Chapter 3
Hari Jumat, hari akad nikahku.
1706Please respect copyright.PENANAFWZg8zwQfH
Jam delapan pagi, aku tengah duduk di depan cermin. Penata rias yang dipesan oleh keluarga kami adalah salah satu jamaah kajian, sehingga ia paham bagaimana seorang wanita harus diperlakukan.
1706Please respect copyright.PENANA6uyHdm0WCq
Gaun yang kupakai berwarna putih memanjang khas mempelai wanita pada biasanya. Bedanya, gaunku transparan dan pada bagian toket, memek, dan anusku di gunting sehingga bisa diakses oleh semua orang yang hendak memakainya.
1706Please respect copyright.PENANAUkfSlzOMem
Karena hari ini adalah hari spesial pernikahanku, ada satu peraturan khusus. Hanya memek dan anusku yang bisa dipakai oleh semua tamu undangan. Semua wanita yang hadir disini hanya bisa dipakai mulutnya saja, kalau para tamu ingin memuaskan kontolnya, mereka bisa memakai kedua lubangku ini.
1706Please respect copyright.PENANAja30yJ2b4n
Ada tulisan 'lonte' di dahiku, dan pentilku untuk pertama kalinya ditindik dan ditambah diberi penjepit pentil. Rasanya cukup sakit, terutama ketika ditarik oleh beberapa kerabatnya Mas Hendra yang sesekali masuk ke ruang rias. Tapi aku berusaha tak menggubris rasa sakit itu dengan terus mengingat ibuku yang begitu bahagia melihat putrinya hendak menikah ini.
1706Please respect copyright.PENANAMHvJNjf51F
"Bagus kan?" ucap penata riasku. Seorang ibu-ibu paruh baya yang juga bertelanjang dan hanya mengenakan hijab saja.
1706Please respect copyright.PENANAyhkz1yM5Bc
"Iya," ucapku berusaha tersenyum. Jika kalian menghiraukan tulisan 'Lonte' yang besar sekali di dahiku, aku terlihat cantik. Ibu-ibu penata riasku melakukan kerja yang begitu bagus, dan juga peralatan makeupnya mahal-mahal. Aku memutar-mutar badanku, melihat diriku yang cantik ini untuk terakhir kali sebelum nanti makeup ku luntur dan gaunku robek ketika melayani semua tamu.
1706Please respect copyright.PENANAkzqfRedLdl
Aku kemudian disuruh untuk menyambut para tamu yang mulai berdatangan. Ketika aku melangkah keluar, aku melihat semua wanita yang diundang ke pernikahanku telanjang, mereka hanya mengenakan hijab saja di kepala mereka. Beberapa bahkan mengenakan cadar yang hanya memperlihatkan mata mereka, tetapi dari leher ke bawah mereka telanjang.
1706Please respect copyright.PENANAmKFXE0T8uY
Aku berjalan ke halaman depan masjid perumahan tempat para tamu disambut. Saat itulah aku melihat mantanku, Tuan Doni.
1706Please respect copyright.PENANAFBwAe2jPsA
"Ha-hai Tuan Doni," aku menyapanya, suaraku sedikit bergetar. Aku tahu bahwa dulu aku telah berbuat salah kepadanya di masa lalu, dan aku siap untuk memperbaikinya sekarang.
1706Please respect copyright.PENANAoBh4Ku9QGW
Tapi sebelum aku sempat mengatakan apapun, dia menampar pipiku dengan keras. Mungkin dia masih kesal padaku karena dulu aku menolak untuk dientot olehnya.
1706Please respect copyright.PENANAewPcVgocF9
"Sok suci nolak gw entot," ucapnya penuh amarah. "Eh sekarang malah jadi budak kontol."
