Utrera, Sevilla Kingdom...
Dinsdag, 05 Janvier 3891...
Hari ini merupakan hari kedua si Gadis Penyihir berada di kota yang berjuluk "Kota Para Petualang" ini. Rencananya, ia akan pergi menuju ke Kuil Dewi Signa (Dewi Cahaya) untuk membeli beberapa botol Holy Water (Air Suci). Niatan awalnya, si Gadis Penyihir ingin melaksanakan hal tersebut kemarin, tapi karena ia merupakan orang baru —yang baru saja kemarin tiba— di kota ini, satu harinya habis begitu saja karena disibukkan dengan kegiatan mengenali dan menghapal jalan-jalan di kota serta berbagai lokasi dan tempat yang penting, dan yang paling utama mencari tempat terbaik untuk bisa ia tinggali selama berada di kota ini.
"Whoaaahhhmmm..." Si Gadis Penyihir menguap lebar, sangat jelas bahwa ia masih mengantuk. Pada malam sebelumnya ia kurang tidur. Bukan karena apa, ia hanya terlalu bersemangat dan gugup, karena terus-menerus memikirkan tentang bagaimana petualangannya akan dimulai. Benar sekali. Petualangan...
Selain Holy Water, semua hal yang dibutuhkan untuk petualangan si Gadis Penyihir telah siap sedia. Dari atribut khas Wizard (Penyihir) seperti topi runcing, jubah, dan tongkat, hingga berbagai keperluan petualang pada umumnya sudah terpenuhi. Tanpa keraguan, si Gadis Penyihir sudah sangat siap untuk memulai petualangannya hari ini.
Dengan langkah yang terhuyung dan terkantuk, juga dengan pikiran yang telah melayang kemana-mana, tanpa sadar si Gadis Penyihir kini telah berada di depan kuil Dewi Signa, tempat tujuannya.
Melihat ada seseorang yang berkunjung, seorang Gadis Kuil yang sedang menyapu halaman menghentikan aktivitasnya, dan kemudian menghampiri si Pengunjung tersebut. "Waaah, pagi sekali. Ada perlu apa, Nona?" Suara halus dan lembut milik si Gadis Kuil berhasil menarik si Gadis Penyihir kembali ke dunia nyata.
"A-ah, iya. Anu, saya ingin membeli Holy Water. Eee... Berapa?"
Gadis Kuil terdiam sejenak, kemudian dengan cepat menarik kesimpulan bahwa gadis di hadapannya belum pernah membeli Holy Water sebelumnya. Atau mungkin... "Bukan orang sini, yaa...?" ucapnya dalam hati.
"Satu botolnya seharga satu koin tembaga, Nona." jawab Gadis Kuil.
"Maaf, tunggu sebentar..." Si Gadis Penyihir merogoh bagian dalam jubahnya. Karena hanya satu tangannya yang mencari —sedang satu tangan yang lain memegangi tongkat sihir kesayangannya— ia agak kesulitan dan butuh waktu beberapa saat untuk menemukan uang yang ia butuhkan. Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya dua koin tembaga ditarik ke luar. "Saya beli dua botol."
"Baiklah." Gadis Kuil menerima uang tersebut. "Mohon tunggu sebentar, saya akan mengambilkan dua botol Holy Water-nya segera." Seperti apa yang ia ucapkan, Gadis Kuil melangkahkan kakinya dengan cepat, namun tidak terburu-buru.
"Anu..." panggil si Gadis Penyihir ketika sosok si Gadis Kuil itu masih belum beranjak jauh.
Gadis Kuil menghentikan langkahnya dan menoleh tanya ke arah panggilan tersebut berasal.
"Tidak perlu terburu-buru. Saya tidak sedang dalam situasi genting atau semacamnya." Meski ekspresi si Gadis Penyihir tampak datar, ada segelumit kekhawatiran di baliknya, kekhawatiran akan hal buruk yang mungkin akan menimpa si Gadis Kuil apabila ia terburu-buru.
Gadis Kuil dapat menangkap dengan jelas kekhawatiran —dari sosok yang baru saja ditemuinya— tersebut. Ia mengangguk dengan patuh terhadap himbauan yang ia dapatkan. "Anda benar-benar orang yang baik, Nona. Saya harap Dewi Signa akan selalu memberikan perlindungannya di setiap petualangan anda." ucapnya sambil tersenyum lembut seraya meneruskan langkah yang sebelumnya terhenti.
"Memberikan... Perlindungannya..." gumam si Gadis Penyihir yang kini berdiri di depan Kuil Dewi Signa seorang diri.
Di tengah penantiannya, Gadis Penyihir pun memutuskan untuk kembali melanjutkan "lamunan petualangan"-nya.
Dan sekali lagi, tanpa sadar dan tak terasa...
