sebelumnya aku beritahu ciri-ciri dan perawakanku. Aku WNI keturunan, berusia 21 tahun saat ini, rambut hitam panjang sampai ke bahu dan agak bergelombang, tinggi 160 cm berat 45 kg. Perawakanku agak kurus, namun payudaraku tergolong besar, 38C. Berhubung tubuhku agak kurus, payudaraku terlihat sangat besar. Apalagi pantatku juga tidak besar, biasa-biasa saja. Ada beberapa teman yang mengatakan potonganku mirip dengan Amy Yip, mantan bintang panas Hongkong. Sejak kecil aku rajin berolahraga, seperti senam-senam sendiri di kamar dan sering sekali membantu ibuku beres-beres rumah sehingga tubuhku terlihat kencang dan padat. Namun aku tipe cewek yang konservatif, jarang memakai pakaian yang ketat, dan memakai kacamata minus satu, rambut aku kuncir di belakang, sehingga tampaknya tidak terlalu banyak cowok yang mendekatiku. Walaupun saat memakai kaos olahraga pada waktu SMA, para cowok selalu menatap buah dadaku yang menonjol dengan penuh nafsu, sikap dinginku sering membuat mereka malas melakukan pendekatan terhadapku. Aku kehilangan keperawananku saat SMA kelas 2, berumur 17 tahun oleh pacarku, yang juga WNI keturunan dan merupakan temen kuliah kakak lakiku. Sebetulnya aku tidak berniat pacaran saat itu, namun karena ia sering datang ke rumah dan bercengkerama dengan aku dan kakakku, lama kelamaan kami saling menyukai. Itu merupakan pengalaman pertamaku berpacaran dan karena masih sangat lugu, aku gampang dirayu sehingga mahkotaku direnggutnya. Kemudian selama hampir 3 bulan bermain seks dengan pacarku, aku tidak terlalu menikmatinya, bahkan terkadang sedikit kesakitan saat aku digaulinya. Mungkin karena ia juga tidak terlalu berpengalaman:-) Setelah putus karena pacarku kepergok kakakku berselingkuh, aku kembali bersikap dingin terhadap cowok. Aku pikir apa enaknya orang pacaran dan ngeseks, ya gitu-gitu aja, tidak seperti yang kudengar dari temen-temen cewekku saat kami bergosip. Aku baru mulai menikmati sampai terjadi peristiwa yang akan kuceritakan di bawah ini. Saat itu aku duduk di kelas 3 SMA, cawu 1, sudah putus dengan pacar, dan berkonsentrasi untuk kelulusan. Tinggi, berat dan perawakanku hanya terpaut sedikit sekali dengan aku yang sekarang, dan ukuran payudaraku juga sudah 38C pada waktu itu. Aku tergolong murid yang rajin dan nilainya cukup baik, namun pada mata pelajaran eksakta seperti matematika, kimia dan fisika, aku sering kesulitan sampai terkadang stres. Tapi karena dorongan keluargaku yang pas-pasan, aku memilih jurusan IPA karena aku beranggapan jika memilih kuliah seperti di jurusan teknik maka nantinya akan mendapat gaji lumayan bila sudah bekerja. Dan salah satu kekhawatiranku terbukti, dengan nilai2 ulangan kimiaku super jeblok. Aku khawatir tidak lulus, sehingga pada suatu siang sepulang sekolah, aku memberanikan diri menemui Pak Gatot, guru kimiaku yg juga sekaligus wali kelasku. Pak Gatot berusia 50 tahunan, dari suku Jawa, tingginya sekitar 170-an, dengan perawakan besar dan hitam, wajahnya agak sadis dan tegas, terkenal sebagai guru “killer”, namun kata temen-temen orangnya baik bila ada murid yang minta bantuan. Pak Gatot telah selesai mengajar di satu kelas dan sedang memberes-bereskan barangnya saat kutemui. “Pak Gatot, boleh saya bicara sebentar,” kataku. Pak Gatot hanya melihat sepintas ke arahku, sebelum menjawab cepat dengan nada sedikit membentak, “Ada apa?” Aku mulai menjelaskan permasalahanku dan kekhawatiranku. Aku menyampaikan bahwa aku berniat meminta tugas-tugas tambahan untuk mendongkrak nilaiku. Tapi Pak Gatot menolaknya dan menawarkan les privat seminggu dua kali di rumahnya. Aku langsung menyetujuinya tanpa berpikiran apa-apa. “Ok, nanti sore kamu ke rumah saya jam 4,” ujar Pak Gatot dengan nada memerintah. “Baik Pak, saya bisa, terima kasih,” jawabku sambil pamit pulang. Tepat jam 4 setelah naik kendaraan umum aku tiba di rumah Pak Gatot yang berlokasi di perumahan cukup elit, baru dibangun dan sepi. Kabarnya Pak Gatot memiliki pekerjaan lain yang cukup memadai, sehingga meskipun guru tapi rumahnya bagus. Setelah melepas sandal dan masuk ke ruang tamu di rumahnya, aku dipersilahkan duduk di sebuah sofa yang besar dan empuk. “Rumahnya bagus juga, tapi kok sepi ya,” pikirku. Aku beranikan diri bertanya, “sendirian di sini Pak?” “Iya, memangnya kenapa?” jawabnya dengan sedikit gusar. “Oh gak