×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
campaign Request update 0
Report this story
Tumbal
G
9.2K
0
0
890
0

swap_vert


Wanita cantik, bagilah tubuh indahmu kepada tiap lelaki dan hewan yang menghendakimu…

(Wanita dan Kera, Wanita dan Gendruwo, Keroyokan, Istri Selingkuh)


Sapto adalah seorang buruh pekerja bangunan lepas. Pria muda kelahiran sebuah dusun terpencil di Jawa Tengah ini terpaksa mengadu nasib ke Jakarta karena di daerah asalnya pun ia menganggur tak punya pekerjaan. Kekeringan yang berkepanjangan melanda kampung halamannya. Sawah-sawah tidak produktif lagi. Banyak petani yang kehilangan pekerjaannya, termasuk Sapto.


Di usianya yang ke delapan belas saat masih di kampung halamannya, ia telah menikahi seorang wanita cantik bernama Maya. Wanita yang usianya selisih dua tahun lebih muda ini adalah tetangganya sendiri di kampung. Sama seperti Sapto, Maya pun berasal dari keluarga yang sangat sederhana.


Meski kehidupan yang dinantikan di Jakarta belum juga tiba, Sapto Nekat mengajak istrinya untuk pergi ke kota berharap itu saat usia pernikahan mereka masih seumur jagung. Ia malu terus-menerus membebani kedua orang tuanya maupun mertuanya yang sama-sama kekurangan.


Pria ini beruntung mendapatkan pekerjaan pada seorang kontraktor kecil-kecilan di daerah pinggiran ibu kota. Sapto mengenal majikannya dari sesama temannya di kampung yang kebetulan pernah bekerja pada beliau. Dengan kemampuannya saat ini, ia belajar menjadi arsitek bangunan. Pekerjaannya pun tak tentu, bergantung pada pesanan yang diterima majikannya.


Dengan penghasilan yang seadanya, tentu saja kehidupan Sapto dan Maya di kota yang keras itu masih tetap prihatin.


Kekhawatiran ekonomi semakin terasa setelah Maya melahirkan bayinya yang pertama, tepat dua tahun setelah kepindahan mereka ke Jakarta. Sapto pun semakin pontang-panting menghidupi keluarganya yang telah bertambah anggotanya.


Sapto sebenarnya beruntung memiliki istri seperti Maya. Wanita itu sangat sabar dan mau sepenuhnya memahami kesusahan yang mereka alami bersama. Ia tak pernah mengeluh dan menuntut macam-macam. Walau ia pun tak mampu berbuat banyak untuk membantu suaminya, tak henti-hentinya ia memotivasi suaminya untuk bersabar dan tidak menempuh perjalanan jalan yang tidak benar dalam mengatasi kemiskinan mereka.


Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Keadaan ternyata berkembang jadi semakin sulit setelah majikan tempat Sapto bekerja bangkrut. Otomatis Sapto pun kehilangan satu-satunya mata pencahariannya. Dengan kemampuannya yang terbatas, jelas ia mengalami kesulitan untuk mendapatkan mata pencaharian yang baru.


Dalam keadaan putus asa, Sapto mengambil jalan pintas. Suatu hari ia nongkrong dengan sesama temannya yang juga mengganggur. Saat ngobrol, kawan bercerita tentang pesugihan yang diyakini dapat memberikan pelakunya kekayaan yang melimpah ruah. Dari tadinya penasaran, Sapto jadi mulai tertarik dengan cerita itu. Diajaknya bersahabat untuk sama-sama menjalani pesugihan tersebut.


Meskipun tertarik juga, teman-temannya menolak melakukannya. Ia takut karena syaratnya sangat berat. Begitu pula konsekuensi yang harus ditanggung jika syaratnya tidak terpenuhi. Belum lagi mengingat cara itu adalah jalan yang dikutuk oleh agama.


Sapto yang telah buntu pikirannya tetap bersi keras untuk mencobanya. Temannya yang telah mencoba mengingatkannya tak mampu berbuat apa-apa. Setelah dipaksa Sapto, temannya lalu menceritakan bagaimana cara melakukan pesugihan itu, yang disebut pesugihan Ki Edan.


Pesugihan itu mesti dilakukan dengan memuja jin bernama Ki Edan. Tempatnya berada di sebuah gua terpencil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.


Dengan alasan mencari pekerjaan, Sapto pamit kepada istrinya untuk pergi ke luar kota selama beberapa hari. Dititipkannya anak dan istri kepada tetangganya.


Dengan berdebar-debar Sapto menemui juru kunci tempat itu untuk meminta petunjuk dan bimbingan dalam menjalaninya. Sebelum melakukannya, sama seperti yang telah dilakukan oleh kawan, juru kunci mengingatkan Sapto akan semua konsekuensi yang harus diterimanya. Pria tua itu mengatakan bahwa Sapto masih bisa mundur saat itu juga ia masih ragu-ragu. Merasa kepalang tanggung, Sapto tetap menyanggupinya. Ia pun menjalani ritual yang disiapkan oleh si juru kunci untuk melakukan perjanjian dengan Ki Edan.


Ki Edan adalah sejenis jin tingkat tinggi yang memiliki kesaktian mandraguna. Usianya telah mencapai ribuan tahun. Berbagai macam manusia dari puluhan generasi sudah pernah ditemuinya. Ia hidup di tengah hutan Lawang bersama para pengikutnya. Pengikutnya berasal dari berbagai golongan jin dan hewan pembohong yang hidup di hutan itu. Ia tak akan membantu sembarang orang. Syarat yang ditetapkannya pun berat.


Saat melakukan ritual di dalam gua, Sapto pun berkesempatan untuk bertatap muka dengan jin itu.


Badan Ki Edan berwujud manusia namun bagian paha ke bawah menyerupai kaki belakang seekor lembu. Tubuhnya yang jangkung tampak tegap didukung oleh badannya yang kekar dan berwarna gelap kemerahan. Wajahnya berbentuk segitiga dengan ujung dagu yang sangat lancip. Kedua matanya tajam dan berwarna merah. Sepasang tanduk besar menyerupai tanduk kerbau jantan memenuhi kepalanya yang gundul.


Sapto bergidik melihat penampakan jin tua yang mengerikan itu.


“Hai manusia, ceritakan apa yang kau mau,” suara jin tua itu terdengar menggema di dalam gua.


“A..a.. ku ingin mendapatkan kekayaan, Ki,” kata Sapto dengan nada datar.


Mata Ki Edan yang tajam menatap dalam-dalam pada Sapto yang agak merinding.


“Kau tahu apa syaratnya?” tanya jin itu.


“Apa itu, Ki?” tanya Sapto gemetar. “Aku akan menyangupinya…”


“Setiap Purnama Kau harus mempersembahkan mayat bayi yang baru saja dikuburkan…”


Sapto menjawab.


“Jika kau lalai…. Bukan hanya kekayaanmu yang akan kutarik kembali….” lanjut Ki Edan.


Sapto menanti kelanjutan kata-kata jin tua itu dengan harap-harap cemas.


“…Melainkan juga orang yang sangat kausayangi akan kuambil….” Ki Edan menutup penjelasannya yang singkat.


“Baiklah, Ki…” jawab Sapto yang sudah gelap matanya menyanggupi.


Setelah perjanjian mengikatnya, Sapto pun kembali ke Jakarta.


Anehnya, tak lama kemudian Sapto pun mendapat rezeki. Ada orang yang menawarkan modal untuk membuka usaha. Sapto pun membuka warung dan bengkel. Usahanya ternyata maju sehingga dalam waktu singkat Sapto dapat mengembalikan modalnya dan memiliki sendiri seluruh usahanya. Kehidupan ekonomi mereka pun semakin membaik. Tentu saja Sapto tak pernah menceritakan peristiwa yang sebenarnya kepada Maya.


Sementara itu, setiap menjelang bulan purnama, Sapto memiliki kebiasaan baru. Ia akan mendatangi kuburan dan menggali makam bayi yang baru dikuburkannya. Jasad bayi yang masih baru itu lalu dipersembahkannya kepada Ki Edan sebagai tumbal.


Bulan demi bulan pun berlalu. Semakin lama Sapto pun semakin merasa sulit untuk memenuhi janjinya. Bukan saja ia harus mencari mayat bayi di daerah yang semakin jauh, penduduk pun mulai resah dan curiga dengan maraknya kuburan bayi yang baru meninggal. Akibatnya, Keamanan pun semakin diperketat. Ruang gerak Sapto pun semakin terbatas.


Sampai suatu ketika, Sapto akhirnya gagal memenuhi janjinya pada Ki Edan tepat pada malam bulan purnama yang ketujuh sejak perjanjiannya.


Saat itu sudah lewat tengah malam. Sapto merasa sangat gelisah karena tahu akan terjadi sesuatu. Maya yang saat itu sedang berada di dekatnya juga merasa curiga melihat gelagat suaminya yang dari tadi tampak menyembunyikan sesuatu. Wanita itu baru saja selesai menyusui anaknya yang sempat terbangun beberapa waktu lalu.


Tanpa ada tanda apapun, Ki Edan tiba-tiba muncul diikuti oleh para pengikutnya. Meski sudah menduga hal itu, Sapto tetap saja merasa terkejut. Dia tak tahu harus mengatakan apa pada istrinya. Maya yang tak tahu pokok permasalahannya tentu saja tak kalah mengejutkannya.


“Sapto, kamu tahu apa yang telah kamu lalaikan malam ini?” suara Ki Edan terdengar menggema di tengah malam yang hening.


Sapto hanya diam dengan tubuh gemetar dan tegang.


