1578Please respect copyright.PENANAcdOim7huan
1578Please respect copyright.PENANAT5u4ZEM8ML
1578Please respect copyright.PENANATOjnaIeM4A
1578Please respect copyright.PENANAr1k6GEg9eJ
1578Please respect copyright.PENANAxClVPQldpB
1578Please respect copyright.PENANAl0gDssIMq8
1578Please respect copyright.PENANAFHz7hH2xl5
1578Please respect copyright.PENANAPDq9l6KV6w
1578Please respect copyright.PENANAnnXEG6XFU9
1578Please respect copyright.PENANAqlcRxM96d4
Derap langkah kakinya terburu-buru, mendobrak salah satu pintu berwarna cokelat tersebut. Semua mata tertuju padanya, kelancangan dan kesalahannya pasti akan dibahas nanti, tapi untuk sekarang ia adalah kunci utama di sini. Rasa gugup dan paniknya malah memperburuk keadaan, entah ia memang sial atau apa.
Menjadi pusat perhatian dengan ragaman reaksi, ayolah jangan begitu terpesona padanya dirinya yang belum mandi. Biar ini menjadi rahasianya dan Tuhan yang tahu. Isi tasnya berceceran, begitu gugupnya men cari-cari benda mungil berharga. Sedang di salah satu di antara mereka menghela nafas berat kemudian menggeleng kepala. Tampaknya perbuatan sang karyawati kali ini sudah kelewatan batas.
Meskipun ia terlambat pada janji temu yang amat penting, tetap masih bisa sedikit tertutup dengan presentasinya yang pasti akan memuaskan. Lihat saja pada reaksi orang-orang itu yang terlihat tertarik dengan dua pilihan yang ia buat untuk rancangan iklan kondom ke depan. Tidak, kalian tidak salah baca atau dengar, kok. Jangan tertawa atau berekspresi jijik, tapi muntah lah. Serius.
Mendekati hari valentine memang begitu, kadang ia mulai berpikir apa negara ini sudah berubah budaya? Ia bukan memojokkan mereka yang memiliki prinsip melakukan hubungan sexual di luar nikah, karena pasti kebanyakan juga sudah memahami pentingnya sex education. Tapi, ya, karena dirinya tinggal dengan lingkungan dan keteguhan hati, ia mampu memegang prinsipnya.
Lagipula ia tak akan sanggup menerima resiko yang ia dapatkan nantinya. Percayalah, baginya karma kadang datang begitu cepat. Salah-salah ucap malah berbalik menyerangnya.
Anggita Mayasari, karyawati yang diberikan amanah membuat iklan kondom. Sungguh mulia pekerjaannya. Di tahun kedua ia bekerja di sini, inilah projek paling konyol dan absurd yang pernah ia kerjakan. Meski benda tersebut berfungsi pada hal vulgar, nyatanya ia tidak boleh mengiklankan se-vulgar fungsinya juga.
Melihat reaksi puas klien, ia turut berduka cita. Rasanya seperti tengah menonton drama Boys love, sebab dirinya menangis selalu menangis. Bukan karena alur cerita, melainkan nasib dua cowok ganteng nan kekar itu saling jatuh cinta. Kenapa bukan jatuh hati kepadanya saja yang menjomblo baru beberapa tahun?!
Ia mengekori pria berbadan tinggi itu, mengira-ngira seperti apa dirinya jika berjalan berdua. Walau sering berpergian tugas berdua, nyatanya Gita belum pernah berjalan sejajar dengannya. Selalu saja ia dibelakang, bak anak ayam yang akan kehilangan jejak induknya. Menyedihkan.
"Harusnya kita juga iklanin nanas muda. Menurut survei yang saya baca di grup wajah buku dan cuitan burung biru, kebanyakan pasangan nyari nanas muda. Siapa tahu kita jadi milyarder karena jual nanas muda buat bunuh ribuan janin. Astaga dosanya tambah mantap nggak, tuh? Kira-kira neraka punya AC?" Sarkasme ia layangkan pada orang yang mengganti wajah ramah ke mode garangnya. Yang ia katakan betul, tidak membodohi, apalagi menjenuhkan orang sehebat Albert Einstein.
"Punya, khusus untukmu, mungkin?" Tinggi orang itu mungkin hampir mencapai dua meter. Aih, badannya juga lumayan buat dipamerkan di ajang modeling, tapi kenapa malah tersesat di bagian sini, sih.
