Abdur bersama seniornya sekaligus atasanya, Pak Ridwan, sedang berada di dalam mobil. Pak Ridwan yang sedang yang duduk di kursi pengemudi dan sedang sibuk dengan handphonenya. Sementara Abdur sedang bersama di kucing hitam itu dan sedang mengelus-elusnya. Pak Ridwan menoleh ke arah Abdur. “Abdur, mau kamu apakan kucing itu?” tanyanya.
“Oh, ini, saya akan memeliharanya sebentar sampai pemiliknya yang sebenarnya sembuh.” jawab Abdur.”
“Ohhh, gitu ya.” Tidak lama kemudian, seorang polisi datang. Pak Ridwan membuka jendelanya. “Iya, ada apa?” tanyanya.
“Kami sudah mengamankan tempat. Bapak sudah boleh pergi duluan.” jawabnya. “Begitu ya, baiklah, terima kasih,” kata Pak Ridwan, lalu memasukan handphonenya ke dalam saku. “Kami pergi dulu ya. Sampai bertemu di kantor nanti.” katanya, lalu menutup jendela. “Kabar baik Abdur, tempat ini sudah diamankan oleh rekan-rekan kita dan sekarang kita bisa pergi mencari orang yang mengadu itu.” katanya sambil membuka pintu.
“Oh, baik pak.” jawab Abdur. Abdur turun dari mobil, ia membawa kucing tersebut dan membawanya ke Raffi, lalu berkata kepada Raffi yang sedang membantu mengamankan tempat. “Raffi, boleh tolong kamu jagain sebentar nih kucing gak? Gua mau pergi dulu sama Pak Ridwan.” katanya sambil memberikan kucing itu kepada Raffi.
“Loh, kenapa harus ke gua sih? Gua kan lagi sibuk begini.” tanya Raffi.
“Sudahlah, yang lain juga sedang sibuk. Tolongin gua ya.” Lalu memberikan kucing hitam itu kepadanya dan kabur meninggalkan Raffi yang masih tidak terima. “Sudahlah.” Tapi akhirnya Raffi mengalah dan terpaksa menjaga kucing tersebut.
Abdur berlari ke arah Pak Ridwan yang sedang berbicara dengan polisi lain.
“Baiklah, karena kamu sudah siap, kita akan pergi sekarang,” kata Pak Ridwan kepada Abdur. “Kami permisi ya,” lanjutnya, berkata kepada polisi itu.
152Please respect copyright.PENANA9TFHjS5kbn
Di perjalanan, Abdur yang penasaran, bertanya kepada Pak Ridwan. “Jadi pak, apa bapak tahu siapa orang yang mengadu itu?” tanya Abdur.
“Kalau spesifiknya seperti di mana dia tinggal dan ciri-ciri orangnya, tidak. Tapi setidaknya saya tahu namanya.” jawab Pak Ridwan.
“Siapa namanya pak?” tanya Abdur.
“Namanya adalah Bu Sania. Dia bilang dia melihat pelaku menikam korban melalui jendela rumahnya, artinya bisa disimpulkan jika rumahnya berdekatan dengan rumah korban.” jelas Pak Ridwan.
“Berarti, pencarian kita kali ini hanya sedikit?” tebak Abdur, memastikan.
“Iya, itu benar.” jawab Pak Ridwan.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah rumah yang berada di sebelah rumah Raisa. Pak Ridwan mengetuk pagar rumah orang itu.
“Permisi, permisi. Boleh kami minta waktunya sebentar.” katanya. Tidak membutuhkan waktu lama, sang pemilik rumah itu keluar. “Oh, bapak polisi yang ada di rumah Raisa? Ada apa ya? tanya pemilik rumah itu.
“Maaf mengganggu, tapi apakah ibu mengetahui orang yang bernama Bu Sania?” tanya Pak Ridwan. Ibu itu mengingat-ingat dulu.
“Ohhh, iya. Bu Sania adalah tetangga depan rumah Raisa. jawabnya sambil menuju ke sebuah rumah yang ternyata berada di depan sebelah kanan rumah Raisa.
