Angin berhembus kencang menerpa rambut Astria yang terurai begitu saja. Gulungan ombak perlahan-lahan mengenai kakinya. Sensasi dingin pun merambat ke tubuhnya.
"Hai!" sapa seseorang yang tengah menghampirinya. Ia berlari-lari kecil sembari menenteng dua cup kopi yang masih hangat.
"Eh-haii." Astria menoleh dan terperangah mendapati orang itu telah berada di sampingnya dengan nafas yang kurang beraturan.
"Nih buat kamu!" disodorkannya satu cup kopi hangat itu pada Astria. "Terima aja, nggak bayar kok."
"Oh iya-iya, makasih," pungkas Astria menerima sodoran kopi hangat itu.
"Sore-sore gini sendirian aja? Tumben ngga bareng Sari..." tanyanya setelah menyeruput kopi hangatnya.
"Ehe, dia lagi ada acara sendiri."
"Ooo. Btw kamu sering kesini kan ya, ngapain aja tuh?"
"Hmm, cuma laitin sunset aja."
"Faidahnya?
"Apa ya..." Astria memandang kearah sunset disana sembari berpikir lalu terkekeh sendiri, "bisa bikin sedikit lebih bahagia agaknya hha..."
Lelaki itu terdiam lalu tersenyum penuh arti. "Kalau sunsetnya mulai hilang, kamu bakal tetep bahagia atau... sedih mungkin?"
"Nggak sedih lah, kan emang udah takdirnya buat tenggelam. Ya kali mau ditangisin."
"Hha, kalau setiap harinya kamu liatin sunset berarti hampir nggak pernah sedih dong...?"
Astria termenung sejenak memikirkan jawaban apa yang paling tepat untuk ia lontarkan. Seketika ia teringat akan Ayahnya dirumah. Terbayang raut wajah yang tak begitu ramah tengah menungguinya di teras rumah.
"Astria Dahya! Lah ko ngelamun?" Satria keheranan sembari melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Astria.
Astria tersadar, "eh e-nggak kok,"
"Hmm, udah sore nih... pulang yuk! Aku anterin,"
"Oo nggak usah, aku pulang sendiri aja."
"Sore-sore gini akot udah jarang, bareng aja. Nggak bayar kok serius," timpal Satria sembari tersenyum dengan tulus.
"Ee-"
"Enggak papa lah, masalah ayah kamu nanti aku yang urus! Yok keburu gelap!" ajaknya lagi.
"O-oke."
***
Astria memandang ke sekeliling jalanan yang kini mulai diterangi lampu-lampu jalan. Ia tampak gelisah membuatnya tak bisa duduk diam dengan tenang.
Satria merasa ada yang sedikit aneh dengan Astria, Ia memandang kaca spion dan remang-remang ia dapat melihat raut kegelisahan yang terpancar dari wajah Astria.
"Astria." panggilnya dengan suara yang sedikit dikeraskan.
"Eh, Ya Sat?"
"Bentar lagi sampai kok, kamu tenangin diri kamu dan yakin deh nanti akan baik-baik aja oke? Nanti aku bantu jelasin ke Ayah kamu. Oke Astria..?
Astria dapat sedikit lega mendengarnya. Ya meskipun kemungkinan terburuk dapat sekali terjadi, setidaknya ada Satria yang menemaninya. Ia tersenyum, seolah telah mendapat sesuatu yang membuatnya menjadi merasa lebih berani.
Pikirannya tak segundah tadi dan kini beralih dengan bayang-bayang harapan bahwa dirinya dapat menaklukkan semua masalahnya dengan penuh keberanian dan keyakinan tanpa sedikitpun gentar. Ia membayangkan bahwa Ayahnya dapat menjadi sesosok yang lebih lembut dan tak pernah melontarkan bentakan sekecil apapun itu. Lagi-lagi ia tersenyum.
"Ayah kamu udah nunggin, aku temenin oke?" bisik Satria perlahan.
Ia melepas helm dan turun dari motornya dengan perlahan. Astria pun sama. Seketika ia terpaku mendapati Ayahnya yang melangkah kasar menuju kearahnya. Jantungnya pun berdegup kencang. Bagaimana dengan Satria agaknya? Ia tak tahu.
ns 15.158.61.51da2