“Kalau kau tak mampu memenuhi janjimu dalam pesugihan ini, aku sudah menyatakan dengan jelas apa yang harus kau bayar…”


“Aku akan mengambil nyawa anakmu sebagai tumbal…” kata jin tua itu mengingatkan.


“Atau akan mengambil istrimu untuk menjadi budakku di alam gaib sana… sebagai ganti atas semua kekayaan yang telah kuberikan padamu…”


Maya yang terkejut mendapati kenyataan itu tentu saja tak merelakan nyawa anak semata wayangnya diambil oleh Ki Edan.


“Mas Sapto…. Benar…?” tanya Maya seperti tak percaya sambil menatap ke arah suaminya. “Teganya kau… Jadi selama ini….?”


Dia tak mampu melanjutkan kata-katanya.


Sapto hanya menunduk. Ia tak berani membalas pandangan istrinya. Tubuhnya terasa gemetar.


“Baiklah, sekarang aku akan menjemput anakmu…” kata Ki Edan sambil melangkah mendekati kasur tempat anak Sapto dan Maya sedang tidur.


Maya sangat terkejut mendapati kejadian itu akan terjadi secara paksa. Dihalanginya jin tua yang besar itu dalam langkahnya menuju kematian. Naluri keibuannya untuk melindungi anaknya serta merta muncul.


“Aku tak rela nyawa anakku hilang demi hutang hutangmu…” tegas wanita itu sambil memandang suami.


“Biar aku saja yang ikut dengannya untuk menebusnya…”


Sejenak setelah mengucapkan kata-kata itu, Maya sempat terkejut. Bagaimana ia bisa membuat keputusan seperti itu? Keputusan spontan yang dikeluarkannya untuk melindungi jiwa putri satu-satunya. Dalam hati ia benar-benar sangat khawatir akan nasibnya jika mengikuti setan itu. Bagaimanapun, saat itu ia tak melihat jalan lain sebagai jalan keluarnya.


“Baiklah, tak masalah,” kata Ki Edan sambil memeluk bahu Maya yang ada di depannya.


“Anakmu atau istrimu, salah satu saja…. Sudah cukup percaya…” kata Ki Edan.


Sapto tak mampu berkata apa-apa. Mulutnya serasa terkunci.


Ki Edan lalu melucuti seluruh pakaian Maya. Maya sendiri tak menolak… Maya tak tahu mengapa ia tak melawan saat direndahkan seperti itu…. Apakah ia berada di bawah pengaruh hipnotis?


Sapto hanya bisa menampilkan peristiwa itu tanpa daya yang sama sekali. Begitu istrinya telah bugil, ia melihat Ki Edan mengeluarkan seuntai rantai yang besar lalu mengalungkannya ke leher wanita cantik itu…


Siluman sakti itu kemudian menyerahkan rantai itu kepada seekor kera jantan besar yang setia mengikutinya. Entah dari mana datangnya, segumpal asap yang tebal tiba-tiba muncul memenuhi ruangan. Ki Edan pun berjalan menembus secepat itu. Diikuti oleh si kera besar yang membawa istrinya… menghilang ditelan kegelapan….


Sapto hanya bisa menatap seluruh kejadian itu sambil menangis… Kedua kakinya benar-benar kaku tak bisa digerakkan. Sekujur tubuhnya gemetar menahan perasaan takut, geram, dan tak berdaya bercampur aduk. Beban yang begitu berat membuatnya terjatuh. Perlahan-lahan asap pun menghilang tanpa bekas. Sama seperti istrinya yang raib membawa Ki Edan… Pandangannya pun menjadi gelap. Ia pun pingsan tak sadarkan diri.


Maya memulai kehidupan barunya di alam jin. Setelah melalui asap tebal yang mengantarkannya meninggalkan alam manusia, sampailah ia di kediaman jin tua itu. Tempat tinggal Ki Edan ada di tengah-tengah hutan. Hutan yang aneh dalam bentuknya sebagai manusia. Semua tumbuhan dan hewan yang ada di situ tak pernah dijumpai di alam manusia. Semuanya dari jenis yang berbeda…


Pondok Ki Edan terbuat dari kayu dan menyatu dengan sebuah pohon besar yang dikelilingi oleh sepetak lapangan yang agak luas. Lapangan yang merupakan pekarangan rumah itu menjadi pemisah antara rumah dengan hutan lebat yang mengitarinya.


Ki Edan membawa Maya berkeliling meninjau rumahnya yang cukup besar dan pekarangan di sekitarnya. Dijelaskannya satu per satu tugas yang akan menjadi kewajibannya sehari-hari.


Dengan penuh perhatian wanita itu menyimak setiap penjelasan dan instruksi dari tuan barunya. Dengan hati yang berdebar-debar ia menunggu-nunggu sesuatu dari penjelasan jin tua itu.


Sampai Ki Edan selesai menjelaskan, apa yang diharapkannya tiba-tiba ternyata tak juga keluar.


Jelas sekali bahwa Ki Edan sama sekali tidak bermaksud untuk 'menyentuh'-nya. Padahal Maya tadinya mengira ia juga harus melayani jin itu di tempat tidur. Wajar saja jika ia mengira demikian. Saat ia diambil dari suaminya, Ki Edan telah melucutinya hingga bugil. Begitu pula saat memberikan penjelasan, Ki Edan telah menegaskan bahwa ia tak diperkenankan mengenakan sehelai kain pun untuk menutupi tubuhnya selama berada di alam gaib itu. Suasana yang dibangun memang seolah mengarahkannya untuk menjadi seorang pelayan seks.


Nyatanya ia hanya harus melayani Ki Edan seperti seorang pembantu rumah tangga atau baby sitter. Ia tiap hari harus memasak makanan untuk Ki Edan, membersihkan rumahnya, mencuci pakaiannya, menyiapkan segala peralatan dan kebutuhan sehari-harinya… tapi tidak melayani nafsu birahinya…


Seolah bisa membaca pikiran wanita itu, Ki Edan menceritakan penyebabnya. Pernyataan bahwa jin tua itu sedang menjalani ritual tertentu yang tidak memungkinkannya untuk melakukan hubungan seks yang sama sekali.


Sejenak Maya menarik nafas lega… Memang sejak dibawa oleh Ki Edan ia telah mengantisipasi jika dirinya akan dijadikan pelayan seks. Toh ia tetap merasa gentar juga saat semakin sering berdekatan dengan Ki Edan dan dapat melihat ukuran penisnya. Alat kelamin itu menggelantung-gelantung seperti belalai gajah di balik kain tipis yang menutupi pangkal pahanya…


Sayangnya kelegaan wanita itu tak berlangsung lama. Ki Edan rupanya menyadari sosok wanita yang ada di hadapannya itu benar-benar cantik dengan postur tubuh yang sangat indah. Sangat mubazir jika tidak dimanfaatkan. Dengan demikian, bukan berarti Maya benar-benar bebas dari kewajiban berhubungan seks…. karena ternyata Ki Edan akhirnya menghadiahkan Maya kepada Wanara, kera jantan piaraannya…


Dengan demikian kera peliharaan Ki Edan lah yang akhirnya ketiban untung mendapatkan Maya.


Itu pun sebetulnya sudah lebih dari cukup bagi Maya. Sudah menjadi pengetahuan umum, ada seekor hewan yang frekuensinya lebih tinggi daripada manusia.


Belakangan Maya belajar bahwa lima kali hubungan seks adalah hak minimal yang harus diberikannya kepada hewan itu tiap harinya. Maya pun jelas harus bersusah payah beradaptasi dengan kebiasaannya. Dulu saat masih di alam manusia, tidak setiap hari ia harus melayani Sapto suaminya.


Sekarang dengan frekuensi hubungan seks minimal lima kali sehari, Maya biasanya hanya dapat ikut menikmati sampai hubungan yang kedua atau ketiga. Selebihnya, dirasakannya semata-mata untuk memenuhi kewajibannya melayani birahi kera itu.


Untungnya Ki Edan pun mengamati hal itu. Suatu hari ia memberi wanita ramuan itu untuk meningkatkan daya tahan dan nafsu seksualnya sehingga ia bisa mengimbangi pasangan barunya itu…


“Minumlah…” kata Ki Edan pada Maya.


“Apa ini, Ki…?” tanya Maya sambil melihat minuman berwarna coklat kecokelatan yang disodorkannya.


“Jamu ramuanku… untuk menambah daya tahan tubuhmu dan meningkatkan birahimu…” kata Ki Edan tersenyum.


“Aku lihat kau agak kebetulan melayani si Wanara…” lanjutnya.


Maya tersipu malu. Mukanya yang putih berseri kemerahan seperti udang rebus. Ia baru sadar bahwa Ki Edan mengamati setiap aktifitasnya bersama kera itu. Memang benar apa yang dikatakan oleh majikannya itu.


“Minumlah, tak usah ragu… Setelah kau rutin minum ramuan ini… bahkan nanti kaulah yang akan minta jatah pada keraku itu…” jelas Ki Edan.


“Sekarang ini kan dialah yang selalu mendatangimu untuk minta bersetubuh… Nanti bisa terbalik…” kata jinmu itu sambil tertawa.


Dalam hati Maya agak sangsi dengan kata-kata Ki Edan. Benar-benar bisa seperti itu? Saat ini saja rasanya ia sudah sangat menular melayani nafsu seks laki-laki itu. Alat kelaminnya pun rasanya hampir-hampir tidak menarik lagi karena terus-menerus digunakan sepanjang hari…


“Kita lihat saja nanti kalau kau tak percaya,” lanjut Ki Edan.


“Kalau alat kelaminmu terasa gatal, itu masalah biasa… karena kamu tak menggunakannya secara maksimal selama ini,” jelas Ki Edan seolah bisa membaca pikiran Maya.