1706Please respect copyright.PENANAXGzu3atbl0
"I-iya Tuan Doni, Lonte Auliya minta maaf karena belum sadar fitrah wanita itu memang rendahan." ucapku. aku menundukkan kepalaku, takut melihat wajah Tuan Doni yang penuh amarah. Kukira dia akan menamparku lagi, tapi ternyata ia hanya tertawa lalu berjalan pergi.
1706Please respect copyright.PENANAkzRqlP885M
Aku lalu menyambut beberapa tamu yang lain. Hingga datanglah tamu yang begitu aku kenal, Tuan Aditya. Mantan pacarku yang merenggut keperawananku.
1706Please respect copyright.PENANAfyc6k08095
"Dulu katanya mau tobat, eh sekarang malah jadi lonte ya," ucap Tuan Aditya sambil menarik penjepit putingku membuatku meringis kesakitan.
1706Please respect copyright.PENANAWqQaeYojVJ
"I-iya Tuan, Lonte Auliya udah sadar kalau fitrah wanita memang seperti ini," ucapku. Dulu aku memutusKan Tuan Aditya karena aku hendak bertaubat dan masuk salah satu organisasi ukhti kampus.
1706Please respect copyright.PENANAydxWTJ3iS7
"Bagus, bagus," ucap Tuan Aditnya. Ia mengencangkan tarikannya di pentilku membuatku mengerang lebih keras. "Kamu emang pantes jadi lonte,"
1706Please respect copyright.PENANAb79ndY6ftv
"Iya Tuan," jawabku. Rasa sakit akibat tarikan Tuan Aditya di pentilku menjalar ke seluruh tubuhku, namun aku bisa merasakan memekku juga menjadi becek karenanya.
1706Please respect copyright.PENANAO6qD5BvNXb
Sekitar setengah jam kemudian, semua tamu telah berdatangan. Aku sekarang disuruh pergi untuk mengantarkan hidangan makanan kepada setiap tamu. Tugas paling berat memang semuanya dibebankan kepadaku, karena ini adalah hari pembuktian apakah aku layak menjadi lonte keluarga Tuan Hendra.
1706Please respect copyright.PENANAvDvkly5ySl
Aku membawa nampan berisi sup dan puding, dan teh bagi tamu laki-laki, nasi campur sperma dan gelas kosong bagi tamu wanita. Gelas kosong itu nanti akan diisi oleh peju Tuan-Tuan mereka untuk diminum.
1706Please respect copyright.PENANAuptFMbTnMu
"Silahkan dinikmati Tuan," ucapku sambil menghidangkan mangkok berisi sup ke sepasang suami istri. "Ini Ukhti," ucapku kepada sang istri yang bercadar hitam.
1706Please respect copyright.PENANAMjg5ZOo4p0
"Jazakallah Lonte Auliya, nama ana Lonte Hanifah, nasi spermanya gausah, Lonte Hanifah lagi puasa."
1706Please respect copyright.PENANAwoZGxa1i1H
"Oh, afwan Lonte Hanifah, Lonte Auliya ngga tau," ucapku meminta maaf. Aku lalu mengambil kembali piring yang kuhidangkan itu dan hanya meninggalkan gelas kosong bagi Lonte Hanifah.
1706Please respect copyright.PENANAVzJQK5cjMM
Doktrin dalam kajian ini adalah puasa bagi wanita itu sunnah muakad namun apapun yang keluar dari lubang kontol Tuan mereka dibolehkan. Malah tambahan pahala besar bagi wanita yang memuaskan Tuan-Tuannya saat mereka sedang susah-susahnya puasa.
1706Please respect copyright.PENANAyoEKDkVPoH
Aku lalu kembali untuk mengantarkan hidangan makanan kepada tamu-tamu yang lain, yang seharusnya dalam waktu tiga puluhan menit selesai. Namun, banyak para tamu yang menarik diriku dan mengentotku dulu. Jelas saja, karena peraturan hari ini membuat istri-lonte mereka tak bisa dipakai memek dan anusnya sehingga aku menjadi pelampiasan mereka.