Anggita, yang katanya punya tinggi tidak sampai satu meter setengah, itu mendongak melihat pimpinannya. "Benar! Tapi, sebelum saya kena karmanya, bukankah anda lebih dulu harus terjun paku lebih dulu?"
"Kenapa? Masih sensi sama kondom?" Nah, itu dia! Sudah tahu tapi sok-sok-an pasang tampang kalem, nggak cocok. Untung lift yang membawa keduanya tidak menyertakan orang lain, hingga aman kalau bicara kotor begini.
Ia meringis sembari mengibaskan salah satu tangannya dekat wajahnya. "Ini bisa jadi kawasan dewasa, ya. Dari sekian banyaknya manusia kenapa harus saya?!"
Percayalah, yang handle bagian ini awalnya bukan dirinya. Anwar, lebih senior dan sudah menikah, pernah berpetualang kesana-kemari bahkan ia dapat sumber review terpercaya dari Anwar sendiri. Bayangkan bagaimana ekspresi syok-nya kala harus membuat iklan lucu tentang balon imut itu? Eh, ada juga yang nggak imut, sih.
"Katanya kamu penasaran kan sama kemasan dan bentuknya? Jadi, sekarang adalah kesempatan kamu meneliti, melihat, meraba, dan menerawang berbagai macam jenisnya. Bagaimana? Suka yang bergerigi atau polosan?"
Itu tindak pelecehan, tapi rasa kesalnya sudah mengurat-urat. Memang benar beberapa minggu lalu ia bilang penasaran dengan balon tanpa udara tersebut. Tapi bukan berarti ia juga ingin melihat secara langsung bagaimana bentuk dari puluhan jenis pengaman tersebut.
"Saya cuma menanggapi sok tertarik sama obrolan Bang Andra, saya mah mana pernah mau melihat begituan!" terangnya bernada frustasi. Asal ucap malah berujung malapetaka.
"Tapi, nyatanya sudah melihat, kan?"
Benar, mata kotornya makin ternoda dengan tumpukan balon tersebut. Ketika keduanya tiba di ruang kerja, beberapa manusia haus informasi itu tengah mengerubungi meja. Ah, rasa ingin membanting diri ke lautan busa sabun.
"Git, kayaknya ownernya suka banget sama hasilnya. Dia kasih ke elo, dong. Hahaha." Rumi yang usil itu meniup balon tersebut, sungguh adakah yang lebih kurang kerjaan ketimbang meniup kondom? Parahnya juga Rumi ini seorang wanita. Jelas, kan, permasalahannya di mana?
"Macam-macam ukurannya, lo bisa sewa banyak gigolo, nih. Saran gue, cobain semua ukuran. Yakin, deh, makin lama makin ketagihan." Dasar mulut iblis. Andra memang ahlinya kalau begini, Gita yakin kalau pria itu sudah mengantongi belasan berisikan benda laknat tersebut. Ugh, rasanya ia mual.
Anggita duduk di salah satu bangku, disusul oleh Adji. Nyawanya entah kenapa terasa makin berkurang tiap detik kalau begini, ia lelah dan mengantuk. Bayangkan tekanan ia rasakan ketika harus mencari ide mengiklankan produk yang terasa tabu baginya. Ia rela duduk di depan Anwar, mendengarkan bagaimana hebatnya percintaannya dengan sang istri sembari me-review pengaman di sela-sela cerita. Untuk ukuran dirinya, penasaran akan sensasi sudah tak ada, melainkan rasa jijik dan aneh.
"Lo nggak buka youtube cuma buat lihat toturial memasang ini kan, Git?" tanya Andra menaikkan sebelah alisnya, nadanya menggoda. Terdengar menyebalkan hingga rasanya ingin memakan jantung pisang.
"Kenapa harus buka youtube kalau ada sumber informasi, terpercaya, dan tajam. Setajam emberan gayung raksasa?" cebiknya mempersilakan sumber utama datang membawa kopi dan beberapa bungkus kuaci. Demi apapun, apakah snack macam kerupuk sudah lengser tahta hingga tergantikan kuaci sebagai camilan kali ini?
"Ini adalah pekerjaan mulia. Nggak bikin cewek luar sana melendung, tapi kayaknya rekening Gita bakalan melendung duluan, nih. Sip, selanjutnya lo yang traktir, ya!" Rumi mengedipkan sebelah matanya, wanita itu juga sama seperti Andra, versi cewek. Sayangnya Rumi sudah beranak tunggal, statusnya jangan ditanya. Istri yang ditinggal suami merantau, kadang itulah yang mungkin membuat Rumi bisa satu frekuensi dengan Andra dan Anwar.