“Seperti kamu berolahraga, kamu harus membiasakannya sedikit demi sedikit… Kemampuan tubuhmu akan beradaptasi sendiri nantinya…”


“Memang aku tahu, selama ini suamimu jarang memanfaatkanmu semaksimal mungkin…” goda Ki Edan.


Maya pun kembali tersipu malu. Dia akhirnya bisa menerima penjelasan Ki Edan. Bagaimanapun salahnya ia mencoba ramuan itu. Jika benar apa yang dikatakan jin Anda itu, bukankah itu bermanfaat juga bagi dirinya sendiri. Karena itu ia pun memutuskan meminumnya tanpa banyak berpikir lagi.


Rasanya bercampur antara pahit dan pedas. Terasa hangat di tenggorokan seperti arak.


“Minumlah ramuan itu tiap hari. Cukup sekali sehari. Nanti kutunjukkan tempat penyimpanannya,” kata Ki Edan setelah wanita itu menghabiskan isi gelasnya.


Maya hanya mengangguk sambil tersenyum berterima kasih.


Baru saja Maya meletakkan kembali gelasnya di atas meja, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dengan keras. Ternyata Wanara telah berdiri di muka pintu dengan wajah yang beringas menahan nafsu… Maya tersenyum melihat kekasih barunya itu… Ia tahu kalau kera itu berarti meminta jatah padanya.


“Maaf Ki Edan… Izin dulu,” katanya meminta izin pada jin tua itu sambil geli melihat raut wajah kera itu yang sepertinya sudah tak kuat lagi membendung nafsunya….


“Waah, panjang umur… baru saja kauminum ramuanku, ternyata sekarang kau bisa praktekkan langsung… Baiklah, selamat bersenang-senang….” jawab Ki Edan penuh pengertian.


Wanara bergegas melompat mendekati gendaknya. Tangannya yang panjang kekar dan berbulu menggapai ke atas menyentuh punggung Maya yang telanjang lalu mendorongnya. Maya yang sudah mengerti segera mengubah posisinya dari berdiri jadi menyentuh lantai dengan kedua lututnya dan tangannya sambil membelakangi kera itu. Wanita itu mengambil posisi untuk disebadani oleh Wanara dari belakang, sebagaimana layaknya sepasang hewan yang akan kawin.


Maya memang selalu siap untuk disetubuhi setiap saat karena selama tinggal di kediaman Ki Edan, ia tak pernah mengenakan pakaian sehelai pun, alias selalu bugil… Satu-satunya aksesori yang menempel di tubuhnya adalah seuntai kalung yang mirip kalung anjing. Itu dikenakannya sebagai penanda bahwa ia adalah piaraan Ki Edan. Wanara pun mengenakan kalung yang sama pula.


Maya nikmat tersenyum ketika merasakan penis kekasihnya yang besar dan perlahan memasuki dirinya… Inilah yang memang ditunggu-tunggunya… Terasa panas dan kejam…


Maya mendesis merasakan kekasihnya menyentuh dan memasuki dirinya…


Maya merasakan rambut yang panjang terurai itu ditarik Wanara ke belakang… Ia pun memasrahkan sepenuhnya tubuhnya ke kera jantan yang sedang birahi itu… Sementara tangan memegangi rambut Maya, pinggul Wanara mulai bergerak maju mundur menggesekkan penisnya di dalam alat kelamin wanita itu…


Maya pun sesekali tertahan nafasnya. Matanya melebar sambil mendesah-desus merasakan kenikmatan itu…


Beberapa waktu kemudian, Wanara meningkatkan genjotannya pada tubuh wanita itu. Begitu kuatnya hingga tubuh putih mulus itu terhempas-hempas… Kedua tangan Wanara yang kekar lalu memegang pinggang Maya supaya tak terlepas. Maya pun tak kuat untuk tak mengeluarkan suara-suara erangan dan erangan nikmat sebagai reaksi genjotan itu… Vagina Maya terasa makin panas… Orgasme yang tak kunjung reda pun tak terelakkan lagi… Sementara kedua tangannya mencengkeram lantai, erangan-erangan nikmat pun terlontar dari mulutnya…


Ki Edan hanya tersenyum mengamati tingkah polah kedua makhluk yang berbeda spesies dan berbeda jenis kelamin itu. Lalu ditinggalkannya sepasang kekasih yang sedang kawin di ruang tamu itu…


Wanara adalah seekor kera jantan yang bertubuh kekar. Bulu-bulunya yang berwarna kelam bertekstur kasar dan lebat. Tinggi badannya hanya sebatas dada Maya. Akan tetapi tenaganya menyamai kekuatan dua orang pria yang kuat. Demikian pula kekuatan seksnya yang beberapa kali lipat kekuatan seorang pria normal.


Berhubungan seks dengan seekor kera tentu saja berbeda dengan melakukannya bersama seorang pria. Maya harus membiasakan diri dengan bulu-bulu Wanara yang kasar… Ia pun harus membiasakan diri dengan bau badan seekor kera yang tentu saja berbeda jauh dengan bau badan seorang manusia…


Belum lagi wajah seekor kera yang tentu saja jauh dari gambaran ketampanan seorang pria yang ada di dalam pikiran seorang wanita muda seperti Maya…


Satu hal yang sangat terasa adalah kekuatan seksual Wanara. Kera itu dapat menyetubuhinya dalam waktu yang lama hingga Maya dapat mengalami orgasme berkali-kali sebelum kera itu menyudahinya dengan menyemprotkan cairan spermanya yang banyak ke dalam rahimnya…. Selain seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kera itu membutuhkan hubungan seks dalam frekuensi yang tinggi tiap harinya…


Hal lain yang harus dibiasakan oleh Maya adalah perilaku Wanara yang tak mengenal tempat jika ingin menuntaskan birahinya kepadanya… Saat hidup bersama Sapto, Maya biasanya melakukannya hanya di seputar tempat tidur. Sekarang, bersama Wanara, praktis mereka bisa melakukannya di mana saja… Di dalam rumah, di pekarangan, di dalam hutan, di sungai, di atas pohon… dan sebagainya…


Maya pun harus membiasakan dirinya untuk berhubungan seks di muka umum. Tak jarang sehabis ia menyiapkan makanan bagi Ki Edan, Wanara langsung menaiki dirinya untuk meminta jatah. Maka, biasanya saat itu juga mereka akan menuntaskan nafsu birahinya di depan Ki Edan.


Sebenarnya awalnya Maya merasa malu… Pada mulanya ia selalu mengajak kera itu untuk mencari tempat yang tersembunyi terlebih dahulu. Akan tetapi Ki Edan sendiri yang mengajarkan Maya untuk tidak menunda-nunda hajat kera itu terhadap dirinya sendiri. Karena sekarang ia telah diperistri oleh kera itu, sudah jadi kewajiban Maya untuk melayaninya sesegera mungkin…


“Sebenarnya aku malu, Ki… makanya aku selalu mengajaknya pergi dulu mencari tempat yang tersembunyi… Barulah kubiarkan ia menyebadaniku…” kata Maya suatu waktu.


“Lagipula apakah kegiatan kita tak akan mengganggu kegiatannya yang dilakukan di depan Ki Edan?” tanya wanita itu.


“Tentu saja tidak… Kau kira aku tidak terbiasa melihat pasangan yang sedang kawin?” kata Ki Edan sambil tersenyum.


“Lakukan saja langsung jika si Wanara menginginkannya… Anggap saja itu tontonan pengantar makanku…” kata Ki Edan penuh pengertian.


Sebenarnya Maya khawatir jika Ki Edan jadi terakumulasi saat melihat aksinya yang panas bersama kera itu. Padahal tentulah ia sungguh-sungguh ingin menuntaskan ritual itu untuk menyempurnakan kesaktiannya. Bagaimanapun, karena Ki Edan sendiri sudah menyatakan tak setuju, Maya pun mengikutinya.


“Baiklah, Ki… Kalau begitu,” kata Maya menyanggupi instruksi majikannya. Sejak itulah wanita itu akan serta-merta melayani Wanara kapan saja dan di mana saja kera itu menginginkannya.


Untungnya ada jamu ramuan Ki Edan yang kini rutin diminum oleh Maya. Benarlah apa kata jin kamu itu… Maya tak pernah merasakan gairahnya sepanjang hidupnya. Setiap hari kelahirannya selalu naik sampai ke ubun-ubun… Jika itu terjadi, maka harus segera dilampiaskan… Jika tidak, pusinglah kepalanya ditambah dengan rasa gelisah yang tak henti-hentinya…


Maya bersyukur karena di situ ada Wanara yang kini memiliki libido yang sama dengannya dan dengan demikian mengerti akan kebutuhan seks dirinya… Ki Edan tentu saja tak bisa memenuhi kebutuhannya karena sedang menjalankan ritualnya. Apalagi Maya pun berandai-andai, jika Sapto suaminya ada di sini, tentulah ia pun salinan dan tak akan bersedia melayani nafsunya yang sekarang jadi menggebu-gebu.


Kini Wanara dan Maya jadi bergantian saling meminta terlebih dahulu untuk berhubungan seks. Jika kera itu birahi, ia akan segera mencari Maya yang biasanya beristirahat di pondok Ki Edan jika sedang tak ada pekerjaan. Sebaliknya, jika Maya sudah merasa suntuk dan pusing, dialah yang akan mencari Wanara di pepohonan atau di pekarangan rumah Ki Edan untuk minta disetubuhi saat itu juga di tempat.


