Namanya Sheila Anastasya, hanya perempuan belia yang masih berumur 17 tahun. Dari umur 15 tahun, Sheila sudah menandatangani kontrak untuk bekerja di rumah keluarga Wijaya selama 5 tahun. Ayahnya selingkuh dengan gadis malam, menyisakan dia dengan ibunya yang sakit-sakitan.
Sheila bekerja disana untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya, dan membantu pengobatan ibunya yang sedang sakit parah. Tugasnya adalah menjadi pelayan pribadi tuan muda di rumah ini, Arkan Prasetyo.
Alasan Sheila berani mengambil pekerjaan ini, dikarenakan gaji yang ditawarkan sangat tinggi padahal hanya menjadi pelayan, sehingga membuat Sheila tergiur, namun naas, jika waktu bisa diputar Sheila pasti tidak akan melamar pekerjaan ini.
"BURUAN IDIOT!"
Sheila terkesiap saat mendengar teriakan tuan mudanya, Arkan, yang memanggilnya. Ya, benar, Idiot adalah panggilan Arkan kepadanya. Sejak Sheila bekerja di rumah Arkan, hanya sekali saja dia pernah mendengar Arkan menyebut namanya, yaitu saat dia berkenalan diri dengan Arkan sebagai pelayan pribadi Arkan.
Sheila yang mendengar bentakan Arkan berusaha mempercepat gerakannya untuk menyiapkan segala perlengkapan sekolah Arkan. Jangan sampai Arkan menunggu terlalu lama, itu sama saja menyerahkan nyawanya.
"S-sudah siap Tuan." Sheila berbicara terbata di depan Arkan sambil menenteng tas sekolah Arkan.
"Lambat." desis Arkan.
Arkan langsung bergegas turun ke bawah diikuti Sheila yang berjalan tergopoh-gopoh sebab membawa dua tas yang berat.
"Arkan!" teriak Anggita, ibu Arlan saat melihat anaknya yang sedang menuju pintu.
Anggita membawakan bekal dan tersenyum manis kepada Arkan yang menatapnya datar dan hanya membalas dengan decakan bibir.
"Memuakkan." ucap Arkan lalu pergi meninggalkan ibunya.
Arkan memasuki mobilnya lalu melihat Sheila yang masih berada jauh di belakangnya.
"APA KAU KURA-KURA HAH?!!"
Sheila yang mendengarnya langsung berjalan lebih cepat dan menyusul Arkan masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah tuan mudanya yang pemarah itu.
*****
Sesampainya di sekolah, banyak tatapan yang menuju ke mereka, ah lebih tepatnya kepada Arkan. Siapa yang tidak mengenal Arkan? Salah satu siswa berprestasi sekaligus anak donatur utama sekolah bergensi ini.
Tidak hanya menang secara akademik dan ekonomi, Arkan juga dianugrahi secara fisik dan tampang. Tubuhnya yang tegap dan tinggi, alis matanya yang tebal, serta rahangnya yang tegas membuat kaum hawa tergila-gila akan pesona Arkan. Ya, tergila-gila meskipun mereka tau sikap Arkan jauh dari kata manusiawi.
Ya, Sheila sendiri tidak dapat memungkiri kalau tuan mudanya ini sungguh tampan dan menawan, sehingga tidak jarang Sheila mendapat cacian makian baik secara verbal maupun non-verbal karena selalu bersama Arkan. Mereka menganggap Sheila seperti jamur yang terus menempel kepada Arkan. Padahal, kalau boleh jujur Sheila pernah berdoa agar tidak bertemu tuan mudanya itu untuk satu hari saja.
"Idiot."
"Iya tuan?"
"Tas."
Singkat, padat, jelas. Itulah Arkan. Sheila memberikan tas Arkan dengan perlahan.
"Dengar. Istirahat ke ruanganku. 3 menit. Lewat dari situ, kau tau kan apa yang akan ku perbuat?" sinis Arkan sambil menatap Sheila dari atas sampai bawah, dan Sheila hanya bisa mengangguk kaku.
"Pergi dari hadapanku, kau menjijikan, sialan."
Ya, panggilan selain idiot adalah menjijikan dan sialan.
Mendengar ucapan Arkan, Sheila langsung bergegas pergi dari depan kelas Arkan menuju kelasnya. Mereka setingkat, tapi Arkan berada di kelas unggulan, sedangkan dirinya kelas buangan, itu sebabnya Arkan memanggil dirinya idiot. Tetapi, Sheila tetap bersyukur setidaknya dia dapat bersekolah ditempat bergengsi seperti Arkan secara gratis, yang mana biaya sekolahnya sepenuhnya ditanggung oleh orang tua Arkan.
