di langit, seolah memberikan semangat baru bagi Faizah saat dia berdiri di depan gerbang rumah besar yang dikelilingi oleh taman hijau nan rapi. Rumah itu tampak megah namun hangat, dengan pepohonan rindang yang melingkupi halaman depan. Faizah menarik napas panjang, mencoba mengusir kegugupan yang perlahan menyelinap di hatinya. Ini adalah hari pertamanya bekerja di rumah Pak Hendrik, seorang pendeta yang
terkenal dengan kebaikannya. Namun, berada di lingkungan yang begitu berbeda dari yang biasa dia kenal tetap membuatnya merasa asing.
1812Please respect copyright.PENANAfzTYO6hTev
Dengan langkah hati-hati, Faizah mendorong gerbang besi yang sudah terbuka. Suara derit lembut terdengar saat dia melangkah masuk, berjalan di atas jalan setapak yang menuju ke pintu depan. Ketika dia sampai di depan pintu, Faizah merapikan cadarnya dan menarik napas sekali lagi, mencoba menenangkan diri sebelum mengetuk pintu.
1812Please respect copyright.PENANArmg3Tc3VhU
Tak lama, pintu itu terbuka, dan seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah menyambutnya. “Selamat pagi, kamu pasti Faizah, ya?” Wanita itu adalah Bu Maria, istri Pak Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAwxSkbCRr5b
Faizah mengangguk dengan sopan, menyembunyikan rasa gugup yang masih tersisa. “Iya, Bu. Selamat pagi.”
1812Please respect copyright.PENANANYmWjhmcuQ
“Selamat datang di rumah kami. Masuklah, jangan sungkan,” ujar Bu Maria dengan hangat, mengundang Faizah masuk ke dalam rumah.
1812Please respect copyright.PENANAXcc1PgfpzY
Faizah melangkah masuk, merasakan suasana rumah yang terasa tenang dan nyaman. Dinding- dinding rumah dihiasi dengan foto-foto keluarga, dan aroma kopi yang hangat tercium dari dapur.
1812Please respect copyright.PENANAoqVAYetA5n
Di ruang tamu yang luas, ada Pak Hendrik yang sedang duduk di sofa sambil membaca koran. Ketika melihat Faizah masuk, dia menurunkan korannya dan tersenyum ramah.
1812Please respect copyright.PENANAVJ9j34lBRO
“Selamat datang, Faizah. Saya Hendrik,” katanya, berdiri dan mengulurkan tangan.
1812Please respect copyright.PENANAxg01Q2Uq0r
Faizah menjabat tangan Pak Hendrik dengan sopan, merasakan kekuatan namun kehangatan dalam genggamannya. “Terima kasih, Pak. Saya senang bisa bekerja di sini,” jawab Faizah dengan suara lembut.
1812Please respect copyright.PENANAcyRrK1fNZ3
Pak Hendrik mengangguk, tampak senang dengan kedatangan Faizah. “Kami juga senang kamu bisa bergabung dengan keluarga kami. Oh, ini dua anak kami, Herbert dan Hana.”
1812Please respect copyright.PENANAyFpRaJpOAr
Herbert, seorang pemuda dengan senyum ceria, mendekat dan menjabat tangan Faizah. “Senang berkenalan denganmu, Faizah. Semoga betah di sini,” ucapnya dengan ramah. Di sebelahnya, Hana yang tampak lebih pendiam namun tak kalah ramah, mengangguk dan tersenyum.
1812Please respect copyright.PENANAA3mfTmMOjT
“Senang berkenalan dengan kalian juga,” jawab Faizah, merasa sedikit lega dengan sambutan hangat yang dia terima. Meski masih ada sedikit kegugupan, namun keramahan keluarga ini sedikit banyak mengurangi kecemasannya. Mereka tidak terlihat keberatan dengan dia yang memakai cadar.
1812Please respect copyright.PENANAE3GrODwbh3
Setelah perkenalan singkat itu, Bu Maria mengajak Faizah berkeliling rumah, memperkenalkan ruang-ruang yang akan menjadi tempat kerjanya. “Ini dapurnya, nanti kamu akan banyak membantu di sini. Kalau ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk bilang, ya,” ujar Bu Maria sambil membuka pintu dapur yang luas dan bersih.
1812Please respect copyright.PENANA9I7JZq8z5W
Faizah mengangguk, berusaha menyerap semua informasi yang diberikan. Dia merasa bahwa, meski tantangan akan tetap ada, dia telah diterima dengan baik di rumah ini. Di dalam hati, Faizah berdoa semoga pekerjaan ini bisa menjadi awal yang baik bagi dirinya dan keluarganya, serta membawa berkah bagi semua.
1812Please respect copyright.PENANAJSXdsMzMBr
Hari itu berlalu dengan cepat. Faizah belajar banyak tentang kebiasaan dan rutinitas keluarga Pak Hendrik. Bu Maria dengan sabar mengajarinya cara memasak hidangan favorit keluarga dan bagaimana merawat rumah yang besar itu. Sementara itu, Hanna dan Herbert sering muncul di dapur untuk mengobrol dengan Faizah, bertanya tentang kehidupannya dan berbagi cerita
tentang kuliah mereka.
1812Please respect copyright.PENANAVUdK0m50AD
Saat makan siang tiba, keluarga Pak Hendrik mengundang Faizah untuk bergabung. Meskipun pada awalnya dia merasa ragu, mereka memastikan bahwa dia adalah bagian dari keluarga selama bekerja di sana.
1812Please respect copyright.PENANAl4rKYJUJui
"Faizah, kamu harus makan bersama kami," kata Pak Hendrik. "Kamu bukan hanya pekerja di sini, tetapi juga bagian dari keluarga kami."
1812Please respect copyright.PENANA8pwIqONt73
Faizah terharu mendengar itu. "Terima kasih, Pak. Terima kasih, Bu. Saya sangat menghargai kebaikan kalian."
1812Please respect copyright.PENANA96qiFD76gy
Bu Maria tersenyum. "Tidak perlu sungkan, Faizah. Kita semua adalah saudara dalam kemanusiaan, meskipun keyakinan kita berbeda."
1812Please respect copyright.PENANAeY6h1XQ1wp
Faizah merasa betah di rumah itu. Kebaikan dan keramahan keluarga ini membuatnya merasa diterima dan dihargai. Meskipun mereka berbeda agama, mereka saling menghormati keyakinan satu sama lain. Setiap kali Faizah perlu melakukan shalat, keluarga ini dengan senang hati memberinya waktu dan ruang.
1812Please respect copyright.PENANAfEacxKxSxB
Malam itu, saat semua sudah tidur, Faizah duduk sendirian di kamarnya, merenung. Dia merasa bersyukur karena menemukan tempat kerja yang begitu penuh kasih. Ternyata, Allah memberinya jalan yang tidak terduga namun penuh berkah.
1812Please respect copyright.PENANAO6nontv5hY
"Dengan izin-Mu, Ya Allah, semoga aku bisa menjalani pekerjaan ini dengan baik dan tetap teguh dalam iman," doanya lirih sebelum memejamkan mata, siap untuk menyambut hari-hari berikutnya dengan hati yang tenang dan penuh syukur.
1812Please respect copyright.PENANAmRH7sdVbGF
Faizah memutar-mutar ponselnya, menunggu suaminya mengangkat telepon. Hatinya berdebar- debar, tak sabar ingin mengabarkan kabar gembira ini. Begitu suara suaminya terdengar di seberang sana, senyumnya mengembang lebar.
1812Please respect copyright.PENANArDVeYq1ncp
"Halo, Mas! Apa kabar?" sapa Faizah dengan suara ceria.
1812Please respect copyright.PENANAXxg2xfcYq0
"Alhamdulillah, baik, Sayang. Kamu gimana? Ada kabar baik, ya?" jawab suaminya dengan nada penasaran.
1812Please respect copyright.PENANAqWig8rUxra
"Iya, Mas. Akhirnya aku dapet kerjaan!" seru Faizah antusias.
"Beneran, Sayang? Alhamdulillah! Di mana?" tanya suaminya, terdengar sangat bersemangat. Faizah tertawa kecil mendengar suaminya begitu gembira. "Di perusahaan yang aku ceritain
kemarin, Mas. Posisi administrasi. Gajinya lumayan, bisa buat bantu kita nabung juga."
1812Please respect copyright.PENANA3Yl0vTWScs
"Masya Allah, seneng banget dengernya, Sayang. Aku bener-bener bahagia," ucap suaminya dengan suara yang terdengar lega dan penuh syukur. "Akhirnya ada juga kabar baik buat kita."
1812Please respect copyright.PENANAJsEXQ2KfIz
Faizah bisa mendengar nada haru di suara suaminya. "Iya, Mas. Semoga ini awal yang baik buat kita. Gimana sama kerjaan Mas di sana? Ada kabar juga?"
1812Please respect copyright.PENANAfqS6UP7dVh
Suaminya terdiam sejenak sebelum menjawab. "Belum ada yang pasti, Sayang. Mas masih kerja serabutan aja, cukup buat makan sama bayar kos. Tapi nggak apa-apa, Mas nggak mau nyerah. Nanti pasti ada jalan."
1812Please respect copyright.PENANAFTJ8LbsNDk
Faizah menghela napas, berusaha memberikan semangat. "Aku yakin, Mas. Allah pasti kasih jalan buat kita. Yang penting kita tetap usaha dan berdoa. Aku selalu doain Mas dari sini."
1812Please respect copyright.PENANAT7UTlGOaHS
"Iya, Sayang. Mas juga di sini doain kamu. Terima kasih, ya. Rasanya lebih kuat kalau ada kamu yang selalu support Mas."
1812Please respect copyright.PENANAPN2dsudoT5
Mereka terdiam sejenak, merasakan kehangatan cinta yang mengalir meski jarak memisahkan mereka. Faizah tahu, perjuangan mereka masih panjang, tapi dia yakin, bersama-sama, mereka bisa melewati semua ini.
1812Please respect copyright.PENANA3761siK1vy
"Mas, kita harus tetap semangat, ya. Demi masa depan kita," ucap Faizah dengan tegas namun lembut.
1812Please respect copyright.PENANAwgaJHyRPXE
"Iya, Sayang. Kita pasti bisa. Terima kasih sudah kasih kabar baik ini. Bener-bener bikin Mas semangat lagi," balas suaminya dengan penuh semangat.
1812Please respect copyright.PENANAPDpHis01Q3
Faizah tersenyum, merasakan hatinya hangat. Dia tahu, dengan suaminya di sisinya, meski jauh, dia tidak pernah sendirian. Mereka akan terus berjuang bersama, sampai suatu saat, impian mereka terwujud.
1812Please respect copyright.PENANAnmElZ3v2Qu
1812Please respect copyright.PENANAEJj530vgtS
1812Please respect copyright.PENANAjZ0Tt3As0S
1812Please respect copyright.PENANAWr5dNk5ii6
Chapter 3.
1812Please respect copyright.PENANAoEmjplhRtA
Beberapa minggu berlalu sejak Faizah mulai bekerja di rumah Pak Hendrik. Setiap hari berlalu dengan kehangatan dan keramahan dari keluarga itu, membuat Faizah merasa lebih betah. Dia sudah terbiasa dengan rutinitas rumah tangga, dari memasak hingga membersihkan rumah, dan selalu merasa dihargai oleh keluarga tersebut.
1812Please respect copyright.PENANAr5oL2SsGYw
Pak Hendrik sering memuji kerja keras Faizah dan perhatian Faizah yang selalu teliti dalam setiap tugasnya. “Kamu benar-benar pandai memasak, Faizah. Makananmu selalu enak dan lezat,” katanya suatu hari di dapur.
1812Please respect copyright.PENANAbo5lPG065R
“Terima kasih, Pak Hendrik. Saya hanya melakukan apa yang saya bisa,” jawab Faizah dengan tersenyum. Dia senang bisa membantu dan membuat keluarga ini merasa nyaman.
1812Please respect copyright.PENANAzTPluGuR51
Awalnya, semuanya berjalan baik-baik saja. Faizah merasa lega karena diterima dengan hangat oleh keluarga Pak Hendrik, dan dia mulai terbiasa dengan rutinitas baru di rumah besar itu. Setiap pagi, dia bangun lebih awal, menyiapkan sarapan, dan membersihkan rumah dengan telaten. Pak Hendrik dan keluarganya selalu bersikap sopan, dan Faizah merasa nyaman bekerja
di sana. Namun, seiring berjalannya waktu, Faizah mulai merasakan sesuatu yang berbeda dalam cara Pak Hendrik memperlakukannya.
1812Please respect copyright.PENANAQ5OVGAIvWh
Di awal, perhatian Pak Hendrik tampak seperti bentuk apresiasi atas pekerjaan Faizah. Dia sering memuji hasil masakan Faizah atau bagaimana rumah selalu terlihat rapi dan bersih. Tapi
perlahan-lahan, perhatian itu terasa semakin personal. Ketika mereka berbicara, Faizah sering merasa bahwa pandangan Pak Hendrik terlalu lama tertuju padanya. Mata lelaki itu seolah menelusuri setiap detail wajahnya, memperhatikan senyum dan setiap gerakan yang Faizah
1812Please respect copyright.PENANAaPOG0JuoFo
lakukan. Senyum yang diberikan pun terasa lebih dari sekadar keramahan biasa, ada sesuatu di baliknya yang sulit dijelaskan oleh Faizah, sesuatu yang membuatnya merasa tak nyaman.
1812Please respect copyright.PENANAerDtYGZ6wH
Hari itu, Faizah sedang sibuk di dapur, menyiapkan makan siang untuk keluarga. Udara pagi yang sejuk masuk melalui jendela, membelai lembut wajahnya yang berkeringat karena uap masakan. Di tengah kesibukannya, dia mendengar langkah kaki mendekat, dan tanpa perlu menoleh, dia tahu itu adalah Pak Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAo0Ycs1DbjC
"Masak apa hari ini, Faizah?" tanya Pak Hendrik dengan nada lembut yang sudah mulai dikenal oleh Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAGCu8Q3uExW
Faizah tersenyum, meski ada sedikit rasa gugup yang tak dia pahami sepenuhnya. "Tumis sayuran, Pak, dengan ayam panggang."
1812Please respect copyright.PENANAdsTla04XRD
Pak Hendrik mendekat, lebih dekat dari biasanya. "Aromanya enak sekali," ucapnya sambil berdiri di belakang Faizah, membuat jarak di antara mereka semakin menipis.
1812Please respect copyright.PENANAbTtm3HPIEn
Faizah merasakan kehadirannya begitu dekat, dan detik-detik berikutnya seolah berjalan lambat. Saat dia bergerak ke samping untuk mengambil bumbu di rak, Pak Hendrik juga bergerak, namun kali ini lebih dari sekadar kebetulan. Tangannya entah sengaja atau tidak, melintas di pinggul Faizah, seolah menyentuh dengan lembut dan disengaja. Sentuhan itu, meski hanya sesaat, terasa seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh Faizah. Pinggulnya yang membulat di balik gamis seakan menjadi pusat perhatian sejenak, membuatnya tersentak dalam diam.
1812Please respect copyright.PENANAOfuNc1MYUm
Waktu seolah berhenti. Faizah menahan napas, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Hatinya berdegup kencang, dan rasa tidak nyaman yang selama ini dia coba abaikan, kini terasa begitu nyata. Namun, ketika dia menoleh, Pak Hendrik hanya tersenyum, seakan-akan tidak ada yang terjadi. Senyum yang seharusnya menenangkan, tapi kini terasa sarat dengan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang membuat Faizah merasa cemas.
1812Please respect copyright.PENANA4RoaKMJkBO
Dia berusaha menormalkan ekspresinya, meski jantungnya masih berdegup kencang. "Maaf, Pak. Saya sudah mau selesai," ucap Faizah dengan suara yang sedikit bergetar.
Pak Hendrik hanya mengangguk pelan, lalu melangkah pergi, meninggalkan Faizah yang masih berdiri di dapur, mencoba memahami perasaannya sendiri. Dalam keheningan yang tiba-tiba terasa begitu mencekam, Faizah tahu bahwa ini bukan lagi sekadar pekerjaan biasa. Ada sesuatu yang telah berubah, sesuatu yang membuatnya harus lebih berhati-hati di rumah ini. Namun, dia tidak bisa menyangkal, di balik semua kecemasan itu, ada dorongan perasaan lain yang muncul, perasaan yang tidak pernah dia harapkan muncul di tempat seperti ini.
1812Please respect copyright.PENANADCqDqIi9dm
Faizah mencoba berpikir positif. Mungkin, pikirnya, Pak Hendrik tidak sengaja menyenggol pinggulnya. Lagipula, di dapur yang tidak terlalu luas, wajar saja jika mereka saling bersentuhan tanpa sengaja. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan Faizah mulai berubah. Kejadian yang sama terus berulang, membuatnya semakin sulit untuk mengabaikan tanda-tanda yang ada.
1812Please respect copyright.PENANA5VUP9zkvOE
Hari demi hari, Faizah merasa semakin waspada. Setiap kali Pak Hendrik berada di dekatnya, dia menjadi lebih cemas, was-was kalau sentuhan itu akan terjadi lagi. Faizah mencoba menjaga jarak, bersikap sopan namun tegas dalam setiap interaksi mereka. Tapi entah mengapa, setiap
kali mereka berdua berada di ruangan yang sama, Pak Hendrik selalu menemukan alasan untuk mendekat. Entah itu untuk memuji hasil masakan Faizah, atau sekadar memberikan saran kecil. Dan saat itu terjadi, sentuhan-sentuhan itu terus berulang—sentuhan yang awalnya terasa seperti kebetulan, kini semakin jelas sebagai sesuatu yang disengaja.
1812Please respect copyright.PENANAECxbXisSqd
Suatu hari, ketika Faizah sedang menyapu ruang tamu, dia merasakan kehadiran Pak Hendrik yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Hatinya langsung berdegup kencang, dan dengan sigap, dia berpindah ke sisi lain ruangan, menjaga jarak. Namun, Pak Hendrik tetap mendekat, berbicara dengan nada yang begitu lembut, seolah tidak ada yang salah.
1812Please respect copyright.PENANA9t44WIXywp
"Faizah, sapuanmu selalu rapi. Rumah ini terasa lebih hidup sejak kamu di sini," ucapnya, dengan senyum yang seolah memerangkapnya dalam dilema.
1812Please respect copyright.PENANA5RkVReDmOv
Faizah hanya tersenyum tipis, mencoba mengalihkan perhatiannya pada sapu di tangannya. “Terima kasih, Pak. Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik.”
1812Please respect copyright.PENANASFaF93klBw
Pak Hendrik mendekat lagi, dan kali ini, Faizah bisa merasakan tubuhnya menegang. Saat dia mengangkat kepala, mata mereka bertemu—tatapan Pak Hendrik yang penuh dengan sesuatu yang Faizah tidak ingin pahami. Faizah mencoba mundur, namun ruangan terasa begitu sempit. Dalam sekejap, kenangan tentang sentuhan-sentuhan sebelumnya kembali membanjiri pikirannya.
1812Please respect copyright.PENANAr8RORI9Aju
Ketika Pak Hendrik berjalan melewatinya, tangan itu lagi-lagi menyenggol pinggulnya, kali ini lebih lambat, lebih terasa. Dia seperti mermas sedikit pinggul montoknya. Faizah menahan napas, dan rasa tidak nyaman yang selama ini dia coba abaikan kini semakin menghantuinya. Faizah merasa terperangkap dalam situasi yang tidak bisa dia kontrol. Dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa mungkin ini semua hanya perasaannya saja, namun kejadian itu berulang terlalu sering untuk dianggap sebagai kebetulan.
1812Please respect copyright.PENANADzFrgNyaW0
Dalam upayanya menjaga jarak, Faizah mulai mengatur ulang rutinitasnya. Dia memastikan dirinya selalu sibuk ketika Pak Hendrik berada di rumah, memilih berada di kamar atau di dapur ketika Pak Hendrik sedang di ruang tamu. Bahkan, ketika mereka harus berbicara, Faizah memastikan jarak di antara mereka cukup aman, agar sentuhan itu tidak lagi terjadi.
1812Please respect copyright.PENANAlfdVDKYztC
Namun, ketegangan itu semakin nyata. Setiap kali Faizah melihat Pak Hendrik, perasaan takut dan tidak nyaman terus menghantuinya. Dia mulai merasa bahwa rumah yang dulunya nyaman ini telah berubah menjadi tempat yang penuh ancaman. Seringkali, Faizah berdoa di malam hari, memohon petunjuk kepada Allah, berharap diberi kekuatan untuk mengatasi situasi ini. Namun, di balik doa-doanya, Faizah tahu bahwa dia harus segera mengambil keputusan, sebelum situasi ini semakin memburuk.
1812Please respect copyright.PENANAa9tjSTtSlg
Dengan setiap langkah yang dia ambil, Faizah merasakan beban yang semakin berat di hatinya. Meski dia berusaha menjaga jarak dan menjaga dirinya, rasa takut dan kecemasan terus
1812Please respect copyright.PENANAfTAbsttYkM
menghantui. Faizah tahu, dia tidak bisa terus seperti ini. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Keluarganya membutuhkan uang, suaminya jauh, dan pekerjaan ini adalah satu-satunya yang dia miliki saat ini.
1812Please respect copyright.PENANA7QkpsE49Ji
Dalam keheningan malam, Faizah sering kali terjaga, memikirkan langkah apa yang harus dia ambil. Haruskah dia meninggalkan pekerjaan ini? Tapi ke mana dia harus pergi? Dengan berat hati, Faizah sadar bahwa dia berada di persimpangan yang sulit. Keputusan apa pun yang dia ambil akan mengubah hidupnya, dan itu adalah keputusan yang tidak bisa diambil dengan mudah.
1812Please respect copyright.PENANAUkf00mmbc6
Hanya kebaikan Ibu Maria dan kedua anaknya, Herbert dan Hana, yang membuat Faizah bertahan. Dalam rumah besar yang terasa semakin menyesakkan itu, Ibu Maria selalu bersikap ramah dan penuh perhatian. Setiap kali mereka berbicara, Faizah merasa ada kehangatan yang tulus, seolah-olah dia adalah bagian dari keluarga. Herbert dan Hana juga sering mengajaknya berbincang ringan, berbagi cerita tentang kuliah atau sekadar bercanda untuk menghilangkan kepenatan. Dalam momen-momen seperti itu, Faizah merasakan sejumput kedamaian, sedikit pelipur lara di tengah kecemasan yang terus menghantui pikirannya.
1812Please respect copyright.PENANAVyeLMFZppL
Namun, kebaikan mereka juga menjadi beban di hati Faizah. Bagaimana bisa dia meninggalkan pekerjaan ini, mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh keluarga yang begitu baik padanya? Ibu Maria sering kali memberikan tambahan uang belanja, atau memberikan makanan lebih untuk dibawa pulang, memahami bahwa Faizah sedang berjuang. Hal ini membuat Faizah semakin sulit untuk memutuskan pergi, meski rasa tidak nyaman terus menggerogoti dirinya.
1812Please respect copyright.PENANAWvIfZx1pCF
Faizah juga tidak bisa mengabaikan kebutuhan finansialnya. Tabungannya semakin menipis, dan dengan Adnan yang masih jauh di Kalimantan, dia tahu bahwa pekerjaan ini adalah satu-satunya harapan untuk bertahan. Dia tidak bisa berhenti, tidak saat ini, ketika uang begitu penting untuk menghidupi rumah tangga mereka. Setiap kali berpikir untuk menyerah, bayangan akan kebutuhan sehari-hari, tagihan yang harus dibayar, dan kekhawatiran akan masa depan membuatnya menggigil. Faizah tahu dia harus bertahan, setidaknya sampai situasinya membaik, sampai dia menemukan solusi lain.
1812Please respect copyright.PENANAc0awTySEqK
Namun, setiap kali Pak Hendrik berada di dekatnya, kecemasan itu kembali menyelimuti hatinya. Sentuhan-sentuhan yang tampaknya sepele—sekadar senggolan yang bisa saja dianggap tidak disengaja—telah menjadi bayang-bayang gelap dalam pikirannya. Setiap kali hal itu terjadi, Faizah berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya kebetulan, bahwa Pak Hendrik tidak
benar-benar bermaksud melakukan hal yang lebih jauh. Namun, semakin sering kejadian itu terulang, semakin sulit bagi Faizah untuk membohongi dirinya sendiri. Senggolan itu sudah mulai berubah menjadi remasan-remasan lembut.
1812Please respect copyright.PENANAM8n5VNFsz5
Dia mencoba bersabar, mencoba menenangkan hatinya dengan berpikir positif.