apa-apa Pak,” kataku. Pak Gatot kemudian menjelaskan bahwa anak-anaknya kuliah di luar kota, dan istrinya kerja sebagai suster dari sore sampe malam di sebuah rumah sakit. Sore itu aku memakai pakaian yang biasa kukenakan. Kemeja berkancing yang agak kebesaran, untuk menutupi menonjolnya payudaraku, serta celana jins yg tidak terlalu ketat, tentu tak lupa juga BH dan celana dalam. Sementara Pak Gatot tampak santai, memakai kaos berlengan dan celana panjang biasa. Pak Gatot langsung duduk di sebelahku, dan menjelaskan kondisiku. Dengan jebloknya nilai ulangan-ulanganku, mulai sekarang aku harus berusaha sangat keras supaya bisa lulus. “Kamu mengerti situasimu kan?” tanya Pak Gatot. Aku langsung mengiyakan. Pak Gatot meneruskan, “Kalo gitu, kamu harus sering-sering nurut sama Bapak, mengerti Vicki?” Aku mengiyakan lagi tanpa berpikiran macam-macam. Tiba-tiba Pak Gatot langsung menubrukku dari samping dan menindih tubuhku di bawah tubuhnya yg besar dan wajah kami saling berhadapan dekat sekali. Tepat saat aku mau menjerit dan memberontak, Pak Gatot langsung membungkam mulutku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegangi kedua pergelangan tanganku sekaligus di atas kepalaku. Aku berusaha keras memberontak dan menjerit, namun cengkeraman Pak Gatot terlalu kuat. Aku sangat takut pada saat itu melihat pandangan Pak Gatot yang berubah menjadi penuh nafsu, dan aku hanya bisa memelas lewat tatapan mataku. Pak Gatot mulai tersenyum dan terkekeh-kekeh. “Tenang saja Vicki, sebaiknya kamu santai saja. Sudah lama Bapak ingin memerkosamu, tidak disangka hari ini kamu menyerahkan diri,” ujarnya sambil tertawa keras selagi tetap memegangi mulut dan kedua tanganku. “Kamu nggak usah macam-macam, layani saja Bapak, maka kamu nggak perlu mengkhawatirkan nilai-nilaimu yang jeblok itu. Kalo sampai kamu menjerit atau berontak terlalu keras, maka Bapak jamin kamu tidak akan lulus, ok?” tambahnya lagi. Saat itu aku sungguh-sungguh tidak tahu harus berbuat apa karena belum pernah menghadapi situasi seperti ini dalam hidupku. Tiba-tiba Pak Gatot dengan cepat melepas kacamataku dan menaruhnya di meja sebelah. Kemudian tangan kirinya menarik rambutku dan menciumi bibirku yang mungil dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaraku yang sebelah kiri dengan gemasnya sehingga kemejaku mulai awut-awutan. Karena kedua tanganku sudah tidak dipegangi lagi, sempat terlintas di pikiranku untuk memukuli Pak Gatot, namun ancaman tidak lulus membuatku sangat takut dan tidak berani melakukannya. Aku hanya berusaha melepaskan diri namun sia-sia saja. Kemudian Pak Gatot melepaskan ciumannya, dan kedua tangannya dengan segera memreteli kancing kemejaku satu-persatu. Aku mulai menangis dan memohon untuk dilepaskan, tapi Pak Gatot tidak menghiraukan. Dengan kasar ia menyingkirkan kemejaku dan melemparkannya ke lantai. Setelah itu Pak Gatot dengan paksa melucuti celana jinsku. Tubuhku hanya tertutupi BH dan celana dalam saja, buah dadaku yang berukuran 38C terlihat sangat menonjol. Sekali lagi aku diterkamnya sehingga hanya bisa berbaring pasrah di sofa yang besar dan empuk itu. Pak Gatot kembali menciumi bibirku sementara kedua tangannya dengan ganas meremas-remas buah dadaku. Aku selalu mencoba menghindari ciuman Pak Gatot, tapi remasan-remasan tangannya pada payudaraku, yang harus kuakui memang sangat sensitif, membuatku sedikit demi sedikit mulai terangsang. Tapi karena aku bukan cewek gampangan, tetap saja aku berusaha memberontak. Ironis memang, dalam hati aku berusaha melawan namun tubuhku berkata lain menghadapi serangan-serangan Pak Gatot. Beberapa saat Pak Gatot terus menciumi bibirku dan meremas-remas payudaraku dengan penuh nafsu. Nafasku mulai berat dan saat itu terus terang aku terpaksa pasrah saja. Hanya sesekali aku memelas untuk dilepaskan. “Jangan Pak, tolong Pak,” rintihku. Pak Gatot menyadari perlawananku yang melemah, kemudian dengan cepat sedikit mengangkat punggungku dan melepas tali pengait BH-ku. BH-ku kemudian dilemparkannya. Aku berusaha menutupi buah dadaku dengan lemah namun Pak Gatot mencengkeram kedua pergelangan tanganku dan melebarkannya. Terpampang jelas buah dadaku yang besar, putih mulus, sangat padat, montok dan membusung tegak itu. Serta juga putingku yang berwarna merah muda, kecil namun runcing itu. Pak Gatot memandangi semua