Mentari telah bersinar. Burung pun sudah berkicau. Pak Ridwan sudah bangun dan bahkan juga sudah sempat berolahraga. Pak Ridwan yang sudah segar dan sekarang sedang berjalan menuju kamar Kayla untuk membangunkannya. Dia membuka pintu dan menyalakan lampu sambil berkata, “Hei, bangun! Perempuan macam apa kau yang masih tidur pada jam segini?” Kayla yang sudah setengah bangun, menarik selimutnya dan menutupi seluruh tubuhnya.
“Hei, bangunlah!” kata Pak Ridwan, lalu membuka jendela agar sinat matahari masuk. Tapi itu juga belum bisa membuat Kayla bangun. Pak Ridwan yang kesal, menarik selimut Kayla, sambil berkata, “Ayo bangun. Kau ingin bertemu orang tuamu bukan?” Kayla mengucak-ucak matanya. “Jam berapa ini? tanyanya.
“Udah 8. Ayo cepat bangun.” jawab Pak Ridwan.
“Tunggu sebentar, hari apa ini?” tanya Kayla panik.
“Hari Jumat. Kenapa memang?” tanya Pak Ridwan.
“Saya ada jam kuliah hari ini. Bagaimana ya?” tanya Kayla.
“Kau baru menyadarinya sekarang? Bagaimana dengan kemarin, kamu juga tidak masuk bukan?”
“Anda benar. Ya ampun, saya benar-benar melupakannya. Bagaimana ini pak?” tanya Kayla.
“Itu kan urusanmu, kenapa saya harus memikirkannya?” tanya Pak Ridwan.
“Saya pergi kuliah dulu sajalah.” kata Kayla dan bergegas bangkit dari kasur.
“Lalu kamu mau ke sana membawa apa? Kau tidak memiliki alat tulis atau buku kan?” tanya Pak Ridwan. Kayla berhenti tepat di depan pintu, lalu menoleh kebelakang, dan menepuk judatnya. “Iya, benar.” Pak Ridwan menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bilang saja kamu izin semingguan ini. Beres bukan?” usul Pak Ridwan.
“Oh iya, anda benar. Mana handphone saya ya?” Kayla mencari handphone.
“Ya ampun, pagi-pagi saja sudah membuat keributan,” kata Pak Ridwan lalu melangkah pergi, ingin cepat-cepat pergi dari kamar itu. “Sudah, cepatlah bangun dan mandi. Saya sudah buatkan sarapan di bawah.” lanjutnya.
“Bapak membuat sarapan?” tanya Kayla agak meendahkan.
“Ya, cepat” jawab Pak Ridwan dengan tegas, lalu meninggalkan Kayla yang masih panik mencari handponenya. Sambil menuruni tangga Pak Ridwan berfikir dalam hati. “Ya ampun, anak itu teledor sekali sih. Untuk anak aku tidak begitu dulu.”
Sementara itu, Kayla buru-buru mandi dan pergi ke ruang makan menemui Pak Ridwan yang sedang membuka laptopnya sambil menyeruput kopi hangat.
“Maaf, saya lama.” kata Kayla.
Pak Ridwan lirik arah Kayla saat mendengar suaranya. “Kamu masih memakai baju yang kemari? Apakah kau sudah mandi?” tanya Pak Ridwan.
“Sudah Pak. Tapi karena saya hanya memiliki baju ini, jadi ya mau bagaimana lagi?” jawab Pak Ridwan lalu bangkit dari kursinya, dan meninggalkan Kayla. “Makanlah itu?” katanya sebelum pergi, sambil menunjuk sebuah piring berisi telur ceplok dan roti bakar yang hampir gosok.
“Apa-apaan ini? Sarapan macam apa ini ?” tanya Kayla yang tidak ingin memakannya. Kayla berdiri dan membuka kulkas, melihat apa yang ada di dalam. “Aku tidak ingin memakan apapun itu. Akan kubuat sendiri sarapanku.” katanya di dalam hati. Kayla mengambil panci, menuangkan minyak sedikit, pencaplokan telur yang ditambahkan beberapa bahan, dan memasaknya secara bersamaan. Kayla melihat sekelilingnya. “Nah, itu dia yang kubutuhkan.” katanya sambil melihat sebuah panggangan roti. Kayla mengambil roti yang berada disamping kompor. Mengambil dua lembar roti dan memasukannya ke dalam pemanggang roti. Sementara itu, Pak Ridwan sibuk di kamarnya mencari baju untuk Kayla pakai.
