NB : sebelum membaca, sebagian besar tulisan disini adalah tulisan Rinda karena narasumber hanya bercerita garis besar saja waktu dauroh, dan ada beberapa yang detil tapi tidak semuanya. Enjoy! Rinda ga berharap semua akan percaya, karena waktu Rinda dengar kisah dia pun Rinda juga Cuma bengong kaget. Dan juga untuk story ini Rinda ga didepan leptop, jadi ga bisa edit ke format 'justified'
22509Please respect copyright.PENANAedJNxi2bFe
Alhamdulillah aku gak pernah nyangka kalau ikut Dauroh kemarin bakal dapet temen-temen baru yang ternyata juga punya sisi kelam. Awalnya ragu buat cerita, tapi setelah tau ada yang berani open-mind, apalagi ada juga Ukhti Rinda (yang baru aku tau kalau beliau ini penulis juga), akhirnya aku coba deh beraniin diri buat share pengalamanku sendiri. Cerita ini bener-bener ku alami, tapi bukan untuk dijadikan contoh, tapi ambil ibrahnya saja.
Jadi, namaku Amanda, biasa dipanggil Bu Manda. Waktu aku bertemu dengan Ukhti Rinda di Dauroh, umurku sudah menginjak 37 tahun, jalan ke 38 tahun. Alhamdulillah aku dikaruniai 2 orang anak, yang paling besar umur 17 tahun, dan yang paling kecil masih umur 7 tahun. Kok jauh sekali?? Yaa itu sudah keputusan antara aku dan suamiku. Aku sendiri sekarang tinggal di Jogja, tepatnya di daerah lereng merapi, di sekitaran Jakal bagian atas. Dari segi ekonomi, alhamdulillah aku diberikan kemudahan banget. Suamiku yang seorang ustad, juga memiliki cukup banyak bisnis yang berjalan. Sementara aku sendiri pun punya bisnis online shop kecil-kecilan. Lumayan lah untuk mengisi waktu luang. Aku sendiri bukan asli Jogja, tapi dari Bangka, Sumatera. Fisikku biasa saja, kulit kuning lebih ke arah putih, dengan tinggi sekitar 163cm, dengan ukuran payudara mungkin di cup D. Yaa aku cukup bangga dengan ukuran payudaraku, bahkan aku sering membeli suplemen untuk payudara yang membuat suamiku semakin senang.
Anakku sendiri yang paling besar, namanya Dinda, ia memiliki tubuh yang sama persis denganku saat aku masih seumuran dengannya, hanya saja ia versi ‘upgraded’ dari ku. Wajahnya yang Flawless dengan mata lentik, dengan bola mata yang hitam sempurna, begitu menarik perhatian ikhwan.
“Dinda.. ati-ati yaa.. Dinda tuh cantik banget lhoo.. ya kan Mi..?? Makanya harus hati-hati diluar..”
Kata suamiku tiap kali hendak berangkat mengantar anakku berangkat sekolah. Apalagi ukuran payudaranya yang memang tak ‘lazim’ untuk anak seumurannya. Bahkan suamiku sempat bercanda tentang anakku itu.
“Dinda kok udah kayak gitu ya Mi?? Seksi banget tuh.. Wuaahh.. Jadi bayangin nih kalo maen bertiga sama Umi sama Dindaa.. ahahahaah..”, celetuk suamiku sambil tiduran di ranjang.
“isshh.. Abi tuhh kontrol diri.. itu anak sendiri.. masak mau di embat!?”, jawabku sambil mencubit tangannya.
“Yaa gimana?? Abi kan laki-laki juga Mi.. Tuh Umi juga liat sekretaris Abi, mba Niken.. haduuhh bohayy nyaa.. Ahahahah.. Eeitss.. tapi soal di ranjang, ga ada yang bisa ngalahin binalnya umi sihh..”, jawab suamiku sambil mencium pipiku saat melihat raut wajahku yang berubah.
“Diihh.. gitu terus modusnya kalo udah kebablasan becandanya..”, jawabku agak kesal.
“Eehh.. Nggaa.. Sriuusaann!! Tuh punya mba Niken mah ga ada apa-apanya dibanding punya Mimiw nihh.. Jwummbooooo..!! Bikin abi klepek-klepek..”, kata suamiku sambil meremas lembut toketku yang menjulang.dengan puting kecoklatan.
“Aahh masaa?? Hihihih.. Abi seneng kah sama nenen umi??”, tanyaku yang sudah mulai luluh saat dipuji suamiku.
“Iyaaaaaa.. banget!!! Ga ada yang bisa tandingin keindahan bukit kembar istriku.. Aaaahhh..”, jawab suamiku sambil menciumi putingku.
Desahanku tak terasa mengalir keluar dengan mudahnya. Rasa geli bercampur nikmat yang dihantarkan lidah suamiku begitu intens. Mataku dibuat merem-melek olehnya. Memang kuakui, selama hampir 18 tahun kita menikah, foreplay adalah mukjizat yang dimiliki suamiku. Hanya dengan permainan jemarinya saja, aku bisa squirting berkali-kali. Belum lagi lidahnya yang gilaa itu, buatku benar-benar dimanja. Aku yang tadinya sangat awam tentang seks, hanya butuh waktu kurang dari setahun hingga akhirnya mengenal tentang seks lebih jauh. Semua itu jasa dari suamiku yang ternyata punya ‘Dark Side’ meskipun ia juga seorang ustad.
Benar kata ustad-ustad kalau jodoh seseorang merupakan cerminan dirinya sendiri. Setelah menikah barulah kusadari kalau ternyata suamiku dulunya juga pernah pacaran ataupun nonton bokep. Meskipun dia tak mengakuinya secara langsung, tapi aku bisa tau dari caranya yang begitu cepat menguasaiku di malam pertama tanpa malu-malu. Aku sendiri juga sempat berpacaran saat masih SMA. Dan disitulah aku mengenal dunia perlendiran meskipun aku tak sampai zina.
Meksipun aku beberapa kali nonton bokep saat pacaran, namun ketika ‘harus’ praktikum dengan kekasihku, iman ku masih kuat untuk menahannya. Lebih tepatnya rasa sayangku pada orang tua. Aku tak ingin mereka menanggung malu saat tau kalau anaknya telah berbuat sesuatu yang diharamkan agama. Tapi semua itu terbayarkan saat aku menikah. Meskipun aku berupaya jaim di malam pertama (fyi aku nikah karena dijodohkan), tapi saat lidah suamiku mulai bermain di memekku, aku pun tak mampu menahan gelora binal yang terpendam sekian lamanya. Penetrasi awal malam itu memang tak kupungkiri kalau begitu perih, namun semua itu hanya sekilas. Setelah itu? Para pembaca bisa berfantasi sendiri kan ya??
“Hihihih.. yaaahh.. boleh aja Abi selingkuh, tapi kalau bisa tahan ga keluar minimal 10 menit lawan memek umi lohh..”, ujarku yang sudah langsung doggy dan mengulum kontol suamiku.
“Shhh.. Gitu?? Tau aja kelemahan abi nih Umiihh..”, jawab suamiku yang merem melek sambil terus meremasi jilbab miniku.
