
POV Athariq
Namaku Athariq, awal mula aku bertemu dengan belahan jiwaku, Ghaidaq yang sekarang menjadi istriku ini adalah pada saat aku sudah lulus SMA tahun 2011 silam. Seperti kebanyakan orang, ketika sudah lulus sekolah dan tidak memiliki dana yang cukup untuk melanjutkan ke bangku kuliah, maka hal dan tujuan yang dicari berikutnya tentu saja adalah pekerjaan. Pada saat itu, aku hendak melamar pekerjaan kesalah satu perusahaan di Bandung. Namun karena aku yang memang jarang sekali bepergian, tidak tahu menahu soal jalan dan trayek angkutan umum dikota tersebut, padahal aku sendiri tinggal dekat dengan kota Bandung, yakni di Kota Cimahi. Namun karena kurang pergaulan dan tidak memiliki kendaraan pribadi, membuatku jarang main kesana kemari.
Tidak seperti zaman sekarang yang mudah untuk menemukan alamat dengan bantuan google map, pada zaman itu, bahkan aku belum memiliki Handphone. Karena hidupku yang memang dari keluarga serba kekurangan. Hal itu membuatku tersesat tak tahu arah, serta kehabisan uang untuk aku melanjutkan pencarian tempat yang kutuju maupun untuk pulang. Maka dengan nekatnya aku saat itu berniat akan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Namun pucuk dicinta ulampun tiba. Disaat tersesat itulah, akhirnya aku bertemu dengan seorang bidadari cantik yang membuat jantungku berdebar kencang ketika menatap mata dan memandang wajahnya. Dari sekian banyak orang berlalu - lalang, bidadari cantik itu yang akhirnya menyempatkan dirinya untuk berhenti dan menawari bantuan terhadapku.
Perempuan Misterius : "Punten A, permisi, apa disekitar sini ada tempat fotokopi..!??", tanya perempuan itu yang berhenti dengan motor maticnya.
Itulah ucapan pertama yang aku dengar darinya. Suara halus dan lembutnya membuatku semakin tak berdaya dibuatnya. Sampai - sampai saking berdebarnya jantungku, awalnya aku malah terdiam terpana saat ditanyai olehnya. Namun pada akhirnya aku berhasil mengatasi rasa gugupku dan lanjut menjelaskan keadaanku saat itu. Aku yang tersesat dan kehabisan uang tak bisa pulang ataupun melanjutkan perjalananku dengan menaiki angkutan umum. Setelah dia mengerti keadaanku, tak disangka pula, bidadari cantik itu menawarkan bantuan untuk mengantarku ketempat yang dituju. Dan akupun tentu saja tidak langsung mengiyakan tawarannya, karena malu dan sungkan. Akan tetapi, bidadari berjilbab itu terus saja menawarkan kebaikannya sehingga akupun tidak bisa menolak bantuannya yang dia tawarkan berkali - kali itu. Aneh memang, seorang perempuan yang terlihat alim seperti dia mau - maunya membantuku yang sama sekali tidak dia kenal.
Athariq : "Apa dia tidak takut kalau aku ini orang jahat..!?" Pikirku.
Namun sekali lagi, aku tetap merasa sangat bersyukur karena masih ada orang sebaik dia. Sepanjang perjalanan, kami berdua akhirnya mencoba mengobrol dan berkenalan. Dengan posisiku saat itu yang tengah diboncengnya. Dan dari situ aku tahu namanya, namanya Ghaidaq. Dia saat itu hendak mengurus berkas masuk kuliahnya ke PGSD. Dengan kata lain, cita - citanya adalah menjadi seorang guru sekolah dasar, seperti kedua orang tuanya, begitulah tutur Ghaidaq padaku. Hingga singkat cerita, akhirnya setelah sekitar setengah jam - an, aku tiba ditempat yang aku tuju diawal. Tentu saja berkat bantuan perempuan cantik itu yang mengantarkanku. Hal itu pun membuatku sangat berterimakasih kasih kepadanya. Dan dengan konyolnya aku yang tidak mempunyai Handphone, mencoba meminta nomor Handphonenya. Dengan alasan agar kubisa membalas kebaikannya suatu saat nanti. Awalnya aku hanya iseng saja memintanya, namun ternyata dia memberikanku nomornya dengan mudah. Setelah memberikanku nomornya, diapun pamit pergi.
Ghaidaq : "Maaf yah Aa, pulangnya gak bisa aku jemput. Ini buat naik angkutan umum..!", ucapnya sambil memberikanku uang satu lembar lima puluh ribu.