Jika ayahnya sedang tidak bernafsu, Maya pun tak segan untuk berusaha membangkitkan nafsunya dengan segala cara. Biasanya ia akan menggodanya dengan memanjakan-menyayangi dan menciumi seluruh tubuh kera jantan itu lalu mengulum penisnya sampai benar-benar berdiri membeku…


Mereka cenderung memiliki kebiasaan bersetubuh di tempat terbuka dan dijauhi oleh orang-orang yang berada di sekitarnya yang memicu suatu peristiwa. Peristiwa yang akan mengubah kehidupan Maya di alam gaib itu…


Suatu hari sesosok gendruwo bernama Ki Gendeng berkunjung ke kediaman Ki Edan. Gendruwo merupakan golongan jin tingkat rendah yang dikenal sangat berhasrat birahinya dan juga memiliki pengaruh pada bangsa manusia. Saat itu kebetulan Wanara sedang mendapatkan jatah rutinnya dari Maya dan terlihat oleh Ki Gendeng. Wanita cantik itu tampak sedang dimanja oleh kera jantan yang sedang birahi itu.


Ki Gendeng pun tak mau berhenti dulu menyaksikan tontonan gratis itu dari kejauhan sebelum menjalankan niatnya menemui Ki Edan. Maya yang sedang membayangkan Wanara pun sebenarnya sempat melihat sosok makhluk itu lalu bertatapan matanya selama beberapa detik. Sejak terbiasa disetubuhi oleh Wanara di depan umum, Maya biasanya jadi lebih bergairah bila tahu ada yang menontonnya. Karena saat tahu ada pendatang asing yang memperhatikan aktivitasnya, wanita itu sendiri tak merasa terganggu.


Sang gendruwo menyingkapkan setiap detik perkawinan si wanita dan kera itu tanpa berkedip. Dilihatnya betapa wanita itu mengalami orgasme yang hebat sebelum si kera pun menyemprotkan spermanya ke dalam tubuh gendaknya itu. Ki Gendeng sampai meneteskan air liur melihatnya dan tak terasa air maninya pun ikut mengalir…


Begitu bertemu Ki Edan, ia pun mengadukan apa yang dilihatnya.


“Ki Edan, aku lihat kau memiliki seorang wanita cantik di pekaranganmu… Siapakah dia?”


“Ooh… Ya… Itu adalah tumbal pesugihanku yang tak dapat memenuhi janjinya…” jelas Ki Edan.


“Ia adalah istri dari si pelaku…” lanjutnya.


Ki Gendeng pun manggut-manggut mendengarnya.


“Tapi mengapa dia melakukan hal itu hanya untuk kebaikanmu? Tidakkah kau suka lagi pada manusia?

Apalagi wanita itu sangatlah cantik…” tanya Ki Gendeng heran.


Ki Edan tersenyum.


“Tentu saja aku masih menyukai wanita dari bangsa manusia… Mataku pun tak buta, Ki Gendeng…”


“Aku tahu wanita itu sangat cantik…” lanjutnya. “Tapi saat ini aku sedang menjalani tindakan yang sangat hebat untuk meningkatkan aktivitasku… selama 12 bulan purnama…”


“Selama itu pulalah aku harus menahan nafsu birahiku….”

Kembali lagi, gendruwo itu manggut-manggut mendengar penjelasan Ki Edan.


“Buatku tak masalah…” jelas Ki Edan lebih lanjut. “Tak sulit untuk mendapatkan wanita dari bangsa manusia di lain waktu…”


“Kalau begitu, berikan saja wanita itu padaku, Ki Edan…” pinta Ki Gendeng spontan.


“Sayang sekali kalau manusia cantik itu hanya untuk melayani nafsu seekor kera… Kau bisa tahu kalau aku sangat mencintai wanita…”


“Aku sudah langsung jatuh cinta padanya begitu melihat kecantikannya dan juga melihat lalat yang ada di tubuhnya… sepertinya wanita itu benar-benar diciptakan khusus untukku, Ki…”


Ki Edan tampak termenung memikirkan permintaan itu. Sementara gendruwo itu tak bisa menyembunyikan keinginannya yang kuat dari wajahnya.


“Wanara adalah pengikutku yang sangat setia…Meskipun hanya seekor kera, ia telah banyak berjasa…”


“Mengambil wanita itu dari sisinya tentu akan berat baginya…. Kesedihannya adalah kesedihanku juga… Kira-kira apa yang bisa kau tawarkan padaku untuk menggantinya?”


“Aku akan membawa semua anak buahku untuk mengabdi padamu, Ki Edan…”


“Apa pun yang akan kulakukan untuk mendapatkan wanita itu…. Aku sangat ingin menikmatinya dan mendapatkan keturunan darinya…”


Ki Edan kembali terdiam sejenak.


“Baiklah, begini saja… Kuterima tawaranmu… Kau akan kuberikan wanita itu…” kata Ki Edan. Sontak wajah Ki Gendeng pun berubah senang…


“Tapi… supaya adil,” lanjut Ki Edan. “Akan kubiarkan Wanara mendapatkan terlebih dahulu persis seperti yang kauinginkan dari wanita itu…”


“Yaitu…?” Tukas Ki Gendeng dengan wajah bertanya-tanya.


“Biarkan Wanara mendapatkan keturunannya terlebih dahulu dari wanita itu… barulah setelah giliranmu…”


Ki Gendeng terdiam sesaat. Tentu saja itu berarti ia harus menunda hasratnya… namun tampaknya ia tak punya pilihan lain.


“Bagaimana… Cukup adil?” tanya Ki Edan meminta penegasan.


“Baiklah, Ki…. Aku terima…” tanggap gendruwo itu akhirnya.


Keduanya lalu berjabat tangan erat sambil tersenyum lebar menyikapi kesepakatan itu.


Sepeninggal Ki Gendeng, Ki Edan pun mengabarkan berita itu kepada Wanara dan Maya.


Wanara tentu saja sedih. Apalagi Maya sudah mulai terbiasa dengan kebutuhan nafsu birahinya pada wanita itu. Wanita itu sudah benar-benar mengerti kapan dan bagaimana harus memuaskan hasrat birahinya. Ia bahkan sudah tak perlu meminum ramuan dari Ki Edan untuk bisa menyeimbangkan kebutuhan seks kera itu. Mereka sudah sampai ke tahapan saling menikmati hubungan seks mereka dengan frekuensi dan irama yang sama. Kera itu pun sudah mulai ketagihan menyetubuhi wanita cantik itu dan tidak bernafsu lagi terhadap makhluk sesama spesiesnya.


Anehnya, Maya pun merasakan hal yang kurang lebih sama. Memang mereka berdua tak bisa saling berkomunikasi secara lisan. Bagaimanapun, selama ia diperistri Wanara telah terjalin tak hanya hubungan fisik melainkan juga hubungan batin. Tentu saja di pihak lain ia pun tak mampu menolak perintah dari Ki Edan. Apapun, statusnya di alam itu tetap sebagai milik Ki Edan. Ia harus patuh dan menaati segala yang diperintahkan jin tua itu.


Wanara pun akhirnya mau menerima keputusan tuannya. Terlebih lagi setelah ia diberi tahu bahwa wanita itu tak akan menyerahkan sang jenderal sebelum ia berhasil menghamilinya.


Maka kehidupan kedua makhluk itu berjalan normal kembali seperti semula. Sampai suatu kejadian yang tak masuk akal pun akhirnya terjadilah.


Semakin hari Maya semakin sering merasakan mual. Ia pun semakin lama bisa merasakan adanya kehidupan baru di dalam perut… Ya, Maya telah hamil… Wanita itu pun mengabarkan berita itu untuk pertama kali kepada Wanara. Ia tidak peduli apakah kera itu mengerti kata-katanya, yang jelas ia terus bercerita tentang kehamilannya. Rupanya Wanara pun bisa mengerti. Ia pun tampak senang sambil mengelus-elus perut Maya dengan lembut. Mereka berdua pun lalu berciuman mesra.


Maya sebenarnya tak habis pikir, bagaimana dia bisa mengandung bayi seekor kera? Ia dan Wanara berasal dari spesies yang berbeda. Tentu saja itu adalah suatu mukjizat yang hanya terjadi sekali di antara beberapa ribu atau bahkan beberapa juta kemungkinan…


Maya dan Wanara merasa gembira karena cinta mereka ternyata membuahkan hasil. Namun mereka juga sadar bahwa itu menandai semakin berkurangnya hari-hari yang bisa mereka lewati bersama… Karena itulah mereka seolah ingin menikmati setiap detik kebersamaan mereka sebaik-baiknya. Di samping tentu saja sekarang mereka harus lebih berhati-hati dalam berhubungan intim karena adanya bayi yang dikandung oleh Maya…


Semakin hari perut Maya pun semakin besar. Ki Edan dengan penuh pengertian mengurangi pekerjaan yang harus ditangani Maya sehari-hari.


“Terima kasih, Ki..” kata Maya ketika memberitahu Ki Edan tentang hal itu.


“Ya, kau jagalah kandunganmu… dan kauuruslah kera piaraanku,” kata Ki Edan.


“Baik, Ki..” Angguk Maya mematuhinya.


Pada waktunya, Maya pun melahirkan bayinya yang berwujud seekor kera sebagai hasil keseluruhan dengan Wanara.


Meskipun bayinya adalah seekor kera, dikelilingi keibuan Maya serta-merta muncul. Disayanginya bayi kera itu jantung hatinya karena bagaimana pun darah manusianya ikut mengalir pula di dalamnya.


Setelah menyusui bayinya selama enam bulan, Ki Gendeng pun datang menagih janjinya.