1812Please respect copyright.PENANABC8iyBzZ9a
"Ini hanya sementara, setelah suamiku sudah mapan dengan pekerjaannya aku bisa menyusulnya kesana" bisiknya dalam hati, berulang kali, seolah mantra yang bisa mengusir semua ketakutan. "Yang dilakukan Pak Hendrik hanya sekadar sentuhan-sentuhan, belum ke tahap yang lebih jauh. Semoga hanya sampai disitu saja tidak melewati batas."
1812Please respect copyright.PENANArMi6sFgGNH
Tapi kata-kata itu semakin kehilangan kekuatannya, terutama ketika Faizah harus menghadapi kenyataan yang berulang setiap hari. Faizah mencoba untuk selalu waspada, menjaga jarak
sebisa mungkin, namun dalam rumah itu, tidak selalu mudah. Kadang-kadang, dia merasa seperti seekor burung kecil yang terperangkap di dalam sangkar, terbang di dalam ruang yang terbatas, mencoba menghindar dari ancaman yang tidak pernah terlihat jelas, tetapi selalu terasa di dekatnya.
1812Please respect copyright.PENANAGuUMvXx4Bj
Malam-malam panjang Faizah kini dipenuhi dengan doa-doa yang lebih intens. Dia berdoa untuk kekuatan, untuk keberanian, dan untuk petunjuk dari Allah. Air matanya sering kali mengalir tanpa henti saat dia mengadu kepada-Nya, berharap bahwa semua ini hanya akan menjadi ujian yang bisa dia lewati. Namun, di sudut hatinya, Faizah tahu bahwa kesabarannya semakin diuji. Dia tidak tahu berapa lama lagi dia bisa bertahan dalam situasi ini, tapi dia tahu bahwa dia harus bertahan, setidaknya untuk sekarang.
1812Please respect copyright.PENANA396A4TNbo8
1812Please respect copyright.PENANAs94DtUV3jE
1812Please respect copyright.PENANARakSEXCNRN
1812Please respect copyright.PENANAv61sKHnPi1
Chapter 4
1812Please respect copyright.PENANA1TSpuFoFFX
Dengan setiap hari yang berlalu, Faizah mencoba bertahan dengan kekuatan yang dia miliki. Kebaikan Ibu Maria dan anak-anaknya menjadi satu-satunya pelita yang menuntunnya dalam kegelapan ini. Tapi Faizah juga tahu, jika suatu saat batasnya terlewati, dia harus siap untuk mengambil keputusan yang lebih besar, apa pun konsekuensinya. Hingga saat itu tiba, Faizah hanya bisa berusaha untuk bersabar, berharap bahwa cobaan ini tidak akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih mengerikan.
1812Please respect copyright.PENANAwq5QSCHnKV
Malam itu, setelah semua pekerjaan selesai dan rumah besar itu akhirnya sunyi, Faizah merasakan kelelahan yang berat. Dia membersihkan wajahnya, merapikan jilbabnya, dan bersiap untuk tidur. Di luar, angin malam berhembus lembut, membawa kedamaian yang singkat dalam hatinya. Namun, kedamaian itu segera buyar saat ponselnya bergetar di samping bantal.
1812Please respect copyright.PENANA0Z3cW4051q
Dia meraih ponsel itu, memeriksa siapa yang mengirim pesan di waktu selarut ini. Ketika melihat nama Pak Hendrik muncul di layar, hatinya langsung berdebar. Sejenak, dia ragu untuk membuka pesan itu, tetapi rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Dengan tangan sedikit gemetar, dia membuka pesan WhatsApp tersebut.
1812Please respect copyright.PENANAcimSM5sHji
Kalimat demi kalimat di layar membuat jantungnya berdegup semakin kencang. Pesan itu jelas, bahkan terlalu jelas untuk tidak disalahpahami.
1812Please respect copyright.PENANAZUWEDxgFlq
"Faizah, ada yang ingin saya sampaikan. Saya sudah lama ingin mengatakan ini, tapi saya tidak tahu bagaimana caranya. Saya sangat mengagumi kamu, Faizah. Bukan hanya karena kerja kerasmu, tapi juga karena mata indahmu yang luar biasa. Saya tahu ini salah, tapi saya tidak bisa menahan perasaan ini. Saya merasa ada yang berbeda sejak kamu datang ke rumah kami. Kamu membuat saya merasa hidup kembali. Saya harap kamu tidak salah paham dengan perasaan saya ini."
1812Please respect copyright.PENANAmmfQGNMxRm
Faizah menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Kata-kata Pak Hendrik membuatnya terkejut, bingung, dan gelisah. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna apa yang baru saja dia baca. Sejak awal, dia sudah merasakan ada sesuatu yang tidak beres dalam cara Pak Hendrik memperlakukannya. Pandangan yang terlalu lama, senyuman yang terasa berlebihan, dan sentuhan yang kerap kali terasa tidak sengaja. Semua itu kini terkonfirmasi dalam pesan singkat ini.
1812Please respect copyright.PENANAui2Mt8v7Kt
Dia merasa seperti ada yang menusuk dadanya. Bagaimana mungkin dia merasakan campuran perasaan seperti ini? Di satu sisi, dia merasa dihargai, diakui, bahkan mungkin dirayu oleh seseorang yang memiliki status dan kuasa. Tetapi di sisi lain, ada rasa takut yang begitu besar, takut akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya.
1812Please respect copyright.PENANAdsfIZ2n7hS
Faizah menutup matanya sejenak, berusaha menenangkan diri. Bayangan wajah suaminya, Adnan, melintas di pikirannya. Ingatan akan janji suci pernikahan mereka menguatkan hatinya, mengingatkan bahwa dia harus setia, bahwa apa pun yang terjadi, dia tidak boleh terjatuh dalam godaan ini. Namun, perasaan tidak nyaman itu tetap melekat, seperti bayangan yang tidak bisa dia hilangkan.
1812Please respect copyright.PENANA6IRiR1VsKT
Dia tidak tahu bagaimana harus merespons pesan itu. Haruskah dia berpura-pura tidak melihatnya? Ataukah dia harus merespons dengan tegas, menyatakan bahwa perasaan itu tidak seharusnya ada? Pikiran itu terus berkecamuk di kepalanya, membuatnya sulit untuk berpikir jernih.
1812Please respect copyright.PENANAk2bGpedJEW
Akhirnya, setelah beberapa saat, Faizah memutuskan untuk tidak menjawab pesan itu malam ini. Dia merasa bahwa merespons hanya akan memperumit keadaan. Dia meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur, lalu menutupi tubuhnya dengan selimut. Namun, tidur tidak datang dengan mudah. Pikirannya terus berputar, memikirkan apa yang mungkin akan terjadi besok,
atau hari-hari berikutnya.
1812Please respect copyright.PENANAU7CaaL4eV0
Faizah merasa terjebak dalam situasi yang sulit, di antara kebutuhan untuk bekerja dan menjaga integritas dirinya. Malam itu terasa panjang, penuh dengan doa dan harapan agar Allah memberi petunjuk yang jelas. Dalam hati, Faizah bertekad untuk tetap kuat, menjaga jarak yang seharusnya, dan menghindari semua godaan yang bisa menggoyahkan prinsip hidupnya. Tapi dia juga tahu, bahwa tantangan terbesar mungkin belum datang.
1812Please respect copyright.PENANAN0QMsnTwOY
****
1812Please respect copyright.PENANA4xNmIRc3xx
Setelah sholat Subuh, Faizah duduk terdiam di atas tempat tidurnya. Suara azan yang baru saja berlalu masih terngiang di telinganya, memberikan ketenangan sementara di tengah badai perasaan yang berkecamuk. Pikirannya terfokus pada pesan Pak Hendrik yang masih mengganggu, membuatnya tak bisa tidur sepanjang malam. Dia tahu bahwa situasi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
1812Please respect copyright.PENANAy03RLvsNEd
Faizah merenung dalam keheningan pagi itu. Dalam hatinya, dia tahu dia harus bersikap tegas, namun juga tidak ingin menimbulkan masalah yang lebih besar. Pak Hendrik adalah majikannya, dan bekerja di rumahnya adalah satu-satunya sumber penghasilan saat ini. Tapi di sisi lain, dia
1812Please respect copyright.PENANAtS0NqcJryg
tidak bisa membiarkan dirinya terjebak dalam situasi yang berpotensi membahayakan dirinya, baik secara moral maupun emosional.
1812Please respect copyright.PENANAGA7LjyuM5U
Dia memikirkan Adnan yang jauh di Kalimantan, bekerja keras untuk menghidupi mereka berdua. Meskipun mereka sering berbicara, Faizah merasa enggan untuk membebani suaminya dengan masalah ini, terutama karena jarak dan situasi yang tidak memungkinkan mereka untuk segera menyelesaikannya bersama. Faizah merasa bahwa ini adalah masalah yang harus dia hadapi sendiri, dengan bijaksana dan penuh kehati-hatian.
1812Please respect copyright.PENANAuciQG4KH1t
Dengan hati-hati, Faizah meraih ponselnya. Jarinya ragu-ragu di atas layar, mengetik dan menghapus beberapa kali sebelum akhirnya menemukan kata-kata yang tepat. Dia tahu bahwa apa pun yang dia katakan harus disampaikan dengan tegas namun tetap sopan, agar pesan itu tersampaikan dengan jelas tanpa menimbulkan konflik yang tidak perlu.
1812Please respect copyright.PENANApzOWU2RMdc
Akhirnya, Faizah mengetikkan balasannya:
1812Please respect copyright.PENANACMjJDfiPZ0
"Pak Hendrik, saya sangat menghormati Bapak dan keluarga. Saya datang ke sini untuk bekerja, dan saya berharap Bapak bisa menghormati batasan itu. Saya tidak nyaman dengan pesan ini, dan saya mohon Bapak bisa mengerti posisi saya. Saya berharap kita bisa tetap profesional dan saling menghormati."
1812Please respect copyright.PENANAeE2UxV6bz0
Faizah menarik napas panjang sebelum menekan tombol kirim. Jantungnya berdebar kencang, menunggu balasan yang mungkin datang. Dia tahu bahwa dengan pesan ini, dia telah mengambil langkah penting untuk melindungi dirinya dan menjaga integritasnya.
1812Please respect copyright.PENANAOVW7O6rY9u
Sambil menunggu, Faizah memejamkan mata dan berdoa dalam hati, memohon kekuatan dan petunjuk dari Allah. Dia berharap agar pesan ini cukup untuk membuat Pak Hendrik memahami batasan yang perlu dijaga, tanpa menimbulkan ketegangan di rumah tempat dia bekerja. Dalam heningnya pagi itu, Faizah merasa sedikit lega, meski dia tahu bahwa jalan di depan masih penuh dengan tantangan.
1812Please respect copyright.PENANAs9D0q3i4Pd
Setelah mengirim pesan itu, Faizah merasa lega, meskipun masih ada ketakutan di hatinya. Dia tidak tahu bagaimana reaksi Pak Hendrik, tetapi dia tahu bahwa dia telah melakukan hal yang benar dengan menyampaikan perasaannya secara jujur dan tegas.
1812Please respect copyright.PENANARs5rM4GttZ
Beberapa menit berlalu tanpa ada balasan. Akhirnya, ponselnya bergetar lagi. Pesan itu dari Pak
Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAZJzZRfjcvy
"Maafkan saya, Faizah. Saya sangat menyesal. Saya tidak seharusnya mengatakan itu. Saya hanya berharap kamu bisa memaafkan saya dan kita bisa melupakan ini. Saya janji tidak akan mengganggumu lagi."
1812Please respect copyright.PENANAQVGTqprr3x
Faizah menarik napas panjang, merasa lega dengan balasan itu. Dia tahu bahwa situasi ini akan mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi ke depannya, tetapi dia berharap semuanya bisa kembali seperti semula. Faizah menutup mata, berdoa agar Allah memberinya kekuatan dan kebijaksanaan untuk menghadapi ujian ini dengan baik.
1812Please respect copyright.PENANAn6SdtiZeim
Pagi berikutnya, Faizah melanjutkan rutinitasnya seperti biasa, meskipun ada ketegangan yang tak terhindarkan di udara. Pak Hendrik bersikap seperti biasa, meski jelas ada sedikit kecanggungan dalam caranya berbicara dengan Faizah. Bu Maria dan anak-anak mereka, Hanna dan Herbert, tidak menyadari apa yang terjadi, dan Faizah bersyukur atas itu.
1812Please respect copyright.PENANA0ANpLdxsEb
Faizah berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya dan menjaga jarak yang lebih jelas dengan Pak Hendrik. Dia tahu bahwa ini adalah ujian dari Allah, dan dia bertekad untuk menjalani pekerjaannya dengan hati yang ikhlas dan menjaga kehormatan dirinya sebagai seorang wanita muslimah yang taat.
1812Please respect copyright.PENANAZlQsCEtpNC
Setiap malam, setelah selesai bekerja, Faizah meluangkan waktu lebih lama untuk berdoa. Dia memohon kepada Allah untuk memberinya kekuatan dan bimbingan dalam menghadapi
tantangan ini, dan berharap bahwa suatu hari nanti, keadaan akan kembali seperti semula, dan dia bisa bekerja dengan tenang dan damai.
1812Please respect copyright.PENANA0YoUubqFBW
Hari-hari berlalu dengan pelan namun pasti. Faizah terus berusaha menjalani rutinitasnya di rumah Pak Hendrik dengan penuh dedikasi, meski rasa canggung itu belum sepenuhnya hilang. Setiap kali berpapasan dengan Pak Hendrik, ia selalu menghindari kontak mata yang terlalu lama dan hanya berbicara seperlunya. Dia tahu dia harus bersikap profesional dan menjaga batasan yang jelas, demi kebaikan semuanya.
1812Please respect copyright.PENANAD5Z0Pv0WyX
Suatu pagi, ketika Faizah sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan, Bu Maria masuk dengan senyum hangat di wajahnya.
1812Please respect copyright.PENANAR32EHpBxwc
"Selamat pagi, Faizah! Apa kabar?" sapa Bu Maria sambil mengambil secangkir kopi yang sudah disiapkan Faizah.
1812Please respect copyright.PENANApS1PmRjDGO
"Selamat pagi, Bu Maria. Alhamdulillah, saya baik. Ibu sendiri bagaimana?" Faizah membalas dengan senyum.
1812Please respect copyright.PENANACk2HJVLD87
Bu Maria duduk di kursi dapur dan menghela napas lega. "Saya baik, hanya sedikit lelah. Tapi syukurlah ada kamu di sini, Faizah. Kamu sangat membantu."
1812Please respect copyright.PENANAbNicpecgnG
"Terima kasih, Bu. Saya senang bisa membantu," jawab Faizah tulus.
1812Please respect copyright.PENANAJZWafyJ8K9
Setelah percakapan itu, Faizah merasa makin bisa menerima keadaan. Meskipun dia ada sedikit masalah dengan Pak Hendrik tapi dia merasa itu bukan masalah besar dan tidak perlu dia ceritakan kepada siapapun.
1812Please respect copyright.PENANAbYZUmYAp2s
Hari-hari berlalu dengan suasana yang berbeda di rumah besar itu. Faizah dan Pak Hendrik sama-sama berusaha menjaga jarak dan profesionalisme. Tidak ada lagi tatapan yang lama atau senyuman yang berlebihan dari Pak Hendrik, dan Faizah merasa sedikit lega. Meski begitu, ketegangan tipis masih terasa di udara, membuatnya tetap waspada. Setiap kali mereka berada di ruangan yang sama, Faizah memastikan untuk menjaga jarak dan fokus pada pekerjaannya.
1812Please respect copyright.PENANAgh3qLLVAnU
Suatu siang, saat sinar matahari masuk melalui jendela besar di ruang tamu, Faizah sedang sibuk membersihkan debu dari meja-meja dan perabotan. Suasana rumah tenang, hanya ada suara lembut dari kain yang dia gunakan untuk membersihkan. Namun, ketenangan itu tiba-tiba terganggu ketika Hanna, anak perempuan Pak Hendrik yang berusia dua puluhan, berlari masuk ke ruang tamu dengan wajah yang terlihat sangat cemas.
1812Please respect copyright.PENANAfPwaNO4gyt
"Hanna? Ada apa?" Faizah bertanya, menghentikan pekerjaannya dan segera mendekat ke arah
Hanna.
1812Please respect copyright.PENANA8V0SmAA6fc
Hanna berhenti sejenak untuk menarik napas, wajahnya pucat. "Mbak Faizah, tolong... Ayah!" suaranya terputus-putus, hampir terisak. "Ayah tiba-tiba jatuh di lantai dapur, aku nggak tahu apa yang terjadi!"
1812Please respect copyright.PENANAALLtV3ivOH
Faizah merasakan aliran adrenalin di tubuhnya. Tanpa berpikir panjang, dia segera berlari menuju dapur, mengikuti Hanna yang tampak sangat panik. Begitu tiba di dapur, Faizah melihat Pak Hendrik tergeletak di lantai, wajahnya pucat dan keringat dingin membasahi dahinya. Dia tampak tidak sadarkan diri.
1812Please respect copyright.PENANAFOccSDWut9
Hati Faizah berdetak kencang. Dia tahu bahwa ini bukan waktu untuk berpikir panjang. "Hanna, ambilkan telepon, kita harus memanggil ambulans sekarang juga!" katanya dengan tegas, berusaha untuk tetap tenang meski dalam hatinya ada kepanikan yang tak tertahankan.
1812Please respect copyright.PENANABhyLpLW0t5
Hanna segera berlari ke arah ruang tamu, sementara Faizah mencoba memeriksa napas Pak
Hendrik. Dia merasa napasnya pelan dan tidak teratur. Segala perasaan campur aduk yang
selama ini dia simpan tentang Pak Hendrik hilang seketika, digantikan oleh dorongan kuat untuk menyelamatkan nyawa orang yang selama ini menjadi majikannya.
1812Please respect copyright.PENANA87prCO9Lh5
1812Please respect copyright.PENANANheqnY2MaL
1812Please respect copyright.PENANA95xgYOBbSi
1812Please respect copyright.PENANAPv9nBC9fQN
1812Please respect copyright.PENANASxDistPxzh
1812Please respect copyright.PENANADDMSsW8G3e
1812Please respect copyright.PENANA3ya4WO2j5C
Chapter 5
1812Please respect copyright.PENANABcoaQXvcv7
Beberapa menit kemudian, Hanna kembali dengan telepon di tangan, berbicara dengan petugas darurat. Mereka berdua berusaha menenangkan diri sambil menunggu ambulans datang, mencoba memberikan pertolongan pertama yang mereka bisa.
1812Please respect copyright.PENANACbtIJNjaqQ
Ketika akhirnya sirene ambulans terdengar mendekat, Faizah merasa lega meski kecemasan masih menggantung. Dia tahu bahwa apa pun yang telah terjadi di masa lalu, saat ini yang terpenting adalah memastikan bahwa Pak Hendrik mendapatkan bantuan medis secepat mungkin. Meski begitu, kejadian ini juga membawa perasaan yang tak terduga dalam dirinya—perasaan empati dan kemanusiaan yang melampaui batasan profesional yang selama ini dia coba jaga.
1812Please respect copyright.PENANAzrsdqOfCKV
Sepanjang sore itu, Faizah berusaha tetap tenang dan fokus, meskipun ada perasaan campur aduk dalam dirinya. Dia tahu bahwa ujian ini adalah bagian dari kehidupan, dan dia harus tetap kuat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.
1812Please respect copyright.PENANAPPZTDj63E5
Setelah beberapa jam, Bu Maria kembali ke rumah dengan kabar bahwa Pak Hendrik harus menggunakan tongkat untuk sementara waktu, tetapi tidak ada cedera serius. Faizah merasa lega mendengar itu, dan malam itu, dia melanjutkan doanya, bersyukur atas kekuatan yang Allah berikan kepadanya untuk menghadapi segala cobaan.
1812Please respect copyright.PENANAR3SKjMEZdT
Faizah tahu bahwa perjalanan hidup ini masih panjang, tetapi dia percaya bahwa selama dia tetap berpegang teguh pada iman dan prinsipnya, dia akan mampu melewati segala rintangan dengan tegar.
1812Please respect copyright.PENANAcM4XgUwGFa
1812Please respect copyright.PENANAKITK7wWyY6
1812Please respect copyright.PENANAPx9j40GSHI
1812Please respect copyright.PENANABFDehfdVev
Hari-hari berlalu dengan cepat setelah insiden yang dialami Pak Hendrik. Faizah, yang biasanya begitu ceria dan penuh semangat dalam menjalankan tugas-tugas rumah tangganya, kini merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Pesan terakhir dari Pak Hendrik, yang berisi permintaan maaf dan penyesalan atas pernyataan perasaannya, terus terngiang di pikirannya. Meskipun Faizah sudah menegaskan penolakannya, bayangan kata-kata Pak Hendrik seakan menghantui setiap langkahnya.
1812Please respect copyright.PENANAnCH9e3OLtp
Setiap kali Faizah melihat Pak Hendrik, ada perasaan tak nyaman yang sulit diabaikan. Pria itu, yang biasanya menyapanya dengan senyuman hangat dan candaan ringan, sekarang sering terlihat murung. Faizah memperhatikan bahwa Pak Hendrik tak lagi menatapnya dengan cara yang sama. Dia lebih banyak diam, seolah ada beban berat yang menekan hatinya. Senyum ramah yang biasanya menghiasi wajahnya kini jarang terlihat. Bahkan saat mereka berpapasan, Pak Hendrik tampak selalu menghindari kontak mata dengan Faizah, seolah malu atau menyesal dengan apa yang telah dia lakukan.
1812Please respect copyright.PENANACzseAjp5Zu
Faizah merasa serba salah. Di satu sisi, dia lega karena Pak Hendrik tampaknya menyadari kesalahannya dan berusaha menjaga jarak. Namun, di sisi lain, perubahan sikap Pak Hendrik membuat suasana rumah menjadi canggung. Tak jarang, Faizah menangkap tatapan penuh kesedihan di mata Pak Hendrik, meski hanya sekilas. Itu cukup untuk membuat hati Faizah terasa perih.
1812Please respect copyright.PENANALima5SLiLY
Namun, Faizah tetap mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Dia berusaha fokus pada pekerjaannya, membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan memastikan semuanya berjalan dengan baik. Dia menghindari interaksi yang terlalu sering dengan Pak Hendrik, hanya berbicara seperlunya dan menjaga sikap profesional. Meski demikian, suasana canggung di antara mereka sulit dihilangkan.
1812Please respect copyright.PENANAkKTlupwt0M
Suatu hari, saat Faizah sedang membersihkan ruang tamu, Ibu Maria menghampirinya. "Faizah, kamu kelihatan agak berbeda akhir-akhir ini. Ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Ibu Maria dengan nada lembut.
1812Please respect copyright.PENANAU3iSrG8BZm
Faizah tersenyum samar, mencoba menyembunyikan perasaannya. "Tidak ada apa-apa, Bu. Saya baik-baik saja."
1812Please respect copyright.PENANASfLnyVA1hk
Ibu Maria menatapnya dengan penuh perhatian, seolah bisa melihat lebih dalam dari sekadar jawaban singkat itu. Namun, dia memilih untuk tidak mendesak. "Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk cerita, ya."
1812Please respect copyright.PENANAEwbMxDMIwa
"Terima kasih, Bu," jawab Faizah, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.
1812Please respect copyright.PENANAE3yyhaK9pJ
Di sisi lain, Pak Hendrik terus bergelut dengan perasaan bersalahnya. Dia tahu bahwa apa yang dia lakukan salah, terutama sebagai seorang pendeta yang seharusnya menjadi teladan. Namun, dia tidak bisa menghilangkan perasaan yang dia miliki untuk Faizah. Setiap kali dia melihatnya, meski hanya sekilas, hati Pak Hendrik kembali diliputi oleh rasa sesal yang mendalam.
1812Please respect copyright.PENANAuofKjHhDC8
Suatu malam, ketika rumah sudah sepi dan semua orang sudah tidur, Pak Hendrik terduduk sendirian di ruang kerjanya. Dia memandangi jendela, melihat ke luar ke arah taman yang gelap. Pikirannya berkecamuk, penuh dengan pertanyaan dan keraguan. "Apa yang telah aku lakukan?" bisiknya pada diri sendiri. "Aku telah mengecewakan diriku sendiri, keluargaku, dan bahkan Faizah."
1812Please respect copyright.PENANAdsfjDogzns
Dia meraih ponselnya, lalu membuka pesan terakhir yang dia kirim ke Faizah. Pesan itu masih ada di sana, tak terbalas, dan hanya mengingatkan kembali betapa dia telah membuat segalanya menjadi canggung dan sulit. Untung saja istrinya bukan wanita yang suka memeriksa ponsel suaminya. Jadi meski tidak dihapus pesan itu tetap Hendrik merasa aman.