*****
Kalau boleh jujur, Sheila tidak ingin sekolah disini, namun Arkan memaksanya serta mengancamnya dengan segala hal gila, terlebih lagi Sheila sudah menandatangani kontrak, sehingga mau tak mau Sheila harus setuju untuk sekolah disini.
Bel istirahat berbunyi. Tetapi guru dikelas Sheila masih saja menjelaskan materi. Sheila menggigit bibirnya gelisah, cemas, dan meremas-remas jarinya. 3 menit, itu waktu yang diberikan Arkan kepadanya. Itu bukan waktu yang lama, dari kelas Sheila membutuhkan waktu 2 menit dan itu pun Sheila harus berlari.
"Baik pembelajaran sampai sini saja. Sampai jumpa di kelas berikutnya." Ucap Guru Kimia mereka lalu akhirnya keluar dari kelas Sheila.
Secepat kilat Sheila langsung berlari ke ruangan OSIS, ruangan tempat Arkan dan teman-temannya beristirahat. Tanpa memedulikan tatapan orang lain, Sheila berlari sekuat tenaganya. Setelah sampai ke ruang OSIS, Sheila langsung mengetuk pintunya dengan napas yang tersengal-sengal.
"Masuk." Setelah mendengar perkataan Arkan, Sheila langsung masuk ke ruangan tersebut dan duduk di bawah Arkan.
Ruangan ini hanya boleh ditempati oleh 4 orang saja. Arkan, Dicky, Dara, dan Lion. Sheila? Dia hanya bayangan saja, dia bahkan duduk di bawah sedangkan yang lainnya duduk di sofa.
"Ngapain si lu bawa si cupu ini mulu?" Tanya Dara sambil menatap sinis ke arah Sheila yang masih mengusap keringatnya.
Arkan hanya diam lalu dengan sengaja menghembuskan asap rokoknya ke arah Sheila sehingga Sheila terbatuk-batuk. Sheila tidak menyukai asap rokok, itu membuatnya sesak. Namun, dia tidak berani melarang Arkan merokok dihadapannya.
Arkan yang melihat Sheila menepuk-nepuk dada nya hanya tertawa sinis.
"Dahla, biarin aja, btw gue ada jokes nih, dijamin ga garing, mau denger kaga?" Ucap Dicky, salah satu teman Arkan sambil berdiri menggambarkan dirinya sangat semangat untuk membeberkan leluconnya.
"Serah." Ucap Dara dengan malas.
Di mata Sheila, Dicky lah yang paling baik diantara yang lain. Dilihatnya Dicky yang sudah tertawa garing sebelum mengatakan leluconnya sambil menepuk-nepuk bahu Dara yang pastinya membuat Dara kesal.
"Apaan sih lu." Kesal Dara melihat Dicky yang tertawa sendiri.
"Hahaha, gini-gini, gula, gula apa yang bukan gula?" tanya Dicky kepada mereka dan semuanya hanya cuek bebek tak peduli.
"Gula aren't BUAHAHAH." Jawabnya sendiri dengan tawa yang membahana dan di lempari kulit kacang oleh Lion.
Sheila yang melihat tawa Dicky ikut terkekeh pelan. Sangat pelan. Kasihan soalnya tidak ada yang ikut tertawa, walaupun Dicky sudah tertawa dengan air mata yang keluar. Receh memang. Tetapi, entah kenapa jokesnya berhasil menghibur Sheila.
"Idiot." Panggil Arkan dengan suara dalamnya kepada Sheila.
Sheila langsung berhenti terkekeh dan lagsung mendongak menghadap Arkan yang menatapnya tajam.
Apa lagi sekarang?
"Iya t-tuan?"
"Apa aku mengizinkanmu tertawa?" desis Arkan sambil menghembuskan asap rokoknya lebih dekat ke arah Sheila.
Sheila yang menghirup itu langsung ingin terbatuk, namun mulutnya langsung dibekap kuat oleh tangan Arkan sehingga napas gadis itu tercekat, Arkan yang melihat muka gadis itu kian memerah langsung melepaskan bekapannya.
"Siapa?"
Sheila menepuk-nepuk dadanya sambil terbatuk-batuk, air matanya sudah keluar di pelupuk lantaran tak kuat sebab Arkan membekapnya. Sheila menunduk dan menggeleng ketakutan.
"Maaf Tuan, saya gak sengaja tertawa." ucap Sheila ketakutan saat merasa tangan Arkan yang menyentuh rambutnya.
Seketika atmosfer di ruangan itu berubah. Semuanya tau, apapun yang dilakukan Sheila salah di mata Arkan. Bagi Arkan, Sheila itu bonekanya. Boneka yang harus patuh kepadanya.
"Karena kau disini, apa kau kira kau setara dengan kami, huh?"
*****
TBC HSHSHSHS UDAH LAMA GA BUAT CERITA AHAHHAHAH
2022Please respect copyright.PENANATBPDZYhZoZ