Dengan berat hati Maya menitipkan bayinya pada Wanara dan Ki Edan. Lalu dengan pasrah ia mengikuti Ki Gendeng untuk memulai hidup barunya bersama gendruwo itu.


Ki Gendeng adalah gendruwo kelas rendah yang hidupnya di tempat lembab dan gelap. Berbeda dengan Ki Edan yang berasal dari jenis jin tingkat tinggi dan memiliki kecerdasan yang tinggi.


Wujud fisik Ki Gendeng sebenarnya lebih menyerupai monster. Kepalanya mirip kepala babi hutan dengan dua telinga yang besar dan lancip. Serangkaian taring memikat mulut. Kedua bola matanya besar dan berwarna merah menyala. Tubuhnya pun buncit seperti tubuh babi. Bulu-bulu hitam dan kasar tumbuh mulai dari kepalanya sampai memenuhi punggung dan kedua lengan. Kedua lengan gendruwo itu panjang dan kekar seperti lengan Wanara, mantan kekasihnya. Kedua kakinya besar dan dilapisi oleh kulit yang tebal bersisik seperti kulit badak. Kakinya yang besar tidak diimbangi oleh panjangnya yang hanya sekitar sebagian panjang lengan.


Ada satu keistimewaan Ki Gendeng yang luar biasa. Penis gendruwo itu ternyata berukuran jumbo. Ukuran dan bentuknya tidak jauh berbeda dengan alat kelamin seekor kuda.


Tak hanya itu, ternyata gendruwo itu pandai pula memanfaatkan ukuran alat vitalnya untuk memuaskan lawan mainnya. Memiliki ukuran penis yang besar, jika tak mampu mengaturnya, hanya akan menyakiti wanita pasangannya. Dengan Ki Gendeng, Maya tak mengalami masalah itu.


Nafsu birahi Ki Gendeng pun tak kalah tingginya dibandingkan Wanara. Untunglah Maya sudah terbiasa melayani Wanara sehingga ia bisa langsung beradaptasi saat dituntut melayani hasrat seks yang menggebu-gebu dari gendruwo itu.


Perbedaan yang jelas antara Ki Gendeng dan Wanara adalah bahwa Maya dapat berkomunikasi lisan dengan gendruwo itu. Tak jarang mereka berdua terus ngobrol setelah selesai berhubungan badan. Akibatnya tak bisa dihindari, keintiman antara Maya dan Ki Gendeng pun mulai terjalin. Perlahan-lahan, Maya pun belajar untuk mencintai majikan barunya itu. Kemesraan semakin lama semakin mewarnai hubungan kedua makhluk itu.


Perbedaan lain yang kemudian diketahui Maya adalah bahwa Ki Gendeng tak pernah puas dengan satu orang wanita. Ia tahu kalau gendruwo itu sering masuk ke alam manusia dan mengganggu manusia. Biasanya yang diganggunya adalah ibu rumah tangga yang sedang ditinggal pergi oleh suaminya. Ki Gendeng biasa menyaru sebagai suami si wanita sehingga dengan leluasa menyebadaninya…


Pada awalnya Maya merasa cemburu.


“Saat kau menyebadani wanita-wanita itu, kau harus menyaru sebagai suami mereka… Karena kalau tidak mereka akan ketakutan dan menolakmu…” protes Maya.


“Denganku, kau bisa leluasa memperlihatkan wujud aslimu… dan aku melayanimu sepenuh hati…” lanjutnya sambil merajuk.


“Bahkan jika kau mau jujur ​​membandingkan, aku rasa wajahku jauh lebih cantik dari wanita-wanita yang kautiduri itu…” cerocos Maya tak mau berhenti.


Ki Gendeng tersenyum mendengar celotehan gundiknya yang cemburu itu.


“Semua yang kau katakan itu benar, Sayangku…”


“Tapi kau harus ingat, bangsa kita memang tak pernah puas menyetubuhi wanita manusia… Setiap ada kesempatan, kita pasti akan melakukannya..”


“Betapa istimewanya kau mendidikku… Kau sengaja kubawa kemari, setelah aku bersusah payah memintamu dari pelukan kera itu…” jelas Ki Gendeng. “Sementara wanita lain tak ada yang melakukan hal itu…”


Maya hanya terdiam mendengar penjelasan gendruwo itu. Diam-diam ia membenarkan ucapan Ki Gendeng. Ialah satu-satunya wanita yang beruntung dijadikan gundik gendruwo itu di alamnya. Wanita-wanita yang lain tetap tinggal bersama suami mereka di alam manusia dan hanya dikunjungi oleh Ki Gendeng sewaktu-waktu.


“Kamu juga harus belajar berbagi, Maya…” kata Ki Gendeng yang mengajari wanita itu.


“Aku harus membagi kenikmatan seksual kepada istri-istri yang setara itu… Mereka jarang atau bahkan tak pernah menikmati kehidupan seks bersama suami… Karena itulah aku membantu mereka…” kata Ki Gendeng menjelaskan perilakunya.


“Demikian juga sama dengan kau,” lanjut Ki Gendeng. “Jangan kira kau hanya akan melayani aku sendiri… Nanti kau juga harus belajar melayani teman-teman dan kerabatku sesama gendruwo…”


Maya terkejut mendengar kalimat Ki Gendeng yang terakhir… Melayani gendruwo yang lain?


“Ya, Maya… Tenang sajalah… Pelan-pelan dulu, nanti akan kukenalkan teman-temanku satu per satu kepadamu…” kata Ki Gendeng seolah bisa membaca pikiran wanita itu.


“B.. Baiklah… Ki….” kata Maya tergagap mencoba mematuhinya.


Lambat laun Maya pun memahami konsep bersama yang diajarkan gendruwo itu padanya. Kini ia tak cemburu lagi jika Ki Gendeng mendatangi wanita-wanita lain untuk disetubuhinya.


Demikian pula dengan dirinya yang mulai belajar untuk tak hanya berhubungan seks dengan Ki Gendeng. Suatu hari, Ki Gendeng memperkenalkan Maya dengan gendruwo-gendruwo lainnya yang beraneka ragam bentuknya… Ada yang seperti gorila, seperti orang Afrika, seperti serigala, dan lain-lain…


Mulanya Maya memang merasa risih… Namun dengan bimbingan Ki Gendeng yang penuh kesabaran, wanita itu akhirnya mau juga belajar membagi tubuh dan cintanya kepada makhluk-makhluk itu.


Sejak diajari oleh Wanara untuk bersetubuh di muka umum, Maya pun tahu kalau makhluk-makhluk yang kebetulan menontonnya sebenarnya jadi tergiur juga untuk ikut menyetubuhi dirinya. Cuma selama ini memang mereka takut terhadap Wanara dan Ki Edan sehingga mereka sebatas jadi penonton saja, tidak pernah ikut nimbrung.


Bagaimanapun, melihat minat para penontonnya, lama-kelamaan Maya mulai berfantasi disetubuhi juga oleh mereka. Ia mulai menikmati nikmatnya disebadani oleh lebih dari satu pejantan. Tidak disangkanya kalau sekarang, setelah hidup bersama Ki Gendeng, khayalannya malah menjadi kenyataan. Maka Maya pun mulai membiasakan diri terhadap anjuran Ki Gendeng untuk berganti-ganti pasangan dalam bersetubuh.


Apalagi ketika Maya mulai belajar bahwa makhluk-makhluk itu ternyata menaruh hasrat yang sangat luar biasa kepada wanita manusia. Bagi mereka, bersetubuh dengan Maya adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Mereka sangat memuja wanita cantik itu dan mengira seolah-olah dewi seks. Maya jadi tersanjung dan sebagai timbal baliknya, ia merasa berkewajiban untuk melayani mereka sebaik mungkin… Membagi kesenangan dan kenikmatan badani sebanyak mungkin gendruwo yang mungkin selama ini sehingga semuanya memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung apalagi berhubungan seks dengan wanita manusia.


Beberapa purnama telah berlalu. Sebagai akibat hubungan asmara dengan Ki Gendeng dan kawan-kawannya, Maya pun akhirnya hamil. Ki Gendeng dan kawanannya tetap setia memberikan nafkah batin kepada Maya sekaligus memuaskan juga nafsu birahi mereka sendiri sampai akhirnya Maya melahirkan bayi hasil benih cinta mereka bersama.


Diberinya nama anak laki-laki itu Dalbo. Anak itu wujudnya menyerupai manusia namun berbulu lebat di beberapa bagian tubuhnya. Sebagian kulitnya pun terasa keras seperti kulit badak. Saat lahir, seluruh giginya telah lengkap. Inilah bayi ketiga yang dilahirkan wanita itu dari rahimnya. Semuanya memiliki ayah yang berbeda-beda dan dari jenis makhluk yang berbeda-beda pula…


Dengan penuh kasih sayang, Maya menyusui anak ketiganya secara rutin. Dilakukannya hal itu di sela-sela kesibukannya melayani hasrat para ayahnya yang tak habis-habisnya.


Selama hidup di alam gaib, Maya telah mengalami peristri oleh makhluk-makhluk selain manusia. Mulai dari hewan sampai manusia. Dari sisi kehidupan seksual, wanita itu tak mengalami masalah yang sama sekali. Ia merasakan kenikmatan yang melebihi saat ia tinggal di rumah tangga bersama Sapto. Saya pun merasa beruntung telah mendapatkan pengalaman langka tersebut.


Namun, betapapun bervariasinya kehidupan seksnya di alam sana, ia tetap tak bisa melepaskan ingatannya dari Sapto, suaminya yang sah. Hingga dari pelukan demit yang satu ke demit yang lain memang memberikannya kepuasan seksual yang tiada tara. Namun ia pun tetap merindukan kehidupan normalnya di alam manusia. Ia tahu keberadaannya di alam ini bukanlah karena salahnya, melainkan karena kesalahan suaminya.