itu dengan mata terbelalak, wajahnya yang menurutku sangat jelek itu menunjukkan kegembiraan seperti baru menang lotere. “Akhirnya kesampaian juga, impian Bapak melihat gunung kembarmu yg indah ini. Putih banget dan besar lagi! Mm.. 38C ya? Tadi Bapak lihat ukuran BH kamu. Kenapa nggak sejak dulu kamu tunjukkan Bapak? Putingmu juga seksi sekali. Pas banget rasanya! Ha.. ha.. ha..”, ujarnya santai sambil matanya tidak pernah lepas dari payudaraku. Aku rasanya mau menangis keras-keras, tapi ketakutanku sekali lagi menyebabkanku pasrah saja. Setelah melepas kedua pergelangan tanganku, Pak Gatot memulai serangannya di payudaraku yang sudah tidak tertutupi apa-apa lagi. Kedua telapak tangannya yang hitam dan kuat itu meremas-remas payudaraku yang putih mulus dengan kasar tapi tidak bermaksud melukaiku, sambil matanya yg sadis itu melihat reaksi wajahku. Kontras sekali kasarnya telapak tangan Pak Gatot yang hitam pada kulit buah dadaku yang putih, mulus dan sangat sensitif itu. Meskipun tetap berusaha menjaga harga diriku dengan memohon-mohon kecil untuk dilepaskan, permainan tangan Pak Gatot benar-benar membuatku lupa diri, dan Pak Gatot tahu benar dari ekspresi wajahku yang mulai menikmati. Pak Gatot mendekatkan mulutnya ke payudaraku dan menjilati kedua putingku bergantian dengan liarnya selagi tangannya tidak pernah berhenti meremas-remas gunung kembarku. Aku mulai melenguh keenakan dan Pak Gatot bertambah semangat. Disedotnya salah satu putingku dengan kuat, secara otomatis aku menjerit terangsang sedikit keras. Kulihat Pak Gatot tersenyum bangga melihat responku, dan serangannya makin ganas. Kedua putingku yang sudah keras dan tegang sekali bergantian disedotnya. Kemudian Pak Gatot menjilati kedua buah dadaku dengan terampilnya. Lidahnya yang panjang itu seperti kehausan menyapu setiap sentimeter dari payudaraku dan putingku. Tangannya tetap ganas meremas-remas, dan Pak Gatot bergantian mencoba ‘melahap’ masing-masing payudaraku menggunakan mulut dan bibirnya, sementara lidahnya beraksi dengan membuat lingkaran-lingkaran kecil di putingku dan sekitarnya. Tidak lupa juga digigit-gigit kecil masing-masing payudaraku, membuatku hanya bisa merem melek dan mendesah-desah terangsang. Saat itu barulah aku menyadari bahwa aku 100% takluk terhadap Pak Gatot. Belum pernah aku dibuat senikmat ini, pacarku yang dulu sama sekali tidak berpengalaman dalam ‘foreplay’ seperti yang dilakukan Pak Gatot ini. “Mm.. Pak.. oh..,” rintihku berulang kali saat itu. Cukup lama Pak Gatot memberikan serangan-serangan dashyat terhadap kedua payudara dan putingku menggunakan telapak tangan, bibir dan lidahnya itu. Tiba-tiba saja aku menjerit cukup keras dan liar. Aku baru menyadari inilah orgasme terhebat yang pernah kurasakan. Tubuhku yang berkeringat itu sedikit terguncang-guncang dalam cengkeraman Pak Gatot. Celana dalamku terasa sangat basah oleh cairan memekku. Saat aku orgasme, Pak Gatot menyedoti kedua putingku bergantian dan meremas-remas gunung kembarku dengan lebih kuat. Jeritanku bertambah keras dan liar karena merasakan kenikmatan yang amat sangat. Untuk beberapa saat orgasmeku berlangsung, dan selama itu pula Pak Gatot tidak pernah menghentikan serangannya terhadap kedua payudara dan putingku yang super sensitif. Akhirnya orgasmeku usai, dan aku hanya bisa berbaring dengan nafas amat berat dan tersengal-sengal. “Gila bener kamu Vicki, padahal cuma Bapak mainin buah dada dan puting kamu, ternyata kamu udah orgasme segini hebatnya. Maniak juga kamu ya!” kata Pak Gatot dengan gembira dan bangga. Aku tersenyum malu dan wajahku memerah mendengar kata ‘maniak’. Senyuman Pak Gatot bertambah lebar melihat ekspresi wajahku. “Kamu bener-bener menggemaskan dan seksi abis!” katanya lagi. Kemudian Pak Gatot merangkulku dengan lembut dalam posisi tubuhku masih dibawahnya, keringatku jelas menempel di kaos dan celana panjang Pak Gatot. Aku ingin membalas hangatnya rangkulan Pak Gatot, tapi berhubung masih ‘bau kencur’ dalam urusan seks, aku malu-malu dan hanya diam saja, tapi hatiku berdebar-debar dan ekspresi wajahku menunjukkan kegembiraan. Pak Gatot mulai bercerita bahwa sudah sejak aku kelas satu ia mengincarku saat melihat aku dalam pelajaran olahraga memakai kaos. Katanya meskipun aku tampak berusaha menggunakan kaos yang agak kelonggaran, ia tahu bahwa payudaraku