1812Please respect copyright.PENANAikSaL1BNOR
Dengan hati yang berat, Pak Hendrik mengetik pesan baru, namun kemudian menghapusnya sebelum sempat mengirim. Dia tahu, tidak ada kata-kata yang bisa memperbaiki situasi ini dengan mudah.
1812Please respect copyright.PENANACAwIcQ2gnH
Sementara itu, Faizah di kamar kecilnya juga tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan perubahan sikap Pak Hendrik. Di satu sisi, dia merasa lega karena sudah menolak perasaannya. Namun di sisi lain, melihat Pak Hendrik yang dulu ceria kini menjadi murung membuat hatinya terasa tidak tenang. Ada rasa bersalah yang menggelayuti perasaannya.
1812Please respect copyright.PENANA4s6IXBmY59
Faizah duduk di tepi tempat tidurnya, memandang ke luar jendela yang sama seperti yang dilihat Pak Hendrik. "Aku harus bagaimana?" gumamnya pelan. "Aku tidak ingin ada yang terluka lebih jauh. Tapi kenapa perasaan ini terus muncul?"
1812Please respect copyright.PENANA3NDxUG6LBq
Keesokan harinya, suasana di rumah tetap sama. Canggung, sunyi, dan penuh dengan keheningan yang tak terucapkan. Namun, baik Faizah maupun Pak Hendrik tahu bahwa mereka tidak bisa terus seperti ini. Sesuatu harus diubah, atau rasa sakit ini akan terus menghantui mereka berdua.
1812Please respect copyright.PENANAzB499KkYOd
Suatu sore yang kelabu, dengan langit yang mulai mendung seakan mencerminkan suasana hati yang tengah berkecamuk di rumah itu, Faizah sedang merapikan ruang tamu. Ia mencoba fokus pada pekerjaannya, menyusun bantal-bantal di sofa dengan rapi, ketika suara langkah pelan terdengar di belakangnya. Ketika ia menoleh, dilihatnya Pak Hendrik berdiri di ambang pintu, wajahnya tampak lebih letih daripada biasanya, seakan ada beban yang terlalu berat dipikulnya.
1812Please respect copyright.PENANAO0dmCifsfl
"Faizah," suara Pak Hendrik terdengar pelan namun tegas, memecah keheningan di ruangan itu. "Boleh saya bicara sebentar?"
1812Please respect copyright.PENANA96lMClpZMB
Jantung Faizah berdetak lebih cepat. Ia terkejut mendengar permintaan itu, namun ia mengangguk pelan, mencoba menenangkan dirinya. "Tentu, Pak. Ada apa?"
1812Please respect copyright.PENANArdHw3vnlZW
Pak Hendrik berjalan menuju sofa, duduk dengan perlahan seperti seseorang yang baru saja melewati hari-hari yang panjang dan melelahkan. Ia menundukkan kepala, seakan sedang bergulat dengan perasaannya sendiri, sebelum akhirnya mengangkat wajahnya kembali dan menatap Faizah dengan mata yang penuh kesedihan.
1812Please respect copyright.PENANAFkFBL3iPIz
"Faizah," suara Pak Hendrik bergetar sedikit, penuh dengan penyesalan yang mendalam. "Saya tahu saya sudah membuat kamu merasa tidak nyaman, dan saya sungguh menyesal. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hati saya untuk membuat kamu merasa tertekan atau takut. Saya
sangat menghargai kamu sebagai bagian dari keluarga ini, lebih dari yang bisa saya ungkapkan. Dan saya benar-benar minta maaf jika sikap saya selama ini telah membuat kamu merasa berbeda."
1812Please respect copyright.PENANAzGoJzeYBtR
Faizah mendengarkan dengan seksama, mencoba tetap tenang meskipun hatinya berdebar keras. Ada campuran perasaan yang tidak bisa ia jelaskan—antara kasihan, bingung, dan mungkin sedikit rasa sakit. "Saya menghargai permintaan maaf Bapak, dan saya mengerti," jawabnya dengan suara yang pelan tapi jelas. "Saya harap saya bisa melanjutkan pekerjaan saya di rumah ini seperti biasa."
1812Please respect copyright.PENANA3JrzdbJ2xV
Pak Hendrik tersenyum kecil, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. Di balik senyuman itu, Faizah bisa melihat ada luka yang dalam, mungkin luka yang ia ciptakan sendiri, yang sekarang menghantui setiap tindakannya. "Terima kasih, Faizah. Saya sangat menghargai pengertian kamu. Saya harap kita bisa kembali seperti semula, meski saya tahu itu mungkin tidak mudah."
1812Please respect copyright.PENANApPmIQHSq2b
Faizah hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa lagi. Setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, Pak Hendrik akhirnya berdiri dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Faizah sendirian dengan perasaannya yang campur aduk.
1812Please respect copyright.PENANALR14h8RD0t
Setelah itu, Faizah mencoba melanjutkan pekerjaannya, tapi setiap gerakan terasa berat. Kata- kata Pak Hendrik terus terngiang di kepalanya. Ia ingin percaya bahwa permintaan maaf itu tulus dan bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi perasaan aneh yang tumbuh di hatinya membuatnya bingung. Ada rasa kasihan yang mendalam terhadap Pak Hendrik—pria yang dulu ia hormati sebagai sosok yang bijaksana dan penuh cinta kasih, kini terlihat begitu rapuh di hadapannya.
1812Please respect copyright.PENANA0mubIiRxEr
Namun, Faizah juga tahu bahwa ia harus menjaga jarak. Tidak peduli seberapa besar ia ingin membantu Pak Hendrik keluar dari kesedihannya, ia sadar bahwa perasaan itu bisa membawa mereka ke arah yang salah. Bagaimanapun juga, batas-batas itu harus dijaga. Hanya saja, Faizah tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa sesuatu telah berubah, baik di dalam dirinya maupun di antara mereka. Dan perubahan itu, betapapun ia ingin menyangkalnya, mulai menyesakkan hatinya.
1812Please respect copyright.PENANAEuA2DaQ95Z
Malam itu, suasana di kamar Faizah terasa begitu hening, seolah waktu berhenti dan menyisakan hanya suara detak jantungnya yang semakin keras. Di antara bayang-bayang yang menyelimuti kamarnya, Faizah duduk di atas tempat tidur dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang, berputar pada kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini membuat hatinya terusik.
1812Please respect copyright.PENANAJzEOqEtw1S
Adnan, suaminya, adalah pria yang selalu menjadi sandarannya. Mereka telah melalui banyak hal bersama, dari awal pernikahan yang sederhana hingga perjuangan mereka menjalani hidup terpisah sementara Adnan bekerja keras mencari nafkah di Kalimantan. Adnan selalu mendukung dan mempercayainya, tidak peduli betapa beratnya hidup yang mereka jalani. Namun, justru karena itulah, Faizah ragu untuk memberitahukan apa yang telah terjadi di rumah keluarga Pak Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAgoL1Esfatk
"Apakah aku harus menceritakan semuanya pada Adnan?" Faizah bergumam pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam keheningan. Pikirannya kacau. Di satu sisi, ia ingin mendapatkan nasihat dari Adnan, mendengar kata-kata bijaknya yang selalu mampu menenangkan hatinya. Namun di sisi lain, ia takut Adnan akan marah atau merasa khawatir yang berlebihan.
1812Please respect copyright.PENANAvItZKDeK6r
Faizah memejamkan matanya, berusaha meredakan kegelisahan di hatinya. "Pak Hendrik sudah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Dan aku percaya dia akan menepati janjinya."
1812Please respect copyright.PENANAEse3fouFQC
Namun, meskipun Pak Hendrik tidak lagi menunjukkan tanda-tanda ingin mendekatinya, perasaan kasihan yang tumbuh di hati Faizah semakin kuat. Setiap kali ia melihat Pak Hendrik duduk sendirian di ruang kerjanya, wajahnya yang dulu selalu ceria kini tampak penuh kesedihan, dan meskipun usia Pak Hendrik sudah 52 tahun, ketampanannya masih terpancar. Semua ini membuat Faizah merasa semakin bingung. Dorongan untuk menghibur Pak Hendrik terus mengusik ketenangannya.
1812Please respect copyright.PENANAf7aOanYnuV
"Mungkin aku harus bicara lagi dengan Bu Maria atau anak-anak," pikir Faizah dengan cemas. Namun, keraguan segera menghantam pikirannya. "Bagaimana jika hal ini justru memperburuk keadaan? Bagaimana jika Bu Maria menganggap aku mencari perhatian atau anak-anak salah paham?"
1812Please respect copyright.PENANAmhGBGx1Ypw
Faizah tahu bahwa situasi ini sangat rumit. Ia tidak ingin memperburuk suasana di rumah keluarga Pak Hendrik, tetapi juga tidak bisa terus membiarkan perasaan ini menguasai hatinya.
Ia harus berhati-hati. Perasaan kasihan bisa menyesatkan, dan ia tahu betapa pentingnya menjaga batas antara rasa kasihan dan rasa yang lainnya.
1812Please respect copyright.PENANAqaxDxTVPHn
Faizah menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan, mencoba menenangkan kegundahan di hatinya. "Ya Allah, berikan aku petunjuk," bisiknya, menengadahkan tangan dalam doa. "Berikan aku kekuatan untuk menghadapi semua ini dengan bijak. Lindungi aku dari godaan yang bisa menyesatkan, dan tunjukkan jalan yang benar."
1812Please respect copyright.PENANAP5BUKK8grh
Dengan hati yang masih bergemuruh, Faizah akhirnya memutuskan untuk menyimpan semuanya sendiri. Ia tidak ingin mengganggu Adnan yang sedang berjuang di Kalimantan, dan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih waspada. Namun, di lubuk hatinya, Faizah tahu bahwa perasaan
1812Please respect copyright.PENANAsABR8QdszA
ini belum sepenuhnya reda. Dan itulah yang paling membuatnya takut—bahwa di balik semua doa dan harapannya, ia masih seorang manusia yang mudah terjebak dalam perasaan yang kompleks.
1812Please respect copyright.PENANAiqUhBK9a7t
Malam itu, Faizah memejamkan matanya, berharap tidur bisa membawanya pergi dari keruwetan ini, setidaknya untuk sementara waktu. Tetapi, dalam keheningan malam, bayangan wajah Pak Hendrik yang tampan dan penuh kesedihan terus menghantui pikirannya, membuat tidur yang ia idamkan tak kunjung datang.
1812Please respect copyright.PENANA6DWGygXFJv
1812Please respect copyright.PENANAEn7D4xkeyN
1812Please respect copyright.PENANAwHrSxy65Et
1812Please respect copyright.PENANAv8ou3ZNWCs
1812Please respect copyright.PENANATrYkHhOYQI
1812Please respect copyright.PENANAKolbXYlcS5
1812Please respect copyright.PENANAwCFotY9qHm
1812Please respect copyright.PENANALPLfGq48Wt
1812Please respect copyright.PENANAq5hA3kPMMV
1812Please respect copyright.PENANAWyiTez7smb
Chapter. 6
1812Please respect copyright.PENANAsEXLfBoNpg
Malam itu, setelah berhari-hari merasa bimbang dengan perasaannya sendiri, Faizah akhirnya memutuskan untuk bertindak. Ia tak sanggup lagi melihat Pak Hendrik tenggelam dalam murung dan kesedihan, jauh dari sosok ceria dan bersemangat seperti saat pertama kali ia mulai bekerja
di rumah ini. Ada dorongan dalam dirinya yang ingin membantu, meskipun ia tahu risikonya.
1812Please respect copyright.PENANAboKrFQl4CE
Dengan tangan gemetar, Faizah mengeluarkan ponselnya. Setelah ragu sejenak, ia mulai mengetik pesan singkat yang sarat akan perasaan campur aduk.
1812Please respect copyright.PENANAVhm1Maab2t
"Pak Hendrik, saya bisa melihat Bapak sedang menghadapi sesuatu yang berat. Apa mungkin ini tentang saya, Pak? Semoga saja bukan. Tapi saya hanya ingin melihat Bapak kembali ceria seperti sebelumnya. Jika ada yang ingin Bapak bicarakan, saya bersedia mendengarkan. Terkadang, berbicara bisa meringankan beban hati."
1812Please respect copyright.PENANASxCOXoJhsa
Setelah menekan tombol kirim, perasaan gugup langsung menyelimutinya. Faizah sadar bahwa menawarkan dirinya sebagai tempat curhat adalah langkah yang berisiko, tapi niatnya murni—ia hanya ingin membantu. Beberapa menit berlalu dalam ketegangan yang sunyi. Namun akhirnya, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Pak Hendrik muncul di layar.
1812Please respect copyright.PENANA3C14xud1PW
"Terima kasih, Faizah. Kamu benar-benar orang yang baik. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa menjalani ini tanpa kamu di sini."
1812Please respect copyright.PENANAqf77kmMVGM
Faizah membaca pesannya dengan jantung berdebar, lalu pesan lanjutan dari Pak Hendrik masuk.
1812Please respect copyright.PENANAVkf2XBbRKl
"Sebenarnya, masalah ini sudah lama saya pendam. Ibu Maria… dia tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan batin saya. Saya tahu ini ujian dari Tuhan, tapi terkadang saya merasa kesepian. Saya masih merasa sehat dan kuat, tapi pernikahan kami sudah lama kehilangan gairah. Faizah… kamu membuat saya merasa hidup lagi. Saya tahu ini salah, tapi saya tidak bisa mengabaikan perasaan ini."
1812Please respect copyright.PENANAQIH20Bh4vC
Faizah menatap layar ponselnya dengan mata terbelalak. Isi pesan itu menghantamnya seperti angin kencang di malam gelap. Di satu sisi, ia merasa kasihan pada Pak Hendrik, yang menyimpan begitu banyak luka dan kesepian dalam hidupnya. Tapi di sisi lain, pengakuan itu membuatnya merasa sangat tidak nyaman.
1812Please respect copyright.PENANAd41luEgOdd
Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan kegugupan yang semakin menggulung hatinya. Ia tahu bahwa jawabannya harus hati-hati, karena satu langkah keliru bisa mengarahkan mereka ke situasi yang lebih rumit dan tak diinginkan.
1812Please respect copyright.PENANAaAhmDwD4pK
"Pak Hendrik, saya menghargai keterbukaan Bapak. Tapi saya mohon, kita harus menjaga batasan sebagai majikan dan pekerja. Saya yakin Bapak bisa menemukan cara untuk mengatasi masalah ini dengan baik. Saya akan selalu berdoa untuk kebahagiaan Bapak dan keluarga."
1812Please respect copyright.PENANAMiZhC2cEOs
Setelah menekan kirim, Faizah merasa sedikit lega, namun perasaan gelisah tetap merayap di dadanya. Dia berharap kata-katanya bisa mengembalikan batasan yang sempat kabur, sekaligus memberi pengertian pada Pak Hendrik tanpa menyakiti hatinya. Tetapi, di lubuk hati, Faizah sadar bahwa situasi ini semakin berbahaya. Perasaan Pak Hendrik yang terungkap malam ini membuatnya sadar bahwa segala sesuatunya mungkin takkan semudah yang ia harapkan.
1812Please respect copyright.PENANAuX7T9fyl5w
Sambil berbaring di tempat tidur, Faizah memandang langit-langit kamar, pikirannya berkecamuk. Apa yang dimulai sebagai niat baik untuk menolong, sekarang berubah menjadi masalah yang tak mudah diselesaikan. Dan yang lebih ia takutkan, dirinya sendiri mulai terjebak dalam simpul-simpul perasaan yang semakin rumit.
1812Please respect copyright.PENANAVvDPiJ6062
Dia duduk di tepi tempat tidurnya, mencoba menenangkan diri. Pikirannya berputar-putar, mencari kata-kata yang tepat untuk merespons tanpa memperkeruh suasana, namun cukup tegas untuk mengakhiri situasi ini.
1812Please respect copyright.PENANAWbCnBnfpDM
Setelah menarik napas panjang, Faizah mengetik balasan.
1812Please respect copyright.PENANAkrbh3MuiHq
"Pak Hendrik, saya sangat menghargai kejujuran Bapak, dan saya mengerti perasaan yang Bapak alami. Namun, saya harus menegaskan bahwa hubungan kita harus saling menghargai. Bapak adalah majikan saya, dan saya sangat menghormati keluarga Bapak. Saya tidak ingin ada hal yang bisa merusak itu. Saya percaya, jika kita menjaga batasan, kita bisa terus bekerja sama dengan baik tanpa menambah beban pikiran kita masing-masing."
1812Please respect copyright.PENANAnEiExXI0Wu
Dia menekan tombol kirim dengan tangan yang masih gemetar, berharap bahwa jawabannya bisa memberikan kejelasan yang dibutuhkan tanpa menyakiti hati Pak Hendrik lebih dalam.
1812Please respect copyright.PENANAALcRgAH6Uu
Faizah duduk dalam kesunyian, menunggu dengan gelisah balasan dari Pak Hendrik. Dalam hatinya, dia berdoa agar ini bisa menjadi akhir dari perasaan yang tak seharusnya ada. Namun, dia tahu bahwa apapun yang terjadi selanjutnya, akan ada konsekuensi yang harus dihadapinya.
1812Please respect copyright.PENANA4WqKLyFjhV
Beberapa menit berlalu, namun tidak ada balasan dari Pak Hendrik. Keheningan yang mengikuti terasa seperti beban yang menggantung di udara. Faizah akhirnya memutuskan untuk berbaring, mencoba untuk tidur meskipun pikirannya penuh dengan kekhawatiran.
1812Please respect copyright.PENANAMBGihf8OVR
Malam itu, Faizah tidak bisa memejamkan mata. Hatinya terasa berat, terjebak dalam kebingungan antara rasa kasihan dan keinginan untuk menjaga batasan. Ia sadar bahwa setiap langkah yang diambil mulai saat ini harus dipikirkan dengan matang, karena satu kesalahan saja bisa menghancurkan lebih dari sekedar hubungan kerja—tapi juga perasaan manusia yang terlibat di dalamnya.
1812Please respect copyright.PENANA7sH0So3hc5
Setelah mengirim pesan itu, Faizah merasakan air mata menggenang di matanya. Dia tidak pernah membayangkan akan terjebak dalam situasi seperti ini. Faizah hanya ingin bekerja dan mendukung suaminya, Adnan, dari jauh. Namun, sekarang dia merasa terjebak di antara perasaan kasihan dan tanggung jawabnya untuk menjaga kehormatan dirinya sebagai seorang istri.
1812Please respect copyright.PENANA0moXyJt8Rr
Malam itu, Faizah tidak bisa tidur. Dia terus berpikir tentang apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus berhenti dari pekerjaannya dan mencari tempat lain? Apakah dia harus memberitahu Adnan? Faizah merasa kebingungan dan takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Satu hal yang dia tahu pasti adalah bahwa dia tidak bisa membiarkan dirinya terjebak lebih jauh dalam situasi ini.
1812Please respect copyright.PENANACyijK08ibe
Di luar, bulan bersinar terang di langit malam yang gelap. Faizah memandang ke atas, berdoa dalam hati agar Allah memberinya petunjuk dan kekuatan untuk menghadapi semua ini. Dia tahu bahwa dia harus membuat keputusan segera, sebelum semuanya menjadi semakin sulit untuk diperbaiki.
1812Please respect copyright.PENANA74PnsOwKGj
1812Please respect copyright.PENANALTVhl3Q8fr
1812Please respect copyright.PENANAT9DYJZiGjR
1812Please respect copyright.PENANA2F1i73nHz0
Chapter. 7
1812Please respect copyright.PENANAJDDrtVBVMG
Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang tampak biasa di permukaan, namun di dalam hati Faizah, badai perasaan terus bergolak. Dia mulai memperhatikan wajah pak Hendrik secara diam-diam. Setiap kali dia melihat Pak Hendrik, ada sesuatu yang berubah dihati Faizah. Pria itu, dengan wajah tampannya di usianya sekarang. Tetap memancarkan pesona, dan tubuh atletis yang masih terjaga, membuat Faizah merasakan getaran yang tidak seharusnya ada.
1812Please respect copyright.PENANAgKU9PizTRq
Dia tahu apa yang dia rasakan ini salah. Faizah sepenuhnya sadar bahwa dia adalah seorang istri, dan kesetiaan kepada Adnan adalah prioritasnya. Namun, di tengah kerinduan yang terus tumbuh terhadap suaminya yang jauh di Kalimantan, Faizah merasa semakin sulit untuk menahan perasaan yang perlahan-lahan menyeruak dari kedalaman hatinya. Adnan yang biasanya penuh perhatian, kini semakin jarang berkomunikasi karena kesibukan pekerjaan, dan hal ini membuat kesepian Faizah semakin menjadi-jadi.
1812Please respect copyright.PENANA0DVvO1JQXS
Malam demi malam, Faizah termenung di kamar, memandangi ponselnya yang diam di atas meja. Hatinya merindukan kehangatan yang sudah lama tidak dia rasakan—sentuhan lembut, belaian penuh cinta dari suami yang selalu berhasil menenangkan hatinya. Tapi kini, jarak dan waktu
telah menciptakan kekosongan yang sulit untuk diisi.
1812Please respect copyright.PENANAVpEO8sz40p
Di saat-saat sepi seperti ini, pesan dari Pak Hendrik kerap kali muncul. Kata-katanya penuh dengan perhatian, selalu menyiratkan perasaan yang lebih dari sekedar seorang majikan kepada
1812Please respect copyright.PENANAMTrPRWJnmI
pembantunya. Awalnya, Faizah berusaha keras untuk bersikap tegas, menjaga jarak, namun semakin hari, hatinya mulai melemah. Perhatian Pak Hendrik, meskipun diwarnai oleh dosa yang belum terlaksana, seolah mampu membasuh luka-luka di hati Faizah yang merindukan kasih sayang.
1812Please respect copyright.PENANA1st6LrmaZp
Dalam setiap pesan yang diterimanya, Faizah merasa semakin terseret ke dalam perasaan yang bercampur aduk. Dia tahu ini salah, sangat salah. Tapi ada bagian dari dirinya yang mulai menikmati perhatian itu, yang mulai mencari-cari alasan untuk tidak menolaknya.
1812Please respect copyright.PENANA9TYdvakZSx
Setiap kali Pak Hendrik mengirim pesan, hati Faizah berdebar. Seolah-olah kata-kata itu adalah pelarian dari kesepian yang menjeratnya. Seolah-olah, di balik semua larangan dan dosa, ada kenyamanan yang dia rindukan—kenyamanan yang, entah mengapa, tidak bisa dia dapatkan dari Adnan yang jauh di sana.
1812Please respect copyright.PENANAhMA4tjeGad
Malam itu, Faizah duduk di tepi tempat tidurnya, ponsel di tangannya. Pesan dari Pak Hendrik baru saja masuk, kata-katanya lembut namun menggoda, seolah mengundang Faizah untuk membuka diri lebih jauh. Jarinya berhenti di atas layar, ragu untuk membalas, tapi hatinya sudah hampir kalah. Dalam keheningan malam, Faizah tahu bahwa dirinya sedang berdiri di tepi jurang yang sangat dalam. Dan langkah berikutnya bisa membuatnya jatuh ke dalam kegelapan yang sulit untuk kembali.
1812Please respect copyright.PENANAMHpzsvXbxb
Malam itu, ketika Faizah duduk di tepi tempat tidurnya, ponsel di tangannya bergetar. Sebuah pesan dari Pak Hendrik masuk, dan hatinya berdebar kencang saat dia membuka aplikasi pesan.
1812Please respect copyright.PENANACY3YnCJNMQ
"Faizah, aku tahu ini salah, tapi aku tak bisa berhenti memikirkanmu. Kamu selalu ada di pikiranku. Aku merasa hidupku lebih berarti sejak kamu ada di sini."
1812Please respect copyright.PENANA5dlLH7UeWK
Faizah terdiam sejenak, merasakan campuran rasa bersalah dan sesuatu yang lebih dalam— sebuah keinginan yang dia tahu tidak boleh tumbuh. Namun, jari-jarinya mulai mengetik balasan, seolah-olah hatinya sudah memutuskan untuk membuka diri sedikit lebih jauh.
1812Please respect copyright.PENANAldoSTLaDDP
"Pak Hendrik, saya juga mau jujur, saya akhir-akhir ini sering berpikir tentang apa yang Bapak katakan. Saya tahu ini tidak benar, tapi saya pun tidak bisa memungkiri bahwa ada perasaan yang mulai muncul. Namun, saya mohon kita harus bisa menjaga jarak dan batasan."
1812Please respect copyright.PENANAywFjOF6FNK
Setelah mengirim pesan itu, Faizah merasa dadanya semakin berat. Dia tahu kata-katanya masih mengandung kebimbangan, tapi dia tidak ingin terlalu membuka diri. Namun, jawaban dari Pak Hendrik datang dengan cepat, menunjukkan bahwa pria itu juga sedang berada di ambang perasaan yang sama.
