438Please respect copyright.PENANAMa031NouAu
438Please respect copyright.PENANAZt55SaTF2k
Bunyi mesin kardiograf menjadi satu-satunya suara di ruangan serba putih ini. Berirama layaknya detak jantung milik seorang pasien yang terbaring lemah di ranjang pesakitan. Bau desinfektan yang menyengat semakin menunjukan bahwa ruangan serba putih ini adalah sebuah kamar rumah sakit. Seragam biru khas rumah sakit membalut tubuhnya selama dua hari ini. Wajahnya terlihat pucat, hidungnya terpasang masker oksigen untuk membantunya bernafas.
Sebuah tangan yang sedikit keriput menggenggam tangan milik si pasien dengan sangat erat. Mulut orang itu tak berhenti berdoa, memanjatkan doa agar putranya bisa sembuh dan segera sadar dari komanya. Di sudut ruangan terdapat sofa panjang berwarna hitam, sofa itu di duduki oleh pria paruh baya yang duduk diam. Sesekali pria itu menatap putranya, juga istrinya yang tak henti-hentinya menangis.
Kamar Melati nomor 303 itu perlahan terbuka, di ambang pintu muncul sosok lelaki yang masih memakai seragam sekolah. Lelaki itu kemudian duduk di sebelah pria berbaju kotak-kotak tersebut.
"Sudah pulang?" gumam Shinta menyambut kedatangan putra keduanya. Wanita itu tersenyum tipis pada lelaki berseragam itu.
Lelaki itu hanya mengangguk sekilas.
"Sudah makan? Mama tadi beli nasi padang, kamu makan ya?" ucap Shinta melepas genggaman tangannya pada putra pertamanya.
"Enggak usah, Ma. Tadi aku udah makan di sekolah," sahut putra keduanya.
Shinta menghela nafasnya sejenak, kemudian kembali duduk di kursi sebelah ranjang pesakitan. Tangan keriputnya kembali mengenggam tangan putranya, seperti yang sudah-sudah ruangan tersebut kembali hening. Hanya bunyi dari mesin kardiograf yang terdengar begitu menyayat hati. Mesin itu bagaikan signal bahwa putanya masih hidup.
Beberapa menit berlalu, hingga akhirnya lelaki berseragam itu memutuskan untuk pamit pulang. Dia harus ganti baju dan akan kembali ke rumah sakit dengan membawakan makanan untuk kedua orangtuanya. Namun saat langkahnya akan mencapai pintu kamar, mesin kardiograf yang terletak di samping ranjang berbunyi nyaring. Hanya berbunyi satu kali namun sangat panjang, setelah itu berhenti.
Deg!
"Sayang! Sayang bangun!" teriak Shinta panik. Wanita itu menekan-nekan tombol di atas ranjang rumah sakit untuk memanggil suster dan dokter. "Pa, panggil dokter!" teriaknya lagi pada suaminya. Tidak sabar karena dokter ataupun suster yang tak kunjung datang.
Melihat kedua orangtuanya panik, lelaki berseragam itu hanya diam di dekat pintu masuk. Tatapannya kosong, tubuhnya tegang, wajahnya juga pucat pasi, seakan-akan jiwanya melayang entah kemana. Firasatnya ini, perasaan kalutnya, ketakutan yang dua hari ini terus membayanginya.
Apa ini saatnya? Ketakutannya.
"Ma, dia udah nggak ada," ucap lelaki berseragam itu lirih.
"Kamu ngomong apa, sih? Kakak kamu pasti sembuh, dia pasti bangun lagi!" teriak Shinta histeris.
*****438Please respect copyright.PENANAlcHEYyFLiG
438Please respect copyright.PENANAvzgNCoxMXy
438Please respect copyright.PENANAE0pZ7AAds2
438Please respect copyright.PENANAv9UlRaGLzU
438Please respect copyright.PENANAGCxBLFToqH
Seorang dokter bernama Bayu baru selesai memeriksa seorang pasien yang terbaring lemah di atas ranjang pesakitan. Pasien itu mengenakan seragam biru khas rumah sakit. Wajahnya terlihat pucat, tatapannya juga kosong, pasien itu hanya menatap langit-langit kamar, sebelum kemudian perlahan-lahan menutup matanya akibat obat bius.
Pasien itu memang sudah terbaring di ruang Melati nomor 304 itu selama dua hari. Sehari menginap, pasien itu sadar namun dalam kondisi histeris. Hari ini, dia kembali sadar, namun terlihat bingung. Maka dari itu dokter Bayu memeriksa lebih lanjut kesehatan pasien itu. Mengecek hasil y yang dilakukan pagi tadi.