Memang foreplay adalah keahlian suamiku, jadi biasanya aku dibuatnya orgasme beberapa kali dulu dengan foreplay sebelum berlanjut dengan ngentot. Dan biasanya aku selalu ya g mengawalinya dengan posisi WOT, harapannya aku bisa lebih dulu klimaks, setelah itu barulah suamiku yang menggunakanku untuk memuaskan dirinya. Sebenarnya itu bukan masalah besar bagiku, karena menurutku orgasme dengan berbagai cara itu sah-sah saja. Tapi tetap saja rasa penasaran selalu ada.
“Mmmhh.. jadi pengen muncrat karena disodok..”, batinku saat suamiku mengerang dan menyemburkan spermanya di rahimku.
“Haaaahh.. Enaknya memek umi.. udah belasan taun masih aja bikin abi kayak gini..”, ucap suamiku sambil menghempaskan dirinya.
Kami memang sudah menikah, tapi bukan berarti kegiatan kami untuk nobar bokep berhenti. Hampir tiap malam, khususnya kalau pas suamiku pengen, biasanya kami nobar bokep dulu. Dan sering kami berfantasi sesuai dengan setiap adegan yang terjadi di video itu. Pernah suatu ketika, aku masih ingat sekali waktu itu, ditahun keempat pernikahan kami, suamiku memintaku untuk blowjob di dalam mobil sambil berkendara. Meskipun aku sempat menolaknya, tapi ia begitu pintar dalam membujuk hatiku. Dan akhirnya akupun terpaksa melakukannya. Awalnya risih dan deg-degan, tapi justru entah kenapa aku begitu menikmatinya. Terlebih lagi saat melihat ekspresi suamiku dan desahannya, membuatku semakin bersemangat untuk lebih jauh. Dan alhasil, mulutku pun dipenuhi sperma suamiku yang sudah tertahan selama 5 menit.
Glek.. glekk.. itulah kali pertama aku merasakan rasa sperma. Awalnya terasa aneh dan ingin muntah, namun aku tak ingin merusak suasana, dan juga karena penasaran juga, akhirnya aku paksa diriku untuk menelannya.
“Mmmm.. boleh juga sih.. gak buruk juga..”, batinku sambil terus mengulum kontol suamiku yang mulai lemas.
Nah, kisah ini bermula semenjak aku dan suamiku berfantasi terlalu jauh. Bahkan suamiku sempat ‘bercanda’ untuk bisa threesome. Aku pun terkejut mendengarnya. Yah meskipun aku sendiri juga penasaran gimana rasanya depan belakang di sumpal kontol, tapi kan dia seorang USTAD!! Gimana ceritanya coba??
“Heehh!! Abi tuh ustad!! Udahlah bi.. jangan aneh-aneh gitu.. yang berdua aja.. bondage kek atau apa itu umi masih bisa.. lah masak umi cadaran dientot laki lain?? Abi tega??!”, jawabku agak badmood.
“yaa kan Cuma bilang aja mi.. emang umi ga penasaran???”, tanya suamiku sambil memakai jubahnya.
“Nggakk!! Udah ahh.. telat ntar pengajian..”, jawabku mengalihkan pembicaraan.
Rumahku hanya berjarak beberapa meter dari masjid, lebih tepatnya berada di belakang masjid, sehingga akses ke masjid begitu mudahnya. Termasuk bagi para marbot masjid yang sering menggunakan pekarangan rumah kami untuk menjemur pakaian, dan aku sih tidak masalah sama sekali.
Benar, sesuai judul, dia bernama Faiz. Seorang marbot baru di masjid kami. Umurnya sekitar 22 tahun. Sudah semester akhir di salah satu universitas swasta ternama di Jogjakarta. Kalau dari segi wajah, suamiku masih lebih putih. Tapi justru warna kulitnya yang khas orang jawa itu memberikan kesan maskulin yang lebih, apalagi suamiku yang sudah berumur 40tahunan.
“Wa’alaykumsalam.Bu.. saya Faiz.. iya, tadi sudah di brifing sama pak Takmir soal kerjaan di masjid ini..”, kata Faiz sambil bersiap berangkat ke kampus.
“Ohh.. yasudah.. hati-hati di jalan ya..”, jawabku yang mengenakan setelan cadar, khimar, dan abaya warna coklat susu.
Karena lokasi jemuran untuk masjid dan marbot sama, sehingga membuatku terkadang malas untuk keluar. Karena besa dengan para ikhwan, kalau untuk ikhwan maka batas aurat itu mudah, tapi bagi akhwat semuanya aurat kecuali mata saja. Itupun masih dalam ranah khilafiyah para ulama. Alhasil, kalau waktu Dinda masih di rumah, aku sering menyuruhnya untuk menjemur pakaian daripada aku yang ribet. Dinda sendiri sudah mulai mengenakan khimar jumbo meskipun tak sebesar milikku. Umurnya yang sudah menginjak 17 tahun mulai menampakkan keranuman tubuhnya yang berkulit putih bersih itu. Kajian pemuda yang aktif di kampung, membuat Dinda mulai sadar diri, termasuk juga sebab dari lingkungan akhwat kampung yang cukup kuat dalam masalah Ukhrowi.
“Iya sih Mi.. Dinda juga pengen pake.. Cuma ntar aja lah yaa.. kan masih mudaa.. masih pengen kliatan cantiknyaa..”, kata Dinda yang entah darimana tiba-tiba bertanya tentang cadar.
“Yaa silahkan.. umi gak akan paksa Dinda.. kan Dinda udah gede.. soalnya Dinda tuh cantiikk banget.. makanya Umi khawatir gitu aja.. pinter-pinter lah ya jaga diri..”, jawabku sambil menyiapkan makan malam.
“Okeeyy Miii.. Ehh iya Mi.. ternyata mas Faiz kuliah di kampus yang Dinda juga mau..”, celetuk anakku.
“Umi udah tau.. ahahaha.. trus kenapa emangnya??”, tanyaku.
“Ngga.. kan dari kemarin Umi rewel tuh minta aku buat les.. capek Mi.. mending minta tolong mas Faiz buat ngajarin..”, jawabnya.
“Lohh.. emang mas Faiz bisa ngajarin?? Ntar kamu tambah pusing lagi.. hahaha..”, jawabku.
“Yee.. kan mas Faiz tuh jurusan fisika kalo ga salah.. kan berarti pinter rumus-rumus kaann..?? Yaa daripada bayarin mahal.. mending kasih ke mas Faiz aja sekalian siapa tau juga jodoh Dindaa..”, jawab Dinda yang membuatku terkejut.
“Lohh.. kok sampe sanaa??? Ooooooo.. jadi gitu yaaa.. Jadi Dindaa udah seneng sama mas Faizz?? Haaaa??”, jawabku.
“Eehh.. Ngg.. Enggaaakkk.. kan gak ada Dinda bilang gituu.. “, jawab anakku yang mulai salting.
Melihat tingkah anakku, aku pun tak terlalu khawatir karena memang sudah sewajarnya di umurnya yang sekarang kalau ia mulai menyukai lawan jenis. Tapi tetap saja sebagai orang tua, aku harus selalu menjaga anakku, apalagi dia seorang perempuan.