sangat besar, apalagi porsi tubuhku bisa dibilang agak kurus. Penantian hampir dua tahun tidak sia-sia katanya. Aku sekali lagi hanya bisa tersenyum-senyum kecil dan malu. Pak Gatot juga menambahkan bahwa ia tidak pernah melakukan ‘pemaksaan’ seperti ini terhadap siswi-siswi lainnya. Ia mengaku amat sangat tidak tahan memikirkan kedua buah dadaku ini. Sejak istrinya menopause juga dua tahun yang lalu itu, bayangan sepasang buah dadaku selalu menjadi inspirasi onaninya yang hampir setiap hari katanya. Aku tambah malu rasanya, tapi tidak bisa menyembunyikan senyumku. Dalam hati aku berpikir, meskipun wajah Pak Gatot tidak tampan, sejak itu aku mulai menyukai wali kelasku sendiri itu. Pak Gatot sempat bertanya apakah aku pernah berhubungan seks. Aku menjawab bahwa pernah beberapa kali dengan mantan pacarku, tapi aku dengan wajah memerah mengaku belum pernah merasa senikmat ini, bahkan hanya sesekali orgasme dengan mantanku itu. Mungkin ia nggak berpengalaman Pak, kataku. Pak Gatot langsung tersenyum lebar, dan mengutarakan kebanggaannya menjadi orang pertama yang bisa memuaskanku dengan amat sangat. Pak Gatot juga memberitahuku bahwa rumahnya selalu sepi seperti ini, istrinya berangkat kerja dari jam 3 sore sampai sekitar 11 malam, dan sebetulnya tetangga-tetangga sebelah pada perumahan cukup elit seperti ini tidak peduli satu sama lain. Sehingga walaupun aku menjerit-jerit tidak akan ketahuan, apalagi tembok-tembok rumah Pak Gatot sangat tebal dan kokoh. Saat itu pukul 4:30, udah setengah jam aku di rumah Pak Gatot. “Vicki, kamu bisa pulang malam kan?” tanya Pak Gatot. “Ya.. bisa aja Pak, tapi jangan sampai kemaleman Pak, nanti ortuku bingung,” jawabku. “Tenang aja, kamu nanti tak antar pulang kalo Bapak udah puas. Oh ya, kamu telepon aja ke rumah bilang pulangnya agak malam,” jawabnya. Setelah itu Pak Gatot bangkit dan melepaskan rangkulannya. Ia mengambil ponselnya dan menyuruh aku telepon. Kemudian aku duduk, cuma pake celana dalam saja, lalu menelpon ortuku, beralasan bahwa aku belajar kelompok di rumah guruku. Karena selama ini aku cewek yang selalu penurut terhadap ortu dan hampir tidak pernah berbuat nakal, orang rumah percaya-percaya saja. Sesudahnya Pak Gatot duduk di sebelahku, membawakan sebotol minuman air dingin dan minum bersama. Supaya segar katanya. Setelah puas minum, Pak Gatot langsung berkata dengan tatapan nafsu, “Vicki, ayo ke kamar aja, ranjangnya besar, lebih enak, kamu boleh menjerit sepuasnya.” Aku lagi-lagi tersenyum malu, namun menjawab dengan sedikit khawatir, “Hah? Di kamar? Di ranjang? Apa nanti tidak ketahuan sama istri Bapak? Sofa Bapak ini aja udah basah semua kena keringatku.” “Santai aja, ini kamar untuk tamu kok sebetulnya. Kadang-kadang ada saudara atau famili yang menginap. Biasanya juga Bapak sendiri kok yang bersihkan. Jadi kamu nggak usah takut, pokoknya nurut aja,” ujarnya lagi. Walaupun tetap dengan gayaku yang sedikit ‘malu-malu kucing’, aku menyetujui ajakan Pak Gatot. Dengan tangkas Pak Gatot menggendongku dengan kekuatan kedua tangannya, aku langsung kaget dan menjerit kecil. “Tambah nggemesin aja kamu ini, Vicki,” katanya. Kamar untuk tamu Pak Gatot ternyata sangat rapi meskipun cukup kecil dan lampunya sangat terang. Hampir sebagian besar ruangan termakan tempatnya oleh sebuah ranjang spring bed besar lengkap dengan ukiran-ukirannya, yang jelas untuk ukuran dua orang. Perabotan sisanya hanya sebuah lemari pakaian besar dan sepasang kursi sofa kecil. Ada satu pintu di sebelah ranjang yang ternyata adalah kamar mandi dalam. Tubuhku yang berukuran mungil dibandingkan tubuh Pak Gatot, langsung dilemparkannya tepat di tengah-tengah ranjang sesudah ia menggendongku masuk. Aku kembali berteriak kecil karena kaget campur perasaan gembira tidak menentu membayangkan apa yang selanjutnya akan dilakukan Pak Gatot terhadapku. “Empuk sekali ranjangnya,” pikirku. Kemudian Pak Gatot mengambil posisi di atas kedua kakiku, mengangkat pantatku dan memeloroti celana dalamku dengan agak kasar. “Bapak ini bener-bener nggak tahan lihat keseksian tubuhmu, apalagi buah dada kamu, jadi maklum aja kalo Bapak sering agak kasar sama kamu,” godanya saat melepaskan CD-ku. Aku bener-bener telanjang bulat tanpa sehelai benangpun, berbaring di ranjang dengan wajah sedikit memerah mendengar berbagai macam perkataan Pak Gatot yang