“Ohhh, yang itu ya. Baiklah, terima kasih Bu.” kata Pak Ridwan.
“Iya, sama-sama.”
“Kami permisi dulu ya.” pamit Pak Ridwan, lalu meninggalkan tempat.
“Baguslah, kita sudah menemukan di mana mengadu itu tinggal. Sekarang kita tinggal bertanya kepadanya langsung.” kata Pak Ridwan.
152Please respect copyright.PENANAjusztwQiLE
Mereka telah sampai di depan rumah si pengadu itu. Pak Ridwan mengetuk pagar rumahnya dan mencoba memanggil pemilik rumah. “Permisi, bisa minta waktunya sebentar.” katanya sambil mengetuk-ngetuk pagar rumah. Setelah diketuk beberapa kali, pemilik rumahnya belum juga keluar. “Permisi, permisi!” Pak Ridwan terus mencoba memanggil sang pemilik rumah. Setelah beberapa menit kemudian, untuklah pemilik rumahnya keluar juga. Sang pemilik rumah terlihat baru saja bangun tidur dan hanya keluar mengenakan baju tidur dengan jaket yang menutupi bagian lengannya.
“Ada apa ya pak?” tanyanya.
“Mohon maaf mengganggu Bu, tapi apakah ibu bernama Bu Sania?” tanya Pak Ridwan.
“Oh iya, benar. Ada apa ya?” jawab ibu tersebut.
“Apakah ibu yang melapor kepada kami kemarin malam bahwa rumah sebelah sana,” sambil menunjuk rumah Raisa. “Ada pembunuhan?” lanjut Pak Ridwan.
“Oh iya, itu benar. Orang yang melaporkan itu saya. Jadi bagaimana pak, sudah menangkap pembunuhnya?” tanyanya balik.
“Sudah. Kami sudah menangkap orang yang kami duga membunuh korban.” jawab Pak Ridwan.
“Begitu. Syukurlah.”
“Tapi jika boleh, kami ingin tahu tentang kebenaranya.” pinta Pak Ridwan.
“Kebenaran tentang apa?” tanya Bu Sania.
“Apakah benar ibu melihat kemarin malam dari rumah ini, rumah itu sedang menikam seseorang?” tanya Pak Ridwan.
“Iya, itu benar.” jawab Bu Sania.
“Apakah ibu benar-benar melihatnya? Bukan hanya hayalan ibu?” tanya Abdur pergantian bertanya.
“Ya, saya yakin sekali. Saya melihatnya dari kaca ruang tamu saya yang berada di lantai dua. Dari situ, saya bisa melihat langsung ke arah jendela rumah korban yang pada saat itu tertutup horden.” jelas Bu Sania.
“Kalau tertutup horden, bagaimana cara ibu melihatnya?” tanya Pak Ridwan.
“Saya memang tidak melihatnya langsung pelakunya membunuh korban, tapi saya bisa melihat dengan jelas bayangan dari pelaku yang sedang menikam korban. Saya tidak begitu tahu siapa korbannya dan siapa pelakunya, tapi yang jelas saya bisa memastikan kalau apa yang saya lihat itu benar.” jawab Bu Sania dengan sangat percaya diri.
“Kalau begitu, bolehkah ibu mengizinkan kami untuk melihat jendela ruang tamu ibu secara langsung.” minta Pak Ridwan.
“Iya, tentu saja boleh. Tapi rumah saya agak berantakan.” jawab Bu Sania.
“Tidak apa-apa Bu. Kami juga hanya ingin melihat kaca itu. Kami tidak akan mengecek hal yang lain tanpa izin ibu.” kata Pak Riswan, mencoba meyakinkannya. “Baiklah kalau begitu. Silahkan masuk.” Bu Sania pun mengizinkan Pak Ridwan dan Abdur masuk. Ternyata benar, di dalam rumah Bu Sania, berantakan. Lantai satu dipenuhi dengan buku dan sampah kertas.
“Maaf jika pertanyaan saya terdengar sok tau, tapi apakah ibu adalah seorang penulis?” tanya Abdur.
