×

Penana
search
Loginarrow_drop_down
Registerarrow_drop_down
Please use Chrome or Firefox for better user experience!
Report this story
La-alpha Palpa
G
0
0
1
1.4K
0

swap_vert

Aku menutup pintu dengan keras. Dihantam agar benar-benar tertutup rapat, atau kabar baiknya pintu itu menjadi rusak dan tidak bisa dibuka lagi. Demi Enni yang terus membual dengan kisah liburannya ! aku sangat kesal untuk hari ini, tidak seperti diriku biasanya yang bersikap dingin dan masa bodo dengan semua yang terjadi, kali ini, benar-benar seperti dihantam dengan kotoran para burung, tidak terlalu bau tapi sangat mengesalkan.

Untukmu disana,
Bagaimana kabarmu ? kau sudah mati ? atau kau masih menjerit dengan tidak tahu diri ? aku harap, kau gantung diri saja dirumah nenek Elsi yang begitu sepi. Tuhan menyertaimu. Aku mencintaimu.
                                      Tertanda
                                           Aku

Memuakan. Semua yang mengesalkan datang dari surat ini. Aku mencoba mengatur nafas dengan perlahan, aku harus tenang. Bukan karena aku ketakutan dengan isi surat ini, tapi aku mencoba menenangkan diri agar kekesalanku sedikit berkurang. Aku tidak mengharapkan banyak, hanya saja kejadian tadi terus berputar di pikiranku. Kejadian yang begitu memalukan.

Hari ini adalah ulang tahunku. Aku genap berumur 18 tahun sekarang. Dimana aku sudah bisa menikmati acara yang hanya diperuntukan orang dewasa, atau berpesta sampai pagi, atau mungkin bisa berpacaran dengan orang yang aku suka, oh lupakan dengan semua yang tidak begitu penting itu. Awalnya berjalan seperti biasa dengan membosankan, tapi semua berubah ketika Enni – yang sialan itu ! mencoba membantuku membuka semua kado yang ada disana, seperti mempunya ilham, dirinya dengan anggun memilih sebuah kado yang berbentuk kecil berukuran tampat pensil, warnanya merah menyala, dengan diikat oleh pita hijau pudar. Jelek sekali.

“Sepertinya ini hadiah dari Santa Claus sayang” Senyum Enni menyeringai kepadaku. Aku hanya memutarkan mataku dan berusaha bersikap bermuram durja. Dia membuka perlahan kado itu, sebuah kalung dengan batu jamrud hijau menyala gemerlap berada dalam kado itu, bergaya seperti liontin dengan batu jamrudnya yang berbentuk oval, terlihat klasik dan begitu antik. Dan Enni mengambil lagi yang ada didalam kado itu, sebuah surat. 

Dia membacakan surat itu dengan keras, benar dia bacakan surat yang aku pegang sekarang ini dengan begitu lantang. Alhasil, semua orang menatapku dengan kaget. Dan tidak ada seorangpun yang berbicara, semua hening bersamaan, hanya saja Amanda yang berada diujung belakang dekat balon warna warni terlihat menahan tawanya dengan tatapan mengolok. Sangat bejad. Dan kau bisa bayangkan bagaimana wajah Enni ? dia yang terlihat paling kaget dan bersiap untuk menangis entah karena kebodohannya atau kasihan kepada nasibku. Yang jelas, aku mengambil dengan kasar surat yang dipegangnya dan pergi dari pesta yang idiot itu.

Mataku mulai basah. Siapa yang dengan entengnya mengirimkan aku surat semacam ini ? Dari Enni-kah ? atau Amanda yang sejak daritadi terlihat tidak menikmati pesta ulang tahunku ? entahlah siapa. Aku berlari menuju kasur, aku hantamkan tubuhku, dan mulai menangis. Semakin menjadi. Surat yang aku pegang, aku genggam dengan erat untuk menghancurkannya. Atau jika masih tetap terlihat bagus, akan aku bakar surat itu. Tapi semua itu hanya menjadi rencana, aku malah tertidur pulas setelah menangis mengingkat kekesalan yang terjadi dipesta ulang tahunku tadi.