menggoda. Pak Gatot juga mengaku senang dengan memekku yang bulu-bulunya sejak dulu aku cukur sehingga tinggal tersisa tipis-tipis. “Vicki, kamu bener-bener cewek impian Bapak,” pujinya. Kemudian dengan sangat cepat Pak Gatot melepas kaos dan celana panjang sambil berdiri di sebelah ranjang. Aku langsung menahan napas panjang melihat tubuh Pak Gatot yang hanya tinggal memakai celana dalam saja. Meski sudah berusia 51 tahun, katanya, tubuh hitam Pak Gatot masih berotot dan tampak tegap. Aku agak merinding melihat sekujur tubuhnya yang agak berbulu dan wajahku hanya bisa melongo melihat tonjolan besar di balik CD Pak Gatot. “Kok bengong?” tegur Pak Gatot sambil tersenyum-senyum. “Um.. anu Pak.. eh..,” reaksiku benar-benar seperti anak kecil yang kebingungan. “Nggak usah malu-malu, Bapak yakin kamu pasti pengen lihat kontol Bapak ini kan,” ujarnya lagi menggoda. “Ayo sini..” tambahnya. Dengan wajah khasku yang memerah bila malu-malu, aku turun dari ranjang sementara Pak Gatot duduk di tepi ranjang. Pak Gatot membuka pahanya lebar-lebar dan menyuruhku duduk bersimpu lutut di antaranya. “Kamu dulu pernah nyedot kontol mantan pacarmu?” tanya Pak Gatot. Wajahku tambah merah mendengar bahasanya yang kasar, tapi mungkin karena sudah 200% takluk, aku tambah berdebar-debar. “Belum pernah Pak, Vicki nggak berani,” jawabku. “Mm.. jadi kamu bisa belajar pake kontol Bapak,” balasnya. Wajahku merah padam seperti mati kutu, dan Pak Gatot semakin menjadi-jadi menggodaku. “Tapi kamu pasti pernah nonton BF kan?” tanyanya. Aku langsung mengiyakan dengan mengangguk pelan mengingat-ingat beberapa kali pernah menonton film porno bersama temen-temen cewekku. “Kalo gitu ya kamu pasti bisa Vicki, dan mulai sekarang kamu nggak usah malu-malu, he he he,” balasnya sambil tertawa. Tiba-tiba Pak Gatot memegang belakang kepalaku dan menarik kuncir rambutku yang masih terpasang sebelumnya. Rambut hitam panjangku yang agak bergelombang terurai di bahuku. “Kamu cantik dan seksi sekali Vicki sayang,” katanya sambil memandangi wajahku. Aku tersenyum sipu sementara Pak Gatot memegang kedua tanganku dan menaruhnya di pinggangnya. Kemudian Pak Gatot sedikit mengangkat pinggulnya. “Ayo diplorotin, kalo pengen lihat kontol Bapak nggak usah sungkan,” candanya lagi. Dengan bantuannya aku mulai menurunkan CD-nya hingga ke paha dan mataku langsung terbelalak lebar ketika senjata Pak Gatot bebas dari sarangnya. Kontol Pak Gatot ternyata begitu indah meski tampak menyeramkan. Berwarna hitam pekat, begitu besar dengan panjang sekitar 12 cm dan diameter sekitar 6 cm. Kontol yang sudah disunat itu dilengkapi dengan ujungnya yang berwarna coklat keungu-unguan. Sepasang buah zakar hitam besar dengan bulu lebat juga tidak lepas dari pandanganku. Aku hanya bisa memandang takjub dan melongo, mataku seperti terhipnotis oleh kontolnya. “Kenapa sayang, punya pacarmu nggak segede ini dulu?” tanyanya. Aku menjelaskan bahwa panjangnya mungkin hampir sama, tetapi kontol Pak Gatot lebih lebar. “Lho jangan kaget ya, ini masih semi ereksi,” tambahnya. “Hah?” jeritku tambah melongo. Kemudian Pak Gatot menyuruhku menurunkan CD-nya sampai kedua kakinya, sehingga kami berdua sama-sama telanjang bulat. Sungguh pemandangan yang jarang terlihat, ABG berwajah lugu, berkulit putih mulus dengan payudara besar sedang berjongkok di antara kedua paha pria setengah baya berperawakan menyeramkan dengan kulit hitam pekat yang duduk di tepi ranjang. Pak Gatot dengan sabar mengamati reaksi wajahku dan menungguku beraksi sementara kedua tangannya berpegangan di tepi ranjang. Dengan sedikit gemetaran namun sudah terkontrol oleh nafsu membara, aku meraih kontol Pak Gatot dan mengocoknya pelan-pelan menggunakan tangan kananku. Jari-jariku yang mungil nyaris tidak bisa melingkari keseluruhan dari diameter kontolnya. Aku mulai mengocok kontol Pak Gatot naik turun, sambil sesekali melihat wajahnya. Pak Gatot sangat menikmati dan kadang-kadang salah satu tangannya membelai-belai rambutku. Setelah kukocok beberapa saat, dalam sekejap kontol Pak Gatot bertambah panjang, mungkin sekitar 18 cm. “Ini baru kontol Bapak yang sesungguhnya, enak banget kamu ngocoknya Vicki,” desahnya. Aku makin bersemangat dan mulai mengocok kontol Pak Gatot dengan dua tangan, naik turun dan tambah lama tambah cepat. Kemudian pikiranku untuk sesaat terbang