Setelah acara keluh kesah Abang ke Ayah. Abang membantu Ayah memberikan pakan kepada burung-burung milik Ayah. Sedangkan Ayah membantu Bunda membersihkan ikan lele yang hendak dimasak. 265Please respect copyright.PENANA1OLUxBN4BK
"Abaaang!!!"
Teriakan Eca membuat Abang mengumpat karena hampir saja ia menumpahkan pakan burung milik ayah yang tak sengaja disenggolnya. Jantungnya pun hampir copot ketika menyadari Adiknya sudah pulang dari lari pagi. Padahal dia belum menyingkirkan serangga koleksian adiknya. Dia panik. Bisa gawat kalau lagi-lagi dia ketahuan sedang memberi makan Siti, Budi, Joko —nama burung peliharaan milik ayah, dengan serangga kesayangan si Adik. Segera ia memutar tubuhnya dengan menampilkan ekspresi datarnya dan menyembunyikan kotak serangga itu di belakang tubuhnya.
"Adek. Jangan teriak-teriak. Abang nggak tuli dan nggak mau tuli."
Eca tak peduli dengan perkataan Abang. Eca menghampiri Abang yang masih berdiri dengan kedua tangan disembunyikan di balik tubuhnya. Eca memicingkan mata dan menduga hal yang sangat tepat.
"Abang!" Teriak Eca lagi ketika berhasil melihat apa yang disembunyikan Abang. Rasanya Eca ingin mencakar-cakar wajah tengil Abangnya.
"Abang kapan sih berhenti gangguin serangga kesayangan Eca?" Tanya Eca penuh emosi.
"Maksud Abang itu baik. Abang juga pakainya serangga yang udah mau mati. Daripada mati sia-sia kan mending dikasih ke Siti, Budi, Joko. Serangga-serangga itu pasti berterima kasih pada Abang karena sudah membuat hidupnya lebih berguna." Ucap Abang panjang lebar dengan menampilkan raut bangga.
Namun, Eca tidak peduli dengan semua alasan Abang. Bagi Eca, apa yang dilakukan Abang itu tetap tidak berperikehewanan. Eca menunjukkan raut kesalnya sembari merebut kotak serangga miliknya.
"Idih, marah." Goda Abang.
"Ya iya lah marah. Pokoknya Eca ngambek sama Abang. Liat aja nanti gitar kesayangan Abang bakal Eca putusin senar-senarnya."
Abang panik dengan ancaman Eca. Segera ia merayu Eca supaya tidak menyentuh seujung benang pun gitar kesayangannya.
"Eca cantik deh. Jangan marah ya. Nanti Abang bantuin cari serangga lagi deh."
"Ici cintik di. Nggak! Eca bisa cari sendiri. Buat apa Abang bantuin nyari serangga tapi akhirnya tidak peduli sama serangga-serangga milik Eca." Sewot Eca menanggapi rayuan Abangnya yang terkesan basi.
"Abang beliin es krim lagi deh."
"..."
"Es krim Viennetta 1 bungkus." Usaha Abang masih berlanjut demi gitar kesayangannya.
"Es krim Viennetta 5 bungkus. Deal!" Tawar Eca akhirnya.
"Ngerampas ini mah." Lesu Abang
"Abang juga udah merampas hak hidup serangga-serangga milik Eca," sanggah Eca tak mau kalah.
"Iya deh iya."
Abang pun mengalah dengan permintaan Eca, sembari menyusun rencana buat menjahili Adiknya di masa yang akan datang.
Setelah Abang sudah mengiyakan, Eca segera luluh dan memasang raut sok memelas disertai kedipan mata yang dibuat-buat. Eca teringat dia membutuhkan bantuan Abangnya untuk mengantarnya ke rumah temannya.
Perasaan Abang tidak enak dengan perubahan mimik muka Adiknya.
"Dek, Abang mau muntah lihat kamu kedip-kedip kek orang sawan."
Eca tak mengacuhkan Abang dan masih memasang muka memelas dan semakin menempel ke Abangnya dengan maksud membuat risih si Abang.
"Dek, jauh-jauh sono. Kamu bau. Belum mandi kan," ucap Abang sembari mendorong pelan tubuh Eca supaya menjauh darinya.
"Abang ganteng. Abang baik. Abang—"
"To the point aja, nggak usah muter-muter." Abang memotong basa-basi Eca.
"Bang, nanti anterin Eca ke rumah temen Eca ya. Eca ada tugas kelompok."
"Nggak dulu. Abang mau quality time sama gitar Abang."
"Bundaaa... Abang nih—"
"Iya. Iya nanti Abang anterin. Ngaduan amat si."
"Sayang abang banyak-banyak." Eca memeluk Abang dengan erat. Abang meronta karena merasa terganggu dengan bau badan dan keringat Adek. Abang menoyor kepala Eca supaya Eca segera menjauh dari dirinya. Dengan sigap Eca meraih tangan Abang dan menggigit jari telunjuk Abang. Abang mengaduh kesakitan dan siap memiting Eca, tapi Eca sudah keburu kabur dan berlalu ke kamarnya.
"DASAR ADEK DURHAKA. LIHAT AJA BESOK NGGAK JADI ABANG BELIIN ES KRIM!"
"DAN SENAR GITAR ABANG BAKAL TAMAT."
"Hush, Abang jangan teriak-teriak. Ayo bantuin Bunda nyiapin sarapan."