Kegiatan pemuda masjid bisa dibilang cukup aktif jikalau dibandingkan dengan masjid-masjid yang lain. Kajian-kajian rutin sering diadakan baik bagi jamaah bapak-bapak, ataupun jamaah ibu-ibu. Tak terkecuali kajian bagi remaja dan pemuda masjid. Termasuk anakku Dinda adalah salah seorang penggeraknya. Kehadiran Faiz yang juga dengan cepat bergaul dengan pemuda dan pemudi masjid, menambah kesemangatan di antara mereka, terutama di kalangan alhwat-akhwat remaja masjid.
“Ciee.. cieee.. siapa tuh?? Harus banget yaa dikasihin langsung..??”, ejek seorang remaja putri pada temannya.
“iihh.. kan kalo gak dikasihin langsung ntar mas Faiznya ga tau..”, jawab remaja putri yang lain yang berupaya membawakan snack ke kamar Faiz.
Aku yang menyaksikan hal itu hanya bisa tersenyum dan tertawa kecil. Semua itu mengingatkan ku saat aku dulu suka dengan seorang ikhwan di masjid asal ku sebelum aku dijodohkan dengan suamiku yang sekarang. Memang Faiz sendiri memiliki ‘daya tarik’ tersendiri, dan itu pun mulai kurasakan setelah beberapa bulan ini mengenalnya.
“Iya bu Manda.. nanti inshaaAllah Faiz koordinasikan dengan remaja putri yang lain.. tapi jadwalnya ngga berubah kan bu??”, tanya Faiz dengan sikapnya yang lembut.
“Nggak kok.. nanti tetep kayak biasanya aja.. makasih mas Faiz ya..”, jawabku.
“iya bu sama-sama..”, jawab Faiz yang malam itu mengenakan gamis khas ikhwan.
Kajian rutin malam itu aku harus bertugas menggantikan penceramah utama. Sebagai seorang istri ustad, maka aku pun dituntut untuk bisa memiliki skill yang cukup untuk menyampaikan materi-materi agama. Alhamdulillah karena suamiku yang pro-aktif di awal-awal pernikahan untuk membina akhiratku, kini itu semua mulai berbuah. Termasuk ketika ia dengan sabarnya mengajariku tentang nikmatnya dunia perlendiran.
“Ahh.. Ahh.. Enak banget sayang.. Aahh..”, desah suamiku yang merem melek menikmati seponganku.
Kontol suamiku termasuk standar saja, panjang sekitar 15cm dengan diameter 4cm mungkin. Ukuran itu membuatku mudah untuk bisa melahap seluruh kontolnya sehingga menghantarkan kenikmatan yang lebih. Sesekali tangan suamiku meremas-remas jilbab satin yang kukenakan. Btw, hampir tiap kali kita ngentot, aku harus mengenakan jilbab. Entah itu jilbab segi empat, french khimar, cadar, atau apapun sesuai dengan fantasi suamiku. Dan malam itu aku mengenakan Jilbab segi empat satin warna coklat susu sementara tubuh putih mulusku bugil.
“Mmm.. Mm… Mmm.. Srrppp.. Mmm..”
Dulu sekali aku tak pernah membayangkan kalau kontol bisa di sepong, karena aku beranggapan jijik ketika harus melakukannya. “itu kan buat kencing”, kataku dalam hati saat awal-awal suamiku mengajari foreplay. Namun suamiku sangat sabar dan ia yang memulai lebih dulu dengan menjilati memekku.
Aku berupaya menolak semampuku, tapi usahaku sirna begitu saja saat lidahnya mulai menari memanjakan setiap titik rangsangan di memekku. Aaaahhhh.. rasanya benar-benar enak dan nikmat. Tak pernah kusangka akan bisa merasakan sesuatu yang begitu nikmat dari tempat najis itu. Aku berupaya semampuku untuk menahan desahanku, tapi tubuhku berkata lain. Pinggulku serasa bergerak sendiri, seakan ingin agar lidah suamiku bisa lebih jauh menyusuri legitnya memekku. Akhirnya aku pun tak peduli lagi. Mulutku dengan bebasnya mendesah, tanganku meremas-remas kepalanya sementara pinggulku kelojotan karena nikmat yang tak terkira.
Tak pernah kurasakan tubuhku begitu bergairah dan bernafsu kala itu. Sehingga saat suamiku sudah puas dengan memekku dan ia menyodorkan kontolnya yang mengacung tegak itu, aku pun secara otomatis langsung melahap kontolnya. Persis seperti video-video porno yang pernah dikirim oleh mantan pacarku dulu. Agak ingin muntah awalnya, mungkin karena belum terbiasa oleh aroma dan rasanya. Tapi kini setelah lama menikah, blowjob menjadi kegiatan wajib harianku. Selain untuk memanjakan suami, juga untuk memuaskan sedikit dahagaku.
Cukup lama aku menikmati kontol suamiku malam itu sebeluk berganti aku yang jongkok mengangkangi suamiku. Aaaahhh.. posisi ini membuat birahiku semakin memuncak, selain karena lidah suamiku yang bisa masuk jauh ke dalam memek, aku pun bisa dengan mudahnya menggerakkan pinggulku untuk mendapatkan nikmat yang lebih. Posisi ini juga termasuk fetishku, yaitu mengangkangi wajah ikhwan sholeh. Dan suamiku juga sering banget kuminta pake peci atau surban waktu kita ngentot.
“ahh.. ahh.. shh.. enak banget sayang.. sshh.. Aahhhh..”, desahku saat meraskan semburan hangat sperma suamiku.
Hanya sekitar 3 menit saja suamiku mampu bertahan hingga ia mencapai klimaksnya yang terkadang membuatku agak kesal. Tapi yasudahlah, foreplay nya juga sudah sering membuatku klimaks.
Ohh iya, panggil saja suamiku dengan nama Amar, itu nama panggilan saat aku sedang tidak di depan anak-anak. Kalau dari tampang, suamiku cukup ganteng meskipun tubuhnya sudah tak sekencang dulu. Kegiatannya sebagai ustad membuatnya jarang olahraga sehingga tubuhnya mulai kendor, termasuk perutnya yang mulai buncit. Tapi sifatnya yang lembut membuatku tetap cinta padanya. Aku selama ini mengatasi dahaga seks ku dengan masturbasi kalau suamiku sudah loyo sebelum aku puas. Aku tak ingin membuatnya terluka kalau melihatku tidak puas di ranjang.
Dalam beberapa bulan ke depan, Dinda akan menghadapi UAS (Ujian Akhir Sekolah) dan sudah menjadi momok bagi setiap siswa yaitu mapel Matematika dan Fisika. Dinda pun tak lepas dari hal itu juga, sehingga ia pun berinisiatif untuk les privat dengan Faiz. Aku tak pernah menaruh kecurigaan apapun pada Faiz. Ia terlihat normal layaknya mahasiswa pada umumnya. Pagi hari berangkat kuliah, sore atau malamnya biasanya dia nimbrung di ruang tamu rumahku sama Dinda. Jobdesk nya untuk selalu menjaga waktu-waktu adzan tak pernah terlepas sekalipun.
“Mas Faiz kok bisa seneng pelajaran Fisika? Padahal Dinda mah benci banget..”, kataku yang duduk di sofa ruang tamu mengenakan dress hitam motif bunga tulip, jilbab jumbo warna coklat susu berpadu dengan cadar tali hitam.