"Ini dia dua botol Holy Water-nya, Nona." ucap Gadis Kuil yang kini sudah berada tepat di depan si Gadis Penyihir.
"I-iya." Dengan kikuk si Gadis Penyihir menerima barang beliannya tersebut.
Bersamaan dengan lamunannya yang buyar, fokus si Gadis Penyihir kini teralihkan ke kedua buah botol Holy Water yang berada di tangannya. "Waaah..." ucapnya terkagum dengan tanpa ia sadari.
Holy Water pada awalnya merupakan sebuah air bening jernih yang biasa ditemui orang-orang pada umumnya. Tapi setelah "didoakan" dengan ritual-ritual tertentu oleh orang-orang kuil (?), air biasa tadi berubah menjadi Holy Water.
Holy Water memiliki khasiat luar biasa, yaitu dapat menyembuhkan berbagai macam luka, racun, serta penyakit. Mungkin kata "berbagai" tadi dapat diganti dengan kata "segala", karena memang tidak ada yang tidak dapat disembuhkan oleh Holy Water. Kecuali, dalam kasus yang memang tidak dapat terelakkan, Holy Water tidak bisa menawar "kematian".
Menyadari reaksi kagum orang di hadapannya, si Gadis Kuil bertanya. "Apa anda baru pertama kali melihat Holy Water, Nona?"
"I-iya. Ini sangat indah." jawab si Gadis Penyihir seadanya.
Ada perbedaan cukup mencolok antara Holy Water dengan air yang biasa. Yaitu, pada sesuatu hal di dalamnya yang orang-orang sebut dengan "Magical Prism", sebuah kumpulan berbagai binar, kelip, kilau, serta berbagai hal ke-pelangi-an lainnya yang tercipta dengan cara yang magis. Tapi tentu, "Magical Prism" hanyalah sesuatu yang tampak dilihat oleh mata. Sejatinya, Holy Water sama tak berwarnanya seperti air asalnya.
"Ini pertama kalinya saya melihat Holy Water." Si Gadis Penyihir memperjelas sekaligus mempertegas kalimat yang pada sebelumnya telah ia ucapkan. "Biasanya saya hanya membeli dan menggunakan Potion (Ramuan Ajaib) saja."
Sama halnya dengan Holy Water, Potion pun juga sama berkhasiatnya, dapat menyembuhkan segala luka, racun, dan penyakit. Yang membedakan kedua benda tersebut adalah bahan pengolahan, tampilan, rasa, dan "khasiat khusus"-nya. Atau mungkin, ada perbedaan lain yang belum diketahui?
"Semoga Holy Water tersebut dapat mempermudah petualangan anda hari ini." ucap si Gadis Kuil sambil tersenyum lembut.
"Iya. Terima kasih."
Gadis Penyihir pun berlalu pergi, dengan serta dua botol Holy Water yang telah ia dapatkan.
"Di Kuil ini juga ada anak yang seumuran dengan gadis itu. Mungkin akan lebih baik jika ia bisa berkumpul dan bermain dengan teman sebayanya." ucap si Gadis Kuil sambil terus memandangi punggung mungil si Gadis Penyihir yang kian menjauh.
Dengan langkah riang dan semangat, si Gadis Penyihir menuju ke tempat yang ingin ia tuju berikutnya. Guild Petualang.
Dan di tengah perjalanan...
Si Gadis Penyihir menjumpai seorang laki-laki yang terbaring di jalanan, tepat di tengah jalan yang biasanya digunakan pejalan kaki untuk berlalu lalang.
"Dia... Tertidur...?"
Saat itu, masih sangat pagi. Jadi, tidak banyak atau bahkan sama sekali tidak ada orang di jalanan tersebut. Situasi ini membuat si Gadis Penyihir menjadi satu-satunya orang yang harus melakukan sesuatu terhadap laki-laki itu.
"Dia... Sehabis mabuk...?"
Wajar apabila si Gadis Penyihir berpikir seperti itu, karena memang biasanya mereka-mereka yang sehabis mabuk lah yang tertidur di tengah-tengah jalan. Akan tetapi, si Gadis Penyihir membuang jauh-jauh pemikirannya tersebut, dikarenakan laki-laki yang tengah tertidur ini tampak seumuran dengan dirinya. Berlaku hukum yang mengatur tentang ketentuan usia di dalam konsumsi alkohol, yang mana orang-orang di bawah umur akan dilarang sebelum mencapai usia yang diperbolehkan.
Alasan mengapa laki-laki itu bisa tertidur di tengah jalan tampaknya tidak begitu penting. Karena hal yang benar-benar mengganggu pikiran sekaligus membuat si Gadis Penyihir merasa aneh adalah...
"Aku sama sekali tidak pernah melihat model pakaian seperti itu di tempat manapun."
386Please respect copyright.PENANAIRvUOBOTCR