Tengnong... Tingnong...
"Baik cukup sekian pembelajaran hari ini. Sampai ketemu dipertemuan selanjutnya." Kata seorang laki-laki paruhbaya yang sedang berdiri di depan kelas sambil merapihkan buku-buku di mejanya.
Ketua kelas terlihat berdiri bersiap memberi aba-aba, "Berdiri. Memberi salam."
...725Please respect copyright.PENANA5FZckFITe6
725Please respect copyright.PENANAUdNwCsfNYC
"Hei bro! Jadi kita ke timezone?"
Tanya salah seorang temanku yang ngambil tempat duduk disebrangku, Nathan.
"Sorry Nat, gue gak bisa. Ada tugas yang harus diselesaikan." Sesalku.
"Yah... yasudah. Kalian gimana? Oh ayolah, jangan katakan kalian tidak bisa? Besok kan libur."
"Gue pass. Tugas numpuk, deadline cuma seminggu." Jawab temanku si tampan pecinta fisika yang hobi ngemilin bakwan, Bryan.
Nathan melirik kearahku, tepatnya samping kananku, sedikit jauh ke belakang. Tinggal ia yang belum memberikan jawaban.
"Apa?" tanyanya dengan suara yang terdengar sedikit menggema, ketika sadar semua dari kami menatapnya penuh arti. Ya karena di kelas ini tidak ada siswa lagi kecuali kami. Padahal Bryan dan Dennis berbeda kelas dengan diriku dan Nathan tapi kami selalu pulang bersama dan mereka yang sering mampir ke kelasku saat jam pulang tiba.
Nathan mengeluarkan jurus andalannya –puppyeyes. Jurus yang membuat Dennis Iman Ngurahrai yang terkenal tampan dan menawan, menjadi melongo bego seketika.
"Dennis," panggilku sedikit berteriak membuatnya tersadar kembali.
"Eh? Mmm hari ini si tidak ada jadwal yang berarti, tapi..."
"Gue bayarin," potong Nathan cepat.725Please respect copyright.PENANAWIxzRo872M
725Please respect copyright.PENANASAaTpXazWU
"Hmm..." Dennis mengusal dagu, pura-pura menimbang. Semua –khususnya kami– sudah tahu tabiat orang berkulit tan satu itu.
"Baiklah. Gue gak bisa menolak jika lo memaksa." Jawabnya diiringi cengiran 3 cm sambil berjalan mendekat ke arah kami.
"Ah, lagak lo Nis, jadwal. Gratis aja dihajar lo, haha" Candaku padanya.
"Rejeki itu jangan di tolak," balas Dennis menanggapi candaanku dan merangkul pundakku dari sebelah kiri.
"Ya gak? Lumayan hemat uang jajan hari ini hihi.."
Aku hanya bisa tersenyum maklum. Walau rasanya aneh saat dia berbicara denganku sedekat ini. Selama mengenalnya sejak hari penerimaan siswa baru, aku dan Dennis jarang sekali berangkulan seperti ini. Paling hanya sebatas tepukan dibahu, atau salam sapa yang kami buat berempat.725Please respect copyright.PENANAqBiiKQNlRX
725Please respect copyright.PENANAmxoBuOghe6
Aku bisa merasakan rangkulannya yang erat. Tinggi kami yang tak berbeda jauh membuat pipi kami saling berdekatan, bahkan hampir menempel.
Nathan merasa terpedaya oleh tipu muslihat Dennis dan menyesal akan keputusannya. Dia terys bernego, sampai akhirnya adu argumen kembali, aku hanya menyengir pasrah karena Dennis masih belum melepas rangkulannya.
"Ayo pulang! Kalian mau menginap di sini?" ajak Bryan yang tengah berdiri di ambang pintu menunggu kami.
Ajakan Bryan berhasil membuat kami beranjak dari kursi dan membuat perdebatan mereka berakhir. Satu persatu dari kami melewati Bryan begitu saja, akulah yang terakhir keluar kelas. Bryan berjalan di sampingku, sedangkan kedua sahabat kecil itu; Nathan dan Dennis berjalan di depan kami. Mereka kembali beradu argumen kali ini lebih ganas, bahkan, dari apa yang terlihat mereka seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar hahaha –pemandangan yang sering terjadi. Kulirik Bryan yang juga tengah menikmati tontonan gratis tersebut dengan senyum yang ku tahan.