Tentu saja uangnya kuterima karena jelas aku membutuhkannya untuk ongkos pulang nanti, dan lagi - lagi aku sangat berterimakasih kepada bidadari baik hati itu.
Ghaidaq : "Aku pergi dulu, Assalamualaikum...!", ucapnya lalu pergi dengan motor maticnya.
Athariq : "Waalaikumsalam...", jawabku. "TERIMAKASIH BANYAK GHAIDAQQQ...!!!", teriakku padanya yang mulai menjauh.
Singkat cerita, lamaran kerjaku ditolak ditempat yang kulamar waktu itu. Akan tetapi, sepulangnya dari tempat yang kulamar itu, aku yang hendak kembali pulang melihat sebuah selembaran lowongan pekerjaan yang tertempel disebuah tempat makan. Bisa dibilang sebuah restaurant kecil. Hampir setahun aku bekerja ditempat itu sebagai tukang cuci piring dan bersih - bersih meja makan. Sampai akhirnya aku diangkat menjadi assisten koki oleh restaurant itu. Aku pun kini berhasil membeli sebuah handphone dengan keringatku sendiri. Akan tetapi aku belum berani mengirim SMS ataupun menelpon ke nomor yang Ghaidaq berikan. Karena menurutku, saat itu belum saatnya. Hingga sampai dua tahun lebih sejak pertemuan dengannya itu, aku belum tahu nomor yang dia berikan itu asli atau hanya nomor random yang dia tulis untukku.
Setelah disana aku menjadi assisten koki selama satu tahun lebih, Pak Matsumura si koki kepala yang memang orang Jepang, memutuskan untuk pulang ke negaranya. Dan berniat membuka restaurant juga disana nantinya. Dia yang memang sudah akrab denganku pun mengajakku ikut bersamanya ke Jepang. Setelah membicarakan dan mendiskusikan semuanya kepada orangtuaku, dan kepada Pak Antonios, owner restaurant tempatku bekerja itu, akhirnya si owner memberikan saran kepadaku agar aku ikut dengan Mr. Matsumura ke Jepang. Agar mendapatkan ilmu dan pengalaman yang baru. Serta gaji dan penghasilan yang jauh lebih tinggi dari sekarang, Sesuai saran dan arahan dari pak Antonios serta izin orangtuaku, akupun akhirnya memutuskan untuk ikut bekerja ke Jepang. Dengan cita - cita tinggiku yang ingin mengangkat derajat keluargaku yang terbilang cukup kekurangan saat itu.
SINGKAT CERITA
Akhir Desember tahun 2013, Setelah beberapa bulan aku bekerja di Jepang, akhirnya pada suatu malam aku memutuskan untuk mencoba menghubungi nomor Ghaidaq yang sudah kusimpan sejak lama itu. Aku memulainya dengan mengirimkan SMS pada nomor itu :
Athariq : "Assalamualaikum... wr… wb…", tulisku dipesan singkat.
Saat itu pukul 20.00 waktu Jepang, dan aku sedang mempersiapkan makan malam dengan memasak sayur kentang sambil mengharap nomor yang kutuju benar - benar nomor Ghaidaq, si bidadari baik hati itu. Namun hingga selesai makan, belum ada balasan dari nomor yang ku SMS. Dan aku pun tidak tahu, pesan itu terkirim atau tidak. Aku juga tidak tahu, benar atau tidaknya nomor yang diberikan oleh Ghaidaq saat itu. Atau jika benar pun, bisa saja dia sudah mengganti nomor teleponnya, pikirku saat itu. Hingga setengah jam setelah pesan kukirim, tiba - tiba tanda pesan telah dibaca oleh si penerima terlihat di HP ku. Dan Tiiitt... Akhirnya ada pesan balasan :
Ghaidaq : Waalaikumsalam... WR... WB... Maaf, dengan siapa ya...?
Dua balasan pesan dari nomor itu datang. Aku pun segera membalasnya.
Athariq : Maaf mengganggu, apa benar ini nomor Ghaidaq...?
Ghaidaq : Ghaidaq siapa ya...?
Yah, ternyata bukan nomormya Ghaidaq, pikirku saat membaca pertanyaannya di SMS itu.
Athariq : Oh, maaf, saya kira nomornya Ghaidaq.
Ghaidaq : Iya, dengan saya sendiri. Saya Ghaidaq.
Membaca pesan balasannya yang mengiyakan jikalau dia adalah benar Ghaidaq yang kumaksud, membuat perasaanku campur aduk. Senang dan bingung harus bagaimana mana memulai percakapan ini.
Athariq : Oh, berarti bener ini nomormu ya… syukurlah masih aktif walaupun sudah lama.