“Iya, benar. Saya adalah penulis. Kelihatan ya dari rumah saya yang berantakan ini?” tanya Bu Sonia.
“Tidak juga. Bukan karena itu saya tahunya. Tapi dari jari ibu yang terlihat merah dan agak membengkak. Itu tanda kalau ibu sering mengetik. Barulah setelah melihat rumah ibu yang penuh buku dan kertas, saya menyimpulkan bahwa ibu adalah penulisan.” jelas Abdur.
“Wow, kamu hebat juga ya? Penglihatanmu dan kesimpulanmu hebat.” puji Busi Bu Sania.
“Itu bisa saja Bu.” kata Abdur merasa malu.
Setelah perbincangan singkat mereka, mereka telah sampai di ruangan tamu. Mengejutkannya, lantai kedua bersih dan rapi, terutama ruang tamunya. Namun Abdur dan Pak Ridwan tidak ingin tertanya hal yang tidak dibutuhkan. Jadi mereka tetap fokus dengan penyelidikan. Pak Ridwan dan Abdur memerhatikan kaca ruang tamu Bu Sania. Ternyata benar, kaca ruang tamunya mendapatkan pemandangan langsung ke kaca rumah Raisa. Setelah memerhatikanya, ternyata memang benar, dari sana, mereka bisa melihat bayangan di dalam rumah Raisa, walaupun tertutup horden.
“Terima kasih banyak Bu. Anda telah membolehkan kami masuk ke dalam rumah ibu dan mengecek langsung kaca ruang tamu. Tapi jika boleh, kami masih ingin bertanya.” pinta Pak Ridwan.
“Akan saya jawab kita itu bisa membantu menyelesaikan penyelidikanya.” jawab Bu Sania.
“Terima kasih banyak atas pengertian.” kata Pak Ridwan.
“Tapi tunggu dulu, biarkan saya membuatkan minuman atau makanan.” kata Bu Sania.
“Tidak perlu Bu. Kami tidak bisa berlama-lama di sini karena kami masih ada penyelidikan lainnya.” lama tolak Pak Ridwan dengan sesopan mungkin.
“Kalau begitu, silahkan duduk dulu.” Pak Ridwan dan Abdur pun terpaksa menerima kebaikan Bu Sania. Barulah setelah mereka duduk di sofa dalam ruang tamu tersebut, mereka langsung menuju ke pertanyaannya.
“Kalau kami perkirakan, kejadian pembunuhan tersebut terjadi pada tengah malam, sekitar 12.00 sampai 01.00. Kalau kami boleh tahu, jam berapa ibu melihat bayangan tersebut? tanya Pak Ridwan.
“Jika tidak salah, sekitar setengah satu kurang.” jawab Bu Sania.
“Lalu apa yang ibu lakukan saat bangun pada jam tersebut?” tanya Pak Ridwan. “Saya memang suka bangun jam segitu. Karena pekerjaan saya adalah menulis, saya jadi tidak punya jam yang tetap seperti orang pekerja biasanya. Saya biasanya tidur sekitar pukul 05.00 atau 06.00 sore dan bangun jam 12. Kalau saya tidak tidur lagi pada jam 12 itu, saya akan melanjutkan pekerjaan saya. Pada malam itu, seperti biasa, saya bangun. Saat saya baru saja terbangun, saya langsung ingat kalau jendela ruangan tamu saya belum ditutup. Karena tidak ingin hewan masuk, atau hal lain yang tidak saya inginkan, saya pun langsung pergi ke sana dan memutuskan untuk penutupnya. Tapi saat ingin menutupnya, saya malah melihat bayangan itu di rumah Raisa.” jelas Bu Sania.
“Apa tanggapan pertama ibu saat melihat penikaman itu di rumah korban?” tanya Pak Ridwan.
“Tentu saja karena saya baru bangun, saya harus memastikannya dulu. Setelah saya tahu kalau itu adalah penikaman, saya terkejut. Oh iya, saya ingat. Agar kalian lebih percaya dengan kata-kata saya, saya mempunyai rekamannya yang saya ambil kemarin malam.”
“Benarkah bu?” tanya Abdur.
“Ya, ada di handphone saya. Tunggu ya, saya ambil dulu.” kata Bu Sania, bangkit, dan meninggalkan dua polisi itu sebentar untuk mengambil handphonenya.
“Bagaimana ini pak? Bu Sania benar-benar melihatnya dan bahkan memiliki rekamannya. Apakah itu berarti penikaman itu benar terjadi?” tanya Abdur mulai bingung.
“Itu masih belum bisa dipastikan.”
“Tapi kalau memang benar penikamannya terjadi, berarti teori yang saya berikan tidak nyambung.” kata Abdur.
“Kita lihat saja dulu hasil rekaman penikaman kemarin. Kita juga belum bertanya kepada pelakunya.” Pak Ridwan mencoba menghibur Abdur.
“Baiklah pak.” Abdur mulai lemas.
152Please respect copyright.PENANARcslohNrS2
Bu Sania pun kembali dan sudah membawa handphonenya. Beliau memberikan handphone tersebut kepada Pak Ridwan dan memperlihatkan videonya kepadanya.
“Maaf jika videonya agak grasak-grusuk. Tapi lumayan jelas kok videonya.” katanya.
Video tersebut pun dimulai. Rekaman tersebut menampilkan seseorang membawa pisau, lalu menancapkannya kepada sesuatu di bawah yang tidak terlihat melalui video tersebut. Setelah itu, sang penikam mengangkat orang yang menjadi korbannya, lalu sang penikam mendekatkan wajahnya kepada korban dan terlihat seperti membisikanua sesuatu. Penikam itu kembali menusuk-nusuk tubuh korban. Video itu berakhir saat pelaku memenggal kepala korban, meninggalkan tubuhnya dan membawa pergi kepalanya.
“Gila, seram sekali cara membunuhnya.” ucap Abdur di dalam hati.
“Lihat pak, saya benarkan? Ada seseorang di kamar itu dan membunuh orang di dalam kamar,” kata Bu Sania.
“Begitu ya? Baiklah, terima kasih banyak.” kata Pak Ridwan, lalu memberikan kembali handphone tersebut kepada Bu Sania.
“Karena bapak sudah tahu kebenarannya, sebaiknya langsung penjara si pembunuh itu.” pinta Bu Sonia.
“Terima kasih atas videonya, tapi keputusan tersebut akan kami bahas lagi.”
“Tidak perlu begitu. Dengan video itu, semua sudah jelas bahwa palaku yang bapak tangkap benar-benar membunuh keluarga tersebut. Dan pasti bapak juga tahu dari hasil penyelidikannya hari ini.”
“Itu tidak benar. Bukan itu yang terjadi.” kata Abdur sambil memukul meja menggunakan tangannya.
“Apa maksud bapak?” tanya Bu Sania kepada Abdur.
“Yang saya maksud adalah-”
“Sudah cukup Abdur,” Pak Ridwan segera menghentikan Abdur dari membocorkan informasi penting milik polisi. “Maafkan bawahan saya Bu atas ketidaksopanannya,” katanya kepada Bu Sonia, sambil bangkit dari sofa. “Sekali lagi, kami mengucapkan terima kasih. Jika boleh kami ingin meminta video tersebut untuk dijadikan bukti saat menginterview si pelaku.”
“Baiklah, akan saya berikan. Mau mengirim lewat apa?” tanya Bu Sania.
“Ini,” katanya sambil memperlihat nomor emailnya.
“Kalau begitu, kami akan kami izin pergi. Terima kasih atas videonya. Ayo Abdur.” ajaknya, lalu berjalan pergi. Abdul pun menyikutinya. Namun ia berhenti sebelum menuruni tangga dan melihat kebelakang, ke arah Bu Sania. Dia melihat Bu Sania tampak kesal. “Apakah aku terlalu tidak sopan berbicara kepadanya?” tanyanya di dalam hati.
“Abdur, ayo.” kata Pak Ridwan .
“Oh, baik pak.” jawab Abdur. lalu bergegas jalan.
152Please respect copyright.PENANAw5wQBbfjkb