Masih pada suasana perayaan ulang tahun Barbatos, Amber tetap bekerja melayani para pembeli sosis buatannya. Namun kali itu dia tidak bersama dengan Eula, dikarenakan Eula masih tertidur semenjak dirinya meminum ramuan milik Diona. Sebelumnya Diona sempat panik kenapa Eula tak kunjung bangun. Tetapi kata Diona kepada Amber, wajahnya tampak senang sewaktu Eula tertidur lelap. Jadi, Amber memutuskan untuk membiarkannya. Tetapi Amber tidaklah sendirian.
“Lumine, tolong antarkan ini ke meja sebelah sana,” ucap Amber kepada Lumine yang membantunya berjualan.
“Oke, Amber.”
Siang itu kios sosis milik Amber lumayan ramai. Mungkin memang gegara ada Lumine di situ. Karena sejak Eula yang berjaga, kiosnya tak sampai sesibuk itu saat bersama dengan Lumine. Mungkin pandangan orang-orang masih belum sepenuhnya terbuka dengan sosok Eula. Padahal seharusnya, Eula cukup bisa menarik perhatian para pengunjung. Kenyataannya justru Lumine lah yang sanggup menarik perhatian banyak pengunjung. Tapi bagaimana semisal Aether yang menjaga kios? Saat Lumine mengantarkan pesanan ke beberapa meja, banyak di antara mereka suka memuji-muji Lumine. Bukan karena sosok kepahlawanannya atau karena dia seorang anggota Favonius, melainkan soal dirinya yang terlihat cantik dan manis. Dan pastinya yang memuji dirinya kebanyakan para pria-pria dari yang muda sampai yang sudah berumur sekalipun. Amber sampai terheran-heran memandangnya dari balik meja kiosnya seakan-akan merasa tersaingi.
“Yahh… emang gak bisa kupungkiri sih kalau Lumine emang lebih cantik. Bahkan dari Eula sekalipun… menurutku,” ucapnya dalam hati.
Sesudah mengantarkan semua pesanan para pengunjung, Lumine kembali kepada Amber.
“Sepertinya mereka semua jauh lebih senang daripada kemarin-kemarin. Gimana menurutmu, Lumine?” tanya Amber.
“Kalau itu sih, memang, tapi aku gak tau penyebab persisnya kenapa mereka bisa sesenang itu. Padahal cara memasakku sama persis dengan yang kamu ajarkan, Amber.”
“Kayaknya bukan itu, deh.”
“Oh terus apa, dong?”
“Yah, aku juga kurang tau, sih….”
Saat mereka sedang bercakap-cakap, datanglah Diona dan Lisa menghampiri mereka berdua.
“Eh, Lisa? Kok tumben mau keluar siang-siang begini?” heran Amber.
“Loh? Memangnya aku gak boleh keluar siang-siang begini, ya? Ya sudah, aku balik lagi.”
“Hei, tunggu!” Diona langsung menahan baju Lisa, “jangan asal balik aja!”
“Habis… aku gak diterima Amber, sih….”
“Ya ampun… padahal tidurnya sudah lebih dari cukup.” “Jadi, kamu kemari mau coba sosis buatanku?” tanya Amber kepada Lisa.
“Yaa… kayaknya iya. Aku dipaksa sama anak ini sih, makanya aku bela-belain datang jauh-jauh hanya untuk mencicipi sosis buatanmu.”
“Bukan mencicipi, tapi beli!”
“Hahh… ya ampun… kenapa Amber galak sama aku, sih…?”
“Hadeh….”
“Sudah-sudah…. Lisa mau pesan apa?” Lumine langsung menengahi.
“Heh? Ya sosis, lah.”
“Eh, bukan itu maksudnya… tapi mau bumbu yang mana? Ada saus barbeque, saus jamur philanemo, saus tomat pedas, saus peppermint, dan ada saus keju mayones.”
“Umm… saus peppermint aja.”
