Perkenalkan namaku Shinta Citra, usiaku 16 tahun. Aku dilahirkan di keluarga yang kurang beruntung dalam hal kasih sayang. Mama berketurunan Tionghoa dengan papaku blasteran Manado dan Papua. Mamaku bernama Chen Xiao dan papaku bernama Yoshua George. Papa dan mama bertemu pertama kali di pelabuhan merak dan akhirnya saling mencintai dan lahirlah aku.
Di usiaku yang belia ini, kehidupanku tidaklah berjalan mulus seperti teman teman sekolahku. Yang mana mereka merasakan belas kasih kedua orang tuanya. Papa yang bekerja sebagai supir truk kargo ini jarang sekali pulang, sementara mama yang awalnya bekerja sebagai pembantu memilih untuk bertukar nasib dengan mengikuti teman teman sosial medianya sebagai seorang pelacur.
Setiap harinya, aku selalu disuguhkan adegan tak senonoh yang dilakukan mama dengan para lelaki hidung belang. Tak hanya dikamar, dapur dan bahkan ruang tamu sudah menjadi saksi kebejatan mama dengan para tamu lainnya. Bersyukurnya aku tak tertarik dalam lembah nestapa itu, dan memilih untuk kabur dari rumah. Dalam soal keuangan, aku taklah berpikir keras karena walau papa bekerja sebagai supir truk, dia tetap memikirkan kami, khususnya aku sang putri semata wayangnya.
"Nak, papa kirim kamu 25 juta. Cukup kah?" terdengar suara parau papaku diujung sana dengan sedikitnya terdengar kendaraan lalu lalang.
"Cukuplah pa, papa juga harus menikmati uangnya dong... kalo semua buat Shinta... terus papa gimana?" jawabku pelan.
"Tenang sayang, papa ada kok.. gimana kabar mamamu? dimana dia nak?" tercekat kerongkonganku mendengar papa bertanya dimana wanita laknat itu berada.
Dengan berat hati aku mengutarakan segalanya dengan pelan dan hati hati. Kemudian suara papa terdiam tanpa menyahut segala perkataan dan pertanyaanku.
"Pa...maafin Shinta ya pa... papa jangan marah ya... paaaa.... " aku terisak sejadi jadinya mengingat kerja keras papa menghidupkan kami berdua dan kini dibayar dengan sebuah kepura-puraan.
".... Nak... dengar papa ya sayang.. kamu dimana nak?" terdengar suara papa begitu lemah dan memilukan, ku arahkan papa untuk menuju tempat ku hidup sendirian. Papa terdengar suaranya yang goyah dan sesekali sesenggukan.
"Papa... Shinta akan menunggu papa.. " aku masih menggenggam ponselku erat sembari tetap bersama dengan suara papa dan bisingnya suara kendaraan yang ditunggangi nya.
Setelah lebih dari 4 jam, tanganku yang kaku dan membiru ini tak terasa keletihannya bila dibandingkan curahan hati papa dan cintanya kepadaku. Entah kenapa, aku mencintai papaku bukan sebagai anak dengan papanya. Melainkan seorang wanita yang mencintai pria kesayangannya. Akan kucurahkan cintaku kepadanya walau menentang kehendak Tuhan.
Tepat setelahnya, papa menubruk tubuhku dan menangis sejadi-jadinya setelah apa yang dia lihat dari semua bukti bukti yang kuambil secara berkala. Papa menjadi tenang dan entah bagaimana, tubuhnya yang lusuh itu bukanlah halangan bagiku untuk mencintai segenap jiwa.
Dalam tidurnya dia memanggil manggil nama mamaku.. "Chen Xiao.... Chen Xiao... " lalu kuusap peluh di dahinya sembari memandang wajahnya yang tampan. Kukecup bibirnya yang terasa hangat beraromakan tembakau madura yang sangat digemarinya itu. Kujulurkan lidah dan terbelalaklah matanya mendorong paksa ciuman panasku terhadapnya.
"Nak... kita nggak boleh begini nak.. aku papamu nak.. bagaimana jika ibumu tahu... bisa mati aku.. " Papa berkata lirih sembari mengelap bibirnya yang basah dan membetulkan kemeja lusuhnya.
"Shinta cinta papa.. bahkan sebelum papa menyadarinya.. bahkan saat papa bercinta dengan liar diranjang sakral kalian.. bahkan.. " tak sempat kuteruskan, jari papa menutup bibir mungilku.
"Kamu... mengintip papa nak? kenapa mesti papa nak?" papa bertanya tanya kenapa diriku begitu menggilainya.
"Entah pa, tapi aku nafsu banget kalo sama papa.. dada Shinta panas manakala papa bercumbu mesra dengan mama.. " aku menjawab dengan lantang dan sedikit emosi yang meledak.