"Hei, gak biasanya lo menolak ajakannya Nathan. Benar karena tugas?" tanyaku memecah keheningan yang kami ciptakan sendiri.
"Yaaa bukan sih. Tugas 70% done." jawabnya memberi jeda. Sudah ku duga, manusia satu ini mana belum mengerjakan tugas. Bryan terkenal rajin di sekolah kami, dia termasuk ranking 5 besar di sekolah tapi tak tertarik untuk pacaran padahal sudah 2 kali di tembak cewek, salah satunya kakak kelas.
"Gue disuruh menjaga Roro di rumah. Kalau gue gak mau, ibu gue akan mengurangi jatah gue buat makan bakwan selama 1 hari di rumah dan penyitaan gadget selama 3 hari. Coba lu bayangin 3 hari tanpa gadeget dan hidup 1 hari tanpa bakwan bro." Tuturnya lemah ketika membayangkan hal itu benar-benar terjadi. Oh iya untuk seorang Bryan yang berbicara sampai satu paragraph membuat aku menahan tawa. Pasti ia sangat depresi.
"Oit, duluan!" Pamit Bryan seraya menepuk bahuku singkat ketika kami sudah dekat dengan gerbang sekolah, begitu juga dengan dua orang di depanku.
"Matthew! Kami duluan yaa.."
...725Please respect copyright.PENANAuZw9nO3VBf
725Please respect copyright.PENANA8nPWZPsCW9
725Please respect copyright.PENANAmB6SYlJUY9
Haah.. tinggalah aku di sini, berjalan sendirian ditengah-tengah keramaian orang yang sedang berbelanja, atau menghamburkan uang untuk sekedar pemuas kebutuhan jasmaninya atau spiritualnya.
Bangunan megah berlantai 4 dengan banyak barang berkualitas yang berjajar hampir di setiap sudut dalam gedung tersebut. Setaip lantai menjual jenis produk yang berbeda bahkan dilantai tertentu menjadi tempat khusus penjual yang ingin menjual produk makanan.
Kenapa aku bisa berada disini? Ditempat yang mungkin saja aku bisa bertemu dengan Dennis dan Nathan. Jawabannya karena ibu menyuruhku mengambil barang pesanannya. Beliau berkata karena sekolahku searah dan lagi kakak perempuanku sedang kuliah, adikku masih terlalu kecil, so akulah yang disuruh mengambil barang.
Menyebalkan.
"Gue jadi haus," ku sapu seluruh tempat dihadapanku. 725Please respect copyright.PENANAHzn8M4TI3j
Aku berada di lantai dasar. Di sini lebih banyak penjual minuman atau makanan ringan, seperti roti atau donat.725Please respect copyright.PENANAR4VKzvCCL9
725Please respect copyright.PENANARLbTNojWGK
Aha, ada coffee shop di sana.
"Ice cappucino enak kali ya?" gumamku sambil tersenyum dan mulai melangkah ke tempat yang menjadi tujuanku.
Saat melewati sebuah toko yang terdapat kaca besar di depannya, aku sejenak melihat pantulan diriku. Satu kata yang muncul di dalam otakku, tampan.725Please respect copyright.PENANAj2aRA2gtKi
725Please respect copyright.PENANA8FIFP55dvm
Sosok pria dengan jaket hitam berbahan jeans, celana sekolahku yang berwana coklat, dan wajahku yang selalu terlihat bersih. Aku rapihkan tatanan rambut depanku. Jika di bandingkan dengan ke 3 temanku itu memang aku sedikit lebih berisi. Tambun? tidak 'Big boy' lebih tepatnya. Mereka saja yang kurus, terlebih Nathan.
"Done it." Ucapku dan kembali melangkah. Wah.. ramai sekali. Terpaksa aku harus mengantri terlebih dahulu. Emm apa mungkin kopi di sini enak makannya ramai? Sudahlah kita coba saja untuk membuktikannya.
"Selamat datang di Sun and Holly. Mau pesan apa?" sapa ramah seorang pegawai yang melayaniku.
"Ice cappucino dulax mix 1, krimnya sedikit saja." Pesanku setelah beberapa waktu melihat menu yang tersedia.
"Baik. Ada lagi?"
"Tidak." Jawabku cepat.