“Oke. Untuk pilihan dagingnya, ada daging babi, daging burung, daging bebek dan daging tupai.”
“Daging babi aja.”
“Gak heran kalau kamu langsung pilih daging babi. Tapi Lisa, apa kamu yakin dengan pilihan sausnya?” ujar Amber.
“Memangnya kenapa? Saus peppermint itu yang pedas manis itu, kan?”
“Iya memang… tapi aku saranin saus peppermint itu cocoknya dengan daging tupai atau daging burung. Rasanya bakal lebih pas.”
“Suka-sukaku milih, dong. Lagian aku emang suka daging babi. Bukannya kamu sudah tau sendiri, Amber?”
“Ahh… gak bisa komentar lagi deh aku.”
“Oke, kalau begitu akan kami siapkan. Tapi gimana denganmu, Diona?” tanya Lumine padanya.
“Aku ke sini sebenarnya mau menyampaikan sesuatu padamu bersama dengan Lisa. Tapi sepertinya nanti aja kalau kami sudah selesai makan.” “Aku pesan sosis daging tupai dengan saus barbeque aja.”
“Baiklah, Diona.”
Sembari duduk dan menunggu, Diona mengobrolkan sesuatu yang tampaknya penting kepada Lisa. Ekspresi Diona menjadi sedikit lebih serius dari sebelumnya saat ia sedang memesan sosis.
“Bagaimana menurutmu keadaan Eula tadi? Aku takut kalau ramuanku ini benar-benar membuatnya sampai tertidur selamanya.”
“Tenang saja, Diona… seperti yang sudah aku katakan tadi… ramuanmu itu hanya bekerja efektif untuk orang-orang yang terlalu mengkonsumsi banyak alkohol. Eula adalah bukti nyata yang hasilnya kelihatan secara langsung. Dia pasti akan bangun untuk beberapa jam kedepan dan badannya kembali segar nantinya. Mungkin dia akan berterima kasih padamu setelah kamu menjadikannya sebagai kelinci percobaan.”
“Tapi enggak sebagai kelinci percobaan juga, sih. Lama-lama aku taku aja ketika membayangkannya. Kayaknya mimpinya cukup membuat dirinya senang. Aku jadi agak lega saat melihat senyumannya itu.”
“Mungkin dia sedang menikmati petualangan yang indah bersama dengan seseorang. Atau bisa jadi, dia sedang pesta mabuk-mabukan.”
“Haha, imajinasimu terlalu berlebihan, Lisa.”
“Tapi ngomong-ngomong… pernahkah kamu melihat kakaknya?”
“Apa? Kakaknya? Memangnya dia punya kakak kandung?”
“Dugaanku aja, sih….”
“Eeeh… kirain kamu tau.”
Dan sosis pesanan Lisa dan Diona sudah datang yang diantarkan oleh Lumine. Kemudian mereka makan dengan nikmatnya. Lisa tak masalah dengan pesanannya bahkan dia sangat menyukainya, terutama untuk saus peppermint.
“Sosis ini kalau dipadukan dengan teh hitam buatanku bakal cocok, nih…. Tapi tetap aja gak bisa dinikmati sambil tiduran….”
“Kamu ini…,” keluh Diona.
Keesokan harinya, sebagian acara perayaan diadakan di pinggir Danau Cider yang menghadap timur laut. Acaranya adalah lomba memancing. Para peserta dibagi menjadi dua tim. Tim pertama terdiri dari empat orang yang berada dekat dermaga. Sedangkan tim kedua, diisi oleh tiga orang dari Favonius. Ada Amber, Eula dan Noelle. Panitia sengaja memberi peluang bagi mereka agar dapat ikut berpartisi memeriahkan lomba. Hal tersebut juga menjadi kabar baik untuk tim satu karena mereka bisa secara langsung menantang para Ksatria Favonius sekaligus menguji kelihaian mereka dalam memancing. Ngomong-ngomong tim Favonius berada lebih jauh dari dermaga yang mana lebih sulit untuk menangkap ikan, soalnya ikannya lebih jarang mondar-mandir.