ke salah satu film porno yang pernah aku tonton dan berusaha kuingat beberapa adegan oral seks. Aku melepaskan tangan kiriku dari rudal hitam tersebut, sementara tangan kananku memegangi pangkal kontol Pak Gatot dengan erat sambil kumajukan kepala dan kubuka mulut. Bibirku yang mungil terbuka lebar dan langsung mengulum kepala kontol Pak Gatot. “Mm..” desahku sambil menyedot-nyedot pelan. “Oh Vicki.. hebat bener kamu sayang,” desahnya keenakan. Aku benar-benar sudah seperti gadis liar seperti di film-film BF itu dan sedotanku makin lama makin kuat dan dalam, meskipun ukuran kontol Pak Gatot membuatku hanya bisa memasukkan sekitar setengahnya setiap sedotan. Entah belajar darimana, lidahku juga mulai beraksi dengan menjilati ujung kontolnya. Kulihat sepintas wajah Pak Gatot menunjukkan ekspresi yang sangat puas dan membuatku berbangga meski ini merupakan oral seks pertamaku. Setelah menyedot dan menjilati kontolnya beberapa saat, aku melepaskannya dari mulutku sampai terdengar suara ‘plop’. Kupandangi kontol hitam yang sekarang hampir setengahnya mengkilap terkena jilatan lidahku. Seperti kurang puas, gantian kupegangi kepala kontolnya sementara lidahku menjelajahi bagian bawah dan pangkal kontol Pak Gatot. Desahan Pak Gatot tambah panjang. “Kamu lugu-lugu ternyata liar di ranjang ya Vicki, mm..” Aku tersenyum puas saat kupandangi kontol Pak Gatot sudah mengkilap hampir seluruhnya. “Kamu pinter banget Vicki, kamu basahin kontol Bapak kayak gini supaya siap dimasukkan di memek kamu ya?” senyumnya. Sekali lagi wajah merahku dengan senyuman tipis kembali terlihat. Setelah itu Pak Gatot mengangkatku berdiri dan merebahkan tubuhku kembali di tengah-tengah ranjang. Dibukanya kedua pahaku lebar-lebar dan Pak Gatot mengambil posisi di antaranya sambil memegangi senjatanya. “Pak, pelan-pelan ya? Punya Bapak besar sekali. Saya agak takut,” kataku saat itu. “Ha.. ha.. ha.. nggak usah takut, pokoknya kamu pasti seneng,” jawabnya. Pak Gatot juga memberitahuku nggak usah khawatir hamil, karena nantinya ia tidak akan mengeluarkan air maninya di memekku. “Biar kayak di BF-BF itu Vicki,” katanya. Aku yang berbaring telentang menjawab dengan kepalaku, yang dialasi bantal empuk, mengangguk-angguk. Aku menahan nafas saat Pak Gatot mulai memasukkan kontolnya ke arah memekku yang sudah basah sedari tadi. “Oh.. Pak..” jeritku kecil. Rasanya bener-bener nikmat meski mungkin baru ujung kontol Pak Gatot saja yang terbenam di memekku. Kulihat Pak Gatot mulai memompa dan memegangi kontolnya keluar masuk dari memekku sehingga menggesek-gesek klitorisku yang makin basah. Aku sungguh-sungguh terbuai, dan kemudian dengan sekali sentakan kulihat separuh kontol Pak Gatot masuk ke memekku. “Oh.. Pak Gatot..” desahku dengan nafas berat. Kemudian Pak Gatot mengarahkan kedua tangannya ke arah gunung kembarku dan mulai meremas-remas dengan agak kasar, sambil memaju mundurkan kontolnya keluar masuk memekku. “Oh Pak Gatot..” Aku sudah benar-benar lupa diri, yang ada di pikiranku saat itu hanyalah kenikmatan liar ini. Gerakan-gerakan dan respon tubuhku mungkin sudah seperti cewek-cewek dalam film-film porno yang pernah kulihat. Kombinasi dari gesekan-gesekan kontol Pak Gatot di memek dan klitorisku serta remasan-remasan kasar telapak tangannya di buah dadaku yang amat sensitif membuatku menjerit dan mendesah tidak karuan dengan liarnya. Kemudian sambil tetap meremas-remas sepasang payudaraku, Pak Gatot bergerak maju dan menciumi bibirku. Aku membalas dengan penuh nafsu, bibir dan lidah kami saling bermain satu sama lain. Setelah puas menciumiku, Pak Gatot mulai memompa kontolnya dengan lebih cepat. Sambil tangannya bertumpu dengan meremas-remas buah dadaku, Pak Gatot bergerak maju mundur sangat cepat dan kuat. Pandangan penuh nafsu Pak Gatot di wajahku kubalas dengan reaksi serupa. Mungkin karena basahnya memekku, kulihat saat itu Pak Gatot bisa memasukkan seluruh kontolnya pada setiap sentakan. Kami berdua sudah sama-sama mandi keringat, apalagi urat-urat dan otot-otot di sekujur tubuh Pak Gatot jelas terlihat. Hanya suara desahan dan lenguhan liar bagaikan binatang dari kami berdua yang terdengar di kamar. Akhirnya aku tidak tahan lagi, orgasmeku yang kedua datang. Aku menjerit sangat keras, dan Pak Gatot justru tambah mempercepat dan memperkuat gerakan serta remasannya. Tubuh