Semalam, Khodijah Kholish, dosen muda muslimah Jawa berkulit-putih dan berjilbab diperkosa oleh mahasiswa-mahasiswa berkulit hitam dari Jamaika dan Papua. Mereka memaksa akan membunuh putra Kholish jika dia tidak mau melayani nafsu mereka. Jevaun Glenmore (mahasiswa asing asal Jamaika) dan tiga mahasiswa Papua (Frans Kogoya, Gobai Wekaburi, dan Boris Dogiyai) pun menggilir memek Kholish dengan kontol hitam besar mereka yang berukuran dua hingga tiga kali lebih besar dari penis suami Kholish yang sedang perjalanan dinas keluar kota.
Mereka merekam hubungan seks mereka dengan Kholish, sambil memaksa Kholish untuk berakting seolah-olah dia menikmati mereka genjot dan memuja kontol hitam besar mereka. Mereka mengancam Kholish akan menyebarkan video rekaman itu dan foto-foto bugil Kholish jika dia melaporkan mereka ke suaminya atau polisi. Diam-diam, terlepas dari paksaan mereka untuk berakting, sebenarnya Kholish memang menikmati genjotan mereka yang memberi Kholish orgasme nyaris tak putus selama berjam-jam.
Dan pagi ini, saat Kholish selesai mandi dan sedang solat subuh, para mahasiswa Papua itu kembali mengerumuninya. Saat Kholish sedang bersujud, Frans Kogoya menginjak kepalanya. Lalu mereka bertiga mulai menjamah kembali tubuh Kholish.
"Tunggu, apa yang akan kau lakukan padaku?," rengek Kholish sambil berusaha membebaskan kepalanya dari injakan Frans, tapi injakan mahasiswa Papua itu di kepala Kholish lebih kuat.
"Tolong, jangan sekarang... Aku mau sholat." Pinta Kholish.
"Tapi kau suka dikasarin begini kan, kau suka digenjot gosi Papua," Frans terkekeh. Ia menekan kepala Kholish lebih keras.
"Kau bisa sholat nanti." Timpal Boris.
Jantung Kholish berdebar kencang saat kaki hitam berotot Frans semakin menjepit kepalanya yang tertutup mukena ke lantai, tekanan tak terduga yang membuat tulang punggungnya merinding.
"Tolong … sakit … ku mohon"
Kholish mengerang, menggeliat saat Gobai mencengkeram pinggulnya dan menariknya ke atas, pantatnya mengarah padanya. Mukenanya menutupi semuanya kecuali wajah dan matanya, yang kini terbelalak lebar karena campuran ketakutan dan gairah. Gobai merobek mukena dan baju Kholish, memperlihatkan bra dan celana dalam berenda merah muda di baliknya. Penisnya sudah berdiri tegak, siap untuk ronde berikutnya setelah pesta pora tadi malam. Celana dalam Kholish tidak berdaya melawan kekuatannya yang luar biasa. Dengan satu tarikan cepat, Gobai merobeknya, meninggalkan Kholish telanjang kecuali potongan mukena yang menutupi sebagian kepalanya yang masih terhimpit di bawah kaki Frans.
Boris terkekeh, "Lihat, sudah becek terangsang begini kau lonto Jawa." Dia menangkup vagina Kholish yang terbuka dari belakang, merasakan panas dan basahnya.
Kholish tersentak karena kontak yang tiba-tiba itu, tubuhnya secara naluriah melengkung ke tangan Boris. Mahasiswa Papua itu mengusap telapak tangannya yang kasar di lipatan sensitifnya, mengumpulkan cairannya sebelum menyebarkannya ke klitoris dosen Jawa itu. Boris menyelipkan dua jari ke dalam vaginanya yang licin, membuat Kholish melenguh lebih keras. Bibirnya membentuk huruf O saat tangan Boris bergerak lebih cepat, mendorong lebih dalam setiap kalinya, melengkungkan jari-jarinya untuk menyentuh titik kenikmatan di dalam dinding vagina Kholish.
Kholish gemetar oleh permainan tangan Boris di memeknya, klimaksnya terbentuk seperti gelombang yang mengancam untuk menghantam pantai. Kholish pun menggigit bibirnya untuk menahan lenguhannya agar tak keluar saat orgasme menerjangnya, pahanya menjepit erat di sekitar jari-jari Boris yang menyerbu.
