Jam menunjukkan pukul 21:30. Kayla dan Raisa sudah selesai belajar. Ditambah, Raisa juga sempat makan malam bersama dengan keluarga Kayla. Sekarang, Raisa, Kayla dan Bu Silmi sedang berada di depan pagar.
“Tante, saya pulang dulu ya. Terima kasih atas jamuannya.” kata Raisa berpamitan dengan dengan Bu Silmi.
“Iya, sama-sama.”
“Ya sudah, saya pulang dulu ya tante.” katanya lalu menyalin tangan Bu Silmi .
“Iya, hati-hati,” jawab Bu Silmi, lalu melihat ke arah Kayla. “Kayla, kamu temani Raisa pulang sebentar. Kasian dia sendirian.” usul Bu Silmi.
“Loh, bukannya kamu naik ojek pulangnya?” tanya Kayla.
“Iya, tapi ojeknya menunggu di depan gang. Dia bingung kalo masuk.” jawab Raisa. “Ohhh, ya elah. Bentar-bentar, aku pake jaket dulu.” kata Kayla sambil berlari ke dalam.
Beberapa menit kemudian, Kayla kembali lagi dengan mengenakan jaket berwarna abu-abu dan sudah memakai alas kaki. “Oke, aku sudah siap. Ayo.” ajaknya kepada Raisa.
“Tante, saya pulang dulu ya.” kata Raisa sambil berjalan meninggalkan Bu Silmi dan melambaikan tangan kepadanya.
“Ya, hati-hati.” ucap Bu Silmi.
Kayla dan Raisa berjalan berdua sampai di perduaan antara jalan pintas dan jalan yang lama. Di sana, Kayla berhenti dan bertanya. “Di mana ojeknya akan ketemu sama kamu?” Raisa membuka handphonenya dan melihat aplikasi ojek online yang sudah ia pesan. “Katanya dia ada di depan sana.” jawab Raisa sambil menunjuk ke jalan. Kayla terkejut. “Hah? Kita mau lewat sana?” tanya Kayla.
“Iya, maaf. Ojeknya nggak mau abisnya.”
“Minta tolong nggak bisa apa?” tanya Kayla.
“Tahu nih. Aku udah kubilang dari tadi, tapi nggak dijawab.” kata Raisa sambil memainkan handponenya.
“Ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Keburu malem. Nanti aku pulang malam banget.” “Kamu nggak nemeninn juga nggak apa-apa kali. Aku bisa kok sendiri.” kata Raisa merasa bersalah.
“Sudahlah, aku juga udah sampai sini. Ayo cepetan.” Kayla berjalan duluan meninggalkan Raisa. Raisa pun mengikutinya dari belakang. Melalui jalan pintas itu, Kayla dan Raisa terus-terusan menengok ke kanan dan ke kiri sambil berharap cemas. Saat mereka melewati kuburan, mereka segera berjalan dengan cepat dan tidak ingin melihat kebelakang. Akhirnya, setelah perjalanan panjang itu, mereka telah sampai di ujung gang dan disanalah ojek yang sudah dipesan oleh Raisa.
“Ya udah, aku pulang dulu ya. Hati-hati di jalan ya.” kata Kayla sambil melambaikan tangan dan berjalan ke arah ojeknya yang sudah menunggunya.
“Terima kasih kamu sudah mengantarku. Kamu juga hati-hati di jalan ya.” balas Raisa. Kayla pun menunggu sampai Raisa pergi dan barulah setelah itu Kayla pulang. Sama seperti tadi, namun sekarang menjadi dua kali lipat, ia berharap cemas melewati kuburan itu. Dia tidak berani melihat ke arah kuburannya dan terus berjalan lurus tanpa melihat kebelakang. Setelah lumayan jauh dari kuburan itu, Kayla bisa bernapas lega. Tapi tiba-tiba, semua bulunya merinding dan entah kenapa, ia merasa hawa dingin muncul dari sampingnya. Kayla gemeteran. Ia ingin lari tapi tidak ada keberanian. Kayla takut jika ia lari, hal yang membuatnya merinding itu akan malah mengejar dan melakukan hal yang tidak dinginkan olehnya. Ia menutup matanya dan membaca doa-doa agar hatinya tenang. Kakinya mati rasa, tubuhnya menggigil. Tiba-tiba, dari arah samping, arah yang ia merasakan hawa dingin berasal, terdengar suara kucing mengeong. Kayla terkejut setelah mendengar suara tersebut. Dia memberanikan dirinya untuk menengok. Ternyata yang di sampingnya bukanlah makhluk yang menyeramkan tapi seekor kucing hitam yang kemarin ia temui.
“Loh, itu kamu?” tanya Kayla sambil perlahan-lahan mendekatinya. Seketika semua rasa takutnya menghilang. “Apa yang kamu lakukan di sini? Tidakkah kamu pulang ke pemilikmu?” tanyanya, lalu menggendong kucing tersebut. “Hmm, kalau dilihat-lihat sih tidak ada kalungnya. Apakah artinya dia tidak memiliki pemilik? Kamu milik siapa kucing?” tanyanya kepada tersebut kucing itu. Tentu saja kucing itu tidak menjawab. Kayla berpikir sejenak. “Apa yang harus kulakukan ya sama kamu? Kasian kalau ditinggalin begini saja,” Lalu Kayla memperhatikan kucing tersebut. “Kalau dilihat-lihat mukamu itu itu sama dengan Lala. Mukamu dengan Lala sama-sama bulat dan telinga kalian juga sama. Ya tentu saja Lala tidak memiliki hidung yang pesek. Tapi selain itu dan matamu, kau tampak sangat mirip. Apalagi saat Lala kecil.” Kayla berfikir sejenak lagi. “Hmmm, ya sudah, aku bawa pulang saja. Kasihan kalau ditinggal di sini. Kamu ikut pulang sama aku ya cing?” katanya, lalu berjalan kembali menuju rumahnya. Hati Kayla sekarang sudah tenang dan tidak lagi memikirkan hal-hal yang lain. Namun, ia masih merasakan hawa dingin di mana-mana. Kayla mencoba mengabaikannya dan terus berjalan lurus tanpa melihat kemana-mana kecuali ke depan.
139Please respect copyright.PENANA9ProUi2Sf8