Saat itulah suaminya mau bertobat, ia pun ingin dapat kembali ke kehidupan biasa-biasa saja di alam manusia. Maya tentu saja rindu dengan putri satu-satunya di sana. Rasanya sudah lama sekali ia hidup di alam jin ini. Bagaimana kira-kira kabar dan rupa pengikutnya saat ini? Masihkah dia ingat akan dirinya sebagai ibu kandungnya?


Di pihak lain, kebetulan pula Ki Edan mendapat kabar bahwa Sapto telah melakukan pengobatan. Dia benar-benar telah menyesali segala perbuatannya. Tak hanya itu, ia pun melakukan segala daya upaya untuk mendapatkan istrinya kembali. Mohon bantuannya seorang kiai untuk melakukan hal itu.


Di alam manusia, Sapto yang sangat stress dan mengalami depresi menjalani kehidupan yang sangat berat. Hampir saja ia mati karena tak kuat menahan cobaan itu sendirian. Untungnya ada seorang Kiai bernama Kiai Badrun yang mau menolong Sapto. Kiai itu kebetulan tinggal di lingkungan yang sama dengan Sapto dan telah mengetahui cerita tentang pria malang itu dari para tetangganya.


Kiai Badrun pelan-pelan membimbing Sapto untuk bertobat dan mulai menjalani perintah keagamaan. Sangat berat usaha yang dilakukannya untuk menolong pria itu meskipun akhirnya berhasil juga. Setelah Sapto berhasil menyembuhkannya, barulah mereka mulai fokus untuk menyelamatkan istri Sapto.


Melalui kekuatan batinnya, Kiai Badrun sebenarnya mengetahui apa yang telah dialami oleh Maya selama di alam gaib namun ia tak menceritakan hal itu sama sekali kepada suaminya. Ia tahu, jika Maya tidak segera diselamatkan, wanita itu selamanya akan menjadi budak para dedemit. Karena itu ia berusaha keras untuk mengembalikan istri Sapto ke alam asalnya. Paling tidak di alam manusia ini ia akan bisa berusaha membimbing wanita itu sama seperti yang sudah dilakukannya terhadap suaminya.


Ki Edan pun tak bisa berbuat banyak. Jika orang yang mencari pesugihan kepadanya telah benar-benar bertobat, ia tak akan bisa menggunakan kekuatannya untuk menguasai orang itu lagi. Begitu juga apa yang telah diambilnya dari Sapto, yaitu Maya istrinya, harus pula ia kembalikan.


Karena tak punya pilihan lain, Ki Edan pun menghubungi Ki Gendeng. Diberitahukannya kabar itu dan disarankannya untuk segera merelakan gundiknya pergi karena ia akan diambil kembali oleh suaminya.


Ki Gendeng tentu saja merasa kagum. Dia begitu dekat dengan Maya dan bahkan telah mendapatkan keturunan dari wanita itu. Ki Gendeng berkata pada Ki Edan, jika Maya diambil, bukan hanya dirinya yang akan kehilangan, melainkan juga seluruh gendruwo pria dalam kaumnya. Hal itu dapat dipahami karena selama ini Ki Gendeng telah berbaik hati untuk membagi Maya kepada seluruh kerabat dan sahabatnya. Dengan demikian, bukan hanya dia yang mendapat kenikmatan bersetubuh dengan wanita cantik itu, melainkan juga seluruh jenis kelamin laki-laki dalam kaumnya.


Bagaimanapun Ki Gendeng sadar bahwa ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Pengaruh pertobatan Sapto terasa sangat kuat. Semakin hari semakin kuat. Jika Maya tak segera kembali ke dunianya, risiko yang harus mereka tanggung terlalu besar. Kerajaan dan kekuatan peluncurannya yang lambat akan terancam.


Akhirnya mereka pun sepakat untuk mengembalikan Maya kepada suaminya. Sekedar penghibur, mereka meyakinkan diri mereka sendiri bahwa masih banyak kesempatan untuk mendapatkan lagi wanita manusia yang bisa mereka jadikan sebagai pemuas nafsu birahi. Bagaimana pun, memang tak mudah untuk mendapatkan yang cantik, seksi, dan seksi Maya.


Pada waktu yang telah disepakati, Ki Gendeng dan rombongannya mengantarkan Maya kembali kepada Ki Edan. Rombongan yang panjang itu terdiri dari seluruh gendruwo laki-laki yang pernah mengawini Maya selama wanita itu diperistri oleh Ki Gendeng. Maya lalu menitipkan bayi laki-lakinya kepada Ki Gendeng untuk diurus. Kejadian saat Maya harus meninggalkan Wanara untuk membawa Ki Gendeng seakan berulang. Kini Ki Gendeng lah yang harus ditinggal oleh Maya supaya ia bisa dikembalikan kepada Sapto, suaminya yang sah.


Maya tentu saja ingin dikembalikan kepada suaminya yang sah. Bagaimanapun, di pihak lain ia pun merasa sedih harus meninggalkan kawanan gendruwo pimpinan Ki Gendeng yang selama ini telah mengurusnya dan memberikan kepuasan seksual. Yang paling membuatnya sedih adalah harus meninggalkan Dalbo, darah dagingnya hasil percampuran dengan gendruwo tersebut.


Saat diterima kembali pada Ki Edan, Maya melihat jin tua itu sedang menggenggam sesuatu di tangannya. Sesuatu yang sangat familiar baginya, yaitu seuntai kalung yang biasa dikenakan oleh wanita itu saat masih tinggal di situ. Kalung yang menandakan pemakainya adalah milik Ki Edan. Ya, meskipun Maya hanya transit di kediaman Ki Edan sebelum dikembalikan kepada suaminya, status dirinya saat itu kembali di bawah kekuasaan Ki Edan. Ia pun dapat memahaminya.


Maka ketika Ki Edan mendekati dirinya untuk menyematkan kalung itu kembali ke sekitarnya, Maya segera menyibakkan rambut yang hitam panjang untuk memudahkan jin tua itu melakukan pekerjaannya.


Setelah berpamitan, gerombolan Ki Gendeng berlalu meninggalkan kediaman Ki Edan. Ki Edan pun membawa Maya masuk ke rumahnya yang telah ditinggalkan oleh wanita itu selama beberapa lama.


Pandangan Maya menerawang menjelajahi rumah jin tua yang eksotis itu. Ada nostalgia yang muncul kembali di benaknya. Secara fisik tak banyak yang berubah. Hanya ada suasana berbeda yang dirasakannya. Ada semacam ketenangan dan kekosongan…


Ki Edan bisa merasakan apa yang ada dalam pikiran Maya.


“Wanara sekarang sudah ada di sini lagi. Ia sudah kukirim kembali ke alam manusia….” kata Ki Edan.


Maya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Ki Edan. Dia mengerti sekarang kenapa suasana di situ dirasanya lebih sepi. Itu menjelaskan semuanya.


“Dia terus gelisah sejak dia meninggalkannya. Karena itulah kuiizinkan ia bersama anak kalian pergi ke alam manusia,” lanjut Ki Edan. “Harapannya, ia dapat menemukan wanita lain sebagai pengganti dirinya. Ia telah kecanduan menyetubuhi tubuh wanita manusia. Jika di sini terus, tentu ia tak mungkin melakukannya…. Aku hanya berharap dia berhasil menemukan jodohnya di sana…”


Maya baru tercenung mendengar penjelasan Ki Edan. Ada sedikit perasaan bersalah tersirat di dalam hatinya. Apa daya, waktu itu ia hanya menjalankan perintah dari Ki Edan sebagai lokomotif. Maya hanya bisa berharap kera itu segera menemukan wanita lain di sana. Kalau tidak, mungkin dia terpaksa mencari mantan kekasihnya itu saat sudah dikembalikan Ki Edan ke alam yang sama.


Maya sadar ia masih memiliki perhatian pada mantan kekasihnya itu. Saya ingin tahu bagaimana kondisi mantan belahan jiwanya sekarang. Jika dia baik-baik saja dan telah menemukan wanita lain yang bisa dijadikan sebagai pemenuh kebutuhan birahinya, dia akan merasa turut senang. Jika tidak, ia ingin sekali dapat menghiburnya dan memberikan tubuhnya kembali untuk disenggamai oleh kera yang malang itu sebagai pemuas dahaganya untuk sementara saja, sampai ia mendapatkan penggantinya. Bukannya ia tak mau hidup bersama Wanara lagi, tetapi di alam manusia sana ia telah mempunyai Sapto sebagai suaminya.


“Lalu, bagaimana dengan anakku…?” Naluri keibuan Maya segera muncul kembali.


“Jangan khawatir… Wanara akan menitipkannya kepada keluarganya untuk diurus dengan sebaik-baiknya… sementara ia melakukan pencariannya….”


Sedikit banyak Maya merasa lega mendengar penjelasan itu.


Maya lalu mohon izin kepada Ki Edan untuk mandi karena dia baru saja bersih-bersih dari rambutnya.


Satu hal yang tak disadari Maya, bahwa Ki Edan telah berubah… Saat itu Ki Edan telah merampungkan ilmunya. Sekarang ia tak perlu lagi menahan nafsu birahinya. Ia sekarang sudah lebih sakti dan dapat kembali ke sifat asalnya yang senang mengumbar birahi….


Maya yang tak menyadari itu membiarkannya ketika Ki Edan menatapnya saat dia mandi di bawah pancuran. Ia sudah terbiasa bugil dan mempertontonkan keindahan tubuhnya di hadapan tuannya itu.