“Tim satu siap…?!”
Tim satu berteriak siap.
“Tim dua siap…?!”
Amber, Eula dan Noelle juga sudah siap.
“Kalau begitu, perlombaan memancing dimulai dari… sekarang!”
Mereka semua langsung melemparkan joran. Ada yang jauh, ada juga yang main aman, hanya di dekat-dekat saja. Sementara di sisi tim Favonius, Amber melempar terlalu jauh ke tengah danau, Eula mengambil jarak tengah-tengah, sedangkan Noelle mengambil jarak paling dekat dengannya. Ngomong-ngomong, Eula memancingnya berada di atas batu, jadi sudah pasti dia yang paling mencolok untuk ditonton.
“Amber… aku gak akan kalah darimu…!”
“Ooh… mentang-mentang kamu sudah sehat bugar begitu, yah?? Jangan sombong dulu, Eula!”
“Tapi… bukannya lemparanmu terlalu jauh, Amber?” tanya Noelle polos.
“Ugh, emang, sih… tapi gak masalah… ini tandanya aku akan mendapatkan ikan yang lebih besar.” Amber sangat percaya diri.
Lalu beberapa saat, pelampung umpan milik Eula ditarik-tarik oleh ikan.
“Ini dia!”
Dengan sigap, Eula menarik pancingannya. Namun begitu ikan tersebut kelihatan di udara, para penonton seketika tercengang. Begitu pula dengan Eula. Karena sebenarnya ikan yang didapatnya… hanyalah ikan kecil seukuran kepalan tangan pria dewasa.
“Hmph! Ini baru pemanasan aja. Aku tidak akan menyerah!” ucap Eula dengan pede-nya.
Ikan hasil tangkapannya diurus oleh panitia dan disimpan lebih dulu agar dapat dihitung nantinya. Kemudian yang kedua, Noelle mendapatkan hasil tangkapan pertamanya.
“Hap!”
Ketika ikan tersebut sudah ditarik, terlihatlah bahwa ikan tersebut sedikit lebih besar dari tangkapan Eula. Noelle tampak senang sekali.
“Eh? Bukannya ikan itu seharusnya berada di air yang lebih dalam??” Eula tampak terheran saat melihat ikan hasil tangkapan Noelle.
“Wah, kamu beruntung banget, Noelle,” puji Amber.
“Hehe… ini cuma kebetulan aja aku dapat ikan sebesar ini….”
“Yah, jangan merendahkan dirimu.”
Saat dia selesai bicara, tiba-tiba pelampung umpan milik Amber bergerak-gerak cukup keras. Ia langsung menariknya. Akan tetapi rasanya begitu berat sehingga membuat dirinya hampir terseret ke dalam air.
“Ugh! K—Kenapa ini berat sekali?! Ikan apa ini??”
Amber mengikuti pergerakan ikan tersebut ke arah kiri. Semua penonton menyorakinya penuh semangat. Amber menahan alat pancingnya agar tidak semakin tertarik ke depan.
“Kurang ajar…! Ikan ini kuat sekali!!”
Semakin dia tarik, perlawanan ikan semakin kerat. Namun ia tak mau menyerah. Amber tetap mempertahankan posisinya dengan bertumpu kuat pada kedua kakinya. Ia menarik talinya sedikit demi sedikit. Lalu kemudian…
“Hiat!!”
Amber berhasil mengalahkan ikan tersebut sampai-sampai ikan itu melompat di udara.
“Bukankah ikan itu…” Lumine sampai terbengong melihatnya.
“…Golden Koi,” sambung Aether.
Seekor ikan panjang nan besar. Panjangnya seukuran tingginya Lumine. Warna dominan putih, ada tanduk dan sisi pinggir kepalanya berwarna jingga kemerahan. Itulah Golden Koi. Kemudian ikan tersebut langsung terdampar di atas daratan di belakang Amber. Ikan itu meronta-ronta dan susah ditangkap oleh para panitia. Tetapi…
Kraak!
