Angin melolong membawa wewangian Tuhan yang akan merubah dunia selamanya. Jauh menuju sebelah barat daya dari Sevengard, saat suara biola menggemakan melodi abadi akan kerinduan yang teramat sangat, membangunkan dunia dengan nyanyiannya. Cahaya bulan medusa dan secunda yang perlahan-lahan sirna, meninggalkan ranting-ranting patah di musim panas yang sedang dalam asuhan mereka. Lautan putih nan luas di ujung sayap secunda dan suara deburan ombak pasang yang menghantam karang, kini telah mengantarkan dia kembali ... kembali ke tanah Haven.
Daylan Walter memang baru tiba di kastil keluarganya yang terletak di ujung tebing beberapa bulan yang lalu. Dengan latar ladang hijau menghadap lautan luas yang menembus cakrawala, dibawah kastil itu terdapat sebuah kota yang padat dan terlindungi oleh tembok raksasa. Sore hari di kota itu jelas terasa begitu indah, karena kamu bisa melihat merahnya matahari terbenam, tenangnya deburan ombak yang menyanyikan nyanyian alam-- teratur bagai partitur sebuah simfoni, ditemani dengan lembutnya semilir angin laut yang meraba-raba kulit halusmu di sepanjang pantainya, bayangkan jika ini terjadi padamu setiap hari!
Dari dulu kota Haven memang menjadi daya tarik tersendiri bagi rakyat kerajaan Vanderhall karena keindahan kotanya, pantainya dan sumber daya lautnya. Disana ikan laut sangat melimpah dan murah, hanya satu koin perunggu untuk satu ikan atau satu koin perak untuk sepuluh ikan dan satu koin emas untuk seribu ikan. Kerinduan inilah yang selalu dikenang Daylan saat pulang, karena bisa memakan segala jenis ikan disini. Hal yang tak dapat dinikmatinya selama di Sevengard.
Diam, melamun-- berdiri memandang kaca, Daylan sadar segalanya telah berubah. Jika tahun lalu dia memakai baju zirah yang kaku dan terasa berat di pundak, kini pakaian sutra yang dibalut dengan warna merah dan emas benar-benar memancarkan kewibawaannya, ditambah rambut panjangnya yang tertata rapi sampai ke bahu, semakin menambah keanggunan sisi kebangsawanannya. Rambut panjang memang menjadi simbol tersendiri bagi para darah biru di kerajaan Vanderhall.
Tiba-tiba suara ketukan pintu memecah lamunannya. “Tuan Daylan, apa kau sudah bangun?”, kata asal suara yang dikenalinya dengan baik dari balik pintu itu.
“Masuklah Giovanni kau kurang ajar, kau tidak perlu mengetuk seperti itu padaku.”
“Wow”, kata Giovanni saat membuka pintu dan perlahan tersenyum lalu menghampirinya dan memeluknya bagai sahabat yang lama tak berjumpa. “Kau memang benar-benar berubah tuan Daylan, lihatlah dirimu yang sudah rapi di pagi hari.”
“Lima tahun menjadi prajurit di Sevengard benar-benar merubah segalanya. Jika bukan karena keputusan kakakku, aku mungkin akan menetap disana.”
“Yah! Tuan Samuel memang telah memutuskan bahwa beliau tidak ingin menjadi adipati dua tahun setelah kau pergi ke Sevengard.” Giovanni berhenti sejenak, menghela nafas, lalu duduk dikursi dekat jendela kamar. “Jadi, bagaimana kabarmu tuan Daylan? Aku tidak melihat wanita di kamar ini, ada apa denganmu? Apa kau memang benar-benar berubah secara keseluruhan?”, lanjutnya sambil sedikit menyeringai karena perkataanya.
“Hahaha... lucu sekali Giovanni, aku baik-baik saja dan yah, aku masih menyukai wanita, cuma aku rasa ini bukan waktu yang pantas mengingat isu anathema karena munculnya bangsa darkwisp di timur, juga kepergian ayahku dan kakakku nanti siang untuk bergabung dengan pasukan maharaja disana.”
“Apa kau percaya dengan isu itu?”
“Yang aku dengar hanya bangsa darkwisp yang mulai banyak bermunculan di hutan Atyn, sedangkan darkfiend belum terlihat sama sekali. Jadi aku pikir ini hanya perang biasa melawan para darkwisp, bukan anathema.”