mungilku terguncang hebat, sekali lagi dalam cengkeraman Pak Gatot. Kemudian dipeluknya tubuhku, kubalas pula dengan erat sehingga terasa keringat kami berdua saling bercampur. Pak Gatot tidak pernah berhenti memompa kontolnya saat orgasmeku yang kedua itu berlangsung. Setelah klimaksku selesai beberapa saat kemudian, tubuhku tergolek lemas dalam posisi saling memeluk, sungguh kontras sekali perbedaan warna dari tubuh kami. Memekku dan kontol Pak Gatot yang terbenam seluruhnya terasa sangat basah dan aku kesulitan mengatur nafasku di bawah tindihan tubuh Pak Gatot. “Asyik sekali kamu Vicki,” ujar Pak Gatot sambil tersenyum ke wajahku. Kubalas lemah senyumannya sambil merasakan kenikmatan ini. Kuberanikan berbisik lemah, “Bapak kok belum keluar?” Sambil tertawa-tawa, Pak Gatot menjawab, “Kan sudah Bapak bilang nggak mungkin tak keluarin di memek kamu. Bapak sudah kepikiran tak keluarin pejuh Bapak di bagian tubuh kamu yang lain.” “Di mana Pak?” tanyaku. Pak Gatot hanya membalas dengan senyuman sambil melepaskan pelukannya dan bangkit dari atas tubuhku dan kemudian mengambil posisi duduk berjongkok di perutku. Terpampang jelas di mataku kontol hitam besar Pak Gatot yang tambah mengkilap akibat cairan dari memekku. “Sudah dua tahun ini Bapak selalu membayangkan kontol Bapak yang hitam ini dijepit dengan gunung kembarmu yang putih mulus itu lho,” ujar Pak Gatot. Wajahku yang penuh keringat kembali merah padam. “Kenapa? Kamu nggak suka?” tanya Pak Gatot. Aku juga menjelaskan bahwa sejak melihat salah satu adegan di BF barat, di mana seorang cewek yang berpayudara besar menjepit kontol pasangannya, aku amat ingin mencobanya. Tapi kujelaskan bahwa aku tidak berani dan sungkan mengutarakannya pada mantan pacarku yang dulu. “Ha ha ha.. kalo begitu kita bener-bener cocok Vicki. Ayo sekarang kamu pegangi gunung kembarmu itu!” kata Pak Gatot seperti tidak sabar. Kuturuti dan kupegangi masing-masing payudaraku, sementara Pak Gatot sedikit maju dan meletakkan kontolnya persis di antara sepasang bukit kenyalku. Teringat pada adegan BF, aku langsung menjepit-jepit bukit kembarku itu, terasa sekali kontol Pak Gatot yang keras bergesekkan dengan kulit mulus payudaraku. Jujur saja aku sangat terangsang melihat kontrasnya warna kontol Pak Gatot dan payudaraku, membuatku makin bersemangat dan mulai memijat-mijat buah dadaku dengan kuat. Sepintas kulihat reaksi wajah Pak Gatot yang menunjukkan kenikmatan tiada tara. Aku sangat senang dengan ekspresinya, meski sekali lagi kutekankan bahwa wajah Pak Gatot boleh dibilang sama sekali tidak tampan. Pak Gatot yang sedari tadi diam dan menikmati pijatan payudaraku, kemudian mulai memaju mundurkan kontolnya sambil kedua tangannya berpegangan pada ukiran-ukiran tiang ranjangnya yang luks dan eksklusif itu. Campuran keringat dan cairan memekku membuat Pak Gatot dengan mudah menggerakan kontolnya di sepanjang belahan dadaku. Aku tidak pernah berhenti memijat, meremas, dan menjepit payudaraku sehingga kulihat mata Pak Gatot merem melek. “Oh Vicki sayang..!” jerit Pak Gatot sesekali. Gerakan Pak Gatot makin lama makin cepat, sementara aku juga menguatkan pijatan dan remasan. Karena payudaraku yang amat sensitif merasakan kerasnya kontol Pak Gatot, kurasakan ledakan-ledakan kecil di memekku. Aku juga sering mendesah-desah tidak karuan. Kuperhatikan dorongan kontol besar Pak Gatot membuat ujungnya makin lama makin dekat ke daguku, kurasakan pula buah zakarnya bertabrakan dengan pangkal payudaraku dalam setiap dorongan yang dilakukannya. Dengan beralaskan bantal, kumajukan mulutku dan mulai memberikan jilatan-jilatan cepat liar setiap kali kepala kontol Pak Gatot mendekat. Sekilas kulihat mata Pak Gatot terbelalak dengan keagresifanku ini. “Kamu makin liar aja Vicki, Bapak bener-bener nggak tahan!” desahnya. Dengan terampil kuberikan kenikmatan pada Pak Gatot, jilatan-jilatan lidahku pada ujung kontolnya serta remasan-remasan payudaraku menggesek kontolnya. Aku betul-betul ingin membalas semua kenikmatan yang sebelumnya diberikan Pak Gatot terhadapku, tidak peduli lagi status dan perbedaan usia kami. Gerakan dan ekspresi kami sudah seperti sepasang kekasih yang tidak mampu lagi menahan nafsunya atau mungkin layaknya dua bintang film porno. “Oh Vicki sayang!” Pak Gatot akhirnya menjerit keras dan menghentikan gerakannya. Kontol