Golden Koi telah dibekukan seketika oleh seseorang.
“Hei, Diona! Apa yang kamu lakukan?!” ujar Amber dengan terkejut.
“Aku cuma bantu biar ikannya mudah ditangkap.”
“Heh, ya sudahlah. Lagipula… kenapa Golden Koi bisa sampai ke sini? Bukankah habitatnya di Stormbearer, yah?”
Datanglah panitia lain yang hendak membawa ikan tersebut ke dalam wadah.
“Aw! Dinginnya... ini bisa dicairkan sedikit gak, sih?”
Karena saking dinginnya panitia tersebut meminta bantuan agar dibawakan kain tebal untuk menahan dinginnya dari es itu. Untung ada yang bawa kain tebal di antara penonton.
“Humh, beruntung sekali dia,” celetuk Eula sembari memegang pancingannya dengan santai.
Saat Eula kembali fokus pada pelampung umpannya, ia melihat ada tarikan kecil yang tidak wajar. Pelampungnya tenggelam tiap dua kali selang waktu dua detik.
“Kira-kira ikan apa itu?”
Karena penasaran, akhirnya Eula menariknya pelan-pelan. Tetapi di saat ikannya hampir kelihatan, tiba-tiba berontak dan menarik umpannya dengan sangat keras. Eula tak siap karena saking terkejutnya. Lalu ia terjun ke bawah.
Krasshh!!
Seketika itu juga air yang ada di danau di hadapannya membeku. Semua pandangan penonton teralihkan kepada Eula.
“Eula!”
Amber pun langsung datang menghampirinya. Noelle tanpa pikir panjang sampai membuang pancingannya dan datang menghampiri Eula. Namun Eula baik-baik saja karena ia tidak tenggelam, malahan dirinya sudah menyelamatkan dirinya sendiri dengan kekuatannya membekukan air danau tersebut.
“Eula, kamu gapapa??” Amber sembari mengangkat bahu Eula agar ia dapat berdiri.
“Aku gapapa, kok. Tapi ikannya…”
“Eula, kamu baik-baik aja?” cemas Noelle.
“Aku baik-baik aja kok, Noelle.”
“Syukurlah….”
“Jadi ini gara-gara ikannya menarikmu?” tanya Amber.
“Iya. Kekuatannya sangat tak masuk akal. Mungkin sekarang ini, ia masih terjebak di bawah es ini.” Eula sambil mengarahkan pandangannya ke bawah pijakan es yang dia buat.
Akan tetapi terdengarlah suara retakan-retakan di bawah es tersebut. Semakin lama semakin terdengar jelas.
Kraakk! Kraakk!
“Sebaiknya kita segera menyingkir dari sini!” ucap Eula dengan tegas.
Tepat seperti yang Eula cemaskan, ketika mereka sudah sampai di daratan, pecahlah es dan muncul seekor ikan raksasa berwarna hijau gelap melompat tinggi ke udara. Saking besarnya, Amber sampai melotot tercengang.
“IKAN APA ITU?!!”
BIUURRR!!!
Ikan tersebut membuat air danau meluap hingga membasahi semua penonton yang terpana melihatnya. Semuanya jadi basah. Apalagi yang berada di dekat bibir danau. Termasuk Eula, Amber dan Noelle.
“Apa itu termasuk ikan legenda??” ujar Amber yang masih kelihatan tercengang.
“Kurang tau. Tapi yang jelas… ikan ini bukanlah ikan yang layak untuk berada di Danau Cider!”
“Berarti ikan ini termasuk ikan monster, benar kan, Eula?”
“Ya, Noelle. Kita harus membasminya!”
Begitu ikan tersebut menampakkan dirinya lagi, seketika Eula mengeluarkan pedang besarnya dari tangannya. Begitu pula dengan Noelle. Mereka berlari untuk menghajar ikan raksasa itu.