“Kau pernah lihat bangsa darkwisp sebelumnya?”
“Belum pernah, kalau kau?”
“Aku pernah membaca bahwa mereka makhluk berkepala kucing, berkuku tajam dan berkulit hitam pekat dengan gumparan pasir yang berputar-putar mengelilingi tubuh mereka. Mereka tidak dapat berbicara, tidak dapat berpikir dan hanya memiliki satu tujuan saja dalam hidup mereka-- untuk mencari delapan dewa yang dikubur Herra di pulau terkutuk Eimlaren dan merasuki dewa itu menjadi monster menakutkan bernama fiend agar memimpin mereka menghancurkan dunia. Jika darah kita terkena pasirnya, aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi. Hanya membacanya saja sudah membuatku ngeri, apa lagi jika harus bertemu dengan mereka ... hiiii...”
Daylan membenarkan perkataan Giovanni itu, bangsa darkwisp bukanlah lawan yang dianggap remeh. Walaupun mereka telah jarang muncul di dataran Era karena kemenangan yang terjadi setengah abad yang lalu saat anathema ke empat berakhir, bangsa darkwisp masih menjadi momok yang menakutkan bagi penduduk Era. Khawatir akan perasaannya, membuat dia mencoba menghilangkan pikiran-pikiran kusut yang mencoba mengukir di kepalanya-- tidak mudah, namun dengan mengingat isu itu sudah pasti mustahil terjadi sudah cukup membuatnya sedikit tenang. “Ngomong-ngomong, dari mana saja kau? Aku belum pernah melihatmu sejak aku datang kesini?”
“Aku disuruh ayahmu menjaga desa Galian. Ada pembangunan pusat pembelajaran Faithry disana dan ayahmu tak ingin jika ada para bandit yang memalak pembangunan itu lagi.”
“Ayahku memberi tahuku tentang pembangunan itu setahun yang lalu, aku pikir pembangunannya telah selesai.”
“Memang ada sesuatu yang tidak beres disana, ayahmu sempat marah dengan tuan Dillon karena tak kunjung selesai.”
“Tuan tanah Swanford? Untuk apa beliau ikut campur dengan Galian?”
“Pembangunan tempat itu merupakan proyek kerajaan, makanya tuan Dillon juga ikut mengurusi proses pembangunannya. Tapi masalah itu sudah beres sekarang, karena itu aku disuruh ayahmu kembali kesini. Bagaimana perasaanmu akan menjadi seorang adipati?”
“Yah, Em!, Tentang itu ... aku belum menjadi adipati sepenuhnya.”
“Oh ya? Aku dengar ibumu juga akan pergi meninggalkan Haven agar kau bisa menjadi adipati seorang diri disini selama kepergian ayahmu membantu maharaja.”
“Aku tak tahu akan hal itu.”
“Coba saja tanya ibumu ... baiklah kalau begitu, aku kesini cuma berkata hai karena aku baru sampai disini, sampai ketemu nanti siang tuan Daylan.”
“Yah.”
Pintu itu kemudian menutup kembali, meninggalkan Daylan yang termenung memikirkan bagaimana aksinya jika dia menjadi adipati memerintah Haven. Apakah akan seru? Bagaimana jika malah gagal dan menghancurkan Haven? Mengapa ibu juga pergi? Tampaknya dia akan seorang diri mengurus keadipatian Haven. Dia memang telah belajar tentang ilmu sosial politik dan hukum semenjak dia kembali, dia memang siap, tapi dia tak pernah mengira akan secepat ini mempraktekkannya.
Waktu berlalu begitu cepat saat suara derapan langkah kaki para prajurit Haven yang menyusun barisan di halaman depan kastil itu memecah keheningan. Suaranya bahkan dapat menggema sampai keluar gerbang kastil, dan tepat di waktu matahari seperempat naik itulah seorang pria tua tahu bahwa perjalanannya telah berakhir. Langkahnya saat mendekati gerbang benar-benar menarik perhatian penjaga kastil.
Menunduk, menyilangkan tangan di depan dada-- penjaga kastil itu menunjukkan rasa hormat atas kedatangan pria itu, tak lama kemudian penjaga yang lain menghampiri dan melakukan hal yang sama terhadap pria itu.