Boris menarik jari-jarinya dan membawanya ke bibir Kholish, mengusapkan cairannya di bibirnya.
"Hisap," perintahnya.
Kholish menurut, mencicipi cairan cintanya sendiri saat Boris mendorong jari-jarinya yang basah melewati bibirnya. Kholish dengan ragu-ragu melingkarkan lidahnya di sekitar jari-jari Boris, menikmati nektarnya sendiri saat Boris memasukkan dan mengeluarkan jari-jemarinya dari mulutnya. Boris menarik jari-jarinya dari bibir Kholish dan menyekanya di pipinya.
"Enak?" tanyanya, meskipun itu bukan pertanyaan.
Di belakangnya, Frans melepaskan gosi hitamnya yang besar dari celananya sambil masih menginjakkan salah satu kakinya di kepala Kholish. Frans memposisikan dirinya di belakang Kholish, pantatnya yang terbalik mengundangnya. Dengan tangannya yang bebas, dia mengarahkan ujung kontolnya yang berdenyut ke pintu masuk memek Kholish, menggoda liang surgawinya yang basah berkilau dengan kepala palkon kontolnya yang besar dan berbentuk seperti jamur. Frans menyeringai melihat wajah Kholish yang berlinang air mata dan napasnya yang bergetar, lalu menatap pantatnya yang bulat dan montok yang bergoyang hanya beberapa senti dari penis hitam Papuanya yang berdenyut. Kholish merasakan ujung gosi Frans yang tebal menerobos bibir vaginanya yang tembam saat mahasiswa Papua berbadan kekar itu memposisikan dirinya di antara kedua kakinya, meludahkan ludah ke batang penisnya sebelum menggosokkannya di sepanjang celah vagina Kholish yang basah.
Tanpa menunda lebih lanjut, Frans menyerbu ke depan, menusuk Kholish dengan batang penisnya yang besar dalam satu gerakan menghentak yang kuat. Kholish menjerit, napasnya tersengal-sengal saat ia merasakan setiap senti penisnya menusuk semakin dalam dan meregangkan memeknya dengan lebar. Frans menekan kepala penisnya yang tebal dengan kuat ke lubang vagina Kholish yang lembut. Kehangatan yang licin menyambutnya, meleleh di sekitar ujung palkonnya yang tebal mengganjal, mendesaknya untuk menyerbu semakin dalam. Kholish tersentak karena sodokan yang tiba-tiba itu, terkejut betapa tubuhnya dapat mengakomodasi lingkar tebal Frans dengan baik. Tidak ada perlawanan kali ini; tubuhnya menyambut ukuran penis Papua itu tanpa perlawanan. Kholish menegang saat Frans menginjak kepalanya lebih ke bawah, meregangkan lehernya dalam prosesnya.
Frans memegang pinggul dan menginjak kepala Kholish dengan kuat saat menggenjotnya, menggesek-gesekkan pipi Kholish ke sajadah dan lantai saat ia semakin cepat dan intens menggempur dalam-dalam vagina Kholish yang semakin basah kuyup.
"Ahhh!" lenguh Kholish, mengangkat pinggulnya saat disodok gosi Papua seperti mesin jahit.
Kholish menggeliat di bawah beban Frans yang menginjak kepalanya dan menggenjot memeknya, merasa takut sekaligus makin terangsang saat Frans makin kasar dan dominan. Kholish menggeliat liar di bawah Frans, mendorong pantatnya lebih tinggi, hingga semua bagian batang penis hitam Papua Frans yang besar bisa masuk. Genjotan Frans setiap kali menyerbu benar-benar dalam hingga pangkal kontolnya beradu dengan pantat Kholish, menimbulkan suara “plak, plak, plak!” yang cepat. Urat gosi Papua yang tebal dan berdenyut bergesekan dengan dinding memek Jawa yang basah, mengirimkan sengatan listrik kenikmatan hingga otak dan sumsum tulang belakang Kholish.
1133Please respect copyright.PENANAWY2NaZ1mWJ
1133Please respect copyright.PENANAHak227xH9X
Bersambung