“Ya ampun, itu anak jorok sekali sih. Masa memakai baju dan celana yang kemarin. Kalau dia adalah anak saya sudah aku bentak.” katanya di dalam hati sambil mencari-cari baju yang pas di dalam lemari di kamarnya. “Nah, ini dia. Sepertinya cocok untuknya.” Pak Ridwan sudah menemukan baju yang bisa Kayla gunakan, ia segera merapikan kembali baju-baju yang berserakan dan kembali ke lantai satu. Baru selangkah menuju ruang makan, Pak Ridwan sudah menepuk jidatnya. Dia kaget melihat Kayla yang sedang menggunakan peralatan masaknya yang baru saja dicuci olehnya.
“Hei, apa yang kau lakukan?” tanya Pak Ridwan sambil berlari menuju Kayla.
“Eh, bapak sudah datang? Ini saya sedang membuat scramble egg dan roti panggang yang tidak gosong. Saya juga akan membuatkannya untuk bapak kalau bapak mau.” jawab Kayla.
“Bukan itu maksud saya. Kenapa kau malah membuat sarapan lagi. Bukannya saya sudah membuatkannya?” tanya Pak Ridwan.
“Saya tidak ingin memakan roti yang sudah gosong dan telur yang sangat asin. Jadi lebih baik saya buat sendiri. Bapak suka bukan makanan buatan saya kemarin malam kan?” tanyakan.
“Memang enak sih, tapi kamu hanya membuat berantakan dapur saya.” jawab Pak Ridwan.
“Apa maksud bapak? Saya sudah mencuci semua peralatan masak kok tadi malam.” tanya Kayla.
“Memang benar sudah. Tapi hasilnya sama sekali tidak bersih. Saya harus mencucinya agar benar-benar bersih.”
“Bapak ini gila kebersihan sekali ya.”
“Sudah diam kau. Pokoknya, habis ini kau harus mencuci semua peralatan yang kau pakai sampai benar-benar bersih. Kalau butuh, sampai tiga kali mencuci.” perintah Pak Ridwan.
“Baik-baik.” jawab Kayla, lalu mengalah nafas.
“Dan tidak perlu membuatkan sarapan untuk saya. Saya sudah makan.”
“Ohhh begitu, baiklah.”
“Cepatlah makan, setelah itu kita berangkat.” Lalu Pak Ridwan mengambil komputernya dan meninggalkan Kayla yang masih sibuk membuat sarapan.
“Aduh, dasar anak jaman sekarang ya. Ditinggal sebentar saja sudah membuat berantakan satu dapur.” keluhnya.
Di sini lain, Kayla yang sedang menaruh semua makanannya di dalam di atas piring, “Ya ampun, dasar orang tua itu. Gila sakali oada kebersihan. Untuk orang tuaku tidak begitu.” katanya di dalam hati, lalu dengan moodnya yang memburuk, Kayla makan sarapannya.
194Please respect copyright.PENANAr5bEoIq7v5
Sarapan telah selesai, Pak Ridwan yang sedang berada di dalam mobil, sedang mengeluarkan mobil dari parkiran. Sementara Kayla berada di luar rumah dan akan menutup pagarnya setelah mobil keluar. Setelah semua beres, Kayla dan Pak Ridwan pun bisa berkendara pergi ke rumahnya. Sekarang mereka telah sampai di rumah Kayla. Pak Ridwan memarkir mobilnya di belakang gang kosong agar tidak terlihat oleh orang tua Kayla kalau dia diantar oleh seseorang.
“Baiklah, saya akan menunggu di sini. Kamu cepatlah balik.” kata Pak Ridwan.
“Oke.” jawab Kayla sambil membuka pintu.
“Awas aja kalo sampe kabur. Tidak akan saya kasihan lagi dan langsung melemparmu ke dalam penjara.” ancam Pak Ridwan.
“Tenang saja pak. Saya tidak akan melakukan itu.” jawab Kayla, lalu meninggalkan mobil dan berjalan ke rumahnya.
194Please respect copyright.PENANAQTSp0b5AHr
Sesampainya dia depan toko kue keluarganya, Kayla mematung sejenak. “Apa ya alasanku agak mereka tidak curiga? Ya sudahlah, yang penting aku bertemu dulu dengan mereka.” Sebelum masuk ke dalam menghela napas terlebih dahulu setelah merasa tenang ia pun membuka pintu toko. Untunglah pada saat itu, toko kue sedang sepi dan Bu Silmi sedang menaruh kue yang baru matang ke dalam tempatnya. Sementara Pak Budi tidak terlihat di mana-mana.
“Di mana ya papah? Apakah dia di dalam?” pikiran Kayla di dalam hati, sambil berjalan menuju Bu Silmi yang sedang sibuk, dan memanggilnya.