Ki Edan baru menyadari betapa cantiknya Maya. Timbullah keinginannya untuk juga melampiaskan birahinya kepada wanita itu.


“Maya, kamu cantik sekali…” desah Ki Edan mengutarakan kekagumannya.


“Ada apa, Ki…?” tanya Maya keheranan sambil berdiri di bawah pancuran. “Kau sudah begitu baik padaku selama ini… tapi rasa-rasanya kau jarang memujiku seperti itu….”


“Aku telah berbuat baik padamu…?” tanya Ki Edan seolah meminta penjelasan.


“Ya, Ki… Kau telah mencarikanku jodoh selama tinggal di sini dan mengajariku banyak hal…” jelas wanita itu sambil tersipu.


“Aaah… itu bukan apa-apa, Sayangku…” kata Ki Edan. “Memang itulah salah satu tujuanku membawamu kemari…”


“Kau suka dengan apa yang telah kulakukan padamu selama ini?”


Maya mengangguk sambil tersenyum.


“Tapi kamu belum menjawab pertanyaanku, Ki…”


Yaitu?


“Mengapa kau tiba-tiba memujiku…”


“Maya, aku ingin kau tahu satu hal…”


“Aku telah menyelesaikan ritualku… Kini aku semakin sakti… dan dapat menyalurkan hasrat seksualku lagi seperti biasa…” lanjut Ki Edan.


Mata Maya terbelalak mendengar penjelasan itu. Entah kenapa rasanya dia senang sekali mendengarnya. Tanpa berkata apa-apa, Ki Edan pun berjalan mendekati wanita itu. Keduanya saling berpamitan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Seakan ada suatu kontak batin yang kuat sedikit demi sedikit terjalin di antara mereka berdua. Lalu entah siapa yang memulai, tiba-tiba kedua makhluk itu pun saling berpelukan dan berpagutan di bawah pancuran…


Momen yang terjadi sekilas dan tiba-tiba itu ternyata membawa Maya ke suatu titik balik. Suatu hal besar yang di luar pemikiran dan perkiraannya telah terjadi. Hal itu tiba-tiba terlintas di benakku. Membuatnya tiba-tiba mampu membuat suatu keputusan berani yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.


“Ki, bawalah aku…” tiba-tiba Maya berkata setelah mereka berciuman beberapa lama.


“Aku rela tidak kaukembalikan kepada suamiku… asal bisa mengikuti dan mengabdikan diriku kamu…” katanya mantap sambil menatap ke arah mata pengirim yang sekaligus ia berharap mau menjadi kekasihnya pula…


Maya baru sadar bahwa dia sebenarnya telah mengagumi jin tua yang gagah perkasa itu sejak pertemuan pertama mereka. Sekarang ia baru sadar bahwa ternyata ia juga mencintainya dan rela dijadikan apa pun olehnya.


Ki Edan balas menatap dalam-dalam mata wanita yang berada dalam pelukannya itu. Dilihatnya pancaran mata yang tulus dan jujur ​​dari seorang wanita yang tengah jatuh cinta….


“Sayang… aku tahu perasaanmu… Hanya saja untuk sementara ini aku terpaksa mengembalikan dirimu kepada suamimu. Ada banyak konsekuensinya jika saya tidak melakukannya…” Ki Edan mencoba menjelaskan.


Ada gambaran kekecewaan yang besar pada mata wanita itu. Ki Edan bisa melihatnya dengan jelas.


“Tapi jangan khawatir… Sebelum kau kembalikan kepada suamimu, kita tetap bisa menjalani malam pengantin bersama…” hibur Ki Edan.


“Oooh… Ki…” desah Maya.


Mereka pun berpelukan erat di bawah pancuran air.


Tak sulit bagi Ki Edan untuk membimbing Maya supaya mau melayaninya sehingga ia akhirnya berkesempatan menuntaskan nafsunya pada wanita cantik itu. Kebetulan Maya pun berada di puncak birahinya karena baru memasuki masa pinggiran kota.


Di ruangan pribadi Ki Edan yang bernuansa hutan, keduamakhluk berbeda alam itu pun memadu kasih seperti layaknya sepasang pengantin baru. Maya seakan baru sadar bahwa inilah sebetulnya saat yang ditunggu-tunggunya sejak pertama kali ia dibawa ke alam jin.


“Ki Edan, akhirnya kita bisa bersatu juga…” desah Maya yang berbaring tak berdaya di pelukan Ki Edan.


“Ini pertama kalinya aku bertemu denganmu… aku sudah ingin merasakan keajaibanmu…” jelas Maya membuka rahasianya.


“Walaupun keramu yang terlebih dahulu mendapatkan diriku… Aku lega karena akhirnya kita pun bisa bersetubuh di ranjang ini…” kata Maya mengungkapkan isi hatinya.


“Maya….” balas Ki Edan haru sambil memagut bibir wanita itu. Mereka pun berciuman dengan dalam seperti sepasang kekasih yang sudah lama berpisah…


Ki Edan menyisipkan penisnya yang berukuran besar ke dalam vagina Maya. Wanita itu menahan nafas. Ia menantikan kenikmatan yang sudah lama diidam-idamkannya. Maya merasakan badannya bergetar saat penis Ki Edan bersatu secara utuh dengan vaginanya… Untungnya Maya sudah terbiasa melayani Ki Gendeng dan teman-temannya. Kebetulan gendruwo-gendruwo itu semuanya memiliki ukuran penis yang besar melebihi ukuran penis manusia. Bagaimanapun penis Ki Edan memang masih lebih besar lagi…


Setelah Maya terbiasa menerima alat kelamin Ki Edan di dalam tubuhnya, jin itu pun mulai menggenjotnya. Maya pun menikmati setiap detik dari kebersamaan mereka.


Keduanya menjalani persenggamaan seperti layaknya sepasang pengantin baru. Seperti yang diduga oleh Maya, Ki Edan adalah pecinta yang sangat hebat di atas tempat tidur. Dengan pengalamannya yang sudah mencapai ribuan tahun, dibawanya Maya ke puncak orgasme sampai berulang-ulang dengan berbagai teknik yang membuat wanita itu terkagum-kagum.


Hingga saat Maya sudah kelelahan dalam orgasme dahsyat yang datang beruntun, Ki Edan memberi kesempatan pada wanita itu untuk beristirahat sejenak. Masih dengan alat kelaminnya yang tegang tertancap kokoh di dalam kemaluan Maya, jin tua itu mendekatkan wajahnya ke wajah Maya yang ada kokoh di bawahnya.


“Maya, kinilah saatnya…. aku titipkan keturunanku di dalam rahimmu…”


“Baik, Ki… anak kita berdua…” balas wanita itu dengan mesra.


“Aku berjanji… aku berjanji akan merawatnya sebaik mungkin… Lepaskanlah… lepaskanlah spermamu ke dalam rahimku, Ki” kata Maya memohon.


“Tentu saja gendakku….” Ki Edan sambil meningkatkan genjotannya yang membuat kemaluan Maya terasa semakin panas… Akibatnya, orgasme yang beruntun pun tak terelakkan lagi menerpa tubuh wanita itu… Maya pun merasakan semua tulang belulangnya bercopotan. Suasana yang memabukkan menghempas dirinya yang bugil dalam pelukan jin tua itu….


“Ooooouuuuu….uuuuhhh…..” wanita desa itu memanjangkan tangannya sambil meremas seprai tempat tidur tempat mereka bercinta. Sementara tangan yang lain mendekap tubuh besar jin tua itu yang menindih tubuhnya.


Tak lama kemudian, Maya pun merasakan jin itu melepaskan semprotan air maninya ke dalam rahimnya.


Ki Edan melenguh panjang. Maya pun tersenyum bahagia dengan lebarannya. Mereka lalu saling berpagutan sambil berpelukan. Beberapa lama mereka berdua berbicara dalam posisi Ki Edan mendekati tubuh Maya. Kedua alat kelamin mereka masih bersatu. Cairan sperma jin tua itu tampak mengalir keluar dari dalam vagina Maya sambil membawa banyak sekali… Membasahi seprai putih yang mereka tiduri.


Ki Edan puas karena akhirnya ia berhasil pula kualifikasi tubuh Maya walaupun terlambat. Ia pun sebetulnya masih ingin lebih jauh lagi menikmati wanita itu. Apa daya tuntutan dari suami yang telah disepakati harus dipenuhi terlebih dahulu.


Bagaimanapun, Ki Edan sadar bahwa walaupun Sapto sekarang sudah kuat, kebalikannyalah yang terjadi dengan istrinya. Istrinya memang tidak pernah meminta pesugihan. Namun pengalamannya hidup di alam gaib dan diteliti oleh berbagai macam makhluk tentu sedikit banyak telah membawa pengaruh.


Maya yang sekarang berbeda dengan Maya yang dulu pada saat ia diambil dari sisi suaminya. Wanita itu kini telah membuka matanya terhadap semua ajaran dan praktik kebebasan seksual yang dilakukan oleh bangsa demit dan jin. Ia telah menjadi bagian dari mereka. Apalagi Maya pun telah melahirkan anak-anaknya di alam gaib ini. Ini membuat ikatan yang kuat antara wanita itu dengan alam ini.


Karena alasan itulah, Ki Edan percaya sepenuhnya dengan pengakuan Maya yang tulus sebelum mereka memulai persetubuhan tadi.