"Satu ice cappucino dulax mix dengan sedikit krim," sang pegawai mengulang pesananku. Aku hanya menggangguk singkat.
"Semuanya Rp 35.000." aku sempat terkejut, tapi tetap mengambil uang di dompet dari saku celanaku dan memberikan uang Rp 100.000.
"Mas, 1 ice americano, 1 tiramisu dan 1 express moccacino," aku melirik ke samping kananku ketika sebuah suara lembut menyapu pendengaranku.
Deg
SUBHANALLAH..
Apa aku sedang bermimpi? dia.. dia...
"Emm.. dan 1 ice cappucino dulax mix." Pesannya, sambil memperhatikan menu dengan satu telunjuk menempel di dagu dan mulutnya yang sedikit dimanyunkan. God, cantiknya ah ralat dia terlihat menggemaskan; imut. Aku sering melihat wanita sepertnya tapi wanita di sebelahku ini berbeda. Sepertinya ia seumuran denganku atau lebih muda? Ah kesampingkan masalah umur.
Sang pegawai terlihat selesai mencatat pesanannya. Ngomong-ngomong kenapa aku memeperhatikannya terus? Entahlah, tak ada rasa bosan sedikit pun memandang wajahnya dari samping. Kulihat ia membuka tas yang terselempang manis di bahu kanannya lalu memberikan uang kepada sang kasir tersebut. Apakah bidadari jatuh dari langit? Dia menoleh kemari?!
Dup. Lub 725Please respect copyright.PENANAk6AgpztO78
Dup. Lub725Please respect copyright.PENANAXtBVXyCXPz
Dup. Lub
Jantungku berdetak dengan irama tak menentu, dia menatapku! Kami saling pandang untuk beberapa saat sampai akhirnya ia tersenyum lembut sebagai realisasi dari sopan santun yang di junjung bangsa ini.
'Jangan perlihatkan tampang bodoh lu, Matthew!' Batinku merutuk diri sendiri. Calm down and stay cool, pikirku.
Arrgght.. tidak bisa! Sarafku mati seketika, ia tak mematuhi perintah dari pusat kendali saraf yang berada di dalam tubuhku ini. Ada apa denganmu? Gadis itu; rambut hitam yang ia kuncir satu dengan kunciran berbentuk pita berwarna pink soft, kulitnya yang putih; seputih susu, dress polos berwarna kuning cerah selutut dan ada seperti bross berbentuk bunga berwarna kulit kayu muda tertempel di dada kirinya, celana bahan warna coklat, tinggi badan ideal. Sempurna.725Please respect copyright.PENANAoA4lrDpOOx
Glup725Please respect copyright.PENANA1kbbfogtCS
Aku menelan salivaku perlahan ketika pesanannya telah jadi. Bukan, bukan masalah pesanannya yang telah jadi tapi dia melihat ke arah ku lagi dan berjalan melewatiku dengan senyumnya yang tak pernah pudar. Dapat kuhirup aroma parfum yang keluar dari tubuh. Aromanya sungguh menyegarkan, membuatnya tampak lebih sempurna. Ku ikuti arah pandangku padanya hingga tanpa sadar tubuhku reflek berputar balik. Tuhan terima kasih, karena sudah mengirimkan salah satu bidadarimu untukku. Siapa kau wahai bidadari pecinta coffee?
"De.. ade! Ini pesanannya, silahkan." Aku sedikit tersentak karena panggilan pegawai yang melayaniku tadi.
"Oh iya maaf." Sesalku sambil mengusap tengkukku malu lalu mengambil pesananku dan meminumnya.
Aku berjalan keluar barisan dan menuju pintu keluar, tepat tak jauh dari pintu aku melihat sosok wanita yang memesan di sampingku tadi sedang duduk bercengkrama bersama teman-temannya. Melihatnya seperti ada suara ranting patah di dada, tapi yang membuatku tetap mengaguminya adalah senyumnya yang dia tujukan padaku sebagai orang asing walau dia telah memiliki lelaki disampingnya.
Sebaiknya setelah ini aku langsung mengambil pesanan ibu lalu pulang dan tidak akan kembali lagi kemari.725Please respect copyright.PENANAzzcB3zRx2R
FIN725Please respect copyright.PENANAen51HV86WB
725Please respect copyright.PENANArz33W3Hd23
725Please respect copyright.PENANANV1Ehtb5uL