“Mah!” panggil Kayla.
Bu Silmi menoleh. “Oh, ada apa? Apakah kamu ingin membeli sesuatu?” tanyanya., membuat Kayla terkejut.
“Loh, ada apa mah? Apakah mamah sedang bercanda denganku?” tanya Kayla. “Mamah? Mohon maaf, tapi sepertinya kamu salah orang.” kata Bu Silmi.
“Apa maksud mamah? Ini aku Kayla. Anak mama.”
“Anak saya? Maaf, tapi saya tidak memiliki anak.” kata tersebut menusuk hati Kayla. Tubuh Kayla langsung berasa lemas. Tiba-tiba, datanglah Pak Budi datang dari arah dalam dapur.
“Ada apa mah?” tanyanya kepada Bu Silmi.
“Ini pah, orang ini sepertinya tersesat.” jawab Bu Silmi sambil menuju Kayla.
“Apa kalian bercanda? Pah, ini aku. Papah pasti ingatkan?” tanya Kayla kepada Pak Budi.
“Maaf, saya bukan papahmu atau siapa-siapanya kamu. Jika kau tidak ingin membeli sesuatu dari toko kami, sebaiknya kau pergi.” kata Pak Budi.
“Apa yang papah katakan? Ada apa dengan kalian semua?” tanya Kayla.
“Pertanyaan lebih jelasnya, ada apa denganmu? Tiba-tiba datang dan memanggil kami papah dan mamah. Apa kau waras?” tanya Pak Budi.
“Ti-tidak, tidak mungkin. Apa yang terjadi?” tanya Kayla di dalam hati.
“Pokoknya cepatlah pergi, sebelum saya panggilkan polisi.” ancam Bu Silmi.
“Tunggu mah. Pasti ada kesalah pahaman. Aku ini anak mamah.” kata Kayla.
“Berhenti berkata seperti itu! Apakah kau mencoba mengejekku yang tidak punya anak ini?” tanya Bu Silmi mulut naik pitam. Kayla tidak bisa berkata apapun lagi. Dia yang pasta hati, mematung, lalu keadaan pun berubah ketika seorang pelanggan datang.
“Em, permisi. Apakah toko ini buka?” tanya pelanggan tersebut.
“Oh iya, kami buka,” jawab Bu Silmi, lalu membisikan sesuatu di telinga Kayla. “Sebaiknya kau keluar. Jika tidak, saya akan panggil polisi.” ancam Bu Silmi.
Air mata Kayla pun perlahan-lahan berjatuhan. Karena tidak ingin meraka melihatnya menangis, Kayla segera berlari pergi dari toko orang tuanya tersebut. Dia berhenti di tempat yang tidak jauh dari toko keluarganya. Di situ, ia menutup mukanya dengan kedua tangannya dan jongkok. Kayla tidak punya tenaga lagi. Di saat itu, dia mendengar suara kucing mengeong. Kayla membuka sedikit tangannya dan di depannya sudah ada si kucing hitam duduk dan melihatnya dengan tajam.
“Ka-kamu?” tanya Kayla, lalu mengelap air matanya, dan menggendongnya. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya lagi.
Dari arah samping, seseorang berteriak. “Hei kau, masih di sini saja?” Kayla menoleh. Ternyata itu adalah Bu Silmi. Bu Silmi berlari menuju Kayla lalu mengambil dengan kasar si kucing hitam itu. “Apa yang kau lakukan kepada kucing peliharaanku ini?” tanyanya.
"Kucing peliharaan? Maksudnya ma- tante apa? Sayalah yang menemukannya." tanya Kayla.
"Lagi-lagi kau berbohong?" tanya Bu Silmi.
"Saya tidak berbohong." kata Kayla.
"Tidak usah berdebat lagi. Pergi sana, jangan membuat saya marah lagi." usir Bu Silmi.
"Mamah benar-benar melupakanku ya?" tanya Kayla di dalam hati.
"Kenapa kau masih berdiam di sana? Cepatlah pergi." kata Bu Silmi.
"Maaf mengganggu bu." Terdengar suara laki-laki laki yang terdengar tidak asing di telinga Kayla. Kayla menoleh ke belakang, ternyata itu adalah Pak Ridwan.
"Apa yang bapak lakukan di sini?" tanya Kayla.
"Maaf atas perilaku anak saya Bu. Dia memang tidak punya sopan santun." kata Pak Ridwan.
"Oh, jadi ini anak bapak?" tanya Bu Silmi.
"Iya bu. Maafkan dia ya. Dia ini memang suka berating." kata Pak Ridwan.
"Yang penting, dia jangan pernah menunjukkan mukanya lagi." ketus Bu Silmi.
"Baik bu," jawab Pak Ridwan. Tapi terkejut saat melihat kucing hitam yang dibawa Abdur di gendongan oleh Bu Silmi. "Kalau boleh saya tau, itu kucing milik siapa ya?" tanyanya sambil menunjuk kucing hitam itu.
"Ini kucing saya. Kenapa?" jawab Bu Silmi.
"Tidak. Lalu kapan ibu mendapatkannya?" tanya Pak Ridwan.
"Kenapa kalian sangat penasaran kepada kucing ini?" tanya Bu Silmi mulai kesal.
"Maaf, tapi saya adalah polisi," kata Pak Ridwan sambil menunjukkan kepada Bu Silmi lencana polisi ya. “Kucing itu sama persis seperti punya teman saya. Jadi, jika ibu tidak keberatan, bisakah ibu memberi tahu saya kapan ibu mendapatkannya?” lanjut Pak Ridwan.
“Saya mempunyai dia sejak dia lahir.” jawab Bu Silmi.
“Apakah ibu beberapa hari ini merasakan hal aneh seperti pusing atau apapun itu, pokonya hal yang tidak biasa?” tanya Pak Ridwan.
“Tidak sama sekali.” jawab Bu Silmi.
“Ya sudah, baiklah kalau begitu. Kami permisi dulu.” Lalu Pak Ridwan menarik lengan Kayla, membawanya sampai ke mobil. Kayla yang kesal, membanting pintu mobil saat menutupnya.
“Hei, jika kau marah, tidak usah sampai membanting pintu mobil orang. Kalau rusak, kau kan tidak bisa ganti.” ketus Pak Ridwan.
“Saya tidak marah, saya sedih. Saya tidak tahu kenapa mamah dan papah melupakan saya seperti itu.” jawab Kayla dan mulai meneteskan air mata.
“Kucing itu lagi, kucing itu lagi. Apa sebenarnya dia itu? Dia ada bersama Abdur kemarin. Lalu menghilang saat Abdur kecelakaan. Dan tiba-tiba muncul di sini di saat mereka berdua kehilangan ingatan. Tapi pertanyaannya bukanya apa kucing itu.
Tapi siapa yang menghilangkan ingatan mereka berdua? Abdur, temannya Kayla, lalu sekarang orang tuanya. Hubungan apa yang mereka miliki sampai-sampai mengalami kejadian dalam waktu yang sama. Dilihat dari 2 kasus terakhir, kasus ketiga ini tidak sama sekali memiliki persamaan. Kasus pertama dan kedua memiliki persamaan yaitu cakaran pada bagian tubuh korban. Tapi sekarang malah hilang ingatan. Teknik macam apa yang seorang penjahat lakukan sampai bisa melakukan hal seperti itu?” Pak Ridwan berfikir keras. Tiba-tiba, ringtone handponenya berbunyi. Ternyata setlah di lihat, ada seseorang yang menelponnya. Pak Ridwan mengangkatnya dan ternyata yang menelepon adalah Pak Adi.
“Halo, ada apa pak?” tanya Pak Ridwan melalui telepon.
“Abdur sudah bangun pak. Apakah bapak ingin mengunjunginya?” tanya Pak Adi.
“Oh ya? Abdur sudah bangun? Kalau begitu, saya akan ke sana sekarang. Terima kasih.” Lalu Pak Ridwan menutup teleponnya dan menyalakan mobilnya, lalu berkendara pergi.
“Ingin ke mana kita pak?” tanya Kayla.
“Abdur sudah sadar, ayo kita kunjungi dia.” usul Pak Ridwan.
“Oh, di sudah bangun ya?” kata Kayla yang masih sedih.
“Pertama-tama, ayo kita cari sesuatu untuk dibawa dulu untuknya,” usul Pak Ridwan sambil melihat ke arah khayla. “Apakah kau punya ide apa yang harus kita bawa untuk Abdur?” tanyanya kepada Kayla.
“Tidak, saya tidak tahu apa kesukaannya.” jawab Kayla tanpa melihat ke arah Pak Ridwan.
“Aduh, kenapa sih anak jaman sekarang susah banget dibujuknya.” keluhnya di dalam hati.
Selama diperjalanan, tidak dapat pembicaraan. Kayla masih sedih dan hanya diam sambil melihat ke luar jendela. Sementara Pak Ridwan tidak tahu harus membawakan topik apa agar Kayla bisa senang dan tidak menyinggungnya. Pak Ridwan pun memutuskan untuk membeli kue bantal kesukaan Abdur.
ns 18.68.41.174da2