Setelah penyelidikannya selesai, Pak Habib kembali ke ruangannya. Sementara Pak Ridwan dan Abdur membawa Kayla kembali ke selnya. Namun, di depan sel, bukannya malah memasukkan Kayla ke dalamnya, Pak Ridwan malah menutup selnya.
“Loh, ada apa pak?” tanya Abdur.
“Bukannya kasian kalau perempuan seperti dia di suruh tidur di sel seperti ini?” tanya Pak Ridwan.
“Maksud bapak apa jadinya?” tanya Abdur.
“Maksud saya, agar tahanan kita tidak merasa sedih lagi, sebaiknya kita bawa dia ke ke tempat yang lebih nyaman.” jawabnya.
“Mau ditaruh di mana dia pak?” tanya Abdur.
“Sementara ini, saya akan membawanya pulang dan dia akan tinggal bersama saya.” jawab Pak Ridwan.
“Hah? Bagaimana pak? tanya Abdur masih belum mengerti.
“Seperti yang saya bilang, saya akan membawanya pulang. Sekalian biar dia bisa membantu saya dalam menyelidiki.”
“Tunggu, tunggu sebentar. Bapak ingin membawa seorang perempuan ke rumah bapak?” tanya Abdur mulai berfikir aneh.
“Umur saya sudah 50 tahun. Kamu kira saya ingin melakukan apa kepada dia?” tanya Pak Ridwan.
“Aaaaa….” Abdur berfikir.
“Kalau kamu yang membawanya pulang, pasti sangat mengkhawatirkan. Tapi kalau saya yang sudah tua dan bahkan hampir mempunyai cucu, bukanlah hal yang salah.” Lalu Pak Ridwan mengambil kunci dan membuka borgol yang mengikat tangan Kayla. “Maksudnya bagaimana pak? Lalu bagaimana jika ketahuan?” tanya Kayla khawatir. “Tenang saja. Akan saya urusi nanti. Tapi jangan salah paham ya, saya melakukan ini agar penyelidikannya lebih cepat selesai.” kata Pak Ridwan. Kayla dan Abdur sama-sama diam. Tidak tahu harus berkata apa. “Baiklah kalau begitu, sebelum pulang, mari kita cek lagi keadaan TKP. Abdur ikut kami ya.” pintanya.
“Ba-baik pak.” jawab Abdur.
Mereka akhirnya berjalan menuju parkiran. Sebelum keluar dari dalam gedung, dari arah belakang mereka, seseorang memanggil nama Abdur.
“Abdur… woi!” Mereka semua pun menoleh. Ternyata yang memanggilnya adalah Raffi. Raffi datang sambil membawa sebuah kandang hewan.
“Eh Raffi, ada apa?” tanya Abdur.
“Ada apa, ada apa,” Raffi melihat ke arah samping, ternyata ada Pak Ridwan bersamanya. “Eh, maaf mengganggu pak. Tapi bolehkah saya berbicara dulu dengan teman saya.”
“Oh, ya, silahkan. Kami akan pergi duluan. Kamu menyusul ya.” kata Pak Ridwan kepada Abdur. Sementara pembicaraan mereka, Kayla melihat ke arah kandang tersebut. Dia penasaran apa isinya. Ternyata, setelah melihatnya berkali-kali, ternyata isinya adalah kucing hitam. “Itu kan kucing saya pak.” katanya sambil menunjuk kandang tersebut. Abdur dan Raffi terkejut.
“Ini punya kamu? Bukan milik korban?” tanya Abdur.
“Tidak. Itu milik saya. Saya membawanya ke rumah Raisa karena kasihan kalau ditinggal di rumah sendiri.” jelas Kayla.
“Oh, ya ampun. Maaf, saya kira itu punya korban makanya saya bawa.” kata Abdur.
“Tidak apa-apa. Malah itu membuat saya tenang.” kata Kayla.
“Lalu mau diapakan kucing ini?” tanya Raffi.
“Kami masih ada kerjaan, jadi lu pegang dulu ya.” jawab Abdur.