Ki Edan percaya bahwa dia masih akan bisa bersua kembali dengan Maya di lain kesempatan. Itulah sebabnya ia begitu percaya diri untuk menitipkan spermanya ke dalam rahim wanita itu. Ia tak mau ketinggalan dari para pengikutnya yang telah mendapatkan keturunan dari wanita cantik yang subur itu. Setiap makhluk di alam jin itu akan naik derajat dan wibawanya jika berhasil mendapatkan keturunan dari seorang wanita manusia. Untungnya mereka melakukan persenggamaan itu bersamaan dengan dimulainya masa subur Maya… Harapannya, jika Maya telah kembali kepada suaminya, ia akan hamil dan melahirkan anak sebagai hasil hubungan cinta mereka malam itu.


Dua hari dua malam Ki Edan menyetubuhi Maya. Kamar tidur Ki Edan pun menjadi saksi bulan madu dari pasangan yang sedang dimabuk kepayang itu. Saat itulah Maya sadar bahwa hidupnya telah ditakdirkan untuk sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada jin tua yang perkasa itu.


Walau apapun yang terjadi dalam waktu yang singkat itu, Ki Edan adalah makhluk yang mau menepati janjinya. Setelah puas menikmati malam pengantinnya bersama Maya, Ki Edan mengingatkan wanita cantik itu untuk bersiap-siap. Hari itu ia akan mengembalikan wanita itu kepada suaminya.


Ki Edan dan Maya berjalan berpegangan tangan menelusuri gua persemedian Ki Edan. Udara dalam gua itu semakin ke dalam semakin dingin. Maya yang tubuhnya tak dilapisi sehelai kain pun merasa merinding. Hari itu Ki Edan akan menepati janjinya untuk mengembalikan Maya ke alam manusia.


Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, sampailah mereka ke sebuah kolam yang bening di dalam gua itu. Kolam yang cukup besar itu begitu tenang airnya. Ribuan stalagtit dan stalagmit tampak mengitarinya.


Ki Edan menyuruh Maya untuk mengambil posisi setengah di atas sebuah batu besar di tengah kolam itu.


“Berdoalah di atas batu itu dan bersemedilah, supaya aku bisa mengembalikanmu ke alam manusia..” kata Ki Edan.


“Baiklah, Ki…. Aku dulu suka kembali ke duniaku,” kata Maya.


Maya mencium tangan Ki Edan sebelum melakukannya. Ki Edan pun lalu meraih wajah Maya dan memagut bibir lama. Tubuh keduanya pun berdekapan erat.


Saat berdekapan, Maya merasa penis Ki Edan membesar… Ia tahu, jin itu terangsang karena bersentuhan dengan tubuh telanjangnya… Maya pun merasakan getaran birahi yang sama. Wanita itu lalu dengan sengaja menggoda dan merangsang kembali majikannya dengan cara menggerak-gerakan badannya di dalam pelukan jin itu sampai birahinya benar-benar naik.


“Ki… Kumohon, setubuhilah aku untuk yang terakhir kalinya….” pinta Maya dengan penuh harap.


Maka di tempat itu, Maya yang sudah merebahkan dirinya kembali disetubuhi si jin tua. Selain menyimpan spermanya ke dalam rahim Maya yang subur, Ki Edan pun sempat mengguyur sperma luar biasa banyaknya itu ke dalam rahim Maya.


Maya yang sudah telanjur jatuh cinta kepada jin tua itu masih merasa sulit untuk berpisah dengannya. Wanita itu terus memeluk Ki Edan yang baru saja menyetubuhinya. Setelah Ki Edan menyetubuhinya untuk kedua kalinya dan berjanji untuk menemuinya lagi saat ia telah kembali ke alam manusia, barulah Maya bersedia untuk berpisah.


“Maya, karena keberadaanmu di sini adalah karena ulah suamimu dan sekarang suamimu telah bertransaksi, maka aku berkewajiban untuk mengembalikanmu sekarang,” jelas Ki Edan.


“Tetapi setelah kau kembali ke duniamu, aku akan menemuimu lagi,” janji Ki Edan. “Dan jika saat itu kau masih ingin ikut denganku dan mengabdi padaku, tak ada lagi yang bisa menghalangi kita.”


“Hubungilah aku, Ki…. Temuilah aku…. Aku akan merindukanmu…” Maya memohon penuh harap.


“Aku berjanji akan mengikutimu bila kau datang menjemputku nanti….” kata wanita itu memastikan niatnya pada kekasihnya.


Ki Edan tersenyum penuh makna mendengar janji gendaknya yang cantik rupawan itu.


“Sampai di sana, mungkin kau akan melupakan semua yang telah terjadi di dunia gaib ini… tapi aku akan menghubungimu,” jawab Ki Edan.


“Aku tak akan membersihkan sperma hasil persetubuhan kita yang terakhir ini… Mudah-mudahan sesampainya di alamku aku masih akan mengingatmu dengan melihat ini semua…”


Ki Edan kembali tersenyum mendengar kesetiaan gundiknya. Dalam hati ia meneguhkan niatnya untuk menghubungi Maya kembali. Akhirnya tibalah saat perpisahan. Ki Edan melepaskan kalung yang melingkar di leher Maya yang selama ini menandakan wanita itu adalah miliknya. Di dalam dadanya, Maya merasa sesak karena ada perasaan tak rela…


Tanpa berkata-kata lagi, Ki Edan pun bergerak menjauh. Tinggallah kini wanita itu sendirian.


Maya duduk di atas batu itu dan bersemedi sambil mengatupkan kedua telapak tangannya dan meletakkannya di depan dadanya.


Mata terpejam dan dikosongkannya pikirannya. Cukup lama ia berada dalam keadaan bugil di posisi itu sampai di sekelilingnya terasa gelap. Perlahan-lahan, terasa air kolam seperti naik dan melompati dirinya. Anehnya ia tetap bisa bernapas. Seolah-olah ada suatu selaput gaib yang menyelubungi dirinya. Sementara udara di sekelilingnya terasa berputar perlahan-lahan di sekeliling dirinya. Makin lama makin kencang.


Maya merasa ia tenggelam di pusaran udara. Pusingan udara membuat kepalanya menjadi pening. Tak lama kemudian ia tak sadarkan diri.


Sapto pun menemukan kembali istrinya yang sudah lama hilang. Kiai Badrun yang selama ini membantu Sapto untuk bertobat dan berusaha mengambil kembali istrinya, sebelumnya telah mengingatkannya untuk bersiap-siap pada malam itu. Berdasarkan penerawangan gaibnya ia tahu istri Sapto akan kembali malam itu.


Sapto terkejut ketika mendengar suara guntur menggelegar seperti tepat di dalam rumahnya yang kecil. Bumi pun terasa bergoyang selama beberapa detik… Tengah malam itu ia sedang berkontemplasi sambil berjaga-jaga. Seberkas cahaya yang sangat terang berkelebat dari dalam kamar mandi. Didapatinya Maya tergolek tak sadarkan diri di lantai kamar mandi dalam keadaan basah kuyup terbungkus selaput kental di sekujur tubuh yang bugil. Lapisan itu terasa seperti lendir…. seperti sperma sapi… hanya dalam jumlah yang sangat banyak…. Sapto tak tahu benda apa itu.


Yang dikhawatirkannya saat itu hanyalah kondisi istrinya. Dilihatnya istrinya tak bergerak. Saya takut kalau-kalau istrinya mati. Dia sangat bersyukur ketika mendapati jantung istrinya masih berdetak. Dia hanya pingsan.


Sambil menunggu istrinya bangun, pelan-pelan ia membersihkan tubuh istrinya dari lendir yang lengket itu. Basuhlah dengan air bersih dan sabun lalu dikeringkan. Dibopongnya tubuh yang lunglai itu berada di atas tempat tidur. Diambilnya gaun tidur istrinya yang sudah lama tak dipakai lalu dikenakannya dengan hati-hati.


Tak lama kemudian, Maya pun terbangun dari tidur panjangnya. Dilihatnya suaminya berada di sampingnya.


“Mas Sapto…” seru Maya lemah sambil berusaha bangkit. Badannya terasa lemas semua.


“Sayangku…,” sambut Sapto yang tadi duduk di sampingnya. Dipeluknya tubuh istrinya yang terasa tak bertenaga. Ditumpukkannya kerinduannya yang telah lama ditahannya.


“Maafkan aku, sayang… Maafkan…” Sapto memohon maaf pada istrinya sambil menangis tersedu-sedu.


“Ada apa, Mas… Apa yang telah terjadi…?” desah Maya kebingungan. Rasanya seperti baru kembali dari tidur panjangnya. Rasanya seperti orang linglung. Tak ada satu pun pengalamannya di dunia gaib yang terlintas dalam pikirannya. Tubuhnya lemas bukan kepalang. Seluruh tulangnya serasa bercopotan. Capek sekali…


Sekilas ia ingat dibawa pergi oleh sesosok makhluk gaib yang mengerikan sebagai tumbal pesugihan suaminya. Itu saja…. Mengingat itu Maya pun menangis… Lalu mengapa sekarang ia bisa berada di sini? Apakah semuanya hanya mimpi?


“Mas… Bagaimana ini bisa terjadi…? Kamu sudah…?” isak Maya terbata-bata. Sekilas wanita itu melihat perbedaan pada suaminya. Wajahnya jadi lebih rapi, lebih bercahaya dan bijaksana. Apakah suaminya telah berubah?


“Jangan khawatir, sayang… Semuanya sudah usai… Sudah usai… Tak perlu kaupikirkan lagi…” kata Sapto sambil menangis.


Sepasang suami istri itu pun saling berpelukan melepaskan kerinduan. Mencoba melupakan masa lalu. Sambil berusaha bangkit untuk memulai kehidupan baru


favorite
coins
0 likes
Be the first to like this issue!
swap_vert

X
Never miss what's happening on Penana! Close