Hi, namaku Ghania....
Ini adalah kisahku.....
Aku berusia 21 tahun saat menulis kisah ini, memiliki keinginan yang kuat untuk sukses adalah satu-satunya tujuan hidupku. Namun ketika sukses menjadi satu-satunya keinginanku, maka suatu hari aku akan membayar untuk itu.
Aku mulai membangun satu-persatu usahaku, mulai dari mengajak teman-temanku untuk bergabung. Namun sayangnya mereka semua menganggap aku hanya seorang ambisius yang gila. Terlahir dari keluarga yang miskin merupakan salah satu cobaan untukku. Namun, aku tidak pernah berhenti berusaha.
Suatu hari aku bergabung dalam sebuah platform untuk dapat berinteraksi dengan teman-teman berwarga negara asing.
Oiya... aku seorang keturunan Pakistan dan Indonesia. Kami dulu tinggal di Kashmir, kota di Pakistan yang berada di wilayah perebutan oleh beberapa negara. Orang-orang menyebut wajahku sangat unik dan tidak ada unsur Pakistan ataupun Indonesia. Aku mulai tinggal di Indonesia sejak berusia 6 tahun, saat itu Ayahku meninggal, sehingga membuat kami harus ikut Ibu kami kembali ke Indonesia untuk bertahan hidup. Ibuku bekerja keras untuk membiayai kehidupanku dan kakaku tanpa menikah lagi.
Ya.. aku menentangnya, karena aku benci Ayah sambung! Suatu hari kehidupan kami berubah, aku ingin memiliki karir yang bagus, sehingga memutuskan untuk mendapatkan pekerjaan sampingan untuk bantu membiayai kuliahku. Dan menjadi seorang yang cerdas bagaimanapun caranya agar mendapat biaya keringanan.
Lulus kuliah di usia 19 tahun, dan memiliki karir yang bagus. Orang-orang menyebutku beruntung saat ini, tapi dulu menyebutku sial. Itulah manusia sangat mudah sekali beralih ucapan.
Suatu hari aku berkenalan dengan seorang pria asing dari Mesir, bernama Muhammed, awalnya sama sekali aku tidak tertarik dengannya. Namun, justru ia terus mengatakan kalimat manis seperti seorang penyair, aku tahu dia berbohong dan membual. Tapi, sambil mengisi waktu kosong, dan ingin belajar bahasa serta budaya mereka, aku terus meladeni kebohongannya. Hingga, aku terjebak dalam permainanku sendiri. Begitupun Muhammed, dia juga hanya membual. Tapi, justru terjebak dalam perasaanya sendiri. Kami tidak tahu, darimana perasaan itu datang. Jika mengucapkannya di tempat umum, kita akan ditertawakan.
Kenapa? Karena jelas-jelas, sebagai tuan rumah kita yang mengizinkan perasaan itu semakin berkembang. Jangan bermain dengan perasaan, itu ibarat sebuah api yang akan membakar tuannya. Kemudian kami memutuskan untuk berpisah, karena itu jalan terbaik, daripada terjebak dalam perasaan, bukan?
459Please respect copyright.PENANAyByHkO4Bul