“Hei, kalian berdua tunggu dulu!”
Namun Amber ditinggal begitu saja.
“Semuanya masuklah ke dalam kota!!”
Panitia langsung mengevakuasi para penduduk dibantu dengan Aether, Lumine dan beberapa petualang di sana.
“Rasakan ini ikan jelek!”
Eula melompat ke udara sambil mengayunkan pedangnya ke atas kepala ikan tersebut yang dibantu oleh Noelle. Tetapi ikan tersebut justru tak dapat ditebas oleh pedang Eula dan juga pedang Noelle. Malahan ikan tersebut berubah menjadi air.
Ceplash!
“Kamuflase jadi air?!” Eula sedikit panik.
Namun tanpa kewaspadaan dari mereka, ikan tersebut seketika mengibaskan ekornya dan melontarkan Eula dan Noelle sampai menghantam tembok kota.
Bruak!!
“Argh!!”
Baik Eula dan Noelle pasti merasakan sakit saat menerima hantaman pada punggung mereka.
Hap!
Akan tetapi sebelum mereka jatuh ke tanah, tubuh mereka berdua diselamatkan oleh Aether dan Lumine. Lumine menangkap Noelle, Aether menangkap Eula.
“Ternyata kamu cukup berat juga, ya?”
“Gak usah bercanda, Aether….” Eula sepertinya agak tersinggung.
“Hei, apa kalian gapapa??” tanya Amber berlarian ke arah Eula.
“Sakit sih memang, tapi bukanlah suatu hal yang perlu dikhawatirkan. Sebaiknya kita bekerja sama untuk memusnahkan ikan jelek itu!”
“Tapi sepertinya ikan itu memiliki kemampuan berkamuflase menjadi air. Kalau kita hanya menyerangnya dengan serangan fisik, pasti tidak akan mempan.” Jelas Aether kepada Eula.
“Berarti tipe seranganku juga tidak bakal mempan….” Karena tipe serangan Noelle adalah fisik.
“Kalau begitu, akan aku bekukan saja dia!” ucap Eula.
Cesss~
“Apa ini?” Eula terheran.
Tiba-tiba di sekeliling tubuh mereka semua terdapat semacam gelembung tipis berbentuk kepala kucing berwarna biru muda.
“Itu adalah perlindunganku, kalian tak perlu khawatir lagi dengan semua serangannya. Aku akan mendukung kalian dari belakang,” ucap Diona yang sangat baik kali itu.
“Terima kasih, Diona.” Eula berterima kasih padanya.
Selanjutnya, Eula berjalan lebih dulu ke depan dan mengangkat pedangnya ke atas. Maka muncullah corak bunga es di bawah kakinya melingkar dan pedangnya berubah menjadi bersinar kebiruan. Begitu sosok ikan tersebut terlihat di depan matanya, lalu Eula mengayunkan pedangnya ke sana dengan sekuat tenaga.
“HIAAATT!!!”
JLASSHH!!!
Dalam sekejap, jalur tebasan pedang Eula membeku seketika.
“Tapi, kayaknya ikan itu berhasil menghindarinya, Eula,” ucap Amber.
“Berengsek! Cepat sekali dia menghindar!”
Dan tiba-tiba, ikan itu muncul kembali sambil melompat tinggi. Sepertinya ikan tersebut hendak menindih mereka semua.
“Awas menyingkir cepat!!” ujar Aether dengan lantang.
Duarr!!
Amber dan Eula terpisah dengan Aether, Lumine, Noelle dan juga Diona. Namun Eula menyadari lagi jika ikan tersebut ternyata berubah menjadi es. Bukan lagi air. Makanya ikan tersebut berani mau menindih mereka.
“Ikannya jadi es?? Mustahil!” “Dia bahkan bisa menyerap energi elemental!” Eula jadi tampak jengkel sendiri.