Pak Gatot masih terjepit di antara buah dadaku dan ujungnya persis dekat di depan bibirku yang sedikit menganga. Bersamaan dengan itu, air mani atau pejuh dari kontol Pak Gatot muncrat! Tembakan-tembakan deras pejuh Pak Gatot membasahi dan lengket di sebagian besar wajah dan bibirku. Aku tidak pernah berhenti meremas-remas payudara sambil menelan dan menjilati air mani Pak Gatot yang mengarah ke bibirku dan keluar dengan derasnya. Aku sampai kewalahan dengan banyaknya air mani yang keluar dari kepala kontol Pak Gatot. Kemudian Pak Gatot bergerak maju mundur lagi, sehingga air maninya muncrat dan mendarat tidak beraturan di dagu, leher, dada dan tentunya sepasang payudara dan putingku. Akhirnya Pak Gatot berhenti bergerak meski kontolnya masih di antara kedua payudaraku. Kulepaskan salah satu cengkeraman tanganku dari buah dadaku, lalu kupegangi kontol Pak Gatot yang masih sedikit keras. Kemudian kugesekkan ujung kontolnya dengan buah dadaku yang ditahan oleh tanganku yang lain. Tak luput juga sesekali kugesek ujung kontol Pak Gatot dengan puting merah mudaku. Aku juga tidak menyadari dari mana kupelajari gerakan seperti itu, mungkin dari BF-BF itu dan mungkin benar juga kata Pak Gatot bahwa aku maniak. Kuratakan ceceran pejuh Pak Gatot dengan ujung kontolnya bergantian di masing-masing gunung kembarku. Setelah puas, akhirnya kulepaskan genggaman tanganku dari kontolnya dan payudaraku, kemudian kuusap-usap sekujur wajah, bibir, leher dan dadaku yang sebelumnya tersemprot dengan pejuh Pak Gatot, serta kujilat-jilat dan kutelan air maninya seperti binatang kehausan. Dengan wajah, bibir, leher, dada dan sepasang bukit kenyal serta kedua puting merah mudaku masih sedikit belepotan dan lengket dengan air maninya, kuberanikan diri tersenyum menggoda ke arah Pak Gatot yang masih belum beranjak dari posisi duduk berjongkok di atas perutku. “Oh Vicki! Kamu bener-bener seksi banget! Hebat!” teriak Pak Gatot gembira sambil memandangiku. Setelah itu Pak Gatot berbaring lemas di sebelahku, tubuh kami yang sudah basah dan mandi keringat saling berpelukan. Pak Gatot tampaknya juga tidak jijik dengan air maninya sendiri, terbukti kami saling berciuman dan berpagutan dengan sisa-sisa tenaga yang kami punyai. Kulihat saat itu pukul 1/2 6 sore dan kami berbicara dan bercanda dengan santai sekitar 1 jam-an sambil berbaring. Kami saling bercerita, aku membicarakan kesulitan-kesulitanku dalam menghadapi pelajaran-pelajaran di sekolah, sementara Pak Gatot banyak mengutarakan kesepiannya karena sejak dulu tiga anak-anaknya kuliah di luar kota dan istrinya bekerja dari sore sampai malam. Meskipun berkecukupan dan hubungan mereka berdua masih harmonis, Pak Gatot masih sering merasa kesepian. Sebelum istrinya menopause ia masih aktif berseks ria meski istrinya agak kewalahan mengimbangi. Ia mengaku merasa muda lagi setelah berhubungan denganku ini. Pak Gatot juga menjelaskan bahwa mulai sekarang aku tidak perlu khawatir dengan nilai-nilai ulanganku. Tapi Pak Gatot berjanji tetap akan membantuku belajar, jadi aku bukan dianggapnya sebagai ‘pemuas nafsu’ belaka. Lalu kami berdua sama-sama berpakaian dan merapikan diri. Pak Gatot mengajakku makan di rumahnya dan setelah itu ia mulai mengajariku. Ia juga menambahkan bahwa biaya untuk les privatku ini digratiskan aja, aku tidak perlu membayar. Aku bener-bener berterima kasih padanya. Mungkin karena Pak Gatot sudah menyukaiku, kesadisannya seperti biasa di kelas tidak terlihat, malahan dengan cepat aku dapat menangkap bahan-bahan pelajaran kimia yang diberikannya. Setelah selesai aku diantarnya pulang ke rumah dengan mobil sedannya. Dalam perjalanan Pak Gatot memberitahukan agar kami bersikap biasa-biasa saja di sekolah. Di kelas ia tetap akan memperlakukan sebagaimana murid-murid lainnya. Pak Gatot juga menanyakan apakah aku bisa datang ke rumahnya besok di waktu yang sama jam 4 sore. Aku menyetujuinya dan terus terang berdebar-debar juga memikirkannya. Aku sampai di rumah sekitar jam 8 malam dan langsung mandi untuk menyegarkan diri. Demikianlah awal petualanganku menjadi ’simpanan’ wali kelasku sendiri dan sangat menyukai seks. Semoga dalam kesempatan selanjutnya bisa aku tuturkan kisah seksku yang lain bersama Pak Gatot.
After each update request, the author will receive a notification!
smartphone100 → Request update