                                         ***

Aku terbangun. Kepalaku sedikit pusing dengan mata yang begitu bengkak. Kamar terlihat gelap, aku langsung melirik kearah jendela yang terbuka lebar, ternyata sudah malam. Lama sekali aku tertidur, kekesalan yang menghinggapi pikiran membuat tidurku begitu pulas, atau lebih tepatnya begitu berkualitas, aku seolah tidak sadarkan diri, tidak bermimpi seperti telah dibius oleh obat penenang. Dengan malasnya, aku mecoba menyalakan lampu kamar. Sekarang terlihat begitu terang, mata bengkak ini malah menjadi perih melihat sinar yang berasal dari lampu neon kamar. 

“Mereka sudah pergi ?” aku bergumam sendiri sambil melirik kearah pintu, perlahan aku mendekatinya, dan mulai dengan sikap bodoh. Aku menempelkan kuping kepada pintu untuk memastikan bahwa mereka benar-benar telah pergi – termasuk juga dengan Enni meninggalkan pesta itu. Atau mungkin mereka masih menunggu disana untuk meminta maaf kepadaku, sampai malam begini ? aku mulai tersenyum dengan tidak wajar. Pintu aku coba buka dengan sangat pelan agar tidak ketahuan, aku berjalan seperti berjinjit biar mereka tidak mendengar suara kakiku. Oh gelap ! sepertinya Enni lupa untuk menyalakan lampu, atau mungkin ini rencana mereka, mereka bersembunyi kemudian dengan cepat menhampiriku sambil membawa kue ulang tahun sambil meminta maaf, kejutan macam apa yang seperti itu tapi yang jelas aku mulai tersenyum tidak wajar, lagi. 

Dengan perlahan aku menuruni tangga, tidak boleh ada yang memergoki. Dengan rumah yang gelap, aku mencoba menerka anak tangga yang aku pijak agar aku tidak terjungkal jatuh kebawah dengan bodohnya, dan malah menjadi bahan tawaan. Dan hei ! akhirnya aku sukses mendarat dilantai, aku langsung berjinjit bersembunyi di belakang meja telepon. Tempat pesta ulang tahun berada di ruang tamu, itu berarti aku tinggal membuka pintu yang berada di depanku sekarang. Dengan perlahan lagi, aku mulai mendekati pintu ruang tamu sambil membayangkan bagaimana reaksi mereka bahwa aku tahu rencana mereka akan mengejutkanku, dan aku mulai tersenyum tidak wajar lagi, lagi. 

Pintu ruang tamu mulai aku buka dengan konsep yang ada dipikiranku, aku harus pura-pura mengetahui apa yang mereka akan lakukan dan terlihat tidak menyukainya.

“Cukup, Enni, aku tahu apa yang kalian lakukan dan aku …” cahaya temaram dari jendela luar sedikit menerangi ruang tamu, aku mulai memfokuskan apa yang aku lihat dengan mata bengkak ini. 

“…tidak menyukainya…” aku meneruskan perkataanku. Aku diam mematung, wajahku terlihat tidak mengerti, mataku mulai disipitkan melihat apa yang terjadi didepanku, dengan hanya cahaya temaram dari luar,  aku mencoba melihat dengan seksama apa yang aku lihat.

Mereka jatuh kelantai, tidak bergerak, dan seperti tertidur.

Aku mulai kesal. Benarkah mereka sampai tertidur menungguku, memang sebenarnya cukup lama mereka menunggu, siang menuju malam bukanlah waktu yang singkat, tapi ayolah, kesalahan mereka lebih besar daripada waktu menunggu itu. Dan itu termasuk Enni juga ? bisa-bisanya dia melupakan kesalahannya yang begitu bodoh itu dengan tidur terlelapnya. Aku mulai mendekati tombol lampu dan menyalakannya, agar mereka tahu apa yang mereka lakukan sangat begitu tidak tahu diri.

“Bangunlah ! ini tidak lucu …”
Seketika wajahku menjadi pucat. Badannku menjadi tidak bergerak. Mataku mulai melotot. Dan mulutku aku buka dengan lebar dengan bergetar. Sarafku menjadi lemas semua, tapi dengan kuat, aku pertahankan untuk tetap berdiri.