"Beri papa waktu ya nak, papa harus menelaah segalanya..." papa keluar kamar dan masuk untuk berbenah diri.
Aku sangek bukan main saat melihat perut buncit papa dengan seonggok daging menyeplak dari balik celana jeansnya. Ku tanggalkan pakaianku dan meremas susuku serta memainkan klitoris ku sembari menghirup aroma tubuh diatas ranjangku.
Selang 1 jam kemudian papa mendapatiku sedang bermain dildo di lubang memekku yang bersih tanpa bulu kemaluan. Papa terkesiap dan menutup kembali pintu namun ku tahan tangan kirinya sembari kuarahkan ke memekku yang tengah basah.
"Nak, papa capek nak... papa mau tidur nak.. " papa mencoba untuk menghindar namun aku tak hilang akal. Ku tarik handuk yang menutupi pinggangnya, sebuah daging panjang dan berurat itu begitu legam dan besar. Walau tak keras namun aku berani bertaruh, sekalinya terbangun akan membuatku gila.
"Nakk... ohhh... jangan nak.. jangan.. " papa masih dengan pendiriannya untuk tetap tidak meladeni birahi liarku.
Kulepaskan dan kubiarkan saja dia untuk kembali dan beristirahat. Tak tega melihatnya masih terasa terluka karena perbuatan gila pelacur tua itu. Dan kami akhirnya istirahat.
Pagi harinya papa sudah kembali ceria dengan melakuka aktifitas lain seperti menyapu dan mencuci pakaian. Sudah pasti takkan ada pria lain sebaik papa dalam melakukan pekerjaan rumah tangga.
"Eh anakku sudah bangun, papa baru ajah beli Nasi Uduk, yuk makan bareng papa.. " kuurungkan niatku untuk melakukal hal yang tak disukainya saat ini.
Hingga kemudian terdengar dering dari ponsel miliknya, dan diangkatlah ponsel itu sembari mengeluarkan kata kata kotor. Suara wanita yang kukenal itu kini semakin meninggi, entah bagaimana akhirnya mereka bertemu dalam kos kosan ku ini dan meributkan hal hal yang tak elok untuk di dengar. Papa mengajukan cerai sementara mama pada akhirnya ketakutan untuk mengurungkan niatnya untuk dicerai.
Papa dengan berat hati mengatakan. "Mulai saat ini, kamu diam dan lihat bagaimana diselingkuhi.. " papa menarik lenganku dan menelanjangiku dihadapannya. Kontolnya mengeras dan menjulang tinggi, mama hanya bisa melihat dengan penuh harap untuk bisa di setubuhi. Sepertinya aku paham kenapa wanita jalang ini berselingkuh, dan kenapa aku seliar ini menginginkan kontol besar papaku. Tak jauh beda betapa hiper nya aku mengharap untuk dibuahi.
Wanita itu kemudian bertelanjang dan memuaskan birahinya sembari memandangi putrinya sedang di setubuhi batang panas suaminya.
"Ouuhhh papa... kontolnya enak banget... anget di rahim Shinta... kontolin meki Shinta pa... ouhhh... fuckk yaaa.. " aku mengerang dengan sangat keras dan liar, untungnya kos kosanku ini tidak ketat. Mau bawa pelacur sampe 100 pun juga nggak masalah, dan kebetulan lokasiku jauh diatas.
"Shhhttt.... fuck my cock.. bitchhh... plak plak... " papa menampar liar memekku dengan batang panjangnya lalu di masukkan kedalam lubangku yang kecil.
"Papa enak banget kontolnyaaaahhh... ewein adek paahhh.. adek mau punya bayinya papa... sekalian kalo udah punya bayi, papa bebas ngentotin anaknya adek.... " aku semakin panas dan menggila sembari tersenyun sini menatap wanita jalang itu.
"Pap... mama sangek pap... " mama menarik lengan papa namun di tepis nya oleh papa dan kemudian meneruskan persenggamaan kami.
"Papaaaaaaa..... adekk nyampe paahhhhh hamilin adek paaaahhhhh" aku berteriak-teriak dan sebuah tekanan besar menyerbu masuk ruang bayiku.. sperma papa mengalir deras.
"Papa juga nakkk... uuhhhhhh terima peju papah nakkk... " papa mengejang dan disemprotkannya sperma panas nan kental papa.
Aku terkulai lemas dengan penuh kemenangan. Papa masih lanjut menggenjot rahimku dan memuntahkannya bertubi tubi. 1 tahun kemudian aku hamil anak perempuan, papa resmi menceraikan jalang biadab itu. Aku semakin sayang dengan papa, dan papa kini bekerja sebagai seorang konsultan.
TAMAT...
ns 15.158.61.37da2