1706Please respect copyright.PENANAU2ZyzYU6c8
Tuan Doni dan Tuan Aditya akhirnya kebagian juga untuk mencicipi diriku. Di pojok teras masjid, mereka berdua sedari tadi sedang mengobrol dan ketika aku lewat membawa nampan mereka memanggilku.
1706Please respect copyright.PENANAgbfkA0IFLU
"Ada yang Lonte Auliya bisa bantu Tuan?" tanyaku.
1706Please respect copyright.PENANAI3UjVQvUDB
Tanpa menjawab pertanyaanku, Tuan Doni mencengkram hijabku dan memaksaku berlutut. Kontolnya terpampang di hadapan wajahku. Aku langsung membuka mulutku lebar-lebar untuk menampung kontol itu.
1706Please respect copyright.PENANAVIzK7YY7pS
GLOKH, GLOKGH, GLOKGGH.
1706Please respect copyright.PENANAf309C3bBcO
Tanganku mencengkram paha Tuan Doni. Tenggorokanku mulai terasa sakit dan aku ingin muntah akibat berkali-kali dihantam oleh banyaknya kontol para tamu. Tapi aku tetap berjuang untuk melawan rasa sakitku ini.
1706Please respect copyright.PENANAQ8zKEbg6Wh
Dari belakang tiba-tiba memekku disodok oleh kontolnya Tuan Aditya.
1706Please respect copyright.PENANAuoiAW7e4z4
Plok! Plok! Plok!
1706Please respect copyright.PENANAo604pmXMvG
"Nghhh, nghhh," aku merintih-rintih. Perlakuan mereka begitu kasar kepadaku, harusnya dulu aku tak pernah menolak untuk dipake oleh mereka.
1706Please respect copyright.PENANA5UGLxgTXPO
Tuan Aditya dan Tuan Doni seperti membicarakan sesuatu tapi aku tak fokus mendengarnya, sensasi dua lubangku dientot membuat pendengaranku kacau. Mereka berdua lalu mengangkatku, Tuan Doni memegang pundakku sementara Tuan Aditya memegang pinggulku.
1706Please respect copyright.PENANA9jdOLdOwPg
Tubuhku mengambang diatas tanah, hanya kontol Tuan Doni dan Tuan Aditya yang menyangga tubuhku.
1706Please respect copyright.PENANAfF7HvajAMR
[Ilustrasi Lonte Auliya dientot oleh Tuan Doni dan Tuan Aditya]
1706Please respect copyright.PENANADIf73k28oJ
Plok! Plok! Plok!
Plok! Plok! Plok!
Genjotan mereka makin keras, dan jalur pernafasanku tertutup membuat kesadaranku lama kelamaan hilang. Kelopak mataku tertutup, dan semuanya menjadi gelap.
Sluurp, sluurp.
Perasaan geli di area pentilku membuatku terbangun. Ketika aku membuka mataku, kulihat ada seorang kakek-kakek tua yang sedang menjilati toketku dan seorang bapak-bapak yang mengentot memekku. Tuan Doni dan Tuan Aditya telah lama meninggalkanku, mungkin mereka sekarang sedang mengentot mulut akhwat lainnya.
"Ouhh," aku mendesah lemah. Perutku terasa kembung karena banyaknya sperma yang kutelan dari mulut maupun memekku. Kulihat aku sudah tak berada di emperan masjid.
Crot, crot, crot.
Bapak yang mengentot diriku akhirnya menyemburkan sperma ke tempat pembuangan spermanya, yaitu memekku ini. Aku tak tau sudah berapa lama bapak itu mengentot diriku.
Sleeb.
Bapak itu mengeluarkan kontolnya dari memekku, "Bersihin lonte," ucap bapak itu menyodorkan kontolnya di depan mulutku.
"I-iya," ucapku lirih. Aku segera menjilati kontol bapak itu yang mengkilap sehabis menyodok-nyodok memekku. Kontolnya agak bau, campuran antara bau memekku dan bau kontolnya yang entah berapa lama sudah tak ia cuci.
Dari belakang, aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Kukira dia akan ikut mengantri untuk mengentotku. Tapi, seseorang dibelakangku menggunakan tangannya untuk mencengkram hijabku dan menarik kepalaku ke belakang.
"Ayo cepet bersihin kontolnya itu, kamu habis ini ke masjid, lonte! ijab qabul mau dimulai," sebuah suara kasar serak memerintahkanku dari belakang.
"Iya Tuan," aku mempercepat jilatanku, memastikan setiap inci dari batang kontol bapak bertubuh gendut ini bersih dari cairan memekku yang najis.
Sluurp, sluuurp.
"Nghh, lonteee!" Bapak itu mendengus, jari-jarinya memilin rambutku saat ia memuncratkan cairan putih hangatnya ke mulutku yang langsung aku telan. Tak kusangka ia masih bisa muncrat lagi, dan karena aku kaget cairan pejunya itu beberapa ada yang jatuh ke lantai.
Aku lihat bapak itu geram melihatku yang tak melakukan tugasku sebagai tempat pembuangan pejunya dengan baik. Takut aku bakal dihukum, aku mempercepat jilatanku di setiap inci kontolnya hingga bersih, tak lupa pejunya yang berleleran di lantai.
Selepas kontol itu bersih, jilbabku langsung ditarik oleh pria dibelakangku yang ternyata seorang kakek tua. "Ayo ke masjid," ucapnya sambil menyeretku.
"Siap Tuan," ucapku, aku lalu merangkak dibelakangnya. Aku dapat melihat pria-pria lain berjalan menuju masjid, tatapan mereka tertuju pada tubuhku yang telanjang. Ada rasa bangga didalam diriku menjadi pusat perhatian, semua pria disini pasti ingin mengentotku.
Ctar!
"Ahh!" aku tersentak kaget. Kakek tua itu (yang entah bagaimana tiba-tiba sudah berada disampingku) memecut punggungku dengan ikat pinggangnya.
"Ayo cepat," ucap Kaket tua itu. Akibat melamun, aku jadi tertinggal oleh rombongan tamu yang menuju masjid.
"I-iya Tuan," aku mempercepat merangkakku, bergegas mengejar kakek tua itu yang kini sudah ada berada didepanku kembali.
Ketika sampai di masjid, aku melihat semua tamu wanita sudah berada di dalamnya. Mereka tak lagi telanjang melainkan memakai thong yang dipadukan dengan hijab. Mereka duduk berlutut, membentuk barisan di pojok belakang masjid. Kukira aku juga akan duduk disana, namun kakek tua itu mengarahkanku ke bagian barisan tamu pria yang duduk lebih dekat di tengah, tempat ijab qabul nanti.
Aku melihat ke sekelilingku, mengamati beberapa wajah familiar yang sudah aku kenali pernah mengentotku di rumahku kemarin. Beberapa menit kemudian Tuan Hendra datang dengan jas hitamnya, ia terlihat tampan sekali hari ini. Resleting celananya sudah terbuka, dan kontolnya yang ngacung itu mengkilap bekas ludah. Lagi-lagi bukan aku yang dipercaya Tuan Hendra sebagai lonte pemuas birahinya.
Tuan Hendra duduk di depan ayahku untuk menjalani prosesi ijab qobul. Ijab qobul berjalan seperti biasanya, bedanya aku diletakkan agak jauh beberapa meter disamping dan disuruh bersujud dan menungging dengan posisi bokongku menghadap keatas untuk dilihat oleh semua hadirin tamu. Satu persatu hadirin tamu berkumpul untuk mengocok kontolnya dan begitu mereka hendak crot, mereka akan menyodokkan kontolnya ke dalam memekku dan menghadiahi rahimku sperma mereka.
Plok! Plok! Plok!
"Saudara Hendra bin Hendro," ayahku memulai kalimat ijab qobulnya sementara aku sedang dientot oleh tamu yang tak aku kenal siapa. "Saya nikahkan dan saya kawinkan anda dengan anak perempuan saya Auliya dengan mas kawin dua buah vibrator dan dildo dibayar tunai."
Crot! Crot! Crot!
Tamu yang tadi mengentotku, memuntahkan cairan hangatnya ke dalam memekku. Ia lalu mengeluarkan kontolnya dan giliran tamu lain yang kini mengentot memekku.
Plok! Plok! Plok!
"Saya terima nikah dan kawinnya Auliya binti Aris dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Sah?
Sah!
Ucap para hadirin dibarengi gelak tawa mereka melihatku yang begitu hina ini. Aku yakin tak ada pria yang hadir disini yang belum menyemprotkan pejunya ke tubuhku.
Aku masih bersujud dan tak bergerak sama sekali sebelum Tuan-Tuan di masjid ini ada yang memerintahkanku. Sperma yang masih menempel di sekitar memekku kini terus beranjak turun menuju rahimku.
Tiba-tiba aku yang masih bersujud diangkat paksa oleh beberapa orang, mereka mendudukkanku, dan dihadapanku Tuan Hendra—yang kini sudah resmi jadi suamiku— berdiri. Tuan Hendra mencengkram leherku, tatapanya garang.
Cuh! Cuh!
Ia meludahi wajahku. Kalau saja ada cermin, pasti aku bisa melihat wajahku yang sangat menjijikkan ini, campuran make up luntur, sperma dan ludah.
"Saatnya meresmikan kamu jadi lonte muslimah sejati," ucap Tuan Hendra. Kulihat ia menggenggam kalung anjing yang bertuliskan 'Lonte Auliya'
Cuh! Cuh!
Tuan Hendra meludahiku lagi, kali ini aku telah siap dan membuka mulutku sehingga cairan suci dari Tuanku itu bisa kunikmati.
"Baca tulisan ini yang keras," Tuan Hendra memberiku secarik kertas berisi kalimat baiatku kepada keluarga Tuan Hendra.
"Baik Tuan," ucapku , dan aku segera bersimpuh di depannya. Di samping Tuan Hendra, ada seorang pria yang memegang hpnya dan akan merekam sumpah baiatku.
"Lonte Auliya bersumpah demi Allah untuk selamanya akan menyembah kontol Tuan Hendra beserta keluarganya dan menjadikan kontol mereka sebagai tujuan hidup yang paling utama, dan juga setiap orang yang diizinkan keluarga Tuan Hendra halal hukumnya untuk memakai tubuh Lonte ini sepuasnya. Lonte Auliya dengan sukarela dan tanpa paksaan menyerahkan hak asasi manusia lonte ini untuk diatur sekehendaknya oleh keluarga Tuan Hendra. Harta, tubuh, nyawa Lonte Auliya adalah milik keluarga Tuan Hendra. Apapun yang Tuan Hendra perintahkan lonte ini akan patuhi, apapun yang dilarang lonte ini akan jauhi," aku menelan ludahku melihat kalian baiat selanjutnya yang hendak kubaca. "Lonte Auliya memohon ampun kepada Allah karena dahulu pernah menolak keinginan pria-pria yang hendak memakai tubuh lonte ini, terutama Tuan Doni dan Tuan Aditya. Oleh karena itu, sesuai kehendak Tuan Hendra, mulai saat ini Tuan Doni dan Tuan Aditya bebas memperlakukan lonte ini semau mereka."
Tuan Hendra lalu memakaikan kalung anjing itu ke leherku, dan dengan ini aku resmi menjadi lonte keluarga besar Tuan Hendra.
"Alhamdulillah," ucap seluruh tamu diiringi oleh tepuk tangan mereka. Aku melihat ibuku berusaha menahan tangisnya. Bukan tangis sedih karena anaknya menjadi gundik, tapi tangis bahagia. Tuan Doni dan Tuan Aditya tersenyum lebar mendengar baiatku, mereka berdua saat ini sedang disepong oleh dua akhwat remaja namun aku tau bahwa setelah ini pasti mereka akan datang memakai tubuhku lagi.
"Nah, para hadirin sekalian, karena prosesi akad nikah sudah selesai, saatnya kali ini kita pesta!" ucap kerabat keluarganya Tuan Hendra.
Lagu berputar dari speaker dalam masjid, dan para tamu wanita satu persatu bangkit dan mulai menggoyangkan tubuh mereka, menari-nari di depan para tamu pria. Kajian penuh birahi ini memang selalu berhasil membuatku kaget dan terpana. Puluhan akhwat, usia tua muda melakukan aksi striptease dance di dalam masjid suci ini. Siapapun pendiri kajian ini telah sukses mencuci otak para akhwat sholihah yang sebelumnya menunjukkan pergelangan kaki mereka di publik saja tak mau.
Kulihat Ibuku menggoyangkan bokongnya di depan beberapa anak-anak sma, perlahan-lahan ia mencopot thong yang ia pakai, memamerkan memek tanpa bulunya itu. Sementara ayahku sedang asyik berciuman dengan dua wanita sekaligus, wajah mereka yang mirip tapi beda usia membuatku menduga bahwa mereka adalah anak dan ibu.
Plak!
"Malah asyik ngeliatin akhwat lain dientot!" ucap Tuan Hendra, ia menampar pipiku keras sekali hingga aku mengira bahwa gigiku hampir copot.
"M-maaf Tuan." aku segera bersujud tapi hijabku langsung dijambak oleh Tuan Hendra, dan mulutku langsung dimasuki oleh kontolnya.
"NGHH, GOKHH, GOKHHH, GKHH,"
Tuan Hendra memperlakukanku dengan begitu kasar, emnghantamkan kontolnya berulang kali di tenggorokanku. Ia seperti pejantan yang sedang mengklaim teritorinya, yaitu aku.
"Ahh, uhuk, uhuk," aku terbatuk-batuk begitu Tuan Hendra mengeluarkan kontolnya dari mulutku. Aku hampir muntah, staminaku sudah habis akibat dientot seharian penuh. Aku membuat catatan dalam diriku nanti untuk melatih staminaku agar kuat untuk dientot berhari-hari sekalipun.
"Ngemis minta kontol ini," ucap Tuan Hendra menunjuk kontolnya.
Aku lalu segera berjongkok mengangkang dan mulai menciumi kontol Tuan Hendra.
"Lonte Auliya mohonn Tuannn, cupp, cuppp, kontol ini adalah tujuan Lonte Auliya di dunia ini, izinkan hamba lontemu ini untuk memuaskan nafsu Tuan Hendra, cupp, cupp, memek hina lonte ini butuh kontolmu Tuan,"
Tak kusangka tiba-tiba Tuan Hendra menjambak hijabku dan menarikku berdiri, lalu cupp. Ia mencium bibirku, untuk pertama kalinya. Aku sempat kaget, namun ketika Tuan Hendra mulai melumat lidahku aku langsung membalasnya. Di sekitar masjid ini pasti banyak akhwat-akhwat yang telah dicoba oleh Tuan Hendra dan kini mereka sedang menonton diriku yang bercumbu dengannya. Aku harus membuktikan bahwa aku lah lonte terbaik bagi Tuan Hendra, suamiku.
Cupp, cupp, cupp.
Aku dan Tuan Hendra menjadi pusat perhatian di tengah-tengah masjid. Dengan satu gerakan cepat Tuan Hendra membalikkan tubuhku menghadap kiblat, ia menyuruhku menunduk dalam posisi rukuk. Lalu dengan satu gerakan cepat, kontolnya telah merangsek masuk ke dalam memekku.
"Ayo sembah tuhanmu, nghh," ucap Tuan Hendra, tangannya mencengkram pinggangku agar tubuhku yang membungkuk itu tak jatuh ke depan.
"Ouhhh, Allahuakbar, Allahuakbar, ouhhh," aku meracau mengucapkan kalimat takbir berulang kali. Mulutku memuliakan Allah sedangkan memekku sedang dizinahi di rumah-Nya.
Pok! Plok! Plok!
Tuan Hendra menusuk-nusukkan kontolnya dengan intensitas yang belum pernah aku rasakan dari semua pria yang mengentotku sebelumnya. Suara pinggul kamu yang bertemu menggema di masjid ini, berbarengan dengan suara puluhan pinggul ikhwan dan akhwat yang juga berzina ria di sekitar kami.
"Ya Allahh, nghhh, enakkk, ouhhh, lonte ini bukan hambamu lagii, ouhhh, Lonte Auliya udah jadi hamba kontolll, ouhhh,"
"Enakan jadi hamba Allah atau hamba kontol Tuanmu ini?" seru Tuan Hendra, jari-jarinya mulai nakal merangsang lubang anusku.
"Alhamdulillahhh, shhh, ouhhh, enakkk jadii hambaa kontoll, ouhhh, Lonte Auliya bisa dientott tiap harii, bisa colmekk, ouhh, shh, bissa orgasmeee, ouhhhh,"
"Ahhh, kuentott kauu lontee alimmm!" racau Tuan Hendra.
"Enak dientot suamimu, Auliya?" ucap ayahku. Sodokan kontol Tuan Hendra membuatku hilang fokus dan tak menyadari bahwa ayahku sudah memasang badan tepat di depanku.
"Iya, ouhhh, makasihhh ay- Tuan Tisna sudah menjodohkan lonte ini dengan Tuan Hendraa, ouhhh, tubuh lonte ini jadi bisa berguna untuk muasin Tuan-Tuann ouhhh," ucapku, rasanya cukup aneh menyebut ayahku sendiri dengan sebutan Tuan Tisna, tapi ini adalah kewajibanku sebagai seorang budak.
Tuan Tisna lalu menampar-namparkan kontolnya ke pipiku. Namun ketika aku ingin menyepong kontolnya, Tuan Tisna menjauhkan kontolnya itu dariku. "Ngemis dulu lonte, mana sopan santunmu?"
"Ouhh, maaf Tuannn, lontemu ini udah sange bangett, ouhhh, shhh, nhghhh, tolonggg, sebagai anak dan lonte yang berbakti, Lonte Auliya pengen muasin Tuan Tisn- OGHH, NGHH,"
Tuan Tisna langsung menyodok-nyodokkan kontolnya ke dalam mulutku. Tangannya memegang kepalaku dan memajukannya agar semakin dalam mengulum kontolnya. Posisiku kini sama seperti tadi ketika dientot oleh Tuan Doni dan Tuan Aditya.
Tubuhku tertahan dari dua arah. Dari belakang dipegang oleh suamiku, Tuan Hendra dan dari depan ditahan oleh ayahku, Tuan Tisna.
Plakkk, plakk.
Sesekali Tuan Hendra menampar bokongku, kadang mencubitnya.
"Nghh, nghh," mulutku hanya mengeluarkan gumaman yang tak jelas. Otakku yang telah terkontaminasi kebanyakan bokep dan ngentot membuat tamparan di bokongku yang seharusnya sakit justru membuat tubuhku melenting-lenting penuh kenikmatan.
Setelah beberapa saat, aku melihat Tuan Tisna memberi kode kepada Tuan Hendra untuk berpindah posisi. Tubuhku diberdirikan, sementara kedua Tuanku itu berpindah posisi. Kini Tuan Tisna menusuk-nusuk memekku dengan kontolnya yang membuatku kembali merintih-rintih.
Rintihanku dengan cepat diredam kembali oleh kontol Tuan Hendra. Cairan kewanitaanku yang melumuri kontol Tuan Hendra terasa asin-asin lezat di lidahku. Sementara itu kontol Tuan Tisna yang terus menusuk-nusuk memekku juga terasa makin membangkitkan kenikmatan yang tadi sudah hampir mencapai puncaknya sebelum Tuan Hendra mencabut kontolnya.
Sambil mengocok-ngocokkan penisnya di mulutku, tangan Tuan Hendra meraih toketku dan meremas-remasnya membuatku belingsatan bergerak-gerak ke kiri ke kanan ditahan dari depan dan belakang oleh dua kontol. Andai mulutku tak dibekap kontol pasti sudah keluar erangan-erangan penuh kenikmatan dari sana.
"Memekmu lebih enak dari punya ibumuuu, memek lonteee," racau Tuan Tisna. Sodokannya makin keras dan makin liar. Aku merasa bangga bisa melayani ayahku dengan memekku, apalagi mengalahkan ibuku. "NGHHH, Kuhamili kamu lonteeee, anjinggggg, memek anakku peretttt," tubuh Tuan Tisna mengejang, tangannya mencengkram pinggangku dengan erat.
Tubuhku tersentak ke depan saat aku merasakan pancutan-pancutan hangat dari kontol Tuan Tisna di dalam rahimku. Dadaku berdesir penuh syahwat disaat secara bersamaan Tuan Hendra menusukkan kontolnya kuat-kuat sampai mencapai tenggorokanku.
Crot, Crot, Crot.
Kontol Tuan Hendra memancutkan air maninya banyak sekali hingga membuat diriku gelagapan dan sebisa mungkin langsung menelan semua peju sucinya. Tubuhku kembali tersentak ke belakang, dan saat itulah ombak deras orgasme menerpaku.
Sleeb.
Saat orgasmeku masih berlangsung, Tuan Tisna melepaskan kontolnya dari memekku. Tubuhku sempoyongan ke depan hampir jatuh, tanganku meraih pinggang Tuan Hendra untuk menahan tubuhku.
“Ahh, ahhhhhhhh, ahhhhhhh,” memekku berkedut-kedut lalu cairan orgasmeku muncrat berleleran di karpet masjid. Tubuhku pada akhirnya tetap jatuh ke bawah akibat kakiku yang bergetar tak sanggup menahan berat tubuhku. Tubuhku masih bergetar-getar saat aku terbaring di karpet masjid.
"Alhamdulilah," aku mengucapkan rasa syukur. Nikmat dientot yang diberikan Tuan-Tuanku itu tak ada bandingannya di dunia ini. Dunia dan seisinya rela aku tukar demi bisa dientot oleh kontol mereka.
Tuan Tisna dan Tuan Hendra tak mempedulikanku sama sekali, mereka berdua langsung pergi mencari lonte akhwat lain untuk dipakai. Aku tak protes atau marah pada mereka, justru aku marah pada diriku sendiri. Jika saja aku punya stamina yang lebih kuat pasti diriku masih bisa berguna untuk dipakai sebagai tempat pembuangan peju oleh mereka. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk melatih seluruh anggota tubuhku agar bisa melayani semua Tuan-Tuanku dengan maksimal.
***1706Please respect copyright.PENANAJgRsSRRNbd
Bagi yang mau membeli karya MirzaAli yang lainnya silahkan hubungi telegram : @mirzaali1 atau join Channel : https://t.me/+7mjZFt-x1UAzZThl1706Please respect copyright.PENANAkIAtPL8MrG
Note : Chapter 4 adalah chapter terakhir dari cerita ini (bisa dibeli lewat telegram atau novelkita.online). Cerita ini akan berlanjut di 'Lonte Pendakwah' yang mengisahkan perjalanan Auliya membinalkan para akhwat suci di kota.1706Please respect copyright.PENANAVaELN9wtlJ