1812Please respect copyright.PENANAgTvISB3MKq
"Aku mengerti, Faizah. Tapi semakin aku mencoba menjauh, semakin aku merasa tersiksa. Kamu membuatku merasa hidup kembali, sesuatu yang sudah lama hilang dalam pernikahanku dengan Maria. Aku tak pernah merasakan kedekatan seperti ini sebelumnya."
1812Please respect copyright.PENANAEzWwQ3l0Ri
Faizah tertegun membaca kata-kata itu. Dia tahu ini adalah tanda bahaya, tapi ada bagian dari dirinya yang tersentuh oleh pengakuan Pak Hendrik. Ada sesuatu yang nyata dalam kesedihan pria itu, sesuatu yang membuatnya merasa terhubung, meskipun itu salah.
1812Please respect copyright.PENANA8gE9tE2YDV
"Pak Hendrik, saya tidak ingin melukai Bapak atau keluarga ini. Saya juga tidak ingin mengkhianati suami saya, Adnan. Tapi saya merasa semakin sulit untuk mengabaikan apa yang saya rasakan."
1812Please respect copyright.PENANAsqwJX4MpZm
Pesan itu terasa seperti sebuah pengakuan yang jujur, dan Faizah merasakan air mata mengalir di pipinya. Dia merasa tersesat, dan tidak tahu bagaimana cara keluar dari situasi ini.
1812Please respect copyright.PENANAzCmO4ixLrk
"Faizah, aku tidak ingin memaksamu. Tapi jika kamu merasa yang sama, aku berharap kita bisa mencari cara untuk menjalani ini tanpa melukai siapa pun. Aku hanya ingin melihatmu bahagia, Faizah."
1812Please respect copyright.PENANAen2FOjXf6c
Faizah terdiam lama setelah membaca pesan itu. Perasaannya semakin kacau, antara tanggung jawab sebagai istri dan dorongan hati yang mulai sulit dia bendung. Dia tahu, pesan-pesan ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang jauh lebih dalam, sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Tapi malam itu, Faizah hanya bisa duduk diam, memandangi layar ponselnya, merasa semakin tersesat dalam perasaan yang bercampur aduk antara kesetiaan dan hasrat yang terlarang.
1812Please respect copyright.PENANAgNA8qEtnEE
1812Please respect copyright.PENANAfUPojMyqV8
1812Please respect copyright.PENANAVeQ3KJvp08
1812Please respect copyright.PENANASOIwgSUXf2
Suatu malam, saat Faizah sedang duduk sendirian di kamarnya, ponselnya kembali bergetar. Ada pesan dari Pak Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAie5W6BZVGY
"Faizah, saya tidak bisa berhenti memikirkanmu. Kamu begitu spesial. Kamu membuat saya merasa hidup kembali. Saya tahu ini salah, tapi saya tidak bisa menahan perasaan ini. Saya hanya ingin kamu tahu betapa berartinya kamu bagi saya."
1812Please respect copyright.PENANACA1xFUbqLb
Faizah terdiam sejenak, membaca pesan itu berulang-ulang. Faizah merasa aneh karena ada perasaan yang dia tidak mengerti muncul dihatinya. Sebuah perasaan yang hangat yang merayap di hatinya, meskipun dia tahu itu tidak seharusnya ada. Dia mencoba melawan perasaan itu, tetapi kerinduan dan kesepiannya terlalu kuat. Perhatian Pak Hendrik, meski salah, memberi Faizah sesuatu yang sudah lama tidak dirasakannya: perhatian seorang lelaki.
1812Please respect copyright.PENANAdgtdzcnhun
Tanpa berpikir panjang, Faizah mengetik balasan.
1812Please respect copyright.PENANArkIsUkAHpK
"Pak Hendrik, sejujurnya saya ingin menghidari ini. Saya mencoba untuk mengusir perasaan yang saya tidak mengerti mengapa bisa muncul di hati saya. Tapi saya tidak mampu, saya akui bahwa saya juga merasa hal yang sama dengan bapak. Saya tidak tahu harus bagaimana. Tapi mungkin, kita bisa mencoba untuk saling mengisi kekosongan ini. Saya rindu perhatian seorang lelaki, dan saya tahu ini salah, tapi saya tidak bisa menahan diri lagi."
1812Please respect copyright.PENANAAUhVsG7fcO
Faizah mengirim pesan itu dengan tangan gemetar. Perasaan bersalah melintas sejenak, tetapi segera tertutup oleh perasaan lega yang aneh. Dia tahu bahwa dia telah melangkah ke jalan yang
1812Please respect copyright.PENANAKD0htsXkSP
salah, tapi ada bagian dari dirinya yang merasa bahagia telah melepaskan semua beban yang selama ini dipendamnya.
1812Please respect copyright.PENANAYobvivjb9d
Tidak butuh waktu lama bagi Pak Hendrik untuk membalas.
1812Please respect copyright.PENANAkuj9IjBtre
"Faizah, terima kasih sudah jujur. Saya juga merasa seperti itu. Mungkin ini adalah jalan yang kita butuhkan. Saya akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi."
1812Please respect copyright.PENANAFhQNQTe456
Setelah pesan itu, komunikasi antara Faizah dan Pak Hendrik semakin intens. Setiap kali mereka bertemu di rumah, ada sentuhan-sentuhan kecil yang semakin berani. Di balik pandangan mata yang selalu penuh perhatian, ada ketegangan yang tak terelakkan. Mereka mencoba menjaga semuanya tetap tersembunyi, tapi kedekatan mereka semakin sulit untuk disembunyikan.
1812Please respect copyright.PENANAdrsFic0wmF
Suatu malam, ketika semua orang sudah tidur, Pak Hendrik mengirimkan pesan lagi.
1812Please respect copyright.PENANA2cH17V3JFy
"Faizah, bisakah kamu bertemu saya di ruang tamu? Saya ingin bicara lebih dekat denganmu."
1812Please respect copyright.PENANAxXrzOEcJ4X
Faizah tahu apa yang dimaksud Pak Hendrik. Mungkin lelaki itu mengambil kesempatan karena Herbert dan Hana anaknya sedang berada di luar kota. Hana ada acara di sana dan dia meminta Herbert menemaninya. Sementara bu Maria selepas jam 8 malam pasti sudah tidur.
1812Please respect copyright.PENANA3fzAePFN2V
Faizah merasa hatinya berdebar, tapi ada dorongan yang kuat di dalam dirinya. Dia merasa takut, tapi juga penasaran. Dengan hati-hati, Faizah membuka pintu kamarnya dan melangkah keluar, menuju ruang tamu.
1812Please respect copyright.PENANA7sfCGQSLfm
Di sana, Pak Hendrik sudah menunggu. Tatapannya lembut namun penuh dengan keinginan. "Faizah, saya tidak bisa berhenti memikirkanmu," bisiknya, mendekat. "Kamu begitu berarti bagi saya."
1812Please respect copyright.PENANA8LnhQxgK35
Faizah berdiri di sana, perasaannya bercampur aduk antara ketakutan dan keinginan. "Pak
Hendrik, ini tidak benar. Saya punya suami, dan Bapak punya keluarga."
1812Please respect copyright.PENANAaLkPoTjkPL
Pak Hendrik mengangguk, tetapi dia mendekat, matanya menatap dalam-dalam ke mata Faizah. "Aku tahu, Faizah. Tapi perasaan ini begitu kuat. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu."
1812Please respect copyright.PENANAOSBMxxSYVe
Faizah merasa seluruh tubuhnya gemetar. Dia tahu bahwa ini adalah saat yang menentukan, saat di mana dia harus memilih antara prinsip dan perasaan yang menguasainya. Dia ingin menolak, ingin lari dari godaan ini, tetapi ketika Pak Hendrik menyentuh tangannya dengan lembut, dia merasa kehilangan kekuatan untuk melawan.
1812Please respect copyright.PENANAJzXrcSVVRf
"Faizah, aku hanya ingin kita bisa memahami satu sama lain. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini," bisik Pak Hendrik, suaranya penuh dengan kerinduan dan penyesalan.
1812Please respect copyright.PENANA5XjJAZBmok
Faizah menutup matanya, merasakan sentuhan lembut itu, dan untuk sesaat, dia menyerah pada perasaan yang membingungkan ini. Dia tahu bahwa ini adalah kesalahan, bahwa dia
1812Please respect copyright.PENANAbevv0IB7SR
mengkhianati suaminya dan melanggar kepercayaan yang diberikan kepadanya, tetapi pada saat itu, dia merasa tak berdaya melawan hasrat yang membara. Dia sangat merindukan belain seorang lelaki dan kehangatannnya.
1812Please respect copyright.PENANAmUR2ifm40N
"Pak Hendrik..." bisik Faizah, suaranya gemetar. "Saya..."
1812Please respect copyright.PENANAkra6ZyAnVB
Namun, sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Pak Hendrik menariknya ke dalam pelukan dengan lembut tapi penuh hasrat, membuat Faizah terhanyut dalam arus perasaan yang tak tertahankan. Dalam pelukan itu, dunia seolah berputar cepat di sekelilingnya, dan sebelum dia sempat merenungkan apa yang sedang terjadi, Faizah sudah tenggelam dalam kehangatan yang sudah beberapa lama tak pernah dia rasakan lagi.
1812Please respect copyright.PENANAIuvyWlPQ5X
Detak jantungnya berpacu seiring dengan napas yang semakin cepat. Kedekatan mereka menimbulkan percikan-percikan gairah yang sudah lama terpendam dalam hati Faizah, meledak dalam kobaran api yang tidak mungkin dipadamkan. Pak Hendrik menyibak cadar Faizah dan melihat wajahnya yang ternyata jauh lebih cantik dari yang dia bayangkan selama ini. Dia menyentuh wajah Faizah. Sentuhan tangan Pak Hendrik pada wajahnya bagaikan percikan listrik, mengalirkan gelombang kenikmatan yang meresap hingga ke sumsum tulangnya.
1812Please respect copyright.PENANApbYI7P18Fi
Segala logika dan kesadaran moral yang selama ini dia pegang erat tiba-tiba luruh, tergantikan oleh dorongan hasrat yang menguasai dirinya. Namun, setelah semua keintiman itu berlalu, Faizah merasa jiwanya terombang-ambing dalam lautan kebingungan dan rasa bersalah yang dalam. Kesadarannya kembali perlahan, membawa serta penyesalan yang mencengkeram hatinya dengan kuat. Dia tahu bahwa tindakan ini adalah sebuah kesalahan besar, sebuah pengkhianatan terhadap suaminya, Adnan, yang mungkin tidak akan pernah bisa dimaafkan.
1812Please respect copyright.PENANAMRnWpTmTXi
Tapi di balik penyesalan itu, ada godaan yang terus mengintai di dalam hatinya, seakan menariknya kembali ke dalam lingkaran dosa yang semakin sulit dihindari. Perasaan bersalah menghantui setiap langkahnya, tetapi keinginan yang telah terbuka itu juga menimbulkan rasa nikmat yang sulit dilupakan.
1812Please respect copyright.PENANAK2xOSesOlA
Faizah pun kembali ke kamarnya dengan hati yang hancur, air mata tak terbendung mengalir di pipinya. Dia merasa terjebak dalam kegelapan yang dia ciptakan sendiri, menyadari bahwa dia telah melangkah terlalu jauh ke dalam lorong gelap yang mungkin tidak akan pernah bisa dia hindari lagi. Ketika dia menatap cermin, yang dia lihat hanyalah bayangan seorang wanita yang terbelah antara cinta, dosa, dan keputusasaan.
1812Please respect copyright.PENANAPKqUapLAX4
1812Please respect copyright.PENANAKNpdAq6bUa
1812Please respect copyright.PENANAoUSOr4o1d6
1812Please respect copyright.PENANAbbIgQi34QC
Chapter 8
1812Please respect copyright.PENANA6FtY5VZNlF
Setelah malam itu, hidup Faizah berubah dalam cara yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Awalnya, perasaan bersalah yang menusuk relung hatinya begitu kuat, menghantui setiap langkahnya. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa bersalah itu perlahan-lahan mulai memudar, digantikan oleh sensasi baru yang begitu mendalam, begitu kuat, hingga tak mungkin diabaikan.
1812Please respect copyright.PENANA2e2JIieLPc
Setiap kali Pak Hendrik menyentuhnya, ada gelombang gairah yang bangkit dari dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sepanjang hidupnya. Sentuhan-sentuhan itu, meskipun sederhana, memiliki kekuatan untuk membangkitkan kehangatan dan kebahagiaan yang dulu hanya dia impikan. Setiap momen bersamanya terasa seperti sihir, membawa Faizah ke dalam dunia di mana hanya ada mereka berdua, terpisah dari realitas yang mengekangnya.
1812Please respect copyright.PENANAkXQXxsq7Zx
Faizah yang dulu setia pada ajaran agamanya kini berada dalam pergulatan batin yang berat. Setiap kali dia berdoa, ada bayangan Pak Hendrik yang muncul dalam pikirannya, menyelimuti hatinya dengan rasa hangat yang membuatnya merasa hidup. Dia sadar, apa yang dia lakukan adalah sebuah pelanggaran terhadap keyakinannya, terhadap janji suci yang pernah dia buat. Namun, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang baru, yang mulai mengubah cara pandangnya.
1812Please respect copyright.PENANAt6uH2FjFGO
Setiap kali berada di sisi Pak Hendrik, Faizah merasakan kebahagiaan yang begitu nyata, kebahagiaan yang dia pikir sudah lama hilang dari hidupnya. Dalam momen-momen bersama itu, ada rasa yang begitu dalam, begitu tulus, yang membuatnya merasa utuh. Meskipun dia tahu bahwa kebahagiaan ini berasal dari jalan yang salah, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menikmatinya.
1812Please respect copyright.PENANAcz9lTGkMIL
Faizah kini berada dalam dilema yang sulit. Dia tahu bahwa jalan yang dia tempuh ini penuh dengan bahaya dan kesalahan, tapi dia juga tidak bisa menyangkal perasaan yang telah terbangun di dalam hatinya. Di antara rasa bersalah dan kenikmatan, Faizah menemukan dirinya terperangkap dalam cinta yang tak terduga. Setiap hari, pergulatan batin itu terus berlanjut, tapi setiap kali dia bersama Pak Hendrik, dunia yang rumit itu terasa lebih mudah dihadapi.
1812Please respect copyright.PENANAsOVld4mrqk
Pak Hendrik, dengan kelembutan yang begitu khas, tahu persis bagaimana menyentuh setiap sudut tubuh Faizah yang paling sensitif, membangkitkan perasaan yang tak pernah dia duga akan muncul. Di balik penampilan religiusnya sebagai seorang pendeta, tersembunyi sisi lain yang menggoda, sisi yang membuat Faizah, dengan segala kerendahan hatinya sebagai wanita berhijab, terpesona dan terjerat dalam hubungan yang seharusnya tak boleh ada.
1812Please respect copyright.PENANAtQecsLECFJ
Faizah, yang selalu menjaga jarak dengan lelaki, menjaga penampilan dengan Hijab lebar dan busana muslimah, kini menemukan dirinya berada di dalam pusaran perasaan yang begitu mendalam. Setiap kali mereka bersama, Pak Hendrik menampilkan sisi keintiman yang penuh perhatian, sisi yang mampu meruntuhkan pertahanan diri Faizah. Dia tahu bahwa yang dilakukannya adalah salah, bahwa ia telah melanggar batas-batas yang pernah dia pegang erat. Namun, di tengah semua kebingungan moral itu, Faizah tidak bisa mengingkari perasaan puas dan kenikmatan yang mengalir di dalam dirinya.
1812Please respect copyright.PENANAT0SgpLwYhg
Setiap sentuhan Pak Hendrik, setiap cumbuan yang diberikan, semakin memperdalam hubungan terlarang mereka. Dengan cara yang begitu berbeda dan lebih berani dibandingkan suaminya, Adnan, Pak Hendrik mampu membawa Faizah ke dalam dunia keintiman yang belum pernah dia kenal sebelumnya. Tubuhnya merespons dengan hasrat yang tak terelakkan, hasrat yang selalu terpendam dan baru sekarang menemukan jalan untuk keluar.
1812Please respect copyright.PENANALvk8ZfXtw4
Seperti malam ini lagi-lagi saat anak-anaknya tidak berada di rumah Pak Hendrik, dengan segala pengalaman dan keahliannya, tahu bagaimana membuat Faizah merasa istimewa. Dia memahami
1812Please respect copyright.PENANAw312TWUthN
setiap kebutuhan tersembunyi Faizah, bahkan yang mungkin tak pernah disadari oleh Faizah sendiri. Ketika mereka bersama, keintiman itu terasa begitu alami, begitu menggairahkan, seolah-olah dunia di luar mereka tak lagi ada.
1812Please respect copyright.PENANArnwwyCm3mr
“Faizah izinkan aku menciummu!”
1812Please respect copyright.PENANA0Rl2a5smnA
Faizah terkejut ini untuk pertama kali pak Hendrik ingin melangkah lebih jauh. Faizah tahu itu akan jadi jalan untuk membuka pintu lebih lebar ke arah perzinahan. Tapi Faizah seakan pasrah dan hanyut. Dia memjamkan mata menantikan kecupan lelaki tampan berusia matang itu. Pak Hendrik meyibak cadar Faizah dan ketika bibir mereka bertemu Faizah merasa melayang ke dunia lain. Ciuman mereka terasa hangat dan berubah menjadi panas saat lidah pak Hendrik menerobos masuk mulut Faizah dan membelit lidah wanita bercadar itu.
1812Please respect copyright.PENANAzpoGP8djyQ
Faizah sudah takluk sepenuhnya dan tidak ada perlawanan ketika pak Hendrik mulai meremas payudaranya.
1812Please respect copyright.PENANAKKJoenTZkg
“shhhhhhhhhhhhhhhhhh…!” Hanya rintihan tertahan yang keluar dari bibir Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAOIH1lZVS4Y
Maka tak ada keraguan lagi di hati pak Hendrik untuk menelanjangi wanita muslimah yang selalu tertutup ini. Dengan penuh nafsu dia mulai melepas satu persatu kain penutup tubuh Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAUSK540WeF2
Hingga menyisakan Hijab, BH dan celana dalam berwarna krem. Pak Hendrik mengehentikan sejenak cumbuannya dan meluangkan waktu sekian saat untuk menikmati tubuh setengah telanjang wanita muslimah yang selama ini selalu tertutup rapat. Faizah terdiam dengan gelora nafsu yang berkobar di dadanya. Sebelum wanita cantik dan lembut itu berubah pikiran pak Hendrik segera melanjutkan dengan kembali mencium bibir Faizah. Wanita itu tanpa ragu menyambut ciuman pak Hendrik dengan rasa haus birahi yang begitu dalam. Lidah mereka saling membelit.
1812Please respect copyright.PENANAPCFEnInQlL
Pak Hendrik melepas sisa-sisa penutuh tubuh Faizah termasuk hijabnya. Tampaklah sosok tubuh indah Faizah tanpa sehelai benangpun. Yang segera saja meningkatkan birahi pendeta itu. Apalagi melihat memek Faizah yang hanya ditumbuhi bulu halus. Dan dua buah susu yang
begitu menantang dengan putting coklat kemerahan. Kembali dia menciumi Faizah sambil
tangan kanannya meremas payudara lumayan besar milik Faizah. Tangan kirinya menggerayangi selangkangan Faizah. Wanita muslimah itu merasa terbang ke angkasa saat memeknya yang sudah lama tak disentuh menerima rabaan seorang lelaki yang bukan muhrimnya. Memek itu terasa basah.
1812Please respect copyright.PENANApRX1cvsV7z
“ Shhhhhhhhhhhhhhhhhhh…”
1812Please respect copyright.PENANArmRj3KeXVo
Pak Hendrik menghentikan sejenak cumbuannya untuk melepas pakaiannya hingga dia bugil. Tampaklah kontol pak Hendrik yang tidak disunat dengan kulupnya membuat Faizah kaget. Karena selain besar kontol itu panjang. Mungkin tiga kali milik Adnan suaminya. Kontol pak Hendrik memberikan sensasi yang berbeda, sensasi yang lebih intens dan menggelora, meski baru dilihat saja memek Faizah langsung berkedut-kedut.
1812Please respect copyright.PENANAgfQzXM8DAe
Pak Hendrik menggiring Faizah ke sofa. Dia berguling sambil meminta Faizah naik ke atas tubuhnya. Dia meminta Faizah mengambil posisi di atas selangkangan pak Hendrik. Sementara
di atas kepala lelaki itu terpampang memek Faizah. Pak Hendrik mulai menjilat memek indah itu. Faizah merasa dirinya terbang dalam kenikmatan yang tak pernah dia duga, tubuhnya merespons dengan cara yang tak pernah dia alami sebelumnya.
1812Please respect copyright.PENANAZ4ike65UVI
Secara naluri dia segera mengecup kontol yang berada didekat mulutnya. Dia memainkan kulupnya kemudian memasukan sebagian kontol itu kedalam mulutnya dan mulai menyedotnya. Ini adalah gaya bercinta yang belum pernah dia dapatkan dari Adnan.
1812Please respect copyright.PENANAFWxV76dquG
Dia merasakan keinginan untuk kencing yang begitu kuat tapi dia mengerti itu bukanlah kencing. Cairan kenikmatan merembes keluar dari liang memeknya.
1812Please respect copyright.PENANAZ7HeMmUCf7
“Arhgggggggghhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANAuJNRT3eWvn
Pak Hendrik menyedot lender yang keluar dari memek Faizah.
1812Please respect copyright.PENANA8o5NgIDNOW
Kini saatnya untuk menu utama. Kontol pak Hendrik mulai mencoba menerobos bibir memek wanita muslimah bercadar itu.
1812Please respect copyright.PENANAeZN1J8PDwP
“Shhhhhhhh…” “Bleshhhhhh…:
Kontol pak Hendrik melesak masuk ke dalam memek Faizah. Membuat mata Faizah membeliak karena pertama kali merasakan masuknya benda yang jauh lebih besar dalam memeknya. Pak Hendrik mulai memompakan kontol berkulupnya ke memek Faizah di atas sofa. Dinding-dinding memeknya meresapi kenikmatan akibat gesekan kontol besar itu. Faizah yang awalnya merintih mulai melenguh keenakan.
1812Please respect copyright.PENANAKSy5AbcDdX
“Ouwhhhhhhh….ouwhhhhhhhh… 0uwhhhhhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANAsTuKLeukvn
“Memek kamu begitu rapet Faizah…. Owhhhhh enak memek kamu!”
1812Please respect copyright.PENANA39GvTmCqaK
Pujian pak Hendrik membuat Faizah makin terbakar birahi. Hingga dia mulai merasa aka nada yang meledak dari dalam memeknya.
1812Please respect copyright.PENANAd09R6FbVi9
“Ouhhhhh… ouwhhhhh…ouwhhhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANAnp6LT1LwFV
Cairan kenikmatan kembali merembes dari memeknya yang masih dipompa kontol besar pak Hendrik. Setelah itu mereka bercinta dengan beragam gaya dan setiap gaya membuat Faizah orgasme. Terutama saat nungging dia sampai kelojotan dan jatuh ke karpet depan TV.
1812Please respect copyright.PENANAaioeJzBU0I
“Mau keluarin di mana sayang?” tanya pak Hendrik saat dia mau sampai puncak. “Di luar pak….ouwhhhhh aku takut…!”
1812Please respect copyright.PENANAEsfDznqAuT
Pak Hendrik mencabut kontolnya. Serrrrrr cairan cinta mengucur dari liang memek Faizah saat orgasme terakhirnya.
1812Please respect copyright.PENANAEHbtS1exfm
“Arhg…..”
1812Please respect copyright.PENANA8OzUIk68dy
Pak Hendrik mengocok kontolnya dengan cepat di depan wajah cantik Faizah. “Crotttttt…crottttt…crotttttttt!”
Air mani pak Hendrik menerpa wajah cantik Faizah. Membuat wanita itu kaget tapi ada rasa panas yang luar biasa yang memberi rasa nikmat tak terbayangkan bagi Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAb8eeQKQSGO
Kenikmatan fisik yang dia dapatkan dari Pak Hendrik kali ini tak pernah dia dapatkan dari Adnan. Ini menjadi sebuah pelarian dari kehidupan yang monoton dan penuh tuntutan moral. Di dalam keintiman mereka, Faizah menemukan kenikmatan yang tidak pernah dia temukan bersama Adnan, suaminya. Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar hasrat—ada keterikatan, ada ketergantungan yang mulai merasuki hatinya.