“Mmm.. gatau juga Bu.. minat aja sih..”, jawab Faiz yang duduk di lantai berhadapan dengan Dinda sementara keduanya dibatasi oleh meja pendek khas ruang tamu.
“Emang umi bisa Fisika juga? Apa matematik gitu??”, tanya Dinda.
“Yaa ngga juga sih.. ahahah..”, jawabku sambil agak mencondongkan tubuhku ingin melihat apa yang Dinda kerjakan.
Sudah pasti posisiku ini membuat kedua gunungku terekspos meski abaya dan jilbab masih menutupinya. Aku bisa dengan jelas merasakannya karena memang aku jarang sekali pakai BH kalau di rumah. Kalau ditanya yaa lebih lega aja, ngga sumpek gitu. Meski samar-samar, tapi Faiz mulai mencuri-curi pandang ke arahku. Sepertinya ia mulai tertarik denganku tak hanya dengan anakku saja.
Hari-hari berikutnya Dinda lebih intens bersama dengan Faiz dan keduanya tampak terlihat sangat akrab. Yaah aku pun belajar untuk memakluminya karena seumuranya adalah waktu dimana benih-benih cinta mulai tumbuh. Postur tubuh Faiz yang tinggi, sekitar 178cm membuatnya terlihat gagah meskipun dengan wajah yang biasa saja.
“Ahahah.. nggak lohh Mass.. yang ini Dinda beneran bingung.. ini yahh Differensial tuh apaan..?? Pusing kalo guru jelasinnya..”, kata Dinda sembari sesekali bercanda.
“Yaa ini tuhh ginii.. kan ini mas coba jelasinnya.. ga ada cara yang simpel sihh.. “, jawab Faiz yang terlihat ke ge’er an ketika melihat tawa manis Dinda.
Entah kenapa apapun yang dikenakan Dinda pasti terlihat match dengan wajahnya yang putih nan cantik. Malam itu jilbab segi empat instan putih membalut wajahnya yang oval. Tubuhnya yang ranum terbalut dengan dress dongker polos yang semakin kontras dengan warna kulit tangannya.
“Aduuhh.. yang lagi kasmaran.. eehh.. keceplosan..”, celetukku sambil membawa dua gelas teh hangat dengan camilan.
“Eehh.. Umiiiii.. apaan siihhh..”, ucap Dinda yang langsung salting.
“Ahahah.. Bu Manda becanda terus nihh..”, kata Faiz menyambut baki yang kubawa sambil menatap ke arah dadaku.
Meskipun agak risih, tapi tak bisa kupingkiri ada sebagian dari hatiku yang merasa bangga ketika ada lelaki lain selain suamiku yang tertarik pada tubuhku.
Pagi itu aku tidak biasanya suamiku pergi dengan mengajakku juga. Biasanya kalau pergi dia sendirian, apalagi kalau mengisi kajian diluar.
“iyaalaahh.. sekali-sekali nemenin Abi sih Mi.. lagian umi ga ada kerjaan kan di rumah..”, kata suamiku yang baru saja selesai mandi dan hanya mengenakan handuk mini.
“Ga biasanya aja gitu.. emang mau kemana Bi? Ngisi dimana emangnya??”, tanyaku yang hanya mengenakan daster tipis warna pink sepaha.
“ini disekitaran kampus ‘A’ sana.. soalnya kan biasanya yang datang tuh banyak akhwat-akhwatnya.. supaya Abi kalo pas ‘pengen’ ada pelampiasan trus sekalian ntar abi bantu promote bisnisnya umi tuhh..”, jawab suamiku.
“Heehh.. Apaan sih abi nih.. nakal banget sih!!”, jawabku sambil meremas gemas kontol suamiku.
“Aaww.. Aaww.. Ngapain di remes.. di emut enakan nihh.. jadi gimana? Ikut ngga??”, tanya suamiku sambil meringis.
“Tapi ntar mampir makan yaa.. “, jawabku sambil bergegas untuk mandi.
Waktu itu kalau tidak salah hari Ahad pagi. Memang setiap Ahad pagi suamiku ada jadwal untuk mengisi kajian mahasiswa di berbagai macam kampus dan khusus pagi itu ia memintaku untuk menemaninya. Karena aku akan pergi berdua, jadi tidak ada orang dewasa di rumah selain Dinda anakku.
“Kak Dinda.. Umi sama Abi pergi kajian dulu yaa.. nanti adek jangan lupa diawasin..”, ucapku seraya merapikan cadar yaman yang kupakai.
“Ohh.. okey Mi.. sampe jam brapa? Ba’da dhuhur uda pulang kan??”, tanya Dinda yang hanya mengenakan hotpants hitam dan kaos oblong putih yang menampakkan kemulusan kakinya.
“Gatau deh.. sampe jam brapa Bi biasanya??”, tanyaku.
“Yaaa.. sekitaran jam 11 lah.. ntar kalo uda kelar Umi yang ngabarin..”, jawab suamiku sambil bergegas untuk menyalakan mobil.
Sekitar jam 8 kurang , aku dan suamiku berangkat menuju masjid kampus swasta ‘A’. Sudah hampir beberapa tahun belakangan ini gerakan hijrah di kalangan mahasiswa nampak menggeliat pesat. Bahkan tak jarang beberapa customerku juga masih berstatus mahasiswa. Jarak antara rumahku dengan kampus tak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit perjalanan naik mobil. Sesampainya di lokasi, aku begitu terkejut dengan antusiasme para akhwat yang hadir. Dan kebanyakan dari mereka sudah berpakaian serba sayr’i. Aku pun tak heran kenapa suamiku cukup terkenal dikalangan para akhwat-akhwat ini. Ternyata selama penyampaian kajian, suamiku mencampurkan unsur lelucon sehingga tidak membuat audiens mengantuk. Beberapa kali gelak tawa terdengar di ruang masjid baik dari peserta ikhwan maupun akhwat.
“Afwan.. ummah ini istrinya ustad Amar ya..??”, celetuk seorang akhwat padaku.
“Ohh.. Ahh iya..”, jawabku singkat.
“Waahh.. MashaaAllah.. ana ga nyangka.. pantes aja yaa.. istrinya juga cantikk ginii.. ehh afwan ummm..”, ujar si Akhwat tadi yang tampak kegirangan.
Tak berselang lama akhwat-akhwat yang lain pun mulai mengajak aku untuk ngobrol, sharing, dll. Sebagian besar pertanyaan mereka adalah bagaimana agar bisa istiqomah hijrah, apalagi kalau sudah memutuskan untuk bercadar ataupun berhijab syar’i.
“Wahh.. ana bukan ustadzah.. mmm.. tapi kalau menurut ana setidaknya ada 2 hal yang harus diusahakan.. yang pertama kita harus meluruskan niat hijrah hanya lillahita’ala.. jadi ga perlu peduli apa kata orang.. yang kedua, kita harus cari circle yang sefrekuensi supaya bisa saling menguatkan kalau ada sebagian dari diri kita ini futur..”, jawabku yang disambut antusias para mahasiswi itu.