"Sopan kah, begitu?"
Akhirnya Gita larut dalam debat sengit dengan Rumi, sedang Andra dan Arwan menimbang-nimbang mana ukuran yang cocok untuk 'beruang hutan' mereka. Tentu yang mereka maksud bukan beruang sungguhan, hanya sebuah panggilan khusus untuk Adji, Ketua pimpinan mereka.
"Yang ukurannya ini pasti!" tebak Andra menunjuk salah satu merek ternama dengan ukuran lebih besar. Anwar menggeleng tidak setuju, ia malah menunjukkan kotak yang berukuran kecil dan satu lagi ukuran reguler. Baiklah, debat mereka memang beda dan unik sendiri.
"Lo becanda?" Kernyit Andra meremehkan.
"Nggak, lima ribu rius, malah," balas Anwar yakin menantang.
"Memang lo pernah lihat langsung?" tanya Rumi ikut nimbrung, meninggal debatnya dengan Gita.
"Buat apa gue lihat langsung? Nggak guna banget. Tebakan gue aja, sih. Siapa tahu, kan? Badan gede tapi itunya imut, gimana?" Ia hanya berbicaralah menurut pendapatnya saja. Kebanyakan yang ia perhatikan badan binaragawan tapi yang itu lebih imut dibanding Hello Kitty.
"Bisa juga, sih." Ketiganya mengangguk setuju, sedang Gita sendiri merogoh-rogoh isi tasnya.
"Taruhan?"
Tatapan mereka tertuju pada Anwar yang tersenyum licik. "Bagaimana? Berani?"
"Taruhan apaan? Pasti yang aneh-aneh, kan?" tanya Gita tanpa ekspresi menghidupkan komputernya. Tiba saatnya ia kembali bekerja, namun masih bisa nyemil secara diam-diam asalkan tidak ketahuan.
"Taruhan nebak ukuran Adji, gimana?" kelakar Anwar dibarengi niat serius.
Nah, kan, sudah Gita duga. Ia tidak akan mau ikut taruhan konyol tiga orang aneh itu. Kapok, terakhir kali taruhan mereka tentang kabar perceraian Adji. Ya, meski memang diklarifikasi benar, tetap saja mereka kurang ajar menanyakan pada ketika Adji akan menghadap sidang hak asuh anak perempuannya.
"Git? Yakin nggak mau ikut?"
"Nggak, kapok."
"Hadiahnya, 12 juta nih."
"Semprol, banyak amat! Seperempat tabungan gue mah." Andra terhuyung ke belakang ketika Rumi mendorongnya hingga punggungnya menabrak meja.
"Kan, patungan."
"Ya, tetap aja. Artinya harus keluarin duit 3-4 juta, gitu? Lo kira gue makan pakai batu?"
"Kalem, Mi."
"Kalem, mata mu! Duit bulanan anak gue apa kabar kalau semisal nggak dapat apa-apa?" serunya makin menjadi-jadi, menggoyangkan kerah kemeja pria itu hingga lecek. Ia tak akan se-histeris ini jika saja sang suami yang jarang pulang itu memberikan nafkah materi yang cukup dan tak membuatnya bersusah payah mencari uang demi menutupi kebutuhan mereka.
"Makanya Rum, ikut kali aja menang. 12 juta nih, udah kayak duit kejut aja." Andra kembali menyakinkan, Gita mendelik dan menyikut pria itu.
"Godaan iblis memang gitu, Mbak. Manis di awal doang, pahit di akhir malah nyalahin kita," ucap Gita menolong Rumi dari bisikan setan yang terkutuk.
"Duh, Git, gue gitu setannya?"
"Gue nggak bilang lo, ya." Kerlingnya, mengambil mug yang ada di meja dan menuju ke lantai bawah. Ini hanya permulaan saja, keabsurdan mereka akan jauh lebih mengenaskan nantinya.
~••~••~••~••~~••~1578Please respect copyright.PENANAQnoZwl5e5D
1578Please respect copyright.PENANAcdXYWoyQ3C
1578Please respect copyright.PENANAhFJrerCY7N
1578Please respect copyright.PENANAF7xyMdpIDF
1578Please respect copyright.PENANAWrQCnnO4Ub
TBC.
Thanks for vote and comment^^
Written by : Arbayahs