“Apa? Hah? Lu enak banget sih kerjaannya. Emang lo kira gue tidak ada pekerjaan?” “Terus bagaimana dong? Kita tidak mungkini membawanya pergi?”
“Ya sudah, begini saja. Dari pada ini terus berlanjut, Abdur, bawalah kucing itu pulang dulu. Nanti segera temui kami di TKP.” usul Pak Ridwan.
“Baiklah pak.” lalu Abdur mengambil kandang tersebut dari Raffi.
“Kalau begitu, saya pulang dulu ya.” pamit Abdur.
“Nanti kami tunggu ya. Jangan lupa datang.” kata Pak Ridwan. Abdur mengangguk lalu menundukkan kepalanya dan segera berlari pergi.
“Kalau begitu, saya juga pergi dulu ya pak. Saya masih ada tugas. Permisi.” kata Raffi, lalu juga melangkah pergi.
“Kita juga sebaiknya segera berangkat.” usul Pak Ridwan kepada Kayla, lalu berjalan mendahuluinya. Kayla pun mengikutinya. Sampailah mereka di parkiran, dan segera menuju ke mobil, lalu berkendara pergi.
159Please respect copyright.PENANAhWCQTJGcnr
Setelah perjalanan singkat, akhirnya sampai juga di rumah Raisa yang menjadi TKP mereka hari ini. Pak Ridwan dan Kayla turun dari mobil. Pak Ridwan melangkah menuju garis kuning polisi, melewati bawahnya, dan membuka pagar Raisa yang sudah dibuka oleh para polisi tadi. Sedangkan Kayla masih mematung di dekat mobil. Pak Ridwan menoleh ke belakang, lalu bertanya kepada Kayla. “Kenapa kau diam saja? Ayo cepat masuk.”
“Tapi pak, apakah kita boleh masuk? Tempat ini kan sudah dibatas oleh polisi.” tanya Kayla.
“Apa kamu lupa? Saya ini juga polisi.”
“Sebenarnya, itu tidak menjawab pertanyaan saya sih pak.” kata Kayla.
“Sudahlah, gak usah dipikirin. Ayo masuk saja.” ajak Pak Ridwan. Kayla menghela nafas dan masuk ke dalam. Di dalam, keadaan masih sama.
“Jadi apa yang kita ingin lakukan di sini pak? Kemarin kan bapak juga sudah mencarinya sendiri dan tidak mendapatkan jawaban apa-apa bukan?” tanya Kayla. “Benar, tapi ada sesuatu yang saya penasaran.” jawab Pak Ridwan sambil menaiki tangga.
“Apa itu?” tanya Kayla di dalam hati. Kayla melihat Pak Ridwan naik ke lantai dua sambil berpikir. “Sebaiknya aku juga mulai menyelidiki. Mungkin aku akan menyelidiki kamar tidur yang kemarin.” pikirnya. Sementara Pak Ridwan ada di kamar dan melakukan penyelidikannya di sana, Kayla pergi ke kamar tamu dan mencoba mencari petunjuk di dalam kamar tersebut.
“Padahal kemarin aku sangat yakin kalau Raisa tidur di sampingku. Tapi kalau sudah begini keadaannya, tidak mungkin aku menyangkalnya lagi. Itu berarti yang berada di kamar mandi semalam adalah Raisa. Apa jangan-jangan sebelum aku bangun pun Raisa memang sudah di sana.” pikiran di dalam hati.
Setelah mencoba mencari sesuatu di dalam kamar tersebut, Kayla menyerah karena tidak ada hasilnya. Dia pun keluar dan mencari Pak Ridwan. Kayla mencarinya di kamar mandir, tapi ternyata tidak ada. Kayla mencoba mencari di bawah, dan ternyata Pak Ridwan sedang duduk santai di ruang tamu sambil berpikir.
“Bagaimana pak? Apakah bapak sudah menemukan sesuatu?” tanya Kayla.
“Ya, saya menemukan sesuatu.” jawab Pak Ridwan.
“Apa itu pak kalau boleh saya tahu?”