Semenjak pengalaman itu, dimana ternyata banyak medan dakwah untukku, aku pun selalu ikut dengan suamiku setiap ahad pagi. Dan sebab dari itu juga aku bisa mendapatkan marketing online shopku lebih luas.
“Assalamu’alaykum..”, ucapku saat masuk rumah.
“Wa’alaykumsalam.. eehh.. udah pulang Mi..?? Kok ga ngabarin??”, tanya Dinda yang buru-buru membereskan meja tamu.
“Iyaa.. Abi tadi langsung ada meeting diluar sama pelanggan kayaknya.. abis ada tamu ya??”, tanyaku yang heran melihat ada beberapa gelas dan snack di meja.
“Oohh.. Nngg.. iya sih mi.. tadi temen-temen Dinda maenn.. temen akhwat siihh..”, kata Dinda yang terkesan ingin menjelaskan secara detil.
“Mmm.. yaudah diberesin gih.. berantakan.. si kecil dimana??”, tanyaku.
“Itu mi.. lagi main Hape di kamar Dinda..”, jawab Dinda yang sedang berjalan menuju dapur.
Sebenarnya Dinda tak perlu menjelaskan sampai detil kalau yang datang itu teman-teman akhwatnya. Secara naluriah aku pasti akan berpikiran positif kalau Dinda mungkin baru saja kedatangan teman-teman Rohis SMA nya. Tapi aku tak terlalu memikirkan hal itu.
Hingga suatu Ahad, aku baru ingat kalau dipesani suamiku untuk mengecek video rekaman CCTV sebelum diserahkan ke Supplier untuk maintenance. Memang tiap beberapa bulan sekali, suamiku selalu mengecek rekaman CCTV. Pernah kejadian ada orang tak dikenal masuk ke rumah dan untungnya tidak berhasil sampai ke ruang kamar karena mendengar suara mobil kami. Semenjak itulah ia rutin untuk mengecek rekaman CCTV.
“Heemm.. ini harusnya gini kan.. trus gini.. duuhh..”, gumamku yang agak kebingungan.
Aku pun dibuat terkejut saat mengecek video rekaman yang ada. Aku tau memang kalau Faiz dan Dinda sering ada les privat, tapi disini, di video itu bukan les privat yang seharusnya. Rasa marah bercampur kecewa menyelimuti diriku saat menyaksikan video yang ada. Betul sekali, terekam dengan jelas adegan perzinaan Faiz dan Dinda di ruang tamu. Yang awalnya dari belajar bersama, kini beralih menjadi belajar berzina!! Ingin rasanya aku langsung melabrak Dinda dan meluapkan seluruh kekecewaanku. Tapi disisi lain mataku justru tertarik dengan kontol Faiz. Meskipun kualitas video tidak terlalu HD, namun bisa kulihat dengan jelas kalau ukurannya ‘tidak normal’. Seketika rasa marahku berganti dengan penasaran dengan kelanjutan adegan yang ada.
Semua dimulai sekitar 10 menit setelah kepergianku dan suamiku. Tak lama Faiz pun segera datang dan mengunci pintu ruang tamu. Dinda pun tampak sigap mengkondisikan adiknya agar sibuk dengan HP. Khimar syar’i antem instan warna marun yang berpadu dengan abaya hitam meningkatkan keindahan warna kulit Dinda yang membuat Faiz pun tak segan-segan untuk mendekap Dinda dari belakang. Aku tak bisa menuliskan percakapan keduanya karena CCTV kami tidak di lengkapi voice recorder.
Dinda pun tak terkesan menolak dan justru membalas dekapan Faiz dengan membelai kepalanya. Ciuman panas antara anakku dan marbot masjidku pun tak terhindarkan. Aku baru tau kalau ternyata Dinda punya kemampuan berpagutan yang hampir sama denganku, mungkin karena sudah gen nya. Tangan Faiz terus saja sibuk meremasi bokong Dinda yang terlihat bulat meskipun masih tertutup abaya. Beberapa kali Dinda mendongak keatas sata Faiz mulai mencumbu lehernya setelah puas berpagutan dengan anakku. Yang membuatku semakin terkejut adalah justru Dinda sendiri yang melenggok-lenggo di depan Faiz sambil melucuti abayanya. Persis layaknya wanita penghibur, tangan dan seluruh tubuh Dinda meliuk layaknya ular, begitu luwesnya dan tanpa kusadari ia sudah bugil dengan hanya menyisakan khimar pet antem instan marun yang menutupi mahkotanya.
“Ssshhh.. Uuuhh.. Dindaaa!!! Kamu ini!!! Kok gak ngajakin umiiii..!!”, gumamku dalam hati antara marah dan nafsu yang bercampur.
Tentu saja itu karena adegan dimana kini Dinda merangkak mendekati Faiz yang sudah duduk di sofa dengan kakinya terbuka lebar sementara kontolnya yang berukuran ‘tidak normal’ itu menjulang tinggi. Dinda tanpa malu mulai menggesekkan wajahnya di selakangan Faiz. Aku tak tau dengan pasti, mungkin saja ia tengah asik menghisap ‘telur’ Faiz, karena kulihat Faiz menengadah keenakan. Tangan Dinda pun tak diam saja dan terus mengocok perlahan kontol Faiz. Dan ‘menu pembuka’ pun dimulai saat perlahan mulut suci Dinda yang dihias bibir pink itu mulai melahap kepala kontol Faiz.
“Kok bisaaaa!!?? Kok bisa langsung sih??!! Wahh.. brarti uda sering nih anakku nyepong!!”, batinku.
Aku tau benar waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melatih dirinya menyepong kontol. Aku sendiri butuh hampir sebulan hingga terbiasa. Tapi entah kenapa putingku malah terasa semakin sensitif hanya karena melihat Dinda yang begitu lahap.
“Aaahhh.. Pengen juga ngicipin yang ukuran itu..”, bisikku dalam hati menjawab ajakan setan untuk bermaksiat lebih jauh.
Desahanku semakin kuat saat melihat adegan selanjutnya dimana Dinda berdiri dengan posisi rukuk sementara tangannya bertopangan pada meja ruang tamu. Bokongnya yang bulat putih mulus menghadap wajah Faiz dan sudah jelas apa yang terjadi. Buas nan brutal, itulah kesan yang kulihat dari ekspresi wajah Dinda yang tengah dilanda kenikmatan. Faiz pasti sedang merasakan kelezatan memek paling enak yang pernah ia rasakan. Selama lebih dari 5 menit Faiz membenamkan wajahnya, melahap kedua liang kenikmatan Dinda.