"Bagaimana dengan keadaan putri saya, Dok?" tanya Ratu setelah dokter Bayu melihat laporan kesehatan putrinya.
"Anak ibu memang tidak memiliki luka fisik, akan tetapi...." Dokter Bayu diam sejenak.
"Tapi kenapa, Dok? Anak saya baik-baik saja, 'kan?" tanya Raja, sembari memegang kedua pundak istrinya.
"Menurut hasil pemeriksaan CT Scan, anak Bapak dan Ibu terkena amnesia parsial," jawab dokter Bayu lirih. Turut sedih dengan berita tersebut.
"Amnesia parsial? Maksud Dokter apa?" tanya Ratu tak mengerti.
"Jadi, anak Ibu tidak mengingat kejadian yang telah menimpanya. Sebagian ingatanya telah hilang, hal ini disebabkan oleh trauma yang di alami oleh anak Ibu paska kejadian kemarin."
Mendengar penjelasan dari Dokter Bayu, tubuh Ratu langsung lemas seketika. Untung saja ada Raja yang menahan tubuh istrinya dari samping, menopang tubuh itu agar tidak luruh ke lantai rumah sakit.
"Seberapa banyak ingatan yang dilupakan oleh anak saya, Dok?" tanya Raja berusaha bersikap lebih tenang dari istrinya.
"Di lihat dari respon anak Bapak tadi, kemungkinan kejadian 1-2 tahun ke belakang. Bapak dengar sendiri saat anak bapak menyebutkan bahwa dirinya baru saja lulus SMP, padahal sekarang dia sudah kelas 2 SMA."
"Lalu, apakah anak saya bisa sembuh, Dok? Apa ingatannya bisa kembali?"
"Pasti bisa, Bu. Hanya saja, kita tidak bisa memprediksi kapan waktunya. Bapak sama Ibu yang sabar saja, kita serahkan semuanya sama Allah. Saya pamit permisi dulu," pamit dokter Bayu.
"Baik, Dok. Terimakasih!" ujar Raja dan Ratu mengantar dokter Bayu ke luar ruangan.
Di koridor depat ruangan tersebut, terlihat sebuah keluarga yang sedang mengantar jenazah seseorang dengan bersimbah airmata. Sepertinya keluarga itu baru saja kehilangan salah satu anggota keluarganya.
"Kita harus bersyukur, Ma. Kita masih bisa melihat anak kita, walaupun kondisinya begini. Lihat mereka ... mereka baru saja kehilangan salah satu anggota keluarganya," gumam Raja.
"Iya, Pa," sahut Ratu.
438Please respect copyright.PENANA2u4YYQY8aE
438Please respect copyright.PENANAAjwOJAhlm6
438Please respect copyright.PENANA2BaTEldIq5
438Please respect copyright.PENANAm3gPNxj43b
438Please respect copyright.PENANArA0UiNGCQx
438Please respect copyright.PENANAJ5MeVzuGUu
438Please respect copyright.PENANAZhYYWME02F
438Please respect copyright.PENANA6UUTaGzSnf
438Please respect copyright.PENANA875EBG11HJ
438Please respect copyright.PENANAe1xzce6Fda
438Please respect copyright.PENANA45uxqrBJSH
438Please respect copyright.PENANAg0ZNcUNjyy
438Please respect copyright.PENANAaWrLRFyAvE
438Please respect copyright.PENANAwSqB2rWBRg
438Please respect copyright.PENANAvvSQxfVlh5
438Please respect copyright.PENANAg3JzavsiVI
438Please respect copyright.PENANAVZRTupFPP6
438Please respect copyright.PENANAirouz6UIJq
438Please respect copyright.PENANAEyGUp9xqUi
438Please respect copyright.PENANAsKkLex5dz9
438Please respect copyright.PENANAGgrGtasq9i
438Please respect copyright.PENANAbDuvB4ysFH
438Please respect copyright.PENANAHinN9GDb5c
438Please respect copyright.PENANAsc09SLQLB2
438Please respect copyright.PENANAXaS9KJ70Lg
438Please respect copyright.PENANAMboONwn0K6
438Please respect copyright.PENANAhhqSZk9L06
438Please respect copyright.PENANAERJ3PX1ZiP
438Please respect copyright.PENANAHNeJSU2Yyk
438Please respect copyright.PENANA40b1lGJW4C
438Please respect copyright.PENANAy1ck0NwrMo
438Please respect copyright.PENANAodK4z1xYJG
Keduanya menatap sendu punggung orang-orang yang baru saja melewati mereka. Di atas ranjang yang mereka dorong ada tubuh tak bernyawa yang tertutup kain rumah sakit.
ns 15.158.61.16da2