Abang menghampiri Bunda dan membantu Bunda menyiapkan sarapan. Menu kali ini adalah mangut lele. Lele dari hasil Abang memancing.
___
265Please respect copyright.PENANAeBShbLx6ot
"Bang..." Panggil Eca setelah mobil sudah keluar memasuki jalan raya.
Abang menoleh ke Eca seraya mengecilkan volume radio mobil yang sedang memutarkan lagu 'Membasuh' yang dibawakan oleh Hindia.
"Kenapa, Dek?" Abang membagi konsentrasi antara menyetir dan siap mendengarkan Eca.
"Bang, emang Eca masih belum dibolehin nyetir sendiri banget ya ...."
Abang masih terdiam. Seperti Ayah, Abang juga lebih suka mendengarkan dulu keluh kesah adiknya sampai selesai, dan dia akan memberi pendapat jika adik sudah selesai bercerita.
"Eca kan udah gede, Bang. Tapi kenapa Bunda masih melarang Eca buat nyetir sendiri Bang?"
"Maksud Bunda baik sih, Bang. Bunda belum ngasih izin Eca karena menurut Bunda Eca belum siap bertanggung jawab. Tapi Bang kalau Eca belum dikasih kesempatan setidaknya untuk belajar tanggung jawab, kapan Eca akan jadi orang yang bertanggung jawab. Terus kalau nanti Eca benar-benar sudah dikasih kepercayaan Bunda dan ternyata saat itu Eca masih belum belajar tanggung jawab kan sama saja, Bang. Terus Eca harus bagaimana Bang? Eca juga pingin belajar tanggung jawab. Makanya Eca juga pingin nyoba bawa mobil sendiri."
Abang menepikan mobilnya di salah satu ruas jalan yang cukup sepi. Supaya Abang lebih fokus memperhatikan adik satu-satunya ini. Meski Abang sering jahil, tapi Abang sangat sayang pada adiknya.
"Kalau menurut Abang, Dek. Belajar bertanggung jawab itu tidak harus Adek langsung bawa mobil sendiri. Bisa dimulai dari hal-hal kecil. Perlihatkan pada Bunda kalau Adek memang orang yang bertanggung jawab. Nanti Bunda pasti akan mengerti ...." ungkap Abang menggantung.
"Atau kalau Adek mau, Adek boleh menyetir mobil, tapi tidak sendiri, harus dalam pengawasan Ayah, Abang, atau Bunda. Kalau Adek sungkan diawasi Ayah atau Bunda, Adek bisa sama Abang. Jadi kalau pas kita pergi berdua nih, yang nyetir boleh Adek." Mendadak Abang tergelak dengan kata-katanya. tidak menyangka dia bisa memberikan ide kepada Adiknya. Begitu juga Eca yang seperti mendapatkan berlian. Matanya berbinar mendengar pendapat Abang.
"Wow, Bang. Bener juga. Kenapa Eca nggak kepikiran ya?"
"Yeee kamu mah yang dipikirin serangga mulu."
"Eh, tapi bener nggak papa, Bang? Kalau dimarahin Bunda gimana?"
"Ya nggak papa. Nanti Abang yang tanggung jawab kalau kamu dimarahin Bunda."
"Abang nggak takut jadi anak durhaka?"
"Loh itu bukan durhaka, Dek. Dalam sebuah keluarga kita sebagai anak memang harus nurut sama orang tua, tapi tidak selamanya cara didik orang tua itu benar, Dek. Terkadang orang tua juga tidak sadar bahwa yang dilakukannya malah mengekang dan menghambat perkembangan kita dengan dalih kebaikan untuk kita. Nah, di sini sebagai anak kita bisa mengungkapkan pendapat kita dengan disertai alasan yang logis, Dek. Dan satu lagi, kita sebagai anak juga harus bisa menunjukkan tanggung jawab kita terhadap pilihan-pilihan kita." Ujar Abang mantap.
"Bang. Kemarin pas di empang, Abang dapet wangsit ya, Bang? Kok bisa bijak gini. Biasanya cuman jahil nggak jelas."
"Eh sembarangan. Jadi kamu lebih suka Abang yang jahil doang nih, Dek?"
"Ya nggak gitu, Bang. Hahahaha. Makasih yaaa, Bang." Ucap Eca sembari menghambur ke pelukan Abangnya. Dan Abang menerima pelukan dari adiknya. Tidak seperti tadi pagi yang jelas menolak mentah-mentah pelukan adiknya.
"Sama-sama, Dek. Jadi Adek mau nyetir nggak sekarang?"
"Boleh, Bang?"
"Iya, Boleh."
"Ya sudah, Bang. Sini gantian."
Abang pun bertukar posisi dengan Eca. Walaupun Abang juga sama khawatirnya dengan Bunda maupun Ayah, tapi Abang tahu jika Eca tidak diberikan kesempatan untuk mencoba bertanggung jawab, maka Eca tidak akan pernah merasakan tanggung jawab membawa mobil di jalan itu seperti apa. Mereka pun menyusuri perjalanan ke rumah teman Eca ditemani lagu Sometimes yang dibawakan oleh Kodaline.
Tentu saja mereka ikut menyanyikan lagu tersebut bersama-sama.
Eca sangat menikmati perjalanannya bersama Abang. Eca selalu kagum dengan Abang. Meski Abang sering jahil dan menyebalkan, tapi Abang selalu ada ketika Eca membutuhkannya. Dan itu cukup bagi Eca.
ns 15.158.61.20da2