Namun di sebelahnya, Amber sedikit terbesit sesuatu saat mengamati ikan tersebut.
“Amber, kenapa dengan dirimu?? Kenapa kamu diam saja?!”
“Kayaknya ada sesuatu yang aneh di bawah dagu ikan itu.”
“Apa maksudmu?”
“Di bawah dagu ikan itu, seperti ada balon kecil berwarna kuning. Agak aneh rasanya.”
“Balon kuning??”
“Hei, dia mengarah ke kita!”
Set!
Hampir saja Amber dan Eula terkena serudukan ikan tersebut. Mereka dapat menghindarinya dengan sangat cepat.
“Tapi saat ini aku gak bisa melihat balon kuning itu!”
“Kita harus membuatnya mengangkat kepalanya.”
“He? Gimana caranya coba??”
“Sedang kupikirkan.”
“Heh?!”
Ceplash!
Ikan tersebut mengibaskan ekornya dan menghantam batu yang tadinya menjadi tempat berdirinya Eula. Mereka berdua terus menghindar dari ikan tersebut sampai berlari dan berkumpul kembali kepada Aether dan kawan-kawan.
“Apa kalian sudah menemukan ide untuk mengalahkannya?” tanya Aether pada Eula.
“Kata Amber, di bawah dagunya, ada balon kuning yang mencurigakan. Sepertinya itu titik lemahnya. Tinggal siapa saja yang bisa membuat ikan jelek itu mengangkat kepalanya, maka kita bisa menebas balon kuning itu.”
“Biarkan aku yang memanahnya!” ucap Amber tegas.
“Kalau memang begitu, biarkan dia melompat lagi dari dalam air,” ujar Diona.
“Tapi bagaimana caranya, Diona?” tanya Lumine.
“Aku punya caranya.”
“Apa kamu yakin?” tanya Eula.
“Sudahlah, percaya aja sama aku!”
Kemudian Diona lari ke depan, sengaja berhadapan dengan ikan raksasa itu.
“Kau ikan besar! Pasti kau sedang mencari ini, kan…?”
Entah ambil dari mana, Diona mengeluarkan seekor ikan yang sudah tertancap pada ujung panahnya. Ia sambil menggoda-goda ikan raksasa itu.
“Hayoo~ sini-sini, ikan besar….”
Lalu ikan raksasa itu segera menghampiri Diona dengan cepat, dibantu dengan kedua insangnya yang berfungsi sebagai kaki.
“Yosh! Akan aku arahkan setinggi-tingginya!”
Diona seketika mengeluarkan busur, menarik anak panah sekuat-kuatnya, dan memanahkannya ke atas langit.
Wushh!!
Ikan raksasa itu langsung terfokus pada ‘umpan’nya. Dengan begitu, Amber dapat membidik ‘balon’ ikan itu dengan lebih mudah.
“Loh? Bukannya itu ikan tangkapanku, ya?” ucap Noelle dengan bingung.
“Baiklah…!”
Amber mengeluarkan senjata panahnya. Kemudian ia langsung membidik ‘balon’ yang menempel pada dagu ikan tersebut. Api keluar pada ujung anak panahnya dan Amber menarik kuat-kuat.
“Terima ini!!”
Cusss
Anak panah api terbang sangat cepat dan langsung mengenai ‘balon’ kuning itu.
Dor!
Langsung meletus. Tetapi seketika asap hijau kekuningan keluar dari situ dan menghempaskan ikan tersebut di udara, seperti sebuah balon yang kian lama kian mengempes. Yang tadinya ikan raksasa, sekarang menjadi ikan mini lalu jatuh ke dalam danau.
“A—Aneh sekali ikannya….” Aether pun sampai terheran-heran.
Tak lama kemudian, ikan tersebut muncul ke permukaan.
Blup
Semuanya memandang ikan itu dan memperhatikan ada sesuatu yang aneh di dalam perutnya.