Mereka tidak tertidur, tapi terbujur kaku TIDAK BERNYAWA !

Aku menohok kaget sambil melihat tidak percaya. Beberapa orang terlihat kaku dengan mata yang melotot lebar, ada juga yang menjulurkan lidah karena menahan sakir lehernya terjerat oleh tali tambang, dan aku melihat Amanda disana, duduk terbujur kaku dengan wajah menahan sakit, sebuah pisau tertancap didadanya, pisau dapur yang besar, dan lebih mengerikannya rambut pirang panjangnya menjadi pendek botak berantakan, seperti habis dicukur dengan paksa, semua berdarah, dari kepala sampai kaki, dan balon warna warni yang berada di sekitarnya ikut terciprat darah kental dari dirinya. Semua tidak bergerak sama sekali. Dan dengan cepat, aku melihat dimana Enni berada. Dia terlihat terlungkup dengan gaun biru mudanya yang kini tercampur dengan warna darah dimana-mana.

“ I-i-ini ti-tidak lu-lucu Enni !” 
Aku mendekatinya dengan pelan, ini pasti tipuan. Benar, tipuan seperti kau akan memberikan sebuah kejutan. Dengan begitu realistis ini, oh mereka memang menang banyak untuk menipuku. Aku mendekati badan Enni. Dan mencoba membalikan badannya.

Aku menjerit histeris.
Badanku lemas dan langsung terjatuh. Mataku melotot seperti mau keluar, aku menutup mulutku dengan tangan yang begitu gemetar melihat ngeri apa yang aku lihat. Enni terlihat tersenyum padaku, giginya terlihat. Tapi dihiasi dengan percikan darah, hidung mancungnya bengkok, dan darah terlihat masih mengalir segar dari matanya. Matanya, hentikan, Enni tidak punya mata. Matanya terlihat dicongkel sampai habis dengan paksa, tidak ada mata, hanya tersisa lubang kosong yang menjijikan dipenuhi dengan darah.
Perutku menjadi mual, aku muntah. Sambil terus berteriak seolah tidak percaya yang sebenarnya terjadi.

Dan itu terjadi, lemari besar yang berisi buku-buku tebal entah kenapa bisa terjatuh dengan kearahku, dan aku hanya menatap  pelan sambil berteriak. Lemari besar itu menghantam badanku dengan keras, membuat kepalaku terbentur. Kejadian itu begitu cepat sampai tidak sempat aku mengingat secara detail apa yang terjadi. Lemari itu mulai membebani badanku. Dalam keadaan setengah sadar, aku mencoba meminta tolong. Kepada siapapun. Yang mendengar suaraku yang lemah. Tanganku aku gerakan sebisaku untuk menggapai apa saja yang sekiranya bisa membantuku. Tapi aku pikir itu nihil. Lemari besar yang menindihku membuat semua badanku tidak bisa bergerak seolah begitu remuk. Aku pikir ini memang cara kematianku, aku memang benar-benar akan mati. Aku akan mati dengan begitu naas dengan umur aku yang masih begitu muda. Oh aku masih belum merasakan apapun, aku belum menikmati pesta orang dewasa, aku masih belum merasakan sensasi bagaimana pacaran, dan besok aku ada janji dengan Irene untuk pergi ke konser band yang kami suka. 

Mataku mulai meredup, pertanda mungkin hidup aku akan berakhir. Dalam penglihatanku yang begitu samar dan tak jelas, sepertinya keajaiban muncul. Atau mungkin ini hanya mimpi manis yang diberikan malaikat maut sebelum aku meninggal ? yang jelas seseorang yang memakai sepatu sneaker menghampiriku dengan tenang.

“Tenanglah, Lisa”

Aku mendengarkan suaranya dengan samar. Suara seorang pria. Aku tidak sadarkan diri kemudian. Badanku terdiam di tindihan lemari besar. Terakhir yang aku pikirkan, bahwa malaikat maut menjemputku hari ini.

Mungkin aku harus bersiap menuju akhirat sekarang.

swap_vert

X
Never miss what's happening on Penana! Close