Siapa orang itu? Mengapa penjaga mengawalnya masuk? Dari atas balkoni kamarnya, Daylan tidak begitu jelas melihat wajah pria itu. Namun, ketika pria itu masuk menyusuri sela barisan prajurit, para prajurit menunduk hormat pada dirinya. Jelas dia orang penting, terlihat dari simbol di baju zirahnya yang membuat Daylan ingat pernah melihat simbol itu di suatu tempat.
Sesaat setelah pria itu masuk ke dalam kastil, tiba-tiba suara dari arah pintu kamar kembali mengetuk. “Tuan Daylan, anda dipanggil ayah tuan di ruang tahta”, kata suara itu.
“Baiklah, sebentar lagi aku kesana!” Daylan kemudian berbalik menutup pintu yang mengarah ke balkoni dan meninggalkan kamar. Dia menyusuri lorong yang mengarah ke ruang tahta yang terletak di lantai dua, tepat di tengah bangunan kastil. Kastil itu sangat luas, di dominasi dengan warna biru-- warna keagungan keluarganya--, dan juga tinggi, karena selain terletak di ujung tebing, kastil itu juga memiliki dua menara yang menempel pada sisi kanan dan kirinya. Jika kamu melihat dari kota Haven saat matahari ada di sisi barat, maka kamu dapat melihat pantulan cahaya matahari ke menara-menara itu membentuk bayangan huruf ‘W’ di halaman depan gerbang kastil-- Iya kamu benar, menara itu memang sedikit condong. Kastil tua yang sudah ditinggali oleh para leluhur keluarga Walter itu memang dibangun oleh tangan-tangan para jenius di masa lampau.
Daylan memasuki ruang tahta dari pintu samping, karena jarak kamarnya dengan ruang tahta sangat dekat jika dia masuk melalui pintu samping. Ketika akan masuk, dia terkejut melihat ayahnya bersama tuan tanah Swanford di dekat kursi tahta itu. Dia berpikir, dari mana tuan Dillon dapat masuk karena semenjak tadi dia melihat sekitar halaman kastil dari balkoni kamarnya. Mungkin hanya perasaannya saja atau dia yang kurang memperhatikan. Meskipun begitu, dia tahu bahwa ayahnya dan tuan Dillon adalah seorang sahabat lama, jadi tidak perlu terlalu dalam memikirkan pikiran-pikiran buruk akan hal itu.
“Daylan”, kata ayahnya, adipati Thomas Walter, saat melihat dirinya mendekat. “Kemarilah nak, ada sesuatu yang harus dibicarakan.”
“Tuan Daylan, sudah lama aku tak melihatmu, senang bisa melihatmu lagi.” Senyum tuan Dillon sambil menyodorkan tangannya pada Daylan.
“Aku juga tuan Dillon”, kata Daylan sambil membalas sodoran tangan itu.
“Jika saja Emerald ikut bersamaku dan melihatmu saat ini, mungkin saja besok ada perayaan besar-besaran disini”, lanjut tuan Dillon sambil melirik ke arah tuan Walter dan tertawa.
“Ooh ... kau harus berusaha keras untuk itu Djarot, putraku yang keras ini adalah burung yang bebas, butuh waktu lima tahun bagiku untuk mengembalikan dia kesini. Herra memberkati hatinya.”
“Kau benar Thomas”, lanjut tuan Dillon masih dengan senyumnya. “Seorang temperamental yang sesuai dengan kemampuan bertarungnya, kerja bagus Thomas, kerja bagus ... Em!, Tapi tuan Daylan kau mungkin harus melihat Emerald yang sekarang, aku yakin kau pasti akan suka dengannya.”
Daylan hanya membalas dengan senyuman canggung kala mendengar perbincangan bapak-bapak itu, dari dulu tuan Dillon memang berusaha menjodohkan dirinya dengan putrinya. Itulah salah satu alasan mengapa Daylan tidak begitu menyukai tuan Dillon, dia memang pernah melihat Emerald tapi dia terlalu muda untuknya dan dia tidak yakin hubungan itu akan berhasil. “Aaa ... ku yakin bukan untuk itu tujuanku kemari.”
“Lihatlah Djarot”, kata adipati Walter. “Burung yang bebas, aku tidak bisa mencampuri dia untuk urusan yang satu ini.”
“Mungkin lain waktu aku bisa merubah pikiranmu tuan Daylan”, sambung tuan Dillon.
“Jadi”, tambah adipati Walter sambil menatap pada putranya. “Aku menyuruhmu kesini karena aku akan berangkat besok bersama dengan tuan Dillon, sementara kakakmu akan berangkat nanti siang bersama tiga perempat pasukan.”
“Betul”, sambung tuan Dillon. “Pasukanku masih banyak yang belum datang, daripada meneruskan perjalanan, akan lebih baik bagi pasukanku untuk singgah di Haven kemudian melanjutkan perjalanan ke hutan Atyn. Aku yakin mereka akan datang sore ini.”
“Baiklah”, balas Daylan. “Tapi kenapa tidak aku saja yang berangkat ayah? Mungkin bersama-sama kita bisa mengalahkan para darkwisp ini di hutan Atyn.”
“Ayolah nak, kita sudah membahas masalah ini, ibumu sudah khawatir dengan kepergianku dan kakakmu, aku tidak mau membuat ibumu khawatir lagi jika kau juga ikut. Lagi pula, kau menggenggam tugas penting disini. Kau harus membawa kedamaian di tanah ini, ingatlah perkataanku, jika kucing meninggalkan tempatnya...”
Daylan buru-buru melanjutkan. “Maka tikus-tikus akan diam-diam berkeliaran menggerogoti tempat itu, iya! Aku tahu ayah.”
“Jadi”, kata adipati Walter sambil tersenyum. “Masalah terpecahkan, kau tetap melakukan aksi disini. Kalau begitu aku ingin memperkenalkan seseorang padamu.” Adipati Walter kemudian menunjuk salah satu pengawal dan memberikan gerakan tangan seperti menyuruh pengawal itu mendatangkan seseorang.
Kemudian pria tua yang sempat dilihat dari atas tadi memasuki ruang tahta dan mendekati mereka bertiga. Pria tua itu menyilangkan tangannya di dadanya dan menunduk. “Terima kasih telah mengijinkanku datang kemari adipati Walter, aku sungguh merasa tersanjung bisa menjadi tamu disini.”
Adipati Walter kemudian menganggukkan kepalanya dan berkata, “Perkenalkan, ini adalah pak Naazil Abad, dia adalah direktur Sand Keeper untuk kerajaan Vanderhall. Dia datang kemari untuk mencari agen baru bagi sand keeper-nya agar membantu pasukan maharaja di hutan Atyn--”
“Tunggu dulu Thomas!”, sela tuan Dillon. “Kau tidak menyebutkan bahwa Sand Keeper ada urusan disini.”
“Ya, dia mengirimkanku surat minggu lalu bahwa dia kesini untuk mencari agen baru”, balas adipati Walter yang menatap tuan Dillon. “Aku yakin ini tidak masalah bagiku karena tidak akan merusak rencana kita.”
“Ee! Um ... Baiklah kalau begitu Thomas. Jika itu memang ini tidak merusak rencana kita.” Tuan Dillon kemudian menatap Naazil. “Maafkan atas ketidaksopananku pak Abad, aku tidak mengira akan bertemu denganmu disini.”
“Tidak perlu ada yang dimaafkan tuan Dillon, aku sungguh tersanjung dan tidak mengira bisa melihat anda juga di kastil ini.”
Tuan Walter kemudian menatap Naazil. “Kalau aku boleh tahu bagaimana kondisi di hutan Atyn? Apakah ini benar-benar anathema?”
“Kemunculan darkfiend memang belum terlihat sampai saat ini tapi aku dapat merasakan kehadirannya di hutan itu, aku yakin ini adalah anathema”, kata Naazil.
“Ya, berkatmu dan para Sand Keeper-mu kita bisa cepat menanggapi masalah itu”, kata tuan Walter yang kemudian melanjutka pembicaraan. “Kami memiliki prajurit terbaik disini, dan letnan Giovanni adalah prajurit terbaikku saat ini. Dia sudah seperti keluarga bagiku dan aku akan bersedia merekomendasikan dia padamu.”
“Sebenarnya yang mulia”, jawab Naazil. “Jika aku boleh memilih, aku lebih memilih putramu untuk menjadi bagian dari Sand Keeper.”
“Meskipun itu mungkin.” Adipati Walter kemudian melangkah ke depan Daylan yang terkesan sedang menghalangi putranya. “Ini adalah putraku yang kau maksud itu. Kau tidak akan mengajak putraku dengan hak militermu, kan? Walau aku bersedia membantu maharaja, aku tidak ingin kedua putraku sama-sama mengikuti perang ini.”
Buru-buru Naazil menjawab dengan tergesa-gesa sambil menggerakkan tangannya, “Tentu saja tidak adipati, anda tidak perlu khawatir, meskipun aku memiliki hak itu, aku tidak akan menggunakannya pada putramu. Aku akan mencari kandidat yang lain dan akan memikirkan rekomandasimu.”
“Bagus kalau begitu”, kata tuan Walter yang kemudian menoleh ke arah putranya. “Nah, Daylan aku ingin kau menjamu pak Abad selama kepergianku. Bantu dia mencari kandidat untuk agen Sand Keeper disini.”
Daylan hanya mengangguk menuruti perintah ayahnya. Dari awal dia melihat pria itu, dirinya tahu bahwa pria tua itu bukan orang sembarangan. Dia ingat pernah bertemu beberapa agen Sand Keeper sebelumnya, namun dia tak habis pikir bahwa kelompok ksatria elit sekelas Sand Keeper akan meliriknya untuk bergabung. Memang Sand Keeper terkenal di seluruh daratan Era karena hanya mereka yang dapat melawan bangsa darkwisp dan mengakhiri anathema, sejarah selalu menyanjung para agen Sand Keeper yang dapat mengakhiri anathema di masa lalu.
“Kalau begitu aku ingin kau menemui Samuel, bilang padanya untuk berangkat sendirian siang ini, aku akan menyusul menemui kakakmu setelah membahas strategi perang di hutan Atyn bersama tuan Dillon dan pak Abad.”
“Baik ayah.” Daylan segera meninggalkan ruangan.
Saat Daylan menyusuri kastil mencari kakaknya, dari arah pintu keluar belakang kastil, tiba-tiba seseorang datang menghadang dan hampir menabraknya karena cepatnya langkah orang itu. “Tuan Daylan”, kata orang itu yang ternyata adalah Giovanni yang sedang memakai helm menutupi rambut khasnya. “Kau dicari ibumu di dekat air mancur.”
“Iya, aku akan kesana sebentar lagi, aku mau menemui kak Samuel dulu. Ada pesan ayah yang harus disampaikan.”
“Masalahnya, Ibumu berkata sangat spesisifik”, kata Giovanni. “Kecuali jika kastil ini diserang bawa Daylan kesini! seperti itu ucapan beliau bukan ucapanku.”
“Baiklah Giovanni, aku akan meringankan bebanmu, aku akan kesana sendiri. Kau istirahatlah katanya kau baru datang kesini.”
“Baiklah tuan Daylan ... Em! Tunggu dulu tuan Daylan, aku dengar dari beberapa pengawal, bahwa direktur Sand Keeper ada disini untuk mencari seseorang menjadi agen Sand Keeper, apa itu benar?”
“Ya aku barusan menemuinya, dia bersama ayahku di ruang tahta, tunggu dulu! Kau sepertinya kelihatan senang?”
“Takjub lebih tepatnya, reputasi Sand Keeper sebagai ksatria mistis benar-benar tak tertandingi, jumlah mereka sedikit dan sangat jarang menemui mereka di Vanderhall, apa benar Sand Keeper ingin mengujiku?”
“Iya betul, dia tertarik untuk mengujimu masuk ke Sand Keeper.”
“Wow... apa kau yakin? Bisa kau bayangkan? Aku seorang agen Sand Keeper, ini mimpiku yang menjadi kenyataan!”
“Bukannya tadi pagi kau bilang padaku kau takut dengan darkwisp?”
“Benar, tapi siapa yang tidak mau bergabung dengan Sand Keeper?”
“Kenapa kau tak disini saja menemaniku mengurus Haven?”
“Tentu jika aku punya pilihan. Ayahmu memutuskan bahwa aku tinggal disini bersama prajurit yang tersisa untuk mengawal kastil, aku pikir itu karena Sand Keeper ingin mengujiku.”
“Ya, ayahku tadi merekomendasikanmu.”
“Puji Herra! Aku dengar jika kita bergabung dengan Sand Keeper kita tidak bisa kembali lagi, meskipun aku senang mengabdi pada ayahmu selama ini, jika aku memiliki kesempatan untuk bergabung dengan Sand Keeper, aku tidak akan ragu-ragu.”
“Berarti kau akan meninggalkan pengabdianmu terhadap ayahku?”
“Dengan restu ayahmu, tentu saja. Aku hanya anak seorang Thani kecil di daerah Northdale yang dititpkan ke kastil ini sejak kecil untuk mengabdi pada ayahmu, jika ayahmu merestui kepergianku, maka aku akan pergi.”
“Aku yakin kau diterima Giovanni, kau prajurit yang hebat.”
“Tapi... bagaimana jika Sand Keeper memilih untuk mengajakmu? Apa kau pernah memikirkan untuk bergabung juga?”
“Dia tadi sudah meyakinkan ayahku untuk tidak mengajakku bergabung.”
“Dia bisa saja berubah pikiran, kau kuat, memiliki kemampuan hebat dalam pedang, kau begitu mudah mengalahkan orang-orang yang dua kali lebih tua dari usiamu, Sand Keeper akan bodoh jika tidak melirikmu, lagi pula Sand Keeper terkenal karena bisa melakukan apa saja jika diperlukan untuk mengalahkan darkwisp, aku pernah mendengar bahwa mereka membakar habis satu desa beserta penduduknya di kerajaan Elenour hanya untuk terhindar dari penyebaran racun yang dihasilkan para darkwisp.”
“Maksudmu mereka akan membunuh orang-orang tak bersalah juga untuk mencegah penyebaran itu?”
“Jika itu yang diperlukan. Satu desa hanyalah harga yang kecil yang harus dibayar demi menyelamatkan seluruh dunia, kan?”
“Aku tak tahu itu.” Heran Daylan. “Baiklah kalau begitu aku akan menemui ibuku di kolam. Kau istirihatlah!”
“Silahkan tuanku...”
Kolam air mancur yang ada di taman belakang kastil memang tidak jauh dari tempat dirinya berada, hanya tinggal menuruni beberapa anak tangga yang mengarah ke taman dan tepat di tengah taman itulah ibunya sedang duduk di bangku berbincang-bincang dengan tiga orang tamunya. Seorang wanita agak tua dan seorang laki-laki sebayanya yang pernah dia temui sebelumnya, hanya perempuan agrarian muda yang cantik yang ada di sebelah wanita itu yang tidak pernah dia temui sebelumnya.
“Daylan, kemarilah”, kata ibunya saat Daylan mendekat. “Darimana saja kau nak?”
”Aku barusan bersama ayah di ruang tahta tadi, ada apa bu?”
“Tidak apa-apa, ibu belum melihatmu sejak kemarin, aku pikir kau turun ke kota saat Samuel akan berangkat. Um, kau ingat nyonya Sandra, istri Thani Otto Donovan di Northdale?”
Daylan melihatnya.
“Aku pikir terakhir kita bertemu saat pembukaan kedai teh ibumu enam tahun yang lalu”, kata nyonya Sandra.
“Oh! ya, aku ingat”, kata Daylan menyodorkan tangannya. “Senang bertemu denganmu, nyonyaku.”
Nyonya Sandra membalas salaman itu dan tersenyum. “Kau terlalu baik anak muda, bukankah aku tanpa malu merayumu waktu itu?”
“Tepat di depan keluarga ibu juga”, tambah laki-laki di sebelah nyonya Sandra.
“Kau ingat putraku Langdon? Aku yakin dia bertemu denganmu saat ikut lomba memanah di Sevengard tahun lalu.”
“Seingatku kau dengan mudah mengalahkanku di semi final, senang bertemu denganmu lagi tuanku.”
“Kau terlalu merendah”, kata Daylan yang menyodorkan tangannya pada Langdon. “Kau bertarung sangat hebat waktu itu.”
“Dan ini adalah dayangku Seranna”, lanjut nyonya Sandra. “Katakan sesuatu, nak!”
“Su- suatu kehormatan bagiku, tuanku”, kata Seranna sambil tersenyum menyipitkan mata hijaunya. “Hamba mendengar banyak hal hebat tentang tuan.”
“Jangan lihat sekarang Arianna, aku yakin gadis ini memiliki perasaan pada putramu”, kata nyonya Sandra dengan nada menggoda yang familiar di telinga Daylan.
“Nyonya Sandra”, kata Seranna yang tiba-tiba menunduk tersipu malu setelah menatap Daylan.
“Hush... Sandra, kau akan membuat gadis itu memerah.”
“Aku bisa menangani hubunganku sendiri, bu. Terima kasih.”
“Semua juga bilang begitu.”
“Aku pikir aku butuh istirahat sekarang, sayang. Langdon, ibu akan menemuimu dan Seranna saat makan malam.”
“Mungkin kami akan ke perpustakaan kastil sekarang”, kata Langdon yang dibarengi dengan anggukan Seranna. “Kami permisi dulu tuan Daylan, nyonya Walter.”
“Sepertinya aku juga permisi dulu. Selamat siang, tuan Daylan, Arianna.”, kata nyonya Sandra yang melangkah meninggalkan mereka berdua.
“Kau harus mengucapkan selamat tinggal pada Samuel selama masih ada kesempatan”, kata nyonya Walter yang kini berdiri mendekati Daylan.
“Kenapa aku tidak bisa ikut dengan kak Samuel dan ayah, bu?”
“Ibu tahu sangat susah berdiam diri di kastil dan melihat mereka pergi. Tapi kita harus melaksanakan tugas kita. Kau mengerti itukan, nak?”
“Ya, aku mengerti.”
“Percaya ibu, kau akan mendapatkan kesempatanmu segera mungkin.”
“Aku memiliki firasat buruk tentang ini dari kemarin.”
“Begitu juga ibu, ayahmu dan kakakmu sama-sama pergi dan hanya Herra yang tahu apa yang akan terjadi. Seluruh hal di dunia ini juga tidak menenangkan ibu, tapi itu tidak akan membantu jika kita tidak menegakkan badan dan menuruti tugas dengan baik. Ayahmu dan Samuel memiliki tugas masing-masing begitu juga dengan kita.”
“Apa ibu juga akan pergi dari kastil? Kata Giovanni ibu juga akan pergi.”
“Hanya untuk beberapa hari ibu disini, setelah itu ibu akan pergi dengan nyonya Sandra ke perkebunan miliknya di Northdale untuk menemaninya beberapa saat. Ayahmu pikir, keberadaan ibu disini mungkin bisa melemahkan kepemimpinanmu.”
“Baiklah jika itu yang ibu inginkan.”
“Bagus! Ibu khawatir kau mungkin gugup menjalankan kastil seorang diri, ibu rasa tidak perlu khawatir sekarang.”
“Apa ibu tahu ada agen Sand Keeper disini?”
“Ya, semalam ayahmu memberitahukan itu pada ibu. Tunggu dulu!", kata nyonya Walter yang menyipitkan kerutan di dahinya. "Kau tidak berpikiran kalau kau ingin bergabung dengan mereka, kan?
“Ten.. tentu saja tidak, ibu tak perlu khawatir.”
“Tetaplah seperti itu, kau punya cukup banyak pekerjaan di kastil ini tanpa harus mengejar darkwisp.”
“Ibu tahu dimana kak Samuel? Aku dari tadi mencarinya tapi nggak ketemu.”
“Jika tidak bersama prajuritnya mungkin ada di kamarnya dengan Mia.”
“Kalau begitu aku kesana.”
“Ibu menyayangimu Daylan, kau tahu itukan?”
Daylan sedikit mencondongkan kepalanya ke kanan, dia bingung dengan perkataan ibunya. “Memang, kenapa bu?”
“Kau tumbuh begitu cepat, kau pergi ke Sevengard dan sekarang ayahmu meninggalkan kastil ini untuk kau pimpin.”
“Kalau begitu ya, aku juga menyayangimu bu.”
“Ingatlah apapun yang akan terjadi, ibu selalu menyayangimu.”
“Iya aku tahu.”
“Kalau begitu pergilah, cari kakakmu.”
Daylan mengangguk dan meninggalkan ibunya di taman itu.
ns 15.158.61.11da2