“Ada suatu benda bersinar di dalam perutnya. Siapa yang mau mengambilnya?” tanya Lumine.
“Biar aku saja.”
Eula yang memutuskan untuk mengambilnya. Ia berjalan di atas danau yang ia bekukan lewat kedua kakinya, jadi ia sedang berjalan di atas es. Ketika sudah dekat, ia mengambil ikan itu dan tak lupa memakai sarung tangannya terlebih dahulu, mungkin agar tidak terkontaminasi.
Kemudian Eula membawa ikan itu ke dermaga dan meletakkannya di atas meja beralaskan kain coklat. Perut ikan itu masih terlihat menyala-nyala. Lalu Eula mengguncang-guncangkan ikan itu sampai keluarlah sebuah benda seperti mutiara bercahayakan putih kebiruan.
“Benda apa ini?” tanya Lumine.
“Yang jelas terlihat mirip seperti mutiara. Tapi gak ada mutiara yang menyala-nyala seperti ini. Setauku,” ucap Diona.
“Semua mutiara yang ada di Mondstadt dan Liyue, tidak ada yang semacam ini. Bahkan mutiara sango pun tidak mungkin bersinar seperti ini,” ujar Aether.
“Sementara biarkan saja dulu disimpan di kantor Favonius. Biar kedepannya dapat diinvestigasi lebih lanjut.” Eula sembari membungkus mutiara tersebut dengan kain coklat.
“Mau kamu kasih ke Master Jean?” tanya Amber.
“Mungkin…. Tapi sebaiknya, kamu saja yang membawanya, Amber.” Eula menyerahkan sekantung mutiara itu kepada Amber.
“Kok kenapa aku?”
“Karena kamu yang membunuh ikan jelek itu, iya kan? Jadi kamu layak untuk membawa ini.”
“Geh, kenapa harus pake kata ‘membunuh’ segala…. Padahal kan sebenarnya ikannya masih hidup.”
“Dia sudah mati, kok. Barusan,” ucap Diona santai.
“Ya jelas, lah. Kamu biarin di atas meja. Enggak kamu balikin ke danau,” ucap Amber lagi.
“Nanti kalau dibalikin ke danau, jadi besar lagi gimana? Lebih baik biarkan mati aja. Lagian jangan sampai Danau Cider tercemar hanya gara-gara ikan kecil semacam itu. Nanti bisa bikin repot Favonius.” Gayanya sambil ia memejamkan kedua matanya.
“Halah, itu karena kamu ingin menghindari pekerjaan, kan? Aku sudah tau sifatmu, Eula.”
“Hmm….” Eula memandang datar Amber.
“Ya sudah, aku bawa benda ini. Mungkin aku akan minta tolong pada Lisa.”
Sesudah percakapan antara Eula dengan Amber usai, mereka berenam kembali masuk ke dalam kota. Tak terasa, hari sudah mulai sore akibat sedikit bertarung melawan monster ikan tadi. Namun keadaan pinggir danau masih tetap aman.
“Mona, apa sudah ketemu?”
“Ya, sudah.”
Di saat yang bersamaan, Lisa dan Mona berada di atas benteng kota. Mereka tak diketahui oleh Amber dan rombongannya. Lisa dan Mona sedang menyelidiki sesuatu melalui kemampuan astrolog milik Mona. Di atasnya, ada sebuah lentera elektro yang melayang di udara. Lentera tersebut milik kekuatan Lisa. Apa yang dilihat oleh mereka berdua, ada sebuah jalur yang mirip seperti rasi bintang. Namun sebetulnya itu adalah sebuah rute dari peta astrologi yang dikendalikan oleh Mona.
“Sepertinya mutiara itu berasal dari Dragonspine,” ucap Mona dengan cukup yakin.
“Ooh… Dragonspine lagi, ya…?” Lisa sambil menyangga dagunya. “Sepertinya… bakal menarik.” Lisa menyeringai puas.
ns 15.158.61.45da2