“Ikuti saya!” kata pada Pak Ridwan sambil berdiri, lalu kembali naik ke lantai dua. “Aduh, aku kan baru turun. Masa disuruh naik lagi?” keluh Kayla di dalam hati. Namun ia tetap mengikuti Pak Ridwan. Sampai di kamar mandi, Kayla masih belum mengerti apa tujuan Pak Ridwan mengajaknya ke sana.
“Ingin apa bapak ke sini lagi?” tanyanya.
“Lihat ini,” Pak Ridwan membuka sebuah keranjang dan ternyata itu adalah keranjang baju kotor. “Lihatlah dalamnya!” perintahnya.
Kayla melihat ke dalam. “Iya. Baju kotor. Lalu?” tanyanya tidak mengerti.
“Coba kau perhatikan,” pinta Pak Ridwan. Kayla pun memperhatikannya. “Kalau perlu, coba diangkat bajunya.”
“Aaa... baik.” Kayla mengangkatnya. Barulah setelah itu, dia menyadarinya. “Ini, ini kan baju yang Raisa tadi malam pake.”
“Itu berarti dugaan saya benar.” kata Pak Ridwan.
“Tentang apa pak? Tolong katakan kepada saya.” pinta Kayla.
“Kau lihat gagang pintu kamar mandi itu?” tanya pak Ridwan sambil menunjuknya. “Ya, lalu?” tanya Kayla.
“Gagang itu tidak rusakan, itu artinya si penikam tidak membobot masuk. Sesuai prediksi rekan saya, korban dibius dulu baru dimasukkan kamar mandi dan dibunuh di dalam sini. Tapi kita tahu kalau si penikam itu tidak ada dan setelah saya melihat bukti ini, saya sangat yakin.”
“Tentang apa pak?” tanya Kayla.
“Si pelaku tidak pernah masuk ke dalam atau belum berada di dalam sebelum korban masuk.”
“Maksud bapak? tanya Kayla.
“Sulit untuk dipercaya. Tapi tidak ada penjelasan lagi kalau yang mengakibatkan ini adalah hantu.”
“Hah? Bagaimana?” tanya Kayla.
“Pertama, sesuai katamu, baju itu adalah milik korban yang ia pake tadi malam. Itu berarti, korban sedang mandi pada malam itu. Awanya tidak ada yang terjadi. Tidak ada tanda-tanda pelaku. Barulah setelah korban masuk ke kamar mandi, pelaku masuk dan membunuhnya di dalam tanpa merusak pintunya. Tidak mungkin pelaku menggunakan kunci, karena pintu kamar mandi tidak memiliki kunci. Lalu tentu saja dia masuk dan bukan dengan cara menaikkan, tapi mencakarnya. Lalu memasukkannya ke dalam tempat baju kotor. Menurut saya, tidak mungkin seorang penjahat menaruh barang bukti seperti baju korban di tempat yang sangat bisa diliat dan dikira orang.”
“Jadi maksud bapak, Raisa bangun tadi malam dan mandi, lalu pelakunya masuk tanpa membuka pintu? Yang menurut bapak, itu adalah perbuatan hantu?” tebak Kayla.
“Perkiraan saya begitu.” jawab Pak Ridwan.
“Lalu apa yang harus kita laporkan kepada atasanmu itu?” tanya Kayla.
“Pak Habib? Iya.”
“Lalu apakah dia akan percaya?” tanya Kayla.
“Yang pasti, jelaskan semua ini dulu. Mungkin dia akan percaya.”
“Ya, semoga,” Kayla meregangkan tubuhnya. “Aku ngantuk. Aku ingin tidur.” katanya.
“Tapi kita harus kembali dulu ke kantor polisi untuk melaporkan ini semua kepada Pak Habin.”
“Oke, oke.” Kayla pun mengalah. Kayla dan Pak Ridwan selesai menyelidiki rumah Raisa. Mereka pun memutuskan untuk kembali ke kantor polisi. Mereka berkendara pergi dan meninggalkan rumah Raisa.
159Please respect copyright.PENANABBag1WDCDA