“Oooohhh.. Mmhhhh..”, desahanku bersamaan mengikuti kontol Faiz yang terlihat tenggelam dilahap memek Dinda.22509Please respect copyright.PENANAMsbF3Ex6IO
Posisi Dinda yang jongkok di atas paha Faiz yang duduk di sofa sudah pasti melesakkan kontol Faiz sepenuhnya. Kedua tangan Dinda yang berpegangan di pundak Faiz memudahkan anakku itu bergoyang maju mundur. Tak terasa memekku sendiri mulai banjir oleh lendir birahiku. Itu baru ku ketahui saat jemariku mulai menggesek memekku perlahan. Tak hanya aku kagum pada anakku yang begitu lihai menggoyang kontol Faiz dengan banyak gaya, begitu juga Faiz yang terlihat ganas dan perkasa menggagahi selakangan mulus anakku. Lebih dari 2x kulihat Dinda mengejang yang bisa kupastikan ia sedang klimaks. Pose yang membuat syahwatku meledak adalah saat Dinda doggy di sofa dengan kedua tangan dan kepalanya bersandar di sandaran sofa, sementara Faiz dengan begitu kuat dan hebatnya menggempur bokong anaaku dari belakang. Toket anakku yang mulai tumbuh besar mengikuti ibunya, berguncang hebat mengikuti gerakan pinggul Faiz yang mengejar orgasmenya. Ahhh.. seandainya ada fitur microphone di CCTV ini sudah pasti satu rumah penuh dengan suara desahan Dinda. Aku pun melenguh lega merasakan klimaksku sendiri hanya dari colmek bersamaan dengan Faiz yang juga menumpahkan spermanya di wajah Dinda. Puas dan lega rasanya. Puas karena entah kenapa aku bisa orgasme dan juga lega melihat Faiz ejakulasi tidak di rahim anakku.
Bukannya aku puas, aku justru semakin penasaran. Dan semua polanya sama, di hari aku dan suamiku pergi, dihari itulah Dinda dan Faiz akan memadu kemaluan. Dalam rekaman sebulan itu, ada sekitar 8-9 kali Dinda dan Faiz berzina di rumahku. Kebanyakan mereka melakukannya di ruang tamu. Tapi ada juga saat mereka melakukannya di ruang keluarga, kamar, dan juga toilet. Sebelum harddisk CCTV kuserahkan ke supplier, aku harus menghapus bagian itu. Sebenarnya ingin sekali ku simpan saja sebagai file pribadi atau kalau nanti ada ‘kebutuhan’ yang lain, tapi karena aku tidak tau caranya akhirnya hanya kurekam dengan HPku beberapa bagian saja.
Meski beberapa saat aku menikmatinya, tapi naluriku sebagai seorang ibu tetap saja kecewa dan ingin sekali untuk memarahinya. Bagaimana tidak!? Anakku yang selama ini selalu kurawat dan kuharapkan bisa menjadi anak yang solihah, ternyata dibelakangku malah sudah menjual marwahnya pada lelaki yang bukan mahramnya.
“Kalo cuman marah.. ntar penasaranku ama kontol Faiz ga tersalur dong..”, bisik setan dalam hatiku yang entah sejak kapan mulai meracuniku.
Hari-hari berikutnya aku tetap mencoba menjaga diriku seperti biasanya meski harus menelan rasa amarah dan kecewa yang bersamaan. Disisi lain, tiap malam kalau suamiku mengajakku untuk ngentot, aku selalu membayangkan kalau kontol Faiz yang menyodokkun dengan gagahnya.
“Fuaahh.. Ga biasanya nih Umi bisa ampe muncrat-muncrat gitu.. seenak itu kah kontol abi mi..??”, tanya suamiku yang belum tau tentang tingkah Dinda.
“Ahh.. He’em.. manteb banget sih Bi..“, jawabku singkat sambil menyeka keringatku.
Entah apa yang ada dipikranku. Aku harusnya segera menghentikan dosa yang dibuat anakku secepatnya. Tapi desir syahwat yang selalu menguasaiku, entah kenapa malah membuatku semakin penasaran. Tiap kali suami mengajakku untuk ngentot, maka sealu Faiz yang memenuhi pikiranku. Termasuk saat aku masturbasi pun kini lebih banyak membayangkannya. Semakin hari, semakin aku terangsang tiap kali membayangkan ukuran kontol Faiz. Yah mungkin karena fantasiku selama ini atau mungkin karena video-video yang kutonton kebanyakan pelakunya berkontol jumbo dan kini ada kontol yang lebih besar daripada milik suamiku, dan itu bisa kuraih.
“Iya gapapa.. daripada di luar entar keliatan banyak orang malah jadi fitnah lohh.. dirumah aja..”, ucapku meyakinkan Dinda.
“Beneran nih mi.. hihihih.. okey umii..”, jawab Dinda kegirangan.
“Kok seneng banget gitu?? Hayooo.. ada apa nih sama anak umi yang udah mulai gede..??”, tanyaku.
“Apaan sih Umi.. ga ada apa-apa juga..”, jawab Dinda sambil fokus ke HPnya.
“Tapi kok sumringah gitu??”, tanyaku terus menggodanya.
“Eenggaaaa.. udah ah Umi niihh.. maghriban dulu deh..”, jawab Dinda yang kemudian pergi.22509Please respect copyright.PENANAoSjtT1A99G
Jujur saja, itu semua kuucapkan karena aku juga ingin merasakan Faiz seperti halnya anakku. Tapi kan itu tabu banget kalau aku langsung sampaikan di depan anakku. Mungkin dia akan menganggapku gila.
“Ooh.. MashaaAllah Bu.. iyah.. enak banget.. saya malah jadi ga enak tiap kali datang kesini disuguhin menu spesial gini..”, ucap Faiz dengan nada tersipu.
“Ngga.. harusnya ibu yang terimakasih banget mas Faiz uda mau repot-repot ngajarin anak ibu yang swupeerr buandeeell ini..”, jawabku sambil meremasi kepala anakku.
“Aaaw.. Aaaww.. Kan Dinda anak siapa coba?? Weeekk..”, ucap anakku.
“iya yaa.. katanya anak sesuai dengan ortunya gitu.. ahahaha..”, timpal Faiz ikut menyerangku.
“Nahh bener tuh Umi..”, jawab anakku.
“Aahh.. kalian nih.. ngomong-ngomong tadi yang spesial apanya nih? Ibunya atau anaknya..??”, godaku yang saat itu aku mengenakan abaya yang cukup ketat meskipun khimarku lebar.
“Lohh.. Kok kesitu sih pertanyaannya..?? Harus jawab gimana dong?? Gimana nih mba Dinda..?? Hahaha..”, jawab Faiz kebingungan.
Dan mulai saat itu aku lebih banyak mencoba untuk menggoda Faiz dan sepertinya ia juga memahami sinyalku. Candaan kami pun kadang agak berlebihan atau lebih menjurus ke arah yang cukup vulgar. Meskipun begitu, aku tetap menjaga jarak dengannya, tidak serta merta langsung mengiyakan ajakan setan yang sudah cukup menguasai diriku.
Singkat cerita, aku masih ingat sekali saat itu. Hari Sabtu malam, dan kebetulan masjid kami sedang mengadakan pengajian Isro’ Mi’roj. Sudah menjadi kebiaasan di kampung kami, kalau ada event pengajian umum seperti ini maka semuanya pasti ‘ngumpul’ untuk mempersiapkan acara ini. Baik dari bapak-bapak, remaja, maupun ibu-ibu semuanya sibuk dengan persiapan. Tak terkecuali Dinda dan Faiz yang saat itu juga sibuk mempersiapkan keperluan untuk pengajian akbar.
Malam harinya pengajian akbar dimulai dengan hadroh terlebih dulu. Meskipun anggota inti hadroh adalah ibu-ibu kampung, tapi aku memang tidak tertarik untuk bergabung. Mungkin karena aku sendiri tidak terlalu pandai menyanyi. Beberapa ustad yang kami coba untuk hubungi ternyata sudah ada jadwal untuk mengisi kajian yang sama di tempat lain, alhasil suamiku lah yang bertugas menjadi pemateri utama. Yaahh namanya cadangan, harus sedia setiap saat.
“Assalamu’alaykum Bu.. lihat Dinda ngga..??”, tanyaku ke salah satu hadirin.
“Wa’alaykumsalam bu.. wahh ngga tau juga.. tadi bukannya sama remaja yang lain ya..??”, jawabnya sambil sibuk menghidangkan teh panas.
“Oohh.. yasudah.. suwun bu..”, jawabku sambil berlalu menuju perkumpulan remaja di belakang.
“Assalamu’alaykum.. ada yang lihat Dinda ngga..??”, tanyaku.
“Wa’alaykumsalam bu Manda.. kita juga lagi nyariin.. Ehh.. mas Faiz kemana? Pergi ke kampus po??”, tanya seorang remaja putri.
“Ngga tau.. kan tadi juga disini.. gatau deh.. bisa jadi..”, jawab remaja lain yang sibuk dengan HP nya.
“Duuhh.. kemana sih nih anak.. di WA ga jawab.. di Telpon pun ga respon..”, gumamku yang sudah mulai jengkel.
Yasudah karena yang kutau kalau Faiz itu dekat dengan anakku, siapa tau dia bisa memberi kabar. Tapi sama saja, nomer telponnya pun tak ada respon ketika ku hubungi. Tanpa pikir panjang, aku pun segera menuju lantai 3 masjid. FYI, masjid ku sebenarnya hanya 2 lantai saja, lantai 3 tidak bisa disebut “lantai”, karena sebenarnya itu loteng masjid yang di cor saja dan hanya ada 2 kamar khusus untuk marbot masjid. Tapi karena hanya Faiz yang mau menjadi marbot, kamar satunya pun digunakan untuk gudang tambahan.
Sesaat sebelum aku menggedor pintu, kudengar sayup-sayup suara akhwat dari dalam. Dan ini bukanlah suara biasa, namun lebih ke suara desahan gitu. Aku yang sudah banyak melihat tingkah kedua sejoli itu pun langsung ‘konek’ begitu saja dengan pikiran kotorku.22509Please respect copyright.PENANA2IbPGRcwDS
“Ahh.. ngentot lagi mesti ini mereka berdua..”, gumamku.
Dan jelas saja, lubang kunci pintu konvensional yang cukup besar itu pun menjadi gerbang utama untuk memanjakan pikiran binalku yang akhirnya membuka kunci syahwat yang terbelenggu. Mataku terbelalak, darah dalam tubuhku berdesir cepat seiring dengan dengus nafasku yang memburu ketika melihat adegan anakku yang tengah duduk diatas Faiz dengan mengahadap ke arah pintu. Seluruh tubuhnya yang putih mulus tanpa cela dengan toket ranum yang mulai tumbuh besar, dan memang terlalu besar untuk seumurannya, terlihat begitu indah nan kontras dengan warna kontol Faiz yang sawo matang dan dengan cepatnya menyodok memek Dinda dari bawah.
Memek pink Dinda terlihat mekar maksimal ketika harus melahap kontol jumbo Faiz. Kedua tangan Dinda yang bertumpu di dada Faiz dan tubuhnya yang agak condong ke belakang memudahkan si ikhwan perkasa itu menggagahinya dengan kasar. PLAK!! PLAKK!! PLAKK!! Disela-sela membaranya tausiyah suamiku tentang kisah Nabi Muhammad perjalanan isra’ mi’raj, maka suara benturan tubuh anakku dan Faiz begitu membahana di telingaku. Cukup lama Dinda bertahan dalam posisi itu sebelum ia mengejang karena orgasme.
“Aaahh.. Aku juga mauu.. Aahh..”, desisku tertahan sambil bersimpuh dengan tangan kananku meremasi toketku sendiri yang masih tertutup khimar dan abaya jumbo warna hitam.
Tanpa rasa jijik, Dinda segera bangkit dan melahap kontol Faiz yang berlumuran lendirnua sendiri. Aku pun hingga saat itu (saat aku menyaksikan adegan di kamar itu) masih merasa jijik kalau harus mengulum kontol suamiku yang baru saja mengobok-obok memekku dan belepotan lendir memek. Tapi Dinda begitu nikmat dan liar dalam menjilati dan mengulum seluruh batang kenikmatan lelaki itu. Mungkin karena jemari Faiz yang juga sigap untuk langsung mengobok-obok liang kenikmatan anakku sehingga membuat Dinda makin terangsang.
“Aaaahhh.. Sssshhh.. Maasshh.. Oohhhh.. Enak banget kontolnyaaa… Aahhh..”, ucap Dinda saat kontol Faiz menembus memekknya dengan posisi Women on Top.
Kini berganti Dinda yang menggoyang kontol Faiz dengan gerakan yang tak kalah liarnya. Maju mundur, memutar, kadang naik turun. Semuanya dikombinasikan dengan apik yang mana kalau itu aku, pasti suamiku sudah ejakulasi berkali-kali. Meski aku hanya disuguhi pemandangan punggung mulus Dinda, tapi aku tau persis apa yang tengah terjadi. Dan justru itu membuatku semakin berfantasi sejadi-jadinya. Pintu penghubung lantai 2 dan lantai 3 pun sudah ku kunci supaya aku bisa lebih leluasa untuk mengumbar nafsuku. Tapi aku melupakan satu hal penting yang bisa membuatku celaka.
Aku yakin benar kalau Dinda tadi berangkat mengenakan set gamis dan khimar warna mocca muda, tapi kini ia hanya mengenakan atasan mukena warna putih saja. “Mungkin inikah yang dinamakan Fetish..??”, gumamku saat melihat adegan Dinda yang doggy sambil mulutnya disesaki kontol Faiz. Istilah ini belum lama kupahami. Lebih tepatnya setelah aku bertemu dengan ukhti Rinda dan rekan-rekanku yang lain saat Dauroh yang juga ternyata punya sisi gelap. Pantas saja suamiku selalu request aku untuk melakukan hal-hal aneh, termasuk pernah ingin ngentot sambil aku mengenakan mukena dan dengan posisi sholat. Waktu awal-awal nikah aku jelas-jelas menolaknya! Karena kurangnya ilmu ‘lendir’ yang kupelajari, tapi sekarang sejauh apapun fantasi suamiku, aku sih ga masalah.
Okey, lanjut, aku yang seorang ibu (perempuan) melihat fetish seperti itu malah makin terangsang. Nampak begitu menantang dan memacu adrenalin, yaitu ketika membawa simbol-simbol keislaman dalam bersetubuh. Aaahh.. aku semakin tak kuasa menahan desir birahiku saat melihat liur Dinda menetes tiap kali ia mencabut kontol Faiz dari mulutnya. Aku yang sudah gelap mata tak peduli lagi. Kusandarkan tubuhku pada pintu kamar Faiz, khimar sudah kusibakkan, bagian atas abaya sudah terbuka lebar hingga memuntahkan kedua gunung kembarku, sementara kedua kakiku mengangkang lebar tanpa CD dan hanya kaos kaki hitam sebetis saja. Celana training dan CD ku sudah kulepas agar aku lebih leluasa.
“Aahh.. Aahh.. Sshh.. Mmhhh..”, desahanku mengalir lepas tanpa kusadari. Jemari tangan kananku sibuk menggesek, mencolok-colok, dan mengobok-obok liang peranakanku yang sudah banjir bandang. Tangan kirikun tanpa henti meremasi toketku sendiri, sementara sebuah pulpen menjadi tumbal kontol yang kukulum di balik cadar hitamku.
Aahh begitu nikmatnya berfantasi dengan ikhwan lain. Aku membayangkan diriku yang kini tengah mengangkang lebar sementara Faiz dengan penuh nafsu menggenjotku. Oohhhh.. sebuah mimpi yang harus segera bisa kuwujudkan entah bagaimana caranya. Desahanku dan Dinda saling berpacu, namun aku lebih dulu tuntas karena fantasiku yang terlalu tinggi yang akhirnya membuatku orgasme. Aku duduk beberapa saat untuk mengatur nafasku sebelum akhirnya kutinggalkan keduanya. Sebelum pergi, kulihat keduanya nampaknya juga baru saja usai dan menggelepar di kasur Faiz.
“Sudah ketemu bu si Dinda..??”, tanya salah seorang ibu-ibu.
“Alhamdulillah sudah.. lagi ada ketemuan sama temannya..”, jawabku singkat sambil membenahi cadarku.
Selesai kajian, kurang lebih jam 10 malam, aku pun langsung beranjak tidur. Lelah dan letih yang kurasakan membuatku tak fokus dalam kajian tadi. Suamiku pun sama, ia hanya beberapa saat meremas-remas toketku dan akhirnya tertidur. Aku sempat bertemu Dinda, dan sebisa mungkin akan kujaga rahasia ini.
Hari-hari berikutnya aku semakin hafal pola keduanya. Kalau saat ramai orang dan sedang ‘kebelet’, maka kamar Faiz solusinya. Atau kalau pas aku dirumah biasanya juga begitu. Tapi kalau aku dan suamiku pergi, maka sofa ruang tamu menjadi pilihan utama keduanya. Pasti akan timbul pertanyaan, kok anaknya gak hamil?? Simpel aja.. ‘Azl, yaitu sperma dikeluarkan di luar memek. Itulah yang menyebabkan Dinda tidak hamil meskipun sudah berbulan-bulan disetubuhi.
“Afwan nih Bu.. Akhir-akhir ini saya lihat bu Manda makin cantik aja..”, celetuk Faiz yang sedang menjemur beberapa bajunya di depan rumahku.
“Ahh.. masa?? Becanda lagi yaa mas Faiz??”, jawabku yang duduk santai di kursi depan rumah dengan kaki kananku kusilangkan diatas kaki kiriku.
“Enggak seriusan.. kan biasanya kalau acara resmi di masjid, bu Manda pakai baju syar’I yang syar’I banget gitu.. tapi ini kok ‘Waaahh’ banget gitu..”, lanjut Faiz yang hanya mengenakan kaos putih dengan sirwal hitamnya.
“Aahh..?? Iyakah? Perasaan biasa aja loh.. emang bedanya dimana??”, tanyaku sambil agak membusungkan dadaku.
“Iya kan?? Sekarang pakai gamisnya yang ketat gitu.. khimarnya juga yang model nya depannya kecil.. kalo cadarnya sih oke.. Tuuhh.. posenya aja nantangin saya.. ahahah.. atau emang nantangin nih..??”, lanjut Faiz yang sengaja mengelap keringat diwajahnya dengan bagian bawah Kaosnya yang otomatis menampakkan perutnya yang kencang dan rata itu.
“Mmhh.. emang mas Faiz merasa tertantang..?? Apanya coba..??”, godaku.
Ohh iya, sampai pagi itu aku dan Faiz memang sudah sering saling menggoda. Lebih tepatnya aku yang mancing-mancing sih. Yaa karena hasratku untuk bisa mengangkang di depannya. Tapi kembali lagi, imanku yang tipis masih berupaya untuk menahanku yang membuatku tak bisa seenaknya mengumbat syahwatku.
“Ahahah.. Bu Manda ini.. masih pake nannya.. Emmm.. Ohh iya si Dinda lagi sekolah ya..?? Gimana kalau 1 ronde dulu bu..??”, tanya Faiz dengan vulgarnya.
“Eehh..?? Apa maksudnya kamu ngomong gitu??”, tanyaku dengan nada agak tinggi.
“Aahh.. Sudahlah bu.. kita juga sama-sama tau kan..?? Bu Manda.. saya tau kok yang ibu lakuin di depan kamar saya itu.. dan ga Cuma sekali lhoo.. gimana..??”, jawab Faiz yang membuatku terkejut.
Sudah kupastikan mengunci pintu dan tak ada seorangpun yang mengikutiku naik ke lantai 3 sehingga kalaupun Faiz dapat info tidak mungkin dari orang lain, pasti dari sumber lain. Aahh!! CCTV!! Bodohnya aku. Aku sendiri yang mengusulkan ke suamiku agar dipasang CCTV. Karena sebelum-sebelumnya banyak terjadi kasus kehilangan barang-barang marbot saat ditinggal pergi. Akupun terdiam. Entah apa yang harus kulakukan. Tapi egoku sebagai seorang manusia pun keluar. Tanpa pikir panjang dan kuanggap itu sebagai tindakan defensif, aku pun membuka kartu AS ku.
“Bukannya mas Faiz juga sama kan?? Malah jauh lebih parah.. Udah berapa kali setubuhin Dinda hah!? Ngaku nggak!?”, jawabku dengan emosi.
“Ahahah.. Kalo itu bu.. tanya aja Dinda.. toh Dinda juga yang ngebet.. ya kali anak seorang ustad bisa gitu saya setubuhi dengan gampangnya.. kecuali emang dia nya yang pengen..”, kawab Faiz sambil berjalan mendekatiku.
“Maksudmu.. Dinda yang minta gitu!? Jangan ngawur yaa!! Dinda tuh anak baik-baikk!! Kulaporin ntar kelakuanmu!!”, jawabku mengancam.
“Silahkan bu laporkan sajaaa.. biar saya kasih tau.. kalau ibu laporan, ibu dapat 2 kerugian besar.. yang pertama Dinda bakal ketauan aibnya dan imagenya sebagai anak solehah akan hancur di mata orang.. yang kedua, memangnya saya akan diam saja..?? Sudah pasti video bu Manda colmek dan Dinda ngentot bakal viraaallll.. yang bakalan hancur siapa?? Saya atau keluarga bu Manda..???? Hahaha..”, jawab Faiz yang membuatku lemah lunglai.
Tak kusangkan kartu AS yang selama ini kusimpan akan menjadi bumerang bagiku. Meski emosi telah memuncak, tapi kata-kata logis dari Faiz benar-benar menghancurkan segalanya. Ingin rasanya ku menangis sejadi-jadinya. Aku tau aku munafik. Munafik kalau aku tidak marah akan segala kelemahanku dan kebodohanku, aku pun munafik dengan cadar ini akan bisