Kayla berangkat ke kampusnya setengah jam kemudian. Namun sudah di kampusnya, Kayla belum juga senang. Mukanya masih sedih dan datar. Saat sedang tidak ada jam kuliah, Raisa, temannya, menghampiri Kayla yang sedang berada di kantin sendiri sambil memainkan makanan bekal yang disiapkan ibunya tadi pagi. Dia duduk di samping Kayla dan mengambil bekalnya dengan paksa. Namun tidak seperti biasa, Kayla mengabaikannya. Kayla hanya menatap Raisa dengan lesu.
“Eh Kayla, kamu kenapa sih dari tadi cemberut aja?” tanyanya.
Dengan nada serak, Kayla menjawab, “Aku nggak papa. Udah sana pergi. jangan ganggu aku.”
“Kamu nggak papa nih aku ambil makanannya? Biasanya kamu langsung marah dan mengusir aku. Apa lagi ini sepertinya adalah bekal buatan ibumu.” tanya Raisa. “Terserah. Aku capek.” jawab Kayla, membuat Raisa menjadi bertambah khawatir. “Capek? Abis ngapain aja kamu?” tanyanya. Kayla tidak menjawab. Dia menghela nafas dan membuang mukanya. “Ih, kamu kenapa sih? Aneh banget hari ini?” tanya Kayla.
“Aku nggak papa.” jawab Kayla agak membentak.
“Kamu nggak mungkin tidak apa-apa. Pasti ada sesuatu kan? Ceritakanlah, aku akan mendengarkannya kok. Aku tidak akan memberitahu orang lain kalau kau memintaku.” Karena tidak tahan lagi, Kayla bangkit dan menghentakkan meja, membuat Raisa terkejut. “Hei, kamu kenapa sih?” tanya Raisa.
Kayla mengambil kembali kotak bekalnya, menutupnya, dan membereskan alat makannya. Lalu ia menarik Raisa dengan paksa. “Hei, ada apa ini?” tanya Raisa tidak mengerti. Tapi Kayla tidak menjawab. Dia terus-menerus menarik tangan Raisa. “Aduh, ini anak kenapa sih? Jarang banget begini. Kayaknya aku ikutin dulu aja deh, nanti baru aku tanya kalau dia sudah mau ngomong.” kata Raisa di dalam hati.
109Please respect copyright.PENANASfGCUBImIp
Kayla dan Raisa berhenti di sebuah lorong kosong. Di sana, barulah Kayla melepaskan genggaman tangan temannya itu. “Kayla, mau ngapain kita ke sini?” tanya Raisa.
Kayla melihat sekeliling. “Kayla, kenapa sih?” tanya Raisa. Kayla menundukkan kepalanya, lalu air mata perlahan-lahan mulai menetes dari matanya. Hal itu sangat membuat kaget Raisa.
“Ka-Kayla, kamu kenapa?” tanya Raisa sambil mengguncang-guncang tubuh Kayla pelan. Kayla mengangkat wajahnya dan terlihat matanya merah.
Dengan nada terbata-bata, Kayla berkata, “La-Lala te-tertabrak mobil.”
Raisa terkejut. “Hah?! Kamu bilang apa? Lala tertabrak?” Kayla mengangguk. “Lalu bagaimana keadaannya?” tanya Raisa khawatir.
“Di-dia meninggal ke-kemarin, da-dan aku melihat semua ke-kejadian. La-langsung di depan ma-mataku.” jawab Kayla.
“Hah? Apa katamu? Lala meninggal? Ketabrak mobil siapa? Kapan? Dan bagaimana?” tanya Raisa.
“Ke-kemarin malam. Ka-karena hujan, a-aku menumpang mobil Bu Peni. A-aku dan Bu Peni sedang berkendara menuju ru-rumahku, Bu Peni ti-tidak sengaja menabrak La-Lala.” jelas Kayla.
“Astaga. Jadi itu sebabnya. Ya ampun, kasihan sekali Lala,” kata Raisa, lalu memeluk temannya itu. “Maaf ya, pasti berat untukmu.” kalimat Raisa malah membuat tangisan Kayla semakin kejer.
“Sekarang dia su-sudah tidak a-ada. A-aku tidak ta-tahu bagaimana-na. Raisa, a-apa yang harus kulakuka-kan?” tanya Kayla.
“Ya mau bagaimana lagi. Ini kecelakaan. Aku yakin Bu Peni tidak sengaja.” kata Raisa, malah membuat Kayla kesal.
“Aku juga tahu ini kecelakaan. Tapi seharusnya aku menguncinya di dalam kamar supaya dia tidak keluar-keluaran.”
“Hei, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kamu juga tidak tahu ini akan terjadi. Lagian, kau kan tidak pernah mengunci kamarmu saat Lala ada di dalam.”
“I-iya sih, tapi mungkin-”
“Ini memang sudah takdir dan dia tidak bisa dibuka lagi. Kita hanya bisa pasrah dengan keadaan.” kata Raisa, memotong pembicaraan Kayla.
Karena kesal dan marah, Kayla mendorong kuat tubuh Raisa yang memeluk, lalu menampar pipinya. “Jangan asal bicara kau. Takdir-takdir. Kau ini jahat sekali.” katanya.
“Ini kenyataan. Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Dengar, maaf jika ini memang terdengar menyedihkan, tapi aku tidak bisa mengatakan hal lain,” Raisa menghela nafas. “Ya sudah begini saja, ayo kita cari kucing yang baru yang sama atau yang lebih bagus dari pada Lala. Akan aku belikan deh.” lanjutnya.
“Lala tidak bisa digantikan! Lala itu satu-satunya bagiku!” kata Kayla membentak.
“Terus kamu mau gimana? Sedih terus selamanya. Memang Lala tidak bisa digantikan. Aku mengerti itu. Tapi untuk kebaikan Lala sendiri, kamu harus ceria dan bersemangat lagi, supaya Lala tidak sedih di alam sana.”
“Kamu ini bicaranya aneh banget ya.” kata Kayla sambil mengelap air matanya. “Jangan nangis lagi. Ayo kita masuk ke kelas dan bersemangat lagi dalam menjalankan hidup, supaya Lala juga senang di sana.” kata Raisa.
“Bicara kamu emang gila ya?” kata Kayla yang mulai tersenyum.
“Emang selalu begini bukan temanmu ini?” tanya Raisa, mencoba membuat Kayla tersenyum.
“Mengejek dirinya sendiri, dasar aneh.” ketus Kayla.
“Bodo ah. Aku mau ke kantin. Aku lapar nih.” kata Raisa sambil memegang perutnya yang tiba-tiba keroncongan.
“Masih lapar aja?” tanya Kayla.
“Ya iyalah. Aku belum makan nasi. Mana bisa orang Indonesia kenyang tanpa makan nasi.”
“Iya, iya, terserah deh.”
“Ayo ikut yuk makan bareng sama aku dan teman teman yang lain.” ajak Raisa.
“Oke.” jawab Kayla.
Raisa telah berhasil membuat Kayla tersenyum lagi. Namun di dalam hati Kayla ia masih merasa sedih dan tidak bisa menerima kenyataan.
ns 15.158.61.55da2