Ghaidaq : Memangnya ini dengan siapa ya kalau boleh tau...!?
Athariq : Aku Athariq. Masih ingatkah...?
Ghaidaq : Hemmm... maaf. Aku tidak ingat nama itu. Mungkin salah sambung.
Jawaban darinya membuatku cukup sedih, karena ternyata dia tidak mengingatku, tapi menurutku itu semua wajar karena dia hanya bertemu denganku sekali dan itupun hanya sebentar saja. Beda denganku yang terus teringat pada wajah cantik dan senyum manisnya itu. Akupun menjelaskan tentang siapa diriku padanya, panjang lebar aku mengetik SMS padanya. Mencoba untuk mengingatkannya tentang siapa diriku. Setelah panjang lebar aku menjelaskan padanya, akhirnya diapun mengingat siapa diriku.
Ghaidaq : Ooooh… yang waktu itu ya... sudah lama atuh itu mah. Tahun kapan ya??.
Athariq : Iya, udah lama. Tapi baru berani SMS sekarang.
Tiba - tiba nomor Ghaidaq menelponku, akupun dengan gemetar mengangkatnya. Dia bilang tangannya pegal kalau harus terus ngetik SMS, makanya dia menelponku. Dalam percakapan telpon itu, akupun memberitahukan posisiku yang sekarang sedang berada diluar negeri. Dan diapun memujiku karena sudah berhasil bekerja di Jepang. Ghaidaq yang ramah pun tentu saja terus menanggapi setiap obrolanku dengan baik. Aku juga sempat bertanya padanya, apakah dia sudah menikah atau belum.
Athariq : Ngomong - ngomong, gak ada yang marah ini teh malam - malam begini telponan sama aku...?
Ghaidaq : Enggak ada, akukan sekarang ngekost. Jadi suara nelpon gak bakal ganggu Bapak sama Ibu.
Athariq : Hm... maksudku pacar… emmm… atau suami gituh...
Ghaidaq : Gak punya. Aku gak dibolehin pacaran sama bapak. Apalagi menikah… pengennya sih beresin dulu kuliah...
Athariq : Oh gitu ya...", jawabku singkat ditelpon itu kehabisan bahan obrolan.
Beberapa detik sama - sama tidak bicara, akhirnya Ghaidaq berpamitan padaku untuk menutup telponnya.
Ghaidaq : "Udah dulu ya, udah malem ini, udah mau jam sebelas. Besok aku masuk kuliah pagi.", jelasnya padaku.
Athariq : Oh iya ya, sampe lupa. Kan beda dua jam sama disini. Disitu udah malem banget ya. Maaf ya… Kalo begitu, selamat beristirahat. Good Night.
Ghaidaq : Iya gapapa.. good night juga. Assalamualaikum...
Athariq : Waalaikumsalam...
Kami berdua pun mengakhiri obrolan telpon kami. Selepas itu, aku sangat amat merasa senang dan girang, karena Ghaidaq ternyata mau membalas pesanku dan mau sampai menelponku ketika tahu yang mengirim SMS itu adalah aku. Selain itu juga ternyata dia belum menikah, dengan kata lain aku masih punya peluang untuk bisa mendapatkan bidadari cantik nan baik hati itu untuk menjadi istriku.
PAGI HARINYA, ku kembali mencoba mengirim SMS padanya. Aku berniat untuk pedekate kepada Ghaidaq, karena jujur saja, aku telah jatuh cinta kepadanya pada pandangan pertamaku. Ghaidaq telah menjadi cinta pertama dalam hidupku.
Athariq : "Hey, sudah bangun? Sudah waktunya sholat Subuh Loh…", SMS ku pagi itu.
Tak lama berselang, balasan dari Ghaidaq hadir :
Ghaidaq : Waalaikumsalam... Iya, ini baru kebangun…
Athariq : Eh iya lupa, Assalamualaikum... hehe…
Melihat cepatnya dia membalas pesanku, sepertinya aku benar - benar punya peluang untuk mendekatinya. Namun bisa saja itu hanya sekedar sifat dirinya yang memang ramah kepada semua orang, bukan hanya kepadaku saja, pikirku.
Athariq : "Maaf, pagi - pagi aku sudah SMS, semalem kelupaan nanya nomor rekening kamu. Aku pengen ganti uang yang dulu pernah kamu kasih sama aku", ujarku kepadanya untuk membuka topik chat.
Ghaidaq : Aduh, gak usah A. Aku ikhlas kok. Malah diingetin si, padahal aku gak mau nginget - nginget yang begituan. Soalnya takut gak jadi pahala kalo masih diingat - ingat.
Athariq : Oh gitu ya, maaf kalo begitu. Tapi atuh anggap aja aku juga mau ngasih sama kamu. Itung - itung ucapan terimakasih aku sama kamu.
Ghaidaq : Enggak ah. Makasih...
Athariq : Ayolah, gak akan rugi juga kan. Pleaseeee...
Ghaidaq : Yaudah, nih... 0××××××××
Athariq : Nah gitu dong. Nanti siang aku kirim.
Ghaidaq : Sebenernya sih gak usah, tapi ya sudahlah. Biar kamunya gak bawel. Yaudah, aku tinggal dulu ya. Mau sholat terus siap - siap berangkat kuliah. Assalamualaikum...
Athariq : Iya, makasih udah mau balas pesanku. Waalaikumsalam...
Dan seperti janjiku, siang hari akupun mengirimi Ghaidaq uang sekitar lima juta rupiah, sebagai tanda terima kasihku terhadap pemberiannya dulu. Tak lupa juga akupun mengirimkan uang kepada orang tuaku waktu itu. Karena orang tuaku masih jadi prioritas utamaku, dan Ghaidaq lah yang sedang kuusahakan untuk jadi prioritas pertama dihidupku. Akupun mengirimi Ghaidaq SMS kembali.
Athariq : Sudah kukirim. Sekali lagi Terimakasih banyak…
Ghaidaq : Iya... makasih...
Hanya pesan singkat itu yang dia kirimkan saat itu, hingga beberapa hari kemudian, dia baru kembali membahas uang yang kukirimkan. Ternyata awalnya dia mengira aku mengirimkan jumlah uang yang sama dengan nilai uang yang pernah dia berikan padaku, yakni lima puluh ribu rupiah. Namun setelah mengetahui aku mengirimkan uang dengan tambahan dua Nol dibelakangnya, dia buru - buru menelponku untuk memastikan jikalau aku tidak salah mengirim jumlah uangnm tersebut. Dan pada akhirnya dari sejak saat itu, aku intens SMS - an dengan Ghaidaq. Lagi dan lagi, dia selalu tanggap membalas pesan singkatku itu. Hingga ketika sudah beberapa bulan kami akrab, aku akhirnya memberanikan diri untuk menembaknya. Maret 2014, aku menyatakan Cintaku padanya. Karena keakraban yang sudah terjalin diantara kami, awalnya aku pikir dia tentu sudah pasti akan menerimaku. Namun faktanya, cintaku ditolaknya dengan alasan dia tidak mau pacaran karena dilarang oleh orang tuanya. Meskipun aku hanya mengajaknya pacaran secara LDR seperti itu, dia tetap tidak mau. Akan tetapi, dia bilang bukannya dia tidak suka kepadaku, penolakannya itu karena memang dia sangat penurut kepada orangtuanya. Akhirnya Ghaidaq memberikan satu pilihan yang menurut dia terbaik bagi hubungan kami, dia bilang jika ingin hidup bersamanya, maka aku harus langsung melamarnya kepada kedua orangtuanya. Jawaban Ghaidaq itu membuatku yang awalnya down karena ditolak cinta, kini kembali bersemangat. Tanpa basa - basi aku bilang padanya dengan penuh percaya diri :
Athariq : Kalau begitu, kenalkan aku pada orangtuamu. Aku akan melamarmu untuk kupinang menjadi istriku.
Seminggu berlalu setelah itu, Ghaidaq tiba - tiba menelponku malam - malam. Ketika ku menyapanya dengan Assalamualaikum, ternyata yang berbicara adalah suara ayahnya. Tanpa basa - basi, ayahnya langsung bertanya padaku, apa benar aku berniat ingin mempersunting anaknya itu. Setelah panjang lebar obrolanku dengan ayahnya, akhirnya Ayahnya memberikan lampu hijau kepadaku namun membuatku sedikit gelisah. Karena Ayahnya bilang jika memang aku serius terhadap Ghaidaq, aku harus datang langsung kerumahnya secepatnya. Karena ayahnya bilang, selain diriku, ada oranglain juga yang menginginkan Ghaidaq untuk dijadikan istrinya. Mendengar kabar itu aku segera berfikir cepat, bagaimana aku yang sedang berada di Jepang ini bisa pulang secepatnya untuk melamar Ghaidaq. Ada resiko yang harus kuambil jika aku pulang ke Indonesia, posisiku saat ini ditempat Mr. Matsumura bisa digantikan orang lain, dan aku akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan itu lagi dikemudian hari. Aku pun menjelaskan keadaannya pada Ghaidaq, aku juga bertanya padanya, dia akan lebih memilih siapa, Aku atau orang yang ayahnya sebutkan itu untuk dia pilih sebagai imamnya nanti.
Ghaidaq : Aku gak tau.. semuanya terserah Bapak Ibuku.
Begitulah jawaban Ghaidaq, yang membuatku kembali berfikir, apa orang tuanya akan memilihku atau tidak jika aku bela - belain pulang ke Indonesia. Namun hatiku akhirnya diyakinkan oleh satu balasan SMS susulan dari Ghaidaq. Dia bilang :
Ghaidaq : Aku akan menerima siapapun itu pilihan orang tuaku. Tapi aku berharap, Kamu yang dipilih oleh mereka, Athariq.
Membaca pesan itu, membuat hati dan pikiranku melayang keawang - awang. Karena ternyata sebenarnya Ghaidaq membalas cintaku. Lalu kubulatkan tekadku untuk pulang ke Indonesia, untuk melamar Ghaidaq. Dimulai dengan konsultasi dengan Mr. Matsumura, yang akhirnya juga mendukungku. Dan dia berjanji, akan mengosongkan posisi kerjaku untuk dua bulan kedepan untuk menungguku kembali, namun jika aku tidak kembali selama dua bulan, dia akan mencari pengganti sementara hingga akhir tahun. Dan jika sampai tahun berganti aku belum kembali, maka dia akan benar - benar mencari penggantiku secara permanen. Pilihan yang baik yang ditawarkan oleh bossku itu, selanjutnya aku menjelaskan maksud dan tujuanku kepada orang tuaku. Dan akhirnya mereka menyambut baik niatku tersebut.
Tanggal 1 April 2014 akhirnya aku kembali ke Indonesia. Lalu beberapa hari kemudian, aku akhirnya mendatangi rumah Ghaidaq untuk bertemu dengan orangtuanya. Namun faktanya, sebelum pada akhirnya aku melamarnya hari itu, semenjak kepulanganku dari Jepang, aku tidak pernah bertemu dengan Ghaidaq secara langsung, hanya melalui SMS dan Telepon saja kami berkomunikasi. Maka, hari lamaran itu, akan menjadi pertemuan pertamaku secara langsung setelah terakhir bertemu dipertemuan pertama kami ditahun 2011. Dan benar saja, dia masih saja manis dan semakin terlihat cantik menurutku. Bertemu dengannya setelah sekian lama membuat jantungku kembali berdegup kencang. Tak kukira aku akan masih segugup ini ketika sudah cukup akrab via Telepon dengan Ghaidaq.
Kegugupanku bertambah ketika melihat sorot mata Kakak kandung Ghaidaq yang bernama Daniyah bersama suaminya yang bernama Alkhalifi, sedari tadi mereka terlihat memandang sinis dan tajam kepadaku. Sementara orang tuaku menyampaikan maksud kedatanganku itu, Ghaidaq hanya tersenyum dan menundukkan wajahnya dipojok ruangan sambil sesekali mencuri pandang kepadaku yang memang sedari tadi juga terus mencuri pandang kepadanya.
SINGKAT CERITA, akhirnya orang tua Ghaidaq menerima lamaranku. Bahkan mereka memintaku untuk segera menentukan tanggal pernikahan kami. Alasannya karena agar Ghaidaq dan aku segera halal untuk berhubungan. Sepertinya orang tuanya sangat agamis, sehingga mereka sangat menjaga dan membatasi pergaulan anaknya itu. Lalu dengan beraninya aku langsung menentukan tanggal pernikahan kami, aku bilang kepada Ayahnya, bahwa aku akan menikahi Ghaidaq tepat satu bulan dari sekarang. Dan merekapun menyetujuinya, termasuk orang tuaku yang juga memang sudah sangat menginginkan seorang menantu dariku.
Penghulu : Ananda Athariq bin Wawan Junaedi, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Ghaidaq, dengan mas kawin emas 20 Gram dan seperangkat alat sholat, DIBAYAR TUNAI.
Athariq : Saya terima nikah dan kawinnya Ghaidaq binti bapak Nurdin, dengan mas kawin tersebut, dibayar TUNAI...
Saksi : "SAH… SAH... SAAAAHHH...", ucap para saksi dan teriak para penonton pernikahanku.
Akhirnya, 7 Mei 2014 aku berhasil menikahi Ghaidaq yang menjadi cinta pertamaku itu.
DAN, mulai dari sinilah perjalananku yang ingin merubah istriku menjadi perempuan yang aku inginkan tiba - tiba muncul. Karena kurasakan ternyata mempunyai pasangan yang hidupnya lurus - lurus saja itu sangat jenuh dan membosankan.
Bersambung…
ns 15.158.61.12da2