1812Please respect copyright.PENANAjkLBXVarcN
Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada pergulatan batin yang tak pernah hilang. Faizah tahu bahwa dia berjalan di atas tali tipis yang bisa putus kapan saja, tetapi dia tak bisa menahan diri dari godaan yang terus menariknya ke dalam pelukan Pak Hendrik. Setiap kali mereka bersama, dunia yang gelap itu terasa lebih cerah, dan Faizah hanya bisa berharap bahwa kebahagiaan ini akan bertahan, meskipun dia tahu betapa rapuhnya semua ini.
1812Please respect copyright.PENANAbnmSJnyajm
Suatu hari, setelah mereka menghabiskan waktu bersama di kamar belakang rumah, Faizah berbaring di samping Pak Hendrik dengan napas yang masih tersengal. Dia merasa jiwanya terisi penuh, sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
1812Please respect copyright.PENANApaBnmhtYbF
“Faizah, aku puas banget main sama kamu,” bisik Pak Hendrik dengan suara serak, sambil memeluknya erat. “Aku gak pernah merasakan kayak gini sebelumnya. Kamu bikin aku merasa muda kembali.”
1812Please respect copyright.PENANAjDlPp98Ycw
Faizah menatapnya dengan mata yang berbinar. Ada rasa bahagia yang tak terlukiskan di wajahnya. “Pak Hendrik, kamu juga bikin aku ngerasa hidup lagi. Aku gak pernah tahu ngelakuin itu bisa seenak itu.”
1812Please respect copyright.PENANAAD6yFUMwPW
Faizah merasa tubuhnya bergelora dengan energi baru. Hubungan ini, meskipun salah, memberikan semacam kebebasan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dia menikmati perhatian dan kehangatan yang diberikan oleh Pak Hendrik. Setiap ciuman dan belaian membuatnya lupa akan dosa yang mereka lakukan.
1812Please respect copyright.PENANAEzTP24Mebj
Ketika mereka berbaring bersama di atas tempat tidur, Faizah tidak bisa menahan senyum kecil yang muncul di bibirnya. "Aku gak pernah ngerasaain yang kayak gini, Pak Hendrik," ucapnya dengan suara pelan namun penuh arti.
1812Please respect copyright.PENANArtbgoNLZhn
Pak Hendrik menatap Faizah dengan tatapan penuh gairah. “Aku juga, Faizah. Kamu adalah wanita yang selama ini aku cari. Aku tahu ini mungkin salah, tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini.”
1812Please respect copyright.PENANApLBUW1WSvx
Faizah mengangguk, merasakan perasaan yang sama. “Aku juga merasakan hal yang sama. Ada sesuatu yang berbeda saat kita bersama. Aku merasa begitu hidup, begitu diinginkan.”
1812Please respect copyright.PENANAL6esj2okVb
Seiring berjalannya waktu, Faizah dan Pak Hendrik semakin sering bertemu secara diam-diam. Setiap momen yang mereka habiskan bersama dipenuhi dengan keintiman yang semakin dalam. Faizah menemukan bahwa Pak Hendrik, meskipun usianya sudah lebih tua, memiliki energi dan gairah yang tidak ia dapatkan dari Adnan. Semua ini membuatnya merasa tersesat dalam kebahagiaan sesaat yang semakin hari semakin membuatnya terlena.
1812Please respect copyright.PENANAwHlFFWnZ6v
Faizah tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah dosa besar, namun godaan itu terlalu kuat untuk ditolak. Sensasi baru yang ia temukan bersama Pak Hendrik menjadi candu yang sulit dilepaskan. Dan meskipun ada saat-saat ketika perasaan bersalah muncul, Faizah selalu kembali kepada kenyataan bahwa ia tidak bisa berhenti menginginkan pria itu. Setiap kali mereka bersama, Faizah merasakan kenikmatan yang lebih intens, membuatnya semakin terikat dalam hubungan terlarang ini.
1812Please respect copyright.PENANAAPa8hqmg7y
Hubungan mereka terus berlanjut, dengan segala kerumitan dan kebahagiaan yang dibawanya. Faizah merasa bahwa hidupnya berubah menjadi lebih penuh warna, meskipun di dalam hatinya ada kesadaran bahwa semua ini bisa berakhir dengan kehancuran. Namun, untuk saat ini, Faizah membiarkan dirinya tenggelam dalam kenikmatan yang ia temukan, dalam pelukan seorang pria yang tidak seharusnya ia cintai.
1812Please respect copyright.PENANAXuxk61vOMF
1812Please respect copyright.PENANA0jHbEkEgCG
1812Please respect copyright.PENANAGi7wcAPF90
1812Please respect copyright.PENANAeOzZVNRFq1
Chapter 9
1812Please respect copyright.PENANANNiK6ht45C
Faizah kini menjadi sosok yang berbeda. Setiap kali berada dalam pelukan Pak Hendrik, ia merasakan dirinya berubah menjadi wanita yang belum pernah ia kenali sebelumnya. Setiap sentuhan dan bisikan dari Pak Hendrik membuat tubuhnya bergetar hebat, dan puncak-puncak kenikmatan yang ia rasakan membuat seluruh tubuhnya kejang-kejang dalam ekstasi yang tak tertahankan.
1812Please respect copyright.PENANAmpSikqHUcT
Saat bersama Adnan, Faizah selalu merasa dirinya tertutup. Meskipun ia mencintai suaminya,
ada sesuatu yang selalu terasa kurang. Mereka selalu berhubungan dengan cara yang sama, tanpa gairah yang mendalam. Faizah tidak pernah berani mengungkapkan keinginannya atau mengeluarkan suara. Dia hanya berbaring diam, menunggu hingga semuanya selesai.
1812Please respect copyright.PENANAyWqLiJo4hL
Namun, bersama Pak Hendrik, semuanya berbeda. Pak Hendrik menggali sisi dalam dirinya yang belum pernah Faizah ketahui. Dia menjadi lebih terbuka, lebih ekspresif. Dia mulai berbicara, mengucapkan kata-kata yang dulu tidak pernah terlintas di pikirannya. Kata-kata erotis yang kini keluar dari mulutnya dengan mudah membuat Pak Hendrik semakin bergairah.
1812Please respect copyright.PENANABF9GwmuVN0
“Aku suka saat kamu menyentuhku seperti ini, Pak Hendrik,” bisik Faizah dengan suara penuh hasrat di telinga Pak Hendrik saat mereka bersetubuh di kamar belakang. “Aku suka saat kamu membuatku merasa seperti ini...”
1812Please respect copyright.PENANAC3Vvmnvlvz
Pak Hendrik tersenyum, matanya berbinar dengan gairah. “Kamu benar-benar luar biasa, Faizah. Kamu membuatku gila,” katanya sambil mencium leher Faizah dengan lembut.
1812Please respect copyright.PENANA2fsAgXerVf
Faizah mendesah panjang, menikmati setiap detik yang berlalu. Menikmati gesekan kontol besar di dinding-dinding memeknya. Tubuhnya merespons setiap sentuhan, setiap ciuman, dengan cara yang membuatnya merasa hidup. Dia tidak pernah tahu bahwa dirinya bisa merasa seperti ini,
bisa begitu bebas mengungkapkan hasrat yang selama ini terpendam. “Ouwhhhhhhhhhhhhhh… ahhhhhhhhhhhhhhhh…shhhhhhhhhhhhh!” “Aku mau keluar Faizah…”
“Aku juga bareng pak, keluarin di dalam saja…arghhhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANACR9GLNwnFt
Ketika mereka mencapai puncak, Faizah tidak bisa lagi menahan diri. Tubuhnya berguncang hebat, kejang-kejang dalam kenikmatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Setiap kali dengan pak Hendrik dia merasakan memeknya mengeluarkan cairan kenikmatan yang banyak saat puncak. Ada semacam kebebasan baru yang ia temukan dalam dosa ini, kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri tanpa rasa takut atau malu.
1812Please respect copyright.PENANA4LWjtxAirH
Apalagi saat merasakan semprotan hangat air mani pak Hendrik dalam memeknya. Faizah merasa melayang ke awang-awang.
1812Please respect copyright.PENANA1OnYoVKDLJ
“Ini beneran enak banget buat aku,” ucap Faizah terengah-engah setelah semuanya usai.
1812Please respect copyright.PENANAfpKP34XzMw
Pak Hendrik tersenyum, membelai rambut Faizah dengan lembut. “Kamu pantas mendapatkan ini, Faizah. Kamu pantas merasa bahagia.”
1812Please respect copyright.PENANA2hDVcjZJ3x
Faizah menatap Pak Hendrik dengan mata berbinar, merasa terikat lebih kuat dari sebelumnya. Meski hatinya tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah kesalahan besar, tubuhnya menolak untuk berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang berlipat kali lebih besar setiap kali mereka bersama, dan itu membuatnya semakin sulit untuk melepaskan diri.
1812Please respect copyright.PENANAYAvt0YD3wB
Seiring waktu, Faizah semakin tenggelam dalam hubungan ini. Dia mulai menantikan setiap pertemuan dengan Pak Hendrik, merindukan sentuhannya, dan setiap kali mereka bersama, dia menjadi lebih berani dalam mengungkapkan apa yang ia rasakan. Kata-kata erotis yang dulu tidak pernah terlintas di pikirannya kini mengalir dengan mudah, seolah-olah dia menemukan sisi baru dalam dirinya yang selama ini tersembunyi.
1812Please respect copyright.PENANAF2ZqsrYpsD
“Pak Hendrik, sentuh aku lebih keras, hajar memek aku dengan kontolmu…. Aku suka kontol gede. Kontol berkulup…ahhhhhh.” racau Faizah yang makin berani berkata-kata kotor, saat mereka kembali bersama di malam yang sunyi.
1812Please respect copyright.PENANAVQhoPdVJLu
Pak Hendrik tersenyum, menuruti permintaan Faizah. Setiap kata yang keluar dari mulut Faizah membuatnya semakin bergairah, semakin bersemangat untuk membuat Faizah merasakan kenikmatan yang luar biasa.
1812Please respect copyright.PENANAQL79yCihbT
Dan begitu seterusnya, setiap kali mereka bersama, Faizah merasa dirinya semakin terjebak dalam lingkaran kenikmatan ini. Meski ada rasa bersalah yang sesekali muncul, Faizah menolaknya dengan keras. Baginya, saat-saat bersama Pak Hendrik adalah momen di mana dia bisa menjadi dirinya yang sebenarnya, tanpa perlu berpura-pura atau menahan diri.
1812Please respect copyright.PENANA9j76gSSrxF
Faizah tahu bahwa semua ini mungkin tidak akan berakhir baik, tapi untuk sekarang, dia memilih untuk menikmati setiap detik yang ia miliki. Dia merasa hidup, merasa diinginkan, dan itu adalah sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Setiap kata, setiap sentuhan, dan setiap desahan menjadi bagian dari perjalanan baru yang kini ia jalani, meski di jalan yang salah.
1812Please respect copyright.PENANA3pJI2zGB8Z
1812Please respect copyright.PENANAfzuVJhGd7J
1812Please respect copyright.PENANArvff01jBPK
1812Please respect copyright.PENANAnM1a2Ldpl9
Chapter 10
1812Please respect copyright.PENANAbFmTdCBtr6
Setelah berminggu-minggu terjebak dalam hubungan yang semakin intens ini, Faizah menemukan dirinya berubah menjadi wanita yang lebih berani dan terbuka terhadap perasaan yang membara di dalam dirinya. Setiap pertemuan dengan Pak Hendrik terasa seperti api yang menyala-nyala, membakar setiap sisa keraguan dan moralitas yang pernah dia pegang erat.
Hasrat mereka tumbuh semakin tak terkendali, seolah-olah dunia luar tidak lagi memiliki makna.
1812Please respect copyright.PENANAhTIeJDXkdm
Malam itu, di kamar belakang yang telah menjadi tempat pertemuan rahasia mereka, Faizah merasakan kehangatan tubuh Pak Hendrik yang begitu dekat, hampir menempel pada kulitnya. Mereka berdua duduk berhadapan di atas kasur yang sudah akrab dengan keintiman mereka. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya remang dari lampu kecil di sudut kamar, memberikan suasana yang intim dan menggoda.
1812Please respect copyright.PENANAARy7sA0mjC
Pak Hendrik menatap Faizah dengan mata yang penuh gairah, sorotnya membuat tubuh Faizah bergetar. Tatapan itu seakan merasuk ke dalam jiwanya, menggugah setiap perasaan yang terpendam. Dia mendekatkan wajahnya, napas hangatnya menyapu kulit Faizah, membangkitkan perasaan yang semakin sulit ditahan.
1812Please respect copyright.PENANAckBMsRWl5y
"Faizah...," bisik Pak Hendrik dengan suara yang berat dan penuh keinginan. "Kamu tahu, aku tidak bisa lagi menahan ini. Kamu membuatku gila."
1812Please respect copyright.PENANACflyq8lW2u
Faizah merasakan desir di dalam dadanya, tubuhnya merespons dengan cepat. "Aku juga, Pak," jawabnya dengan suara yang tertahan, penuh dengan gairah yang baru. "Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu... setiap waktu, setiap saat."
1812Please respect copyright.PENANA4JMKVhraFP
Pak Hendrik menelusuri wajah Faizah dengan jemarinya, menyentuh setiap lekukan dengan kelembutan yang bercampur dengan ketegangan. Saat jarinya menyentuh bibir Faizah, dia tak kuasa menahan diri. Perlahan, dia menunduk dan mencium bibir Faizah, lembut pada awalnya, kemudian semakin dalam dan penuh hasrat. Faizah merasakan getaran yang kuat mengalir melalui tubuhnya, membuatnya kehilangan kendali.
1812Please respect copyright.PENANAbB3r383a1Q
“Ouwhhhh kontol kafir enak banget….. owuhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANAt6fwA8JhbU
Erangan dengan kata-kata erotis keluar dari bibir Faizah saat hubungan kelamin mereka. Terutama saat genjotan kontol pak Hendri itu semakin intens. Faizah merasa seperti terbang dalam gelombang kenikmatan yang baru, sesuatu yang belum pernah dia alami sebelumnya. Tubuhnya merespons setiap sentuhan dengan penuh gairah, seolah-olah semua rasa yang pernah dia pendam kini meledak tanpa terkendali.
1812Please respect copyright.PENANAgWhgQ4tyQb
Pak Hendrik menarik Faizah ke dalam pelukannya, merapatkan tubuh mereka hingga tidak ada lagi jarak di antara mereka. Tangan Faizah secara refleks meraih bahu Pak Hendrik, memegangnya erat, seakan-akan dia takut terjatuh dalam gelombang emosi yang melanda. Saat Pak Hendrik menyentuhnya lebih dalam, Faizah tidak bisa lagi menahan diri. Tubuhnya bergetar hebat, erangan keluar dari bibirnya tanpa dia sadari, mengisi ruangan dengan suara yang semakin menggairahkan.
1812Please respect copyright.PENANACaYaNVGWHQ
"Pak Hendrik..., kontolllllll gede kamuhhhhh ouwwhhhhhh." suara Faizah terdengar mngerang hebat. "Terus hajar memek aku dengan kontol kafir kamuhhhhh... masukin semuahhhhh ahhhhhhh."
1812Please respect copyright.PENANAvFp5QaB6BU
Pak Hendrik tersenyum di antara ciuman mereka, merasakan getaran yang sama di dalam dirinya. "Aku juga, Faizah... aku juga… Memekmu…..memek muslimah yang enakkkk…ouwhhhh."
1812Please respect copyright.PENANAlwaMiZF4Z5
Malam itu, di dalam kamar yang gelap dan remang-remang, mereka terjerat dalam pusaran gairah yang tak tertahankan. Tidak ada lagi yang bisa menghentikan mereka, tidak ada lagi yang bisa menghalangi hasrat yang telah membakar di dalam diri mereka berdua. Setiap sentuhan, setiap ciuman, membawa mereka semakin dekat pada puncak kenikmatan yang seolah tak pernah mereka capai sebelumnya. Di dalam pelukan Pak Hendrik, Faizah menemukan dirinya,
merasakan kebebasan yang baru, dan menyerah pada cinta terlarang yang tak bisa lagi dia hindari. Dia merasa menjadi wanita seutuhnya. Inilah kenimatan bersetubuh yang sebenarnya.
1812Please respect copyright.PENANAzkpZi1qIYN
“Ah, Pak Hendrik... aku suka sekali...” erang Faizah, suaranya terputus-putus oleh napas yang memburu. “Aku suka sekali kontol kafir gede milik kamu... yang tidak disunat itu... rasanya berbeda... begitu nikmat...”
1812Please respect copyright.PENANAdzHBSp68FH
Pak Hendrik tersenyum mendengar kata-kata itu, matanya semakin berbinar dengan gairah yang tidak bisa disembunyikan. Dia menarik Faizah lebih dekat, membisikkan kata-kata manis di telinganya, “Kamu tahu bagaimana membuatku gila, Faizah. Aku suka mendengar kamu mengatakan itu.”
1812Please respect copyright.PENANAIXVZua4g5i
Faizah mengangguk, matanya terpejam menikmati sensasi yang begitu dalam. “Aku benar-benar suka, Pak Hendrik... rasanya berbeda, begitu menggairahkan... lebih dari yang pernah aku rasakan sebelumnya.”
1812Please respect copyright.PENANATfx2Evjrvz
Setiap kata yang keluar dari bibir Faizah semakin mendorong Pak Hendrik untuk memberikan lebih. Mereka tenggelam dalam kenikmatan yang saling memenuhi, seakan dunia di luar sana tidak lagi berarti. Bagi Faizah, setiap sentuhan dan setiap gerakan Pak Hendrik adalah penemuan baru, sebuah eksplorasi yang mengubah pandangannya tentang kebahagiaan dan kepuasan.
1812Please respect copyright.PENANABTTVGtEWYi
Faizah merasa dirinya menjadi wanita yang berbeda—lebih terbuka, lebih jujur terhadap apa yang ia rasakan. Dia tidak lagi hanya diam seperti saat bersama Adnan, suaminya. Bersama Pak Hendrik, dia berani mengungkapkan apa yang ia rasakan, berani mengatakan apa yang ia inginkan. Dan itu membuatnya merasa lebih hidup, lebih berarti.
1812Please respect copyright.PENANAEByaVH0y9k
Saat mereka mencapai puncak bersama, tubuh Faizah bergetar hebat, kejang-kejang dalam kenikmatan yang membuatnya hampir kehilangan kesadaran.
1812Please respect copyright.PENANAK2Y9J9voU6
“Oh, Pak Hendrik... aku... aku tidak tahan lagi... rasanya begitu... luar biasa… Ouwhhhh kontol kafir aku dibuat gila ama kontol kafirrrr.”
1812Please respect copyright.PENANAjgkjU29QEF
Pak Hendrik membalas dengan suara yang serak dan penuh hasrat, “Faizah, kamu membuatku merasa begitu hidup... aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Kamu luar biasa.”
1812Please respect copyright.PENANAX2sCQ6uJEU
Dalam keheningan setelah badai, Faizah berbaring di samping Pak Hendrik, merasa puas namun juga bergejolak dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Dia tahu bahwa apa yang ia lakukan salah, tetapi di dalam hatinya, Faizah juga tahu bahwa dia tidak ingin kembali ke kehidupan lamanya yang penuh keterbatasan.
1812Please respect copyright.PENANARbX5DNJnnB
Faizah merasa bahwa bersama Pak Hendrik, dia menemukan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya—sebuah kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menikmati hal- hal yang selama ini dia anggap tabu. Meskipun hubungan ini terlarang, Faizah merasa tidak bisa berhenti. Setiap detik yang mereka habiskan bersama membawa Faizah ke dalam dunia baru yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan yang belum pernah ia alami.
1812Please respect copyright.PENANANWk4TFmtXr
Dengan kepala bersandar di dada Pak Hendrik, Faizah merasa dirinya terjebak dalam kontradiksi antara dosa dan kebahagiaan. Namun, untuk saat ini, dia memilih untuk menikmati setiap momen yang mereka miliki bersama, bahkan jika itu berarti harus terus berjalan di jalan yang salah.
1812Please respect copyright.PENANAJJ0uq6w60m
1812Please respect copyright.PENANAAEXYK2ssvI
1812Please respect copyright.PENANAnug8wxN6WN
1812Please respect copyright.PENANAlLvfewRZtM
Chapter 11
1812Please respect copyright.PENANARZCYiL86hj
Meskipun telah terjerumus dalam hubungan terlarang ini, Faizah tidak pernah lupa pada kewajibannya sebagai seorang Muslim. Setiap subuh, siang, sore, dan malam, dia tetap menunaikan shalatnya dengan khusyuk, mencoba menenangkan hatinya yang bergolak. Baginya, salat adalah pengingat tentang siapa dirinya sebenarnya, meskipun dosa yang telah ia perbuat terasa semakin berat.
1812Please respect copyright.PENANAydx804t59h
Saat Faizah berdiri di atas sajadahnya, dia mengangkat tangan, mengucapkan takbir dengan suara yang lembut namun penuh dengan kegundahan. Air matanya sering kali mengalir di tengah- tengah doa, merasakan campuran antara penyesalan dan keinginan yang tak bisa ia lawan. Setiap sujudnya adalah sebuah upaya untuk mencari ketenangan, mencari maaf dari Tuhan atas dosa- dosa yang ia lakukan.
1812Please respect copyright.PENANAWetiI34qvT
“Ya Allah, ampunilah aku... Aku tahu aku telah melakukan dosa yang besar,” bisiknya dalam doanya, suaranya bergetar menahan isak. “Tapi, ya Allah, aku tidak bisa berhenti... Aku tidak bisa menahan diriku dari godaan ini...”
1812Please respect copyright.PENANAIV65khMnUN
Ada jeda yang panjang, saat Faizah terdiam, membiarkan hatinya berbicara lebih dari kata-kata yang bisa ia ucapkan. Di dalam hatinya, ada pergulatan yang terus menerus, antara keinginan untuk kembali ke jalan yang benar dan godaan untuk tetap menikmati hubungan ini.
1812Please respect copyright.PENANAlMiMsRkI9g
“Ya Allah, jika Engkau mengizinkan biarkan aku tetap merasakan kebahagiaan ini... meskipun hanya sementara,” lanjut Faizah dengan suara yang semakin lirih. “Aku tahu ini salah, tapi aku mohon... berikan aku kekuatan untuk menjalani ini... atau setidaknya, beri aku waktu untuk menikmati apa yang telah Engkau izinkan terjadi...”
1812Please respect copyright.PENANA6dzJVLllOn
Setiap kali Faizah selesai berdoa, ada perasaan lega yang menyelimuti hatinya, meskipun hanya sementara. Dia tahu bahwa meminta izin kepada Tuhan untuk melanjutkan dosanya adalah hal yang sangat keliru, tetapi ada bagian dari dirinya yang tidak bisa melepaskan diri dari kenikmatan yang ia temukan bersama Pak Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAhERfHHQjOo
Setiap kali bertemu dengan Pak Hendrik, perasaan bersalah itu kembali terpojok oleh hasrat yang tak terbendung. Mereka berdua seakan tenggelam dalam dunia mereka sendiri, dunia yang penuh dengan gairah dan kebahagiaan yang tidak mungkin mereka temukan di tempat lain.
1812Please respect copyright.PENANA1yhuwB97iX
Faizah sering kali merenung setelah mereka bersama, memikirkan tentang hidupnya yang berubah. “Apakah aku telah menjadi wanita yang buruk?” pikirnya dalam hati. Tapi setiap kali dia bertanya pada dirinya sendiri, jawabannya selalu kabur. Ada keinginan kuat untuk membenarkan tindakannya, untuk menemukan alasan mengapa dia harus terus melanjutkan ini.
1812Please respect copyright.PENANAOZBSIDL53H
Pada suatu malam, setelah mereka bersama lagi, Faizah duduk di tepi tempat tidurnya, menatap keluar jendela ke langit malam yang tenang. Dia meraih ponselnya dan menuliskan pesan singkat kepada Pak Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAyUt7dBv3LF
"Pak Hendrik, kadang aku merasa sangat bersalah. Aku tahu ini tidak benar, tapi kenapa aku tidak bisa berhenti? Kenapa aku selalu merindukan saat-saat kita bersama?"
1812Please respect copyright.PENANAyQUc5ozcvL
Pesan itu hanya bertahan beberapa detik di layar sebelum balasan dari Pak Hendrik muncul.
1812Please respect copyright.PENANALzHXrxlRQj
"Faizah, aku pun merasakan hal yang sama. Tapi mungkin, ini adalah cara kita menemukan kebahagiaan yang selama ini kita cari. Mungkin Tuhan memang mengizinkan kita untuk saling bertemu dan mengisi kekosongan ini."
1812Please respect copyright.PENANAlLKmDNfusE
Faizah membaca pesan itu berulang-ulang, mencoba menemukan makna di balik kata-kata tersebut. Dia tahu bahwa yang mereka lakukan salah, tapi kata-kata Pak Hendrik selalu memberikan alasan baru untuk terus melanjutkan hubungan ini.
1812Please respect copyright.PENANAPQGUfgxgCi
Dengan hati yang masih bimbang, Faizah melanjutkan hidupnya, menjalani hari-hari dengan perasaan campur aduk antara kebahagiaan dan rasa bersalah. Dia tetap menunaikan salatnya, tetap memohon ampun kepada Tuhan, namun di saat yang sama, dia juga memohon untuk diizinkan menikmati kenikmatan yang telah ia temukan.
1812Please respect copyright.PENANA8UGQz85owL
Di dalam hatinya, Faizah tahu bahwa perjalanannya belum berakhir. Ada banyak hal yang harus dia hadapi, banyak keputusan yang harus dia buat. Tapi untuk saat ini, dia memilih untuk tetap berjalan di jalannya, meskipun itu berarti harus terus berada dalam lingkaran dosa yang telah ia pilih.
1812Please respect copyright.PENANABDLs4cp3oV
1812Please respect copyright.PENANAIX8WANaQN2
1812Please respect copyright.PENANADYR6pG1qXb
1812Please respect copyright.PENANAxjVJZGX2SX
Chapter 12
1812Please respect copyright.PENANAf6G43HPmYJ
Malam itu, seperti malam-malam lainnya, Faizah dan Pak Hendrik telah merencanakan pertemuan mereka yang sering dilakukan di luar rumah. Seperti di hotel atau penginapan di luar kota di mana mereka yakin tidak ada yang mengenali mereka. Namun, sebelum mereka memulai, Faizah merasa perlu melakukan sesuatu yang penting bagi jiwanya. Dia ingin memastikan bahwa segala sesuatunya berada dalam keseimbangan antara keinginannya yang kuat dan kewajiban religiusnya.
1812Please respect copyright.PENANAWARAPGqHLt
Sebelum memasuki kamar tempat mereka biasanya bersama, Faizah menghentikan langkahnya dan menghadap ke Pak Hendrik. “Pak Hendrik, izinkan saya untuk sholat dulu. Ini penting bagi saya untuk merasa tenang dan meminta ampunan.”
1812Please respect copyright.PENANAWZOFO5tjEX
Pak Hendrik menatap Faizah dengan penuh kekaguman. Meskipun dia tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah dosa besar menurut ajaran agama, dia tidak bisa menahan rasa hormatnya terhadap ketaatan Faizah. “Tentu, Faizah. Silakan. Aku akan menunggu.”
1812Please respect copyright.PENANAovsWuPk5ps
Faizah mengangguk, lalu pergi ke kamar mandi untuk melakukan wudhu. Saat dia berdiri di atas sajadahnya, dia merasakan ketenangan yang selalu dia butuhkan sebelum menghadapi dosa-dosa yang telah dia pilih. Setiap gerakan sholatnya terasa seperti sebuah doa, sebuah permohonan untuk bimbingan dan ampunan.
1812Please respect copyright.PENANAGg5aOf4Wom
Di luar, Pak Hendrik menunggu dengan penuh sabar. Dia tahu betapa pentingnya sholat bagi Faizah, dan dia merasa semakin menghargai wanita yang telah membuatnya jatuh hati. Dia memandang ke arah pintu kamar, merasa terharu melihat betapa tulusnya Faizah dalam menjalankan kewajibannya.
1812Please respect copyright.PENANAseemyZO2zE
Saat Faizah selesai sholat, dia merasa lebih siap untuk menghadapi apa yang ada di hadapannya. Dia keluar dari kamar mandi dengan perasaan yang lebih tenang dan hati yang lebih ringan. “Terima kasih sudah menungguku,” ucapnya, memasuki kamar dengan senyum lembut.
1812Please respect copyright.PENANAyYzYyE8ktK
Pak Hendrik menyambutnya dengan tatapan penuh kekaguman. “Faizah, aku sangat menghargai ketaatanmu. Itu menunjukkan betapa dalamnya keimananmu, meskipun kita berada dalam situasi seperti ini.”
1812Please respect copyright.PENANA0pZ4eeYrZt
Faizah merasa sedikit terhibur mendengar pujian itu. “Terima kasih, Pak Hendrik. Aku hanya berusaha menjaga keseimbangan antara kewajibanku dan keinginan yang ada.”
1812Please respect copyright.PENANAjNnT22Qh2D
Malam itu, saat mereka bersama, hubungan mereka berlangsung dengan intensitas yang sama seperti sebelumnya. Namun, ada nuansa baru yang terasa dalam keintiman mereka—sebuah rasa hormat yang mendalam dari Pak Hendrik terhadap Faizah. Meskipun dia tahu bahwa apa yang mereka lakukan salah, dia tidak bisa menahan rasa kekaguman terhadap komitmen Faizah terhadap agamanya.
1812Please respect copyright.PENANAPbG0o44toW
Ketika mereka berbaring bersama setelah selesai, Pak Hendrik membelai rambut Faizah dengan lembut. “Faizah, aku tahu kita berdua berada dalam situasi yang rumit. Tapi aku merasa sangat dihargai oleh ketulusanmu dan ketaatanmu.”
1812Please respect copyright.PENANA4OLMVxOBuD
Faizah tersenyum, merasakan kehangatan dari perhatian Pak Hendrik. “Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik untuk diriku sendiri, meskipun aku tahu ini salah.”
1812Please respect copyright.PENANAWv4TkraeGN
Pak Hendrik mengangguk. “Aku tahu. Dan meskipun aku merasa bersalah karena terlibat dalam hubungan ini, aku tidak bisa menafikan betapa pentingnya kamu bagiku.”
1812Please respect copyright.PENANAwTaz1RPlKF
Malam itu, mereka tertidur dalam pelukan masing-masing, merasa campur aduk antara kebahagiaan dan kesadaran akan dosa yang mereka lakukan. Bagi Faizah, sholat dan permohonan kepada Tuhan adalah cara untuk menjaga hubungan ini tetap dalam batas-batas
yang dia anggap wajar, meskipun dia tahu bahwa ia tengah berjalan di garis tipis antara iman dan godaan.
1812Please respect copyright.PENANApjELwm3Cgy
Pak Hendrik, di sisi lain, merasa semakin terikat pada Faizah. Ketaatan dan kesetiaannya membuatnya semakin menghargai wanita yang telah masuk ke dalam hidupnya dengan cara yang tak terduga. Dalam hati, dia tahu bahwa hubungan ini membawa banyak tantangan, tetapi dia
juga merasa bahwa kehadiran Faizah memberinya sesuatu yang berharga—sebuah pengertian yang mendalam tentang makna iman dan hasrat.
1812Please respect copyright.PENANAWTmVuBry4W
1812Please respect copyright.PENANAhV4kDvTMjN
1812Please respect copyright.PENANAyZv3S7xcKO
1812Please respect copyright.PENANAcAEN5tzpW1
1812Please respect copyright.PENANAYvajvsO8Ce
1812Please respect copyright.PENANAmHRKXUB4Vu
1812Please respect copyright.PENANAasJ3LPRs6D
Chapter 13
1812Please respect copyright.PENANAKsfs6qtGJ1
Malam itu, di saat keintiman mereka mencapai puncaknya untuk kesekian kalinya, Faizah merasakan sensasi yang luar biasa, begitu intens hingga tubuhnya bergetar hebat. Setiap otot dalam tubuhnya menegang, kejang-kejang dalam gelombang ekstasi yang begitu dahsyat hingga hampir membuatnya kehilangan kesadaran. Di tengah-tengah ledakan kenikmatan itu, suara
1812Please respect copyright.PENANAbI8huW7eK6
adzan Isya yang lembut mulai berkumandang dari masjid terdekat, merambat masuk ke dalam ruangan yang gelap dan tenang.
1812Please respect copyright.PENANA8FwRWJWkZZ
Pak Hendrik, yang masih memeluk Faizah dengan erat, merasakan perubahan dalam diri wanita itu. Dia merasakan tubuh Faizah yang tadinya begitu bergairah mulai mereda, perlahan-lahan kehilangan intensitasnya. Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan suara adzan memenuhi udara di antara mereka.
1812Please respect copyright.PENANAhRhiuaOpT3
Faizah menutup matanya, mencoba menenangkan dirinya setelah pengalaman yang begitu mengguncang. Di dalam hatinya, dia merasakan campuran antara kepuasan yang mendalam dan rasa bersalah yang mulai merayap masuk, membawanya kembali ke realitas yang keras. Dia mendengar adzan itu sebagai pengingat akan kewajiban yang telah lama dia abaikan.
1812Please respect copyright.PENANA979qfVaRxg
"Faizah..." Pak Hendrik berbisik lembut, membelai pipinya dengan lembut. "Apa yang kamu pikirkan?"
1812Please respect copyright.PENANAeoPiRx1M3g
Faizah membuka matanya, menatap Pak Hendrik dengan pandangan yang penuh dengan emosi yang bertentangan. "Aku...," dia berhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat. "Aku tidak tahu harus bagaimana. Setiap kali kita bersama, aku merasa hidup, merasa... penuh. Tapi, suara adzan ini... itu mengingatkanku akan semua yang telah kulupakan."
1812Please respect copyright.PENANAlB0un7EHMW
Pak Hendrik mendekatkan wajahnya, memberikan kecupan lembut di kening Faizah. "Kita hanyalah manusia, Faizah. Kita memiliki kelemahan dan keinginan yang kadang-kadang sulit dikendalikan. Aku juga merasa bersalah, tapi aku juga tidak bisa menyangkal perasaan ini."
1812Please respect copyright.PENANA2xH49Ql8Mg
Faizah menarik napas dalam-dalam, masih terengah-engah. "Pak Hendrik, aku takut... aku takut bahwa kita telah terlalu jauh melangkah."
1812Please respect copyright.PENANAlZeKv30Xyn
Pak Hendrik mengangguk perlahan, jari-jarinya masih menyusuri lekukan wajah Faizah dengan lembut. "Aku mengerti, Faizah. Tapi ingatlah, setiap perasaan ini adalah bagian dari kita, bagian dari cinta yang tak bisa kita abaikan. Kita bisa memilih untuk berhenti, tapi aku rasa kita tidak akan pernah bisa melupakan."
1812Please respect copyright.PENANAIp7hFhQtvj
Faizah menatap Pak Hendrik dalam-dalam, merasakan dorongan yang kuat untuk beristirahat sejenak, meskipun tubuhnya masih dipenuhi dengan kenikmatan yang baru saja dirasakannya. Suara adzan yang masih terdengar di kejauhan membawa kesadaran baru dalam dirinya, sebuah pengingat akan tanggung jawab yang lebih tinggi yang tidak bisa ia abaikan, meskipun dalam keadaan yang sangat intim dan penuh gairah seperti ini.
1812Please respect copyright.PENANAFS1iVFg0ZU
"Aku... aku harus berdoa," bisik Faizah akhirnya, matanya berkaca-kaca. "Aku harus berbicara dengan Tuhan, mencari kedamaian dalam semua kekacauan ini."
1812Please respect copyright.PENANASozVOwSXeD
Pak Hendrik melepaskan pelukannya dengan enggan, mengerti bahwa momen ini bukan hanya tentang kenikmatan fisik, tetapi juga tentang pencarian jati diri dan makna yang lebih dalam. "Aku akan menunggumu di sini, Faizah. Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang kau putuskan."
1812Please respect copyright.PENANAXcjWMN7ZU3
Faizah mengangguk pelan, berusaha untuk berdiri dengan tubuh yang masih lemah. Dia meraih kerudung yang tergeletak di dekatnya, menutup tubuhnya yang masih menggigil oleh sisa-sisa keintiman yang baru saja dia rasakan. Dengan langkah pelan namun mantap, dia menuju kamar mandi untuk mandi wajib kemudian mengambil air wudhu, berusaha mencari ketenangan di tengah badai perasaan yang melanda hatinya.
1812Please respect copyright.PENANACzvgMcfOlz
Di belakangnya, Pak Hendrik tetap duduk di tempat tidur, matanya mengamati wanita yang begitu berarti baginya, merenungkan perjalanan yang telah mereka lalui bersama. Malam itu, mereka berdua menghadapi kenyataan bahwa hubungan mereka bukan hanya soal gairah, tetapi juga tentang pencarian diri dan makna di balik semua yang mereka rasakan.
1812Please respect copyright.PENANAdV5uru9uV1
Pak Hendrik, yang merasa terhormat sekaligus prihatin melihat keadaan Faizah, membiarkannya untuk sejenak. “Kamu baik-baik saja, Faizah?” tanyanya dengan lembut, suaranya penuh perhatian.
1812Please respect copyright.PENANAKL58YuzXPw
Faizah mengangguk, napasnya masih tersengal-sengal. “Ya, Pak Hendrik. Aku... aku hanya butuh waktu sebentar.”
1812Please respect copyright.PENANAsGXqbMyg51
Setelah mandi wajib, Faizah kembali ke kamar dengan tubuh yang segar dan siap untuk melanjutkan kewajibannya. Pak Hendrik duduk di tepi tempat tidur, menatap dengan penuh kekaguman saat Faizah berdiri di hadapannya, siap untuk sholat.
1812Please respect copyright.PENANAZusqlHNXET
Dengan sajadah yang telah disiapkan, Faizah mulai melakukan salat dengan khusyuk. Setiap gerakan sholatnya adalah bentuk penghormatan dan permohonan ampun kepada Tuhan. Dalam posisi sujud, dia merasakan ketenangan yang dalam, meskipun hatinya bergelora oleh rasa bersalah dan keinginan yang tak tertahan.
1812Please respect copyright.PENANA4eZsTUzmoT
Pak Hendrik, yang menyaksikan semua ini, merasa terharu melihat dedikasi Faizah. Meskipun mereka berdua tahu bahwa hubungan mereka penuh dengan dosa, sikap Faizah yang tetap menjaga kewajiban agamanya adalah sesuatu yang sangat mengesankan. Dia memandang dengan rasa hormat yang mendalam, merasa beruntung bisa mengenal wanita yang begitu teguh dalam iman dan ketaatan, meskipun dia terjebak dalam situasi yang rumit ini.
1812Please respect copyright.PENANAuo0mfD1lG6
Saat Faizah selesai sholat, dia duduk di atas sajadah dengan hati yang lebih ringan, merasa sedikit lega. Dia menatap Pak Hendrik dengan tatapan lembut, merasakan campuran antara ketenangan dan keinginan yang tidak bisa ia abaikan.
1812Please respect copyright.PENANAAkzOzAsLcD
Pak Hendrik mendekatinya dengan penuh rasa hormat. “Faizah, aku benar-benar menghargai ketaatanmu. Meskipun kita berada dalam situasi yang sulit, kamu tetap menjaga kewajibanmu dengan begitu baik.”
1812Please respect copyright.PENANAWG8BgW3fly
Faizah tersenyum, merasa sedikit terhibur. “Terima kasih, Pak Hendrik. Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik, meskipun aku tahu ini semua sulit.”
1812Please respect copyright.PENANASuJBwd4q0D
Dengan suasana yang lebih tenang setelah sholat, mereka kembali bersatu dalam keintiman yang biasa mereka nikmati. Meskipun Faizah merasakan campuran perasaan antara kebahagiaan dan
1812Please respect copyright.PENANAhFP9kXf2Q1
kesadaran akan dosa, dia tetap memilih untuk melanjutkan perjalanan ini, berusaha menemukan keseimbangan antara hasrat dan iman yang dia pegang teguh.
1812Please respect copyright.PENANA4xSCf8BB7s
Pak Hendrik, di sisi lain, merasa semakin terhubung dengan Faizah. Ketaatan dan dedikasinya menambah lapisan baru dalam rasa hormat dan ketertarikan yang dia miliki terhadap wanita ini. Mereka berdua melanjutkan hubungan mereka dengan kesadaran yang mendalam akan dosa yang mereka lakukan, tetapi juga dengan pengertian bahwa mereka menemukan sesuatu yang
berharga dalam kebersamaan mereka—sebuah pengertian tentang hasrat, iman, dan batasan yang sulit untuk dijelaskan.
1812Please respect copyright.PENANA8drzQYYABS
1812Please respect copyright.PENANATEAS5Za9Zn
1812Please respect copyright.PENANAZII7NayPtw
1812Please respect copyright.PENANAb91FA0Swq5
Chapter 14
1812Please respect copyright.PENANADyhoMkSs9d
Setelah Faizah menyelesaikan sholat, dia masih mengenakan mukena, tubuhnya terasa segar dan hati sedikit lebih tenang. Namun, perasaan campur aduk dalam dirinya tetap ada. Pak Hendrik, yang berdiri di sudut kamar, merasakan dorongan yang semakin kuat. Gairahnya tak bisa lagi ditahan, dan dia merasa sangat sulit untuk menunggu lebih lama lagi.
1812Please respect copyright.PENANALGxoEUKbIZ
Melihat betapa Faizah masih mengenakan mukena, Pak Hendrik merasa semakin terjepit antara rasa hormat dan hasrat yang membara. Dia menghampiri Faizah dengan langkah yang penuh keyakinan namun lembut, menatapnya dengan penuh hasrat yang tak tertahan.
1812Please respect copyright.PENANAI3Cssody0o
“Bolehkah kita melakukan itu saat kamu pakai ini?” Tanya Pak hendrik sambil menyentuh mukena Faizah.
Faizah menatap Pak Hendrik dengan mata yang mencerminkan kebingungan dan keraguan. Meskipun dia masih mengenakan mukena, hasrat di dalam dirinya juga terasa begitu kuat. Dia tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah dosa besar, namun perasaan fisiknya seolah mengalahkan kesadaran moralnya.
1812Please respect copyright.PENANA6FlhETVEs9
Pak Hendrik mendekatinya, mengulurkan tangan dan dengan lembut menarik ujung mukena yang menutupi tubuh Faizah. “Aku tahu ini salah, tetapi aku tidak bisa menahan hasratku lagi,” katanya dengan nada penuh gairah. “Aku pengen ngelakuinnya, Faizah.”
1812Please respect copyright.PENANApPZffT36bF
Faizah merasa dirinya terombang-ambing antara keinginan untuk memenuhi hasrat Pak Hendrik dan kesadaran akan kewajiban agama yang baru saja dia tunaikan. Dia merasakan ketegangan di dalam dirinya, tetapi dorongan fisik dan perasaan terhubung dengan Pak Hendrik membuatnya sulit untuk menolak.
1812Please respect copyright.PENANAQzkelCKWum
Dengan napas yang berat, Faizah akhirnya mengangguk perlahan. “Pak Hendrik, aku... aku juga lagi pengen, gapapa lakuin saja.”
1812Please respect copyright.PENANApZW4EGr5xe
Pak Hendrik segera menarik Faizah ke dalam pelukannya, merasakan tubuhnya yang masih mengenakan mukena. Mereka berdua berada dalam situasi yang membingungkan, di mana hasrat
1812Please respect copyright.PENANALl7pZ5zriv
fisik dan kesadaran moral saling bertentangan. Pak Hendrik, dengan penuh gairah, mulai menghapus mukena dari tubuh Faizah, dengan lembut namun penuh keinginan.
1812Please respect copyright.PENANATksaIxmuEF
Sementara itu, Faizah merasakan kebingungan yang mendalam. Meskipun dia tahu bahwa tindakannya salah, dia juga merasakan keinginan yang sangat kuat untuk memenuhi hasrat yang ada di dalam dirinya. Dia berusaha untuk tetap tenang dan menyeimbangkan perasaannya saat Pak Hendrik mulai menunjukkan kasih sayang dan gairahnya.
1812Please respect copyright.PENANAWap31oMWh2
Dalam keheningan dan intensitas malam itu, mereka berdua saling tenggelam dalam hubungan yang penuh dengan keinginan. Meskipun mereka berdua tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah dosa, mereka tidak bisa mengabaikan dorongan fisik dan emosional yang saling mempengaruhi.
1812Please respect copyright.PENANAA55ivWzY4g
Saat mereka akhirnya mencapai puncak keintiman mereka, Faizah merasa terombang-ambing antara kepuasan fisik dan rasa bersalah yang mendalam. Pak Hendrik, di sisi lain, merasakan campuran antara kebahagiaan dan kesadaran akan batasan moral yang mereka langgar.
1812Please respect copyright.PENANA7EY8nKryP8
Pak Hendrik kembali menyetubuhi Faizah dalam keadaan mengenakan mukena. Gairahnya makin berkobar melakukan itu. Kontol besarnya menghajar memek Faizah dengan buas.
1812Please respect copyright.PENANAkonmmEPxzK
“Ouwhhhhhhhhhhh…ouwhhhhhhh…arghhhhhhhhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANAeghqjT2S2J
“Aku suka banget memek muslimah alim kayak gini ahhhhhhhh. Aku suka ngentot muslimah pakai pakaian buat dia ibadah kayak gini…ouwuhhhhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANAzyo286Mhir
Mereka bersengama dengan berbagai gaya. Hingga akhirnya keduanya orgasme lagi secara bersamaan. Pak Hendrik menyemburkan spermanya dalam memek Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAb0doj4r69T
Malam itu, setelah segalanya berakhir, Faizah kembali ke tempat tidurnya dengan perasaan campur aduk. Pak Hendrik memeluknya dengan lembut, merasakan kedekatan dan kehangatan dari tubuh Faizah. Meskipun mereka berdua tahu bahwa mereka telah melewati batas, mereka juga merasakan sesuatu yang mendalam dan penuh gairah dalam kebersamaan mereka.
1812Please respect copyright.PENANA1F0xM6OprY
Dalam keheningan malam, Faizah merenung tentang perjalanan yang telah mereka lalui. Dia merasa terjebak antara hasrat dan kesadaran, antara keinginan untuk terus bersama Pak Hendrik dan rasa tanggung jawab terhadap kewajibannya sebagai seorang Muslim. Dia tahu bahwa perjalanan ini penuh dengan kesulitan dan dosa, tetapi untuk saat ini, dia memilih untuk tetap tenggelam dalam kebersamaan mereka, mencari makna dalam pengalaman yang sangat kompleks ini.
1812Please respect copyright.PENANAPjpoIAGjR6
1812Please respect copyright.PENANADttk5RUkOJ
1812Please respect copyright.PENANAgLgy0eaJ2n
1812Please respect copyright.PENANAyYDjKmBTXF
Cahpter 15
1812Please respect copyright.PENANARM20qFlqQF
Malam demi malam, Faizah merasakan perubahan yang mendalam dalam dirinya. Keintiman dengan Pak Hendrik menjadi semakin intens, dan seiring waktu, dia menjadi lebih ekspresif
1812Please respect copyright.PENANAHOuoEGXeFj
dalam hubungan mereka. Kata-kata yang dulu hanya terucap dengan lembut kini keluar dengan penuh gairah dan keberanian.
1812Please respect copyright.PENANAqSlrTxVcvc
Pak Hendrik merasa semakin ketagihan berhubungan intim dengan Faizah, merasa bahwa gairah dan keintiman mereka membangun sesuatu yang kuat di antara mereka. Dia membalas dengan sentuhan yang lembut namun penuh hasrat, merasakan betapa dalamnya hubungan mereka.
1812Please respect copyright.PENANAyeAO3HwFlE
“Faizah,” bisiknya, “aku merasa kamu membuatku menemukan kembali gairah hidupku. Kamu benar-benar istimewa.”
1812Please respect copyright.PENANAXrZ28vshXa
Faizah terbaring di sisi Pak Hendrik, jantungnya masih berdebar kencang, dan nafasnya
terengah-engah. Dia merasakan hangatnya lengan Pak Hendrik yang melingkar di pinggangnya, memberikan rasa aman yang begitu langka dalam hidupnya. Hati kecilnya bergejolak, terombang-ambing antara kebahagiaan yang baru ditemukannya dan bayang-bayang moralitas yang menghantui.
1812Please respect copyright.PENANAzEyd9eddX8
“Pak Hendrik,” bisiknya dengan suara yang lembut namun penuh keraguan, “Aku tak pernah membayangkan bisa merasakan sesuatu seperti ini. Tapi... aku juga takut.”
1812Please respect copyright.PENANAvlRw57e333
Pak Hendrik menarik Faizah lebih dekat, mencium lembut puncak kepalanya. "Faizah, kamu telah membawa kembali sesuatu yang hilang dalam hidupku. Jangan merasa bersalah. Apa yang kita rasakan adalah nyata, dan tidak ada yang salah dengan itu.”
1812Please respect copyright.PENANARzMD1pWXfd
Namun, kata-kata Pak Hendrik, seberapapun tulusnya, tidak mampu sepenuhnya meredakan kekhawatiran Faizah. Dia tahu bahwa hubungan ini bukan hanya soal dua orang yang saling mencintai; ada komitmen, ada janji yang telah mereka langgar. Tetapi di sisi lain, di dalam pelukan Pak Hendrik, Faizah merasa hidupnya berwarna. Di setiap sentuhan, dia menemukan sisi lain dari dirinya yang selama ini tersembunyi.
1812Please respect copyright.PENANAktXd8naeqC
“Apakah kita bisa terus seperti ini?” tanyanya, suaranya penuh dengan kebingungan.
1812Please respect copyright.PENANAokBlaGyxul
Pak Hendrik menghela nafas panjang, tangannya mengelus rambut Faizah dengan lembut. "Aku juga tidak tahu, Faizah. Tapi yang aku tahu, aku tidak ingin kehilanganmu. Bersamamu, aku merasa seperti hidup kembali."
1812Please respect copyright.PENANAZsYxWPnNpg
Pak Hendrik menuntun Faizah ke tempat tidur dengan penuh kelembutan, namun di balik kelembutan itu tersimpan gairah yang semakin tak terbendung. Sentuhannya terasa lebih dalam, lebih penuh hasrat, seolah-olah dia ingin memastikan bahwa setiap inci dari Faizah merasakan kehangatan cintanya.
1812Please respect copyright.PENANAOvOmpRkc32
Faizah merespons dengan antusias, setiap gerakan mereka semakin sinkron, semakin intens. Detak jantungnya berpacu, napasnya tersengal-sengal, dan dia tidak lagi menahan suara yang keluar dari bibirnya. Setiap sentuhan, setiap ciuman yang Pak Hendrik berikan, membuat tubuh Faizah menggeliat dengan kenikmatan yang luar biasa.
1812Please respect copyright.PENANAoyE2CPUL97
“Oh, Pak Hendrik…aku suka kontol ouwhhhhhhhhhhhh,” suara Faizah semakin serak, penuh dengan gairah yang tak bisa ia sembunyikan lagi. “entot aku terus dengan kontolmu….ahhhhhhh….”
Pak Hendrik tersenyum di antara kecupan mereka, “Aku juga suka memek alim kamu….” Gairah mereka mencapai puncaknya, gerakan Pak Hendrik semakin cepat dan dalam, seakan
mengiringi irama detak jantung mereka yang semakin kencang. Faizah merasa seluruh tubuhnya memanas, seperti ada gelombang energi yang mengalir dari ujung kakinya hingga ke ujung rambutnya. Tubuhnya bergetar hebat, dan saat itu tiba, dia tidak lagi bisa menahan diri.
1812Please respect copyright.PENANAmVFzhwu8fK
Dengan satu erangan panjang, Faizah meledak dalam gelombang kepuasan yang begitu dahsyat. Tubuhnya menggeliat tanpa kendali, jari-jarinya mencengkeram erat lengan Pak Hendrik, dan matanya terpejam rapat. Dia merasakan ledakan kebahagiaan yang begitu kuat, membuatnya seolah melayang dalam euforia.
1812Please respect copyright.PENANAwa8Yw2fGWR
Pak Hendrik menatap Faizah dengan penuh kekaguman, melihat betapa cantiknya wanita itu saat mencapai puncak kenikmatan. Dia sendiri merasakan kepuasan yang luar biasa, bukan hanya karena keintiman fisik yang mereka bagi, tetapi juga karena hubungan emosional yang semakin dalam di antara mereka.
1812Please respect copyright.PENANAjUvTwdizlE
Saat semuanya mereda, Faizah terbaring di sisi Pak Hendrik, tubuhnya masih bergetar lembut, napasnya perlahan kembali normal. Pak Hendrik meraih tangannya, menggenggamnya dengan lembut, sementara mereka berdua menikmati keheningan yang nyaman.
1812Please respect copyright.PENANArVyWwBa99o
Malam itu, Faizah merasa bahwa dia telah menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar kepuasan fisik. Dia merasakan keterikatan yang kuat dengan Pak Hendrik, keterikatan yang membuatnya merasa dihargai dan dicintai. Meski di dalam hatinya masih ada keraguan dan rasa bersalah, Faizah tidak bisa memungkiri bahwa malam-malam seperti ini telah membuatnya merasa lebih hidup daripada sebelumnya.
1812Please respect copyright.PENANAEABScIbzjg
Setelah semua itu, mereka berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Di satu sisi, ada kebahagiaan yang mereka temukan bersama, tetapi di sisi lain, ada ketakutan akan konsekuensi yang mungkin harus mereka hadapi. Namun, dalam kegelapan malam, keintiman mereka menjadi satu-satunya cahaya yang menerangi jalan yang mereka pilih untuk dilalui.
1812Please respect copyright.PENANAQeyKdylu6Z
Faizah tahu, semakin lama dia bersama Pak Hendrik, semakin sulit baginya untuk melepaskan. Dan meskipun masa depan masih kabur, dia memilih untuk menikmati setiap momen yang ada, menikmati kebahagiaan yang jarang ia temukan, walau hanya sementara.
1812Please respect copyright.PENANAjLOI8IhHZG
Setelah hubungan intim mereka selesai, Faizah merasa puas namun juga bergelora dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah dosa besar, tetapi pengalaman ini telah mengubahnya. Dia merasa lebih terbuka dan lebih jujur tentang hasrat dan keinginan dalam dirinya.
1812Please respect copyright.PENANADoV1tIB4H1
Faizah merasa terombang-ambing antara kebahagiaan dan kesadaran akan kesalahan yang telah mereka buat. Meskipun dia menemukan kepuasan dalam hubungan ini, dia juga merasakan dampak emosional yang mendalam. Setiap malam bersama Pak Hendrik menguatkan perasaannya akan kekuatan dan gairah, tetapi juga semakin membuatnya bingung tentang apa yang benar dan salah.
1812Please respect copyright.PENANAhouglMRUo5
1812Please respect copyright.PENANAKYRJs7X8AQ
1812Please respect copyright.PENANAoQER5lsZo3
1812Please respect copyright.PENANAv3KVjKIKK4
Di tengah-tengah perasaan campur aduk ini, Faizah terus berusaha mencari makna dalam setiap pengalaman yang dia alami. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia juga merasa bahwa dia harus menghadapi setiap keputusan dan konsekuensi dengan penuh kesadaran.
1812Please respect copyright.PENANAnpETtQXLwH
Pak Hendrik menariknya ke dalam pelukan dengan lembut tapi penuh hasrat, membuat Faizah terhanyut dalam arus perasaan yang tak tertahankan. Dalam pelukan itu, dunia seolah berputar cepat di sekelilingnya, dan sebelum dia sempat merenungkan apa yang sedang terjadi, Faizah sudah tenggelam dalam kehangatan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.
1812Please respect copyright.PENANANS0baruKdy
Detak jantungnya berpacu seiring dengan napas yang semakin cepat. Kedekatan mereka menimbulkan percikan-percikan gairah yang sudah lama terpendam dalam hati Faizah, meledak dalam kobaran api yang tidak mungkin dipadamkan. Sentuhan tangan Pak Hendrik pada kulitnya bagaikan percikan listrik, mengalirkan gelombang kenikmatan yang meresap hingga ke sumsum tulangnya. Segala logika dan kesadaran moral yang selama ini dia pegang erat tiba-tiba luruh, tergantikan oleh dorongan hasrat yang menguasai dirinya.
1812Please respect copyright.PENANAEEoVri8ZxQ
Namun, setelah semua keintiman itu berlalu, Faizah merasa jiwanya terombang-ambing dalam lautan kebingungan dan rasa bersalah yang dalam. Kesadarannya kembali perlahan, membawa serta penyesalan yang mencengkeram hatinya dengan kuat. Dia tahu bahwa tindakan ini adalah sebuah kesalahan besar, sebuah pengkhianatan terhadap suaminya, Adnan, yang mungkin tidak akan pernah bisa dimaafkan.
1812Please respect copyright.PENANAFXM61LhGax
Tapi di balik penyesalan itu, ada godaan yang terus mengintai di dalam hatinya, seakan menariknya kembali ke dalam lingkaran dosa yang semakin sulit dihindari. Perasaan bersalah menghantui setiap langkahnya, tetapi keinginan yang telah terbuka itu juga menimbulkan rasa nikmat yang sulit dilupakan.
1812Please respect copyright.PENANAaiwBbBLi6s
1812Please respect copyright.PENANAHBhBaAtSeC
1812Please respect copyright.PENANAMWTHsNhbv2
1812Please respect copyright.PENANAzld75DHYH9
Chapter 16.
1812Please respect copyright.PENANAp3uge54AWK
1812Please respect copyright.PENANAtKPxAY7SUU
1812Please respect copyright.PENANAvzRRX20t2O
1812Please respect copyright.PENANAk2RrT8gbjN
Malam itu, di saat keintiman mereka mencapai puncaknya untuk kesekian kalinya, Faizah merasakan sensasi yang luar biasa, begitu intens hingga tubuhnya bergetar hebat. Setiap otot dalam tubuhnya menegang, kejang-kejang dalam gelombang ekstasi yang begitu dahsyat hingga hampir membuatnya kehilangan kesadaran. Di tengah-tengah ledakan kenikmatan itu, suara
1812Please respect copyright.PENANACd6ikKvaMZ
adzan Isya yang lembut mulai berkumandang dari masjid terdekat, merambat masuk ke dalam ruangan yang gelap dan tenang.
1812Please respect copyright.PENANAGIFsZ8ZQMG
Pak Hendrik, yang masih memeluk Faizah dengan erat, merasakan perubahan dalam diri wanita itu. Dia merasakan tubuh Faizah yang tadinya begitu bergairah mulai mereda, perlahan-lahan kehilangan intensitasnya. Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan suara adzan memenuhi udara di antara mereka.
1812Please respect copyright.PENANAdwSZvb0AzV
Faizah menutup matanya perlahan, mencoba meredakan gemuruh hatinya setelah melalui pengalaman yang begitu menggetarkan. Di kedalaman jiwanya, dia merasakan perpaduan antara kebahagiaan yang penuh dan rasa bersalah yang pelan-pelan merayap, menariknya kembali pada kenyataan yang tak terhindarkan. Jauh di kejauhan, lantunan adzan menggema, menjadi pengingat tentang kewajiban yang lama telah terabaikan. Faizah masih sangat menghormati
suara panggilan sholat itu dan dia mematuhi itu meski kini dia tenggelam dalam perzinahan.
1812Please respect copyright.PENANA23y96xejzP
"Faizah...kau pasti lagi menghayati suara adzan itu ya?" Ujar Pak Hendrik seperti maklum dengan apa yang dirasakan oleh Faizah.
1812Please respect copyright.PENANABDBAGegHXm
Pak Hendrik mendekatkan wajahnya, memberikan kecupan lembut di kening Faizah, seolah mencoba menenangkannya. Faizah menghela napas panjang, dadanya masih sesak oleh sisa-sisa keintiman yang baru saja terjalin.
"Sampai sekarang aku masih takut, Pak Hendrik... Takut dengan apa yang telaah kita lakukan." Pak Hendrik mengangguk pelan, jemarinya masih membelai wajah Faizah dengan penuh
kelembutan. "Aku ngerti itu, Faizah. Emang perasaan takut itu adalah bagian dari kita. Apa yang kita lakukan mungkin sebuah dosa. Kita mungkin bisa berhenti, tapi aku tahu, kita tidak akan pernah bisa benar-benar melupakan."
1812Please respect copyright.PENANAWX3ijEYEmX
Faizah meraih kerudung yang tergeletak di sampingnya, menutup tubuhnya yang masih bergetar oleh sisa-sisa orgasmenya. Dengan langkah yang lambat tapi pasti, dia berjalan menuju kamar mandi untuk mandi wajib setelah itu dia mengambil air wudhu, mencoba menemukan kedamaian di tengah badai perasaan yang melanda jiwanya.
1812Please respect copyright.PENANAfqdprIs9Dr
“Faizah,” suaranya serak namun penuh keinginan saat melihat Faizah hendak sholat, “Ada hasrat aku yang sulit aku tahan. Tapi aku ragu bilang ke kamu?”
“Apa itu pak Hendrik? Katakan saja?” Jawab Faizah dengan lembut
“Tapi kamu janji gak akan marah?”
“Iya janji. Apa sih itu pak Hendrik?”
“Aku ingin menyetubuhi kamu saat sholat bolehkah?”
“Astagafirullah.” Ucap Faizah dengan terkejut.
“Gimana boleh gak?”
1812Please respect copyright.PENANAXufbmIV7z8
Faizah bingung karena itu benar-benar tidak terbayang di benaknya. Itu sebuah dosa yang sangat besar, tapi muncul hasrat dan gairah yang berkobar membayangkannya. Dorongan untuk memenuhi keinginan pak Hendrik begitu besar.
1812Please respect copyright.PENANAFjiKqJK4lv
“Tapi gimana caranya?” tanyaku seolah memberi izin.
“Pokoknya kamu sholat saja biar aku yang mikirkan bagaimana caranya. Kamu gak pakai apa-apa kan di balik pakaian sholat kamu itu?” tanya pak Hendrik.
“Iya aku gak pakai.”
“Ya berarti mudah dong buat ngelakuinnya.”
1812Please respect copyright.PENANAxw5AzfSjZW
Hasrat Faizah makin membara membayangkan melakukan zinah sambil sholat. Faizah sudah benar-benar menjadi pendosa yang tak peduli apapun demi mencapai kepuasan birahi bersama lelaki yang dia sukai.
1812Please respect copyright.PENANAOZFQI8Qbcz
Faizah segera memulai sholatnya. Dia menanti dengan berdebar apa yang akan dilakukan oleh pak Hendrik. Tapi hingga menjelang rukuk pak Hendrik belum melakukan apa-apa. Tapi saat ruku Faizah merasakan bagian bawah mukenanya di angkat. Memek Faizah langsung berdenyut hebat.
1812Please respect copyright.PENANAdhMV57gGx9
Pak Hendrik menjilati memek Faizah yang tersaji indah saat ruku itu. Jilatannya demikian intens. Membuat Faizah merasa geli dan nikmat yang luar biasa.
1812Please respect copyright.PENANANMR85ozKdH
“Shhhhhhhhhhhhh Ouhhhhhhhhhhhh!” Faizah mendesah disela-sela doa-doa sholatnya.
Kemudia dia bangkit dari ruku. Pak hendrik meremas payudara Fazia dari balik mukenanya sambil menggesekan kontolnya di sela-sela paha Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAZg6ftdAG8z
“Ouhhhhhhhh ….. shhhhhhhh uhhhhhhhhhhhh uhhhhhhhhhh!”
1812Please respect copyright.PENANAfqgBtMv8mO
Blesh kontol besar berkulup pak Hendrik melesak masuk ke dalam memek Faizah saat wanita cantik itu sujud.
1812Please respect copyright.PENANAy9t2eVspT1
Pak Hendrik memompa kontolnya beberapa genjotan dan mencabutnya saat Faizah selesai sujud. Cairan kenikmatan merembes keluar dari memek Faizah. Demikian berulang di setiap rakaat. Saat Faizah sujud rakaat terakhir pak Hendrik memompa dengan kuat dan cepat.
1812Please respect copyright.PENANAFFQ5RxnNZx
“Ouhhhhh ouhhhh ouhhhhhh ohhhhhh!” Faizah melenguh dalam sujudnya disela-sala doa-doa sujud.
1812Please respect copyright.PENANAMPjAvYqhMN
Saat dia selesai sujud kembali pak Hendrik melepas kontolnya. Cret..cret…cret. Memek Faizah menyemburkan cairan kenikmatan. Dengan gemetaran Faizah melanjutkan sholat dan melakukan tahiyat. Pak Hendri segera menuju ke depan Faizah dan mengocok kontolnya tepat di depan wajah Faizah.
1812Please respect copyright.PENANAMxkmhiRgNL
Faizah menyelesaikan sholatnya dan langsung mengulum kontol pak Hendrik dengan buas. Tangannya meremas dan mengocok sebagain kontol besar pak Hendrik yang tidak bisa masuk kedalam mulutnya. Hingga kontol itu berdenyut-denyut dan akhirnya menyemprotkan pejuhnya di dalam mulut Faizah yang langsung saja ditelan dengan rakus oleh wanita cantik itu.
“Arghhhhhhhhhhhh nikmat banget mulut muslimah kamu Faizah.”
1812Please respect copyright.PENANAiztQnHtDMp
***
1812Please respect copyright.PENANA7y2m6nEvWb
Pak Hendrik memandang wanita yang begitu ia cintai, dan menyadari dia telah membawa Faizah memasuki dunia yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Setiap kebersamaan mereka selalu dipenuhi cinta, tapi juga pelan-pelan menggeser batasan yang dulu Faizah pegang erat. Apa yang dulu dia hindari, kini mulai terasa lebih dekat, berkat cinta yang diam-diam mengarahkannya pada jalan yang berbeda.
1812Please respect copyright.PENANAavS0kAe8Mk
Suatu malam, saat mereka berdua tengah menikmati makan malam yang diatur Pak Hendrik di sebuah restoran kecil yang tersembunyi dari pandangan umum. Tentu saja Faizah melepas cadarnya saat di mobil karena restoran itu bukanlah restoran dengan menu halal, Pak Hendrik menyodorkan segelas minuman berwarna merah tua kepada Faizah.
1812Please respect copyright.PENANA43At5hKb26
"Cobalah ini, Faizah," katanya dengan senyum lembut yang selalu berhasil meluluhkan hati Faizah. "Anggur merah terbaik yang pernah aku rasakan. Ini akan membuat malam kita lebih istimewa."
1812Please respect copyright.PENANAjLgPPsTKXU
Faizah memandang gelas itu dengan ragu. Sebagai seorang Muslim, dia tahu betul bahwa
alkohol dilarang. Tapi di bawah tatapan hangat Pak Hendrik, rasa penasaran dan dorongan untuk menyenangkan pria yang telah begitu banyak memberinya kenikmatan membuatnya meraih
gelas itu.
1812Please respect copyright.PENANA9bBtANUZd4
"Pak Hendrik, aku... aku tidak pernah minum sebelumnya," bisik Faizah, suaranya nyaris tak terdengar.
1812Please respect copyright.PENANAztGX41PrVn
Pak Hendrik mengangguk, masih dengan senyum yang tak pudar. "Aku tahu, Faizah. Tapi sekali ini saja, anggap saja sebagai bagian dari petualangan kita. Aku berjanji, tidak ada yang buruk akan terjadi. Aku di sini untuk menjagamu."
1812Please respect copyright.PENANAA3svi39jcU
Hati Faizah berdebar keras, namun akhirnya ia mengangkat gelas itu dan meneguk anggur merah tersebut. Rasa manis bercampur asam yang pekat mengalir ke tenggorokannya, memberikan sensasi hangat yang asing. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk menolak, tapi dia membiarkannya berlalu, membiarkan hangatnya anggur melarutkan keraguan dalam dirinya.
1812Please respect copyright.PENANAi3gIHtR9OL
Malam-malam berikutnya, Pak Hendrik mulai menawarkan lebih banyak hal yang tak pernah terlintas dalam benak Faizah. Ia membawa Faizah ke restoran-restoran eksklusif, menyajikan hidangan mewah yang selalu tampak menarik dan eksotis. Pada suatu malam, saat mereka menikmati hidangan di sebuah restoran dengan pencahayaan temaram, Pak Hendrik menyodorkan piring berisi potongan daging yang beraroma kuat dan menggoda.
1812Please respect copyright.PENANAsujaapbC5w
"Cobalah ini, Faizah," katanya, suaranya tenang dan meyakinkan. "Ini adalah hidangan spesial yang hanya bisa ditemukan di tempat ini. Aku yakin kau akan menyukainya."
1812Please respect copyright.PENANAdkYUnZRF62
Faizah mengamati daging itu dengan hati-hati. "Apa ini, Pak Hendrik?"
1812Please respect copyright.PENANAM98Zzact0x
Pak Hendrik tersenyum lembut, tetapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat jantung Faizah berdebar lebih cepat. "Ini adalah babi panggang, Faizah. Sangat lezat dan penuh cita rasa."
1812Please respect copyright.PENANA9k9qtSOeKw
Faizah tertegun. Kata-kata itu menancap dalam pikirannya seperti jarum tajam. Babi. Sesuatu yang selama ini diajarkan padanya sebagai najis, haram, sesuatu yang tak pernah boleh disentuh apalagi dimakan. Tapi Pak Hendrik, dengan tenang dan penuh keyakinan, mendorongnya untuk mencicipi.
1812Please respect copyright.PENANAdFmk6PaIHE
"Tidak apa-apa, Faizah," bisik Pak Hendrik, nadanya menenangkan. "Hanya satu kali, sebagai bagian dari pengalaman baru. Kita tidak akan pernah tahu apakah kita menyukai sesuatu jika kita tidak mencobanya, bukan?"
1812Please respect copyright.PENANAkY1MX9CEP6
Keraguan dan konflik batin mengaduk-aduk perasaan Faizah. Di satu sisi, dia merasakan dorongan kuat untuk tetap setia pada ajaran yang telah ia anut sepanjang hidupnya. Namun di sisi lain, ada perasaan lain yang muncul—perasaan bahwa ia ingin menyenangkan Pak Hendrik,
ingin merasakan kebebasan yang telah lama tidak ia miliki.
1812Please respect copyright.PENANAOhHj8TGbYY
Dengan tangan gemetar, Faizah mengambil sepotong daging itu dan membawanya ke mulut. Rasanya meledak di lidahnya, begitu gurih dan kaya, membuat setiap saraf dalam tubuhnya bergetar. Di saat yang sama, ada rasa bersalah yang begitu kuat menyergap hatinya, namun ia menelannya bersamaan dengan potongan daging itu.
1812Please respect copyright.PENANA1ZPafrwxgX
"Bagaimana?" tanya Pak Hendrik, matanya berbinar penuh harap.
1812Please respect copyright.PENANAytwmsSKX7N
Faizah menelan dengan susah payah, air mata hampir mengalir dari sudut matanya. "Enak," jawabnya lirih, meski ada perasaan hancur di dalam dirinya.
1812Please respect copyright.PENANAAqBhCCvAAo
Pak Hendrik tersenyum, seolah puas melihat Faizah melangkah semakin jauh dari prinsip-prinsip lamanya. Setiap kali mereka bertemu, Faizah semakin terbiasa dengan kebebasan baru ini— minuman keras, makanan haram, dan akhirnya, perasaan bersalah yang tak lagi terasa begitu menekan. Semuanya perlahan-lahan terkikis, digantikan oleh kenikmatan yang membutakan.
1812Please respect copyright.PENANA205Leyvm8u
Namun, di lubuk hatinya yang terdalam, Faizah tahu bahwa ia semakin terjebak dalam lingkaran yang semakin sulit ia lepaskan. Pak Hendrik tidak hanya menggiringnya menjauh dari keyakinannya, tetapi juga dari dirinya sendiri. Tapi, setiap kali ia berada di dekatnya, logika itu terbungkam oleh gairah dan kenikmatan yang terlalu kuat untuk dilawan.
1812Please respect copyright.PENANAEmIonjsw2U
Dan dengan setiap gigitan dan tegukan, Faizah semakin hanyut, semakin jauh dari diri yang dulu, semakin mendekat pada sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan menjadi bagiannya.
1812Please respect copyright.PENANAXB32DxBTYP
Pak Hendrik semakin sering berbicara dengan lembut kepada Faizah, menuntunnya bukan hanya dalam hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi juga dalam hal-hal yang menyentuh hati dan jiwa. Setiap kali mereka bersama, percakapan mereka mulai bergeser dari sekadar kenikmatan fisik menjadi sesuatu yang lebih dalam dan serius. Pak Hendrik, dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan, mulai membuka topik yang sensitif namun penting bagi masa depan mereka.
1812Please respect copyright.PENANAiOhw9XxT63
Pada suatu sore yang tenang, mereka duduk bersama di beranda rumah Pak Hendrik. Angin sepoi-sepoi membelai rambut Faizah yang lepas dari hijabnya, dan matahari terbenam di kejauhan memberikan cahaya hangat yang merona di langit. Di tengah suasana yang tenang dan damai itu, Pak Hendrik menggenggam tangan Faizah dengan lembut, menatapnya dengan tatapan penuh kasih yang membuat hati Faizah berdebar.
1812Please respect copyright.PENANAC5e5BAE9gl
"Faizah," katanya perlahan, suaranya serak namun penuh kehangatan, "ada sesuatu yang sudah lama ingin aku bicarakan denganmu."
1812Please respect copyright.PENANAsAVCZOAFfn
Faizah menoleh, matanya penuh dengan perhatian dan sedikit rasa takut akan apa yang mungkin akan didengar. "Apa itu, Pak Hendrik?"
1812Please respect copyright.PENANAeE8pG965xU
Pak Hendrik menarik napas panjang, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan. "Aku tahu, apa yang kita lakukan selama ini mungkin tampak salah di mata banyak orang. Tapi di hatiku, aku merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan terlarang. Aku merasakan cinta yang tulus, cinta yang mungkin belum pernah kurasakan sebelumnya, bahkan dalam pernikahanku."
1812Please respect copyright.PENANAT872xlYh5m
Faizah merasakan hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. "Cinta?" bisiknya, seolah tidak percaya.
1812Please respect copyright.PENANAfaIcTsuD1n
Pak Hendrik mengangguk. "Ya, Faizah. Cinta. Dan karena itulah, aku tidak ingin terus-menerus hidup dalam kebohongan atau menyakiti orang-orang di sekitar kita. Maria... istriku... dia sudah lama sakit-sakitan. Aku telah merawatnya selama bertahun-tahun, tapi hubungan kami sudah tidak seperti dulu lagi. Aku merasa... dia pun sudah merelakan semuanya."
1812Please respect copyright.PENANA0AQAKoFIwJ
Faizah menatap Pak Hendrik, mencoba memahami apa yang ingin disampaikannya. "Apa yang kau maksud, Pak Hendrik?"
1812Please respect copyright.PENANAlWV3h7nORR
Pak Hendrik menggenggam tangan Faizah lebih erat, seolah tidak ingin kehilangan keberanian yang baru saja ia kumpulkan. "Aku akan menceraikan Maria, Faizah. Jika kau bersedia, aku ingin menjadikanmu istriku. Aku ingin kita bisa hidup bersama tanpa harus menyembunyikan
perasaan kita. Tapi untuk itu, aku berharap kau mau mempertimbangkan untuk ikut keyakinanku. Bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk masa depan kita bersama."
1812Please respect copyright.PENANA0egyjmMWm1
Perasaan campur aduk memenuhi hati Faizah. Di satu sisi, ada kebahagiaan mendengar bahwa Pak Hendrik ingin bersamanya, tetapi di sisi lain, ada rasa takut dan keraguan yang begitu besar. Meninggalkan keyakinannya adalah hal yang sangat sulit, sesuatu yang selama ini menjadi bagian dari jati dirinya.
1812Please respect copyright.PENANA8whhqBz5fR
"Aku... aku tidak tahu, Pak Hendrik," suara Faizah bergetar, "keyakinan adalah sesuatu yang sangat penting bagiku. Bagaimana mungkin aku bisa meninggalkannya begitu saja?"
1812Please respect copyright.PENANAGEGFBwaA0I
Pak Hendrik menatapnya dengan tatapan penuh pengertian. "Aku tahu, Faizah. Aku tidak memaksamu untuk memutuskan sekarang. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu dengan sepenuh hati, dan aku siap mengorbankan segalanya untuk kita. Tapi aku juga ingin kita bersama dalam iman yang sama, agar kita bisa menjalani hidup ini dengan damai dan tanpa rasa bersalah."
1812Please respect copyright.PENANALoC8A5js2J
Faizah merasa air mata mengalir di pipinya. Ini adalah keputusan yang begitu besar, sesuatu yang bisa mengubah seluruh hidupnya. Namun, saat ia menatap Pak Hendrik yang memandangnya dengan penuh cinta dan harapan, Faizah merasakan dorongan kuat dalam hatinya, dorongan untuk menerima cinta itu sepenuhnya, meskipun itu berarti harus mengorbankan sebagian dari dirinya.
1812Please respect copyright.PENANAi4Eud5K6jv
"Berikan aku waktu, Pak Hendrik," bisik Faizah akhirnya. "Aku butuh waktu untuk merenungkan semuanya."
1812Please respect copyright.PENANAs6uqn68p03
Pak Hendrik mengangguk perlahan, menyeka air mata di pipi Faizah dengan lembut. "Aku akan selalu ada di sini untukmu, Faizah. Tidak peduli berapa lama waktu yang kau butuhkan, aku akan menunggumu."
1812Please respect copyright.PENANAWCJu6LKItR
Malam itu, mereka berdua duduk bersebelahan, terdiam namun penuh dengan perasaan yang membara. Faizah tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Tapi di balik semua ketakutan dan keraguan itu, ada perasaan cinta yang mulai tumbuh semakin kuat, perasaan yang mungkin suatu hari akan membawanya kepada keputusan terbesar dalam hidupnya. Apalagi saat Faizah telat haid dia menyadari bahwa dia telah hamil akibat hubungannya dengan Pak Hendrik.
1812Please respect copyright.PENANAdxSb5RtJIk
***
1812Please respect copyright.PENANAIijXDuFwDW
1812Please respect copyright.PENANAf1CEkWAjVu
Beberapa hari kemudian, di sebuah kafe kecil yang tenang, Faizah duduk berhadapan dengan Pak Hendrik, wajahnya menampakkan keletihan yang tak bisa disembunyikan.
"Pak Hendrik," suara Faizah lirih namun tegas, "aku sudah memikirkannya, dan aku rasa... aku harus membereskan semuanya lebih dulu. Aku harus berbicara dengan suamiku."
Pak Hendrik mengangguk perlahan, memegang tangan Faizah, memberikan dukungan tanpa kata. "Faizah, aku memahami ini adalah keputusan yang berat. Jika memang ini yang perlu kau lakukan, aku akan mendukungmu. Aku hanya ingin kau bahagia dan damai, tanpa ada beban di hatimu. Kalau kamu sudah ambil keputusan aku juga akan memulai proses perceraian dengan Maria."
Faizah menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Aku akan bicara dengan suamiku. Aku harus menyelesaikan urusan dengan dia dulu. Tapi aku sudah tidak bisa hidup dalam kebohongan, Pak Hendrik."
Pak Hendrik tersenyum lemah. "Aku akan menunggumu, Faizah. Apa pun yang terjadi, aku selalu ada di sini."
1812Please respect copyright.PENANAo68iJMlqqV
1812Please respect copyright.PENANALLWlpuPlGB
Malam itu, setelah memikirkan semuanya dengan tenang, Faizah duduk di sofa sambil memandangi ponselnya. Ia tahu pembicaraan ini harus terjadi, meski hanya melalui telepon. Ia menarik napas panjang dan akhirnya menghubungi Adnan, suaminya yang sedang bekerja di Kalimantan.
Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya terdengar suara Adnan di ujung sana. "Halo, Faizah? Ada apa? Tumben menelepon malam-malam begini," tanya Adnan dengan suara hangat.
Faizah menelan ludah, mencoba menenangkan debar jantungnya. "Adnan... aku butuh bicara serius denganmu. Aku harap kau bisa mendengarkan tanpa memotong dulu, ya."
Suara Adnan berubah lebih serius. "Ada apa, Faizah? Kamu baik-baik saja, kan?"
Faizah terdiam sesaat, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku... aku ingin kita berpisah, Adnan. Aku tahu ini mungkin terdengar tiba-tiba, tapi aku sudah memikirkannya dengan matang."
Di seberang sana, Adnan terdiam cukup lama, lalu terdengar helaan napasnya yang berat. "Faizah, apa ini soal... orang lain?"
Faizah mengangguk meski ia tahu Adnan tidak bisa melihatnya. "Iya, Adnan. Aku bertemu seseorang yang membuatku merasakan cinta yang... berbeda. Aku tidak bisa membohongi diri sendiri lagi. Aku ingin kita mengakhiri pernikahan ini dengan baik-baik."
Suara Adnan terdengar bergetar, namun ia mencoba tetap tenang. "Aku tidak pernah menyangka ini, Faizah. Kita sudah lama berjuang bersama... tapi kalau ini keputusanmu, aku akan menghormatinya. Aku hanya ingin kau bahagia."
Mata Faizah berkaca-kaca, hatinya tersayat mendengar keikhlasan Adnan. "Terima kasih, Adnan. Aku sangat menghargai pengertianmu. Semoga... semoga kita bisa sama-sama menemukan kebahagiaan."
Setelah beberapa kata perpisahan, telepon pun berakhir. Faizah menatap ponselnya dalam diam, merasakan campuran lega dan duka.
1812Please respect copyright.PENANA9xylWWHtkQ
1812Please respect copyright.PENANAwlbaYQnrym
Setelah percakapan penuh emosi dengan Adnan, Faizah merasa lega namun masih terluka. Ia tahu bahwa keputusannya ini adalah langkah yang sulit, tapi ia tak bisa lagi menunda-nunda. Di sore yang hangat, ia kembali bertemu Pak Hendrik di taman, tempat mereka biasa berbicara dengan tenang.
"Aku sudah selesai dengan urusanku, Pak Hendrik," kata Faizah pelan. "Adnan setuju untuk berpisah. Kami memutuskan untuk berpisah dengan baik-baik."
Pak Hendrik menariknya dalam pelukan hangat, memberikan rasa aman yang selama ini ia rindukan. "Kau sudah melalui banyak hal, Faizah. Aku bersyukur kau telah membuat keputusan ini dengan hati yang tenang. Sekarang, kita bisa memulai lembaran baru."
Faizah menatap Pak Hendrik dengan mata yang berkaca-kaca. "Tapi aku tahu, jalan yang kita pilih ini tidak mudah. Banyak hal yang harus aku korbankan."
"Aku pun tahu itu, Faizah," balas Pak Hendrik lembut, mengusap pipi Faizah. "Tapi cinta yang kita miliki cukup kuat untuk menghadapi semua tantangan. Aku akan selalu bersamamu, apa pun yang terjadi."
Faizah tersenyum, merasakan kehangatan cinta yang perlahan-lahan menyembuhkan luka-luka dalam hatinya. "Aku harap begitu, Pak Hendrik. Mari kita jalani semuanya dengan hati yang lapang dan bersama-sama."
Dengan keyakinan yang telah diperbarui, mereka berjalan berdampingan meninggalkan taman, siap menjalani hidup baru bersama-sama.
Beberapa minggu setelah percakapan telepon dengan Adnan, Faizah mulai mengurus proses perceraian. Di tengah proses itu, ia juga kerap berbincang dengan Pak Hendrik tentang keyakinan yang kini ia pertimbangkan untuk diikuti. Ada keraguan, ada ketakutan, tetapi ada pula dorongan kuat karena cintanya pada Pak Hendrik.
Suatu pagi, Faizah sedang berbicara dengan kuasa hukumnya di kantor pengadilan. Pengacara yang mendampinginya, Ibu Rina, berbicara dengan suara lembut namun tegas.
"Faizah, proses perceraianmu dengan Adnan cukup sederhana, karena dia pun setuju. Biasanya dalam dua hingga tiga minggu semua berkas bisa selesai. Kita hanya perlu menghadiri sidang beberapa kali."
Faizah mengangguk sambil memandang ke luar jendela. "Iya, Bu Rina. Saya ingin semuanya selesai dengan cepat, agar saya bisa benar-benar melanjutkan hidup."
Ibu Rina tersenyum penuh pengertian. "Kamu pasti merasa berat, Faizah. Tidak mudah melewati hal ini, apalagi jika ada perubahan besar yang akan kamu jalani setelah ini. Kamu sudah yakin dengan keputusan ini?"
Faizah terdiam sejenak, lalu menarik napas panjang. "Saya sudah memikirkannya. Ini bukan sekadar keinginan pribadi. Saya… saya ingin memulai hidup baru bersama seseorang yang saya cintai dan, ya… mengikuti keyakinannya juga."
Ibu Rina terkejut, tetapi mengangguk. "Baik, Faizah. Semua keputusan ini harus datang dari hatimu. Saya akan memastikan proses perceraian ini berjalan lancar."
1812Please respect copyright.PENANAvhce00AXYh
1812Please respect copyright.PENANA2gbt6YOVf2
Sore harinya, Faizah bertemu dengan Pak Hendrik di gereja kecil di pinggiran kota yang sepi. Tempat itu terasa damai, penuh cahaya lembut dari jendela kaca berwarna. Pak Hendrik membawanya ke gereja untuk memberikan Faizah ruang mengenal keyakinan barunya. Di dalam gereja, mereka duduk berdampingan di salah satu bangku panjang.
Pak Hendrik menatap Faizah penuh kasih. "Faizah, aku tidak ingin memaksamu. Keyakinan adalah sesuatu yang sangat pribadi. Jika kau merasa belum siap, aku bisa menunggumu."
Faizah tersenyum samar, menatap altar di depan mereka. "Ini bukan tentang siap atau tidak, Pak Hendrik. Sejak aku mengenalmu, aku merasa hidupku berubah. Aku ingin ikut dalam keyakinan yang bisa kita jalani bersama, tapi… ini juga membuatku takut."
Pak Hendrik menggenggam tangannya, memberikan kehangatan yang menenangkan. "Perubahan besar pasti membawa rasa takut, Faizah. Jika ada yang ingin kau tanyakan, aku akan mencoba menjawab. Kau tidak sendirian."
Faizah mengangguk perlahan, matanya berkaca-kaca. "Aku hanya takut mengkhianati keyakinan lamaku, Pak Hendrik. Keyakinan itu sudah mengajarkan aku banyak hal, sudah menjadi bagian dari diriku. Tapi aku ingin memilih jalan yang bisa kita jalani bersama. Aku ingin kita memiliki dasar iman yang sama."
Pak Hendrik menatapnya penuh pengertian. "Aku menghargai perasaanmu, Faizah. Mungkin kita bisa mulai pelan-pelan. Kau bisa mengenal keyakinan ini lebih dalam, mengikuti kelas pembinaan di gereja. Jika itu terasa tepat untukmu, aku akan mendampingimu setiap langkahnya."
1812Please respect copyright.PENANA6kxFxbanYc
1812Please respect copyright.PENANAkaQlTy6MuS
Beberapa hari kemudian, Faizah menghadiri kelas pembinaan di gereja yang diadakan setiap akhir pekan. Bersama pendeta, Faizah belajar tentang ajaran baru yang mulai ia pahami perlahan. Suatu hari, setelah sesi pembinaan, pendeta mendekatinya untuk berbicara.
Pendeta tersenyum hangat. "Faizah, aku tahu kamu menjalani perubahan besar. Tapi aku juga melihat ketulusanmu mencari kebenaran yang cocok di hatimu."
Faizah tersenyum lemah. "Saya merasa, hidup ini memberi saya pilihan yang sulit, Pak Pendeta. Tapi saya juga merasakan kedamaian setiap kali saya berada di sini."
Pendeta mengangguk bijak. "Itulah panggilan, Faizah. Jika kau merasa damai di sini, mungkin itu adalah tanda. Tuhan sering berbicara melalui kedamaian yang kita rasakan. Tidak semua orang langsung menemukan kedamaian dalam proses ini, tapi jika kau terus terbuka, kau akan merasakannya."
Faizah mengangguk, merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Pak Pendeta. Saya akan terus belajar, mencoba membuka hati saya."
1812Please respect copyright.PENANARlawfKpQMV
Akhirnya, beberapa bulan kemudian, setelah proses perceraian selesai, Faizah kembali ke gereja bersama Pak Hendrik. Hari itu adalah hari istimewa, hari di mana ia akan mengucapkan janji untuk memeluk keyakinan barunya dengan penuh kesadaran. Di tengah upacara, Pak Hendrik mendampinginya, memegang tangannya dengan penuh cinta.
Setelah janji diucapkan, Pak Hendrik berbisik lembut, "Selamat datang di kehidupan baru, Faizah. Aku tahu ini tidak mudah bagimu, tapi aku sangat bangga padamu."
Air mata bahagia mengalir di pipi Faizah. "Terima kasih, Pak Hendrik. Aku tidak akan bisa melalui semua ini tanpa dukunganmu. Aku merasa tenang, merasa… menemukan rumahku."
Pak Hendrik tersenyum hangat dan mengusap pipi Faizah dengan lembut. "Aku akan selalu ada di sisimu, Faizah. Mari kita mulai hidup baru bersama, dengan iman yang sama."
Mereka saling memandang dalam keheningan penuh makna, menyadari bahwa mereka kini terikat bukan hanya oleh cinta, tetapi juga oleh keyakinan yang mereka pilih untuk dijalani bersama.
****
Setelah Faizah resmi memeluk agama baru, kabar tersebut cepat tersebar ke keluarganya di kampung. Tidak lama kemudian, Faizah menerima telepon dari kakaknya, Aisyah, yang menanyakan perihal keputusannya.
"Faizah, apa yang kudengar ini benar?" tanya Aisyah dengan nada tinggi. "Kau pindah agama hanya karena pria itu?"
Faizah menarik napas panjang, mencoba menjawab dengan tenang. "Kak Aisyah, aku tahu ini sulit diterima. Tapi ini bukan keputusan yang aku buat begitu saja. Aku benar-benar merasa bahwa jalan ini yang terbaik buatku."
Suara Aisyah terdengar semakin kecewa. "Apa yang terbaik? Kau meninggalkan keyakinan kita, kau membuat orang tua kecewa, Faizah. Apa kau tidak memikirkan mereka? Tidak memikirkan kami?"
Faizah terdiam, berusaha menahan air mata. Dia tahu betapa beratnya berita ini bagi keluarganya, namun dia juga tak ingin memungkiri panggilan yang ia rasakan. "Aku memikirkan kalian, Kak Aisyah. Aku memikirkan keluarga setiap hari. Tapi aku juga harus mengikuti apa yang membuatku merasa tenang."
"Tenang?" Aisyah menghela napas dengan nada getir. "Faizah, tenang itu bukan dengan meninggalkan ajaran kita. Kau sudah diajari banyak hal sejak kecil, bagaimana kau bisa melupakan semua itu begitu saja?"
Faizah berusaha menguatkan diri, mencari kata-kata yang tepat. "Ini bukan tentang melupakan, Kak. Aku akan selalu menghargai semua yang aku pelajari sejak kecil. Tapi aku… aku merasa bahwa keputusan ini adalah yang terbaik untuk masa depanku."
Setelah beberapa lama diam, akhirnya Aisyah berbicara dengan nada lebih lembut. "Baiklah, Faizah. Kau sudah dewasa. Mungkin aku dan keluarga belum bisa menerima keputusanmu, tapi… jika kau yakin, jalanilah. Tapi kau harus tahu, ini akan memerlukan waktu bagi kami untuk menerima semua ini."
"Aku mengerti, Kak. Aku akan menunggu. Aku tidak akan pernah memutus hubungan dengan kalian. Maafkan aku jika keputusan ini menyakiti kalian." Suara Faizah bergetar saat ia menutup telepon, berharap suatu saat keluarganya akan bisa menerima keputusannya.
1812Please respect copyright.PENANA9OkXiyl5ep
1812Please respect copyright.PENANApElDeCPZ19
Setelah perbincangan dengan kakaknya, Faizah menjalani hari-hari dengan fokus pada kehidupan barunya bersama Pak Hendrik. Hubungan mereka semakin dalam dan erat, meskipun tantangan dari lingkungan sekitarnya terus berdatangan. Pada suatu sore, mereka duduk bersama di rumah Pak Hendrik, mendiskusikan rencana untuk menikah.
"Faizah," Pak Hendrik menggenggam tangan Faizah dengan penuh kelembutan. "Aku tahu ini bukan waktu yang mudah bagimu, terutama setelah semua yang terjadi dengan keluargamu. Tapi aku ingin kita melanjutkan hidup bersama. Aku ingin kamu menjadi istriku."
Faizah menatapnya dengan mata berbinar, namun ada sedikit keraguan. "Pak Hendrik, aku juga ingin hidup bersama denganmu. Tapi… apa keluargamu tidak akan merasa keberatan? Lagipula, kita sudah banyak menghadapi penolakan dari orang-orang sekitar."
Pak Hendrik mengangguk, memandang Faizah dengan tatapan penuh kasih. "Faizah, sejak awal aku tahu keputusan ini tidak akan mudah. Keluargaku mungkin juga terkejut dengan pernikahan kita, tapi mereka tahu bahwa aku sudah bercerai dan ingin memulai hidup baru. Mereka ingin yang terbaik untukku."
Faizah tersenyum kecil, hatinya merasa tenang mendengar keyakinan Pak Hendrik. "Kalau begitu… aku siap. Aku siap menjadi istrimu."
1812Please respect copyright.PENANAtCHrYzYzCG
1812Please respect copyright.PENANAx2DpBRr0TX
Beberapa bulan kemudian, setelah segala persiapan selesai, hari pernikahan Faizah dan Pak Hendrik pun tiba. Upacara pernikahan berlangsung sederhana di gereja yang selama ini mereka datangi bersama. Mereka mengundang beberapa teman dekat, sementara keluarga Faizah dan Pak Hendrik belum sepenuhnya terlibat.
Faizah mengenakan gaun putih sederhana yang memancarkan keanggunan, sementara Pak Hendrik berdiri di sampingnya dengan jas abu-abu yang rapi. Pendeta memimpin upacara dengan tenang, memberikan doa serta harapan terbaik untuk kedua mempelai.
"Faizah," Pak Hendrik berbisik lembut, matanya menatap dalam ke mata Faizah. "Aku berjanji akan selalu menjaga dan mencintaimu, apapun yang terjadi. Kau adalah cinta sejatiku."
Air mata mengalir di pipi Faizah. "Aku pun berjanji, Pak Hendrik. Bersamamu, aku merasa lengkap. Aku siap menjalani hidup ini bersamamu, dalam suka maupun duka."
Setelah janji suci diucapkan, Pak Hendrik dan Faizah saling memandang penuh haru sebelum mereka akhirnya saling berciuman lembut, disambut dengan tepuk tangan hangat dari para hadirin yang mendukung cinta mereka.
1812Please respect copyright.PENANAbioouASp02
1812Please respect copyright.PENANA1bfO4Ow2Q1
Setelah pernikahan, Faizah dan Pak Hendrik menjalani hidup dengan damai, meski di balik ketenangan itu, Faizah merasakan kerinduan mendalam terhadap keluarganya di kampung. Setiap kali ia mencoba menghubungi mereka, jawaban yang ia terima masih penuh penolakan. Namun, Faizah terus berharap. Suatu hari, saat sedang duduk di teras rumah bersama Pak Hendrik, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama ibunya terpampang di layar.
Dengan gemetar, Faizah menerima telepon itu. "Halo, Ibu?"
Di seberang sana, terdengar suara lembut namun bergetar. "Faizah… bagaimana kabarmu, Nak?"
Air mata langsung mengalir di pipi Faizah. "Ibu… Ibu baik-baik saja? Aku… aku sangat merindukan Ibu."
Ibunya menghela napas panjang. "Kami semua kecewa, Faizah, dengan pilihanmu. Tapi… Ibu tidak bisa terus menahan rasa rindu. Kau anak Ibu, apa pun keyakinanmu. Kami hanya berharap kau tetap bahagia dan selalu ingat bahwa keluargamu di sini."
Pak Hendrik mendekat, menggenggam tangan Faizah dengan lembut, memberinya kekuatan. Faizah menatapnya penuh syukur lalu kembali berbicara pada ibunya. "Terima kasih, Bu. Aku sangat mencintai kalian semua. Dan meskipun aku telah memilih jalan hidup berbeda, aku selalu ingin tetap dekat dengan kalian."
Setelah percakapan panjang yang penuh emosi, akhirnya ibunya berkata dengan suara lembut, "Baiklah, Faizah. Kalau kau bahagia, Ibu akan belajar menerima. Kami semua akan belajar menerima."
Faizah tersenyum, perasaannya tenang. "Terima kasih, Bu. Aku akan datang berkunjung suatu hari nanti, bersama suamiku. Semoga Ibu bisa menerimanya."
"Iya, Faizah. Kami akan menunggumu," jawab ibunya pelan.
Dengan dukungan dari keluarganya yang mulai membuka diri, Faizah dan Pak Hendrik akhirnya bisa menjalani kehidupan baru mereka dengan penuh kebahagiaan. Meski perjalanan mereka dipenuhi rintangan, cinta dan keteguhan hati mereka membuat semuanya terlewati. Kini, mereka siap menatap masa depan bersama dengan penuh harapan, saling mendukung dalam iman dan cinta yang mereka bangun dengan susah payah.
1812Please respect copyright.PENANADfxcmCeiQ5
TAMAT 1812Please respect copyright.PENANAWaC2fJ18e4
Nb. baca cerita lain genre cinta beda agama di akun novel kita1812Please respect copyright.PENANA2iLm8SMZAK
https://novelkita.online/series/convert-story/
Akun semprot elevensange dan aku karyakarsa 1812Please respect copyright.PENANAWdKTbhxUur
https://karyakarsa.com/elevensanger
grup telegram https://t.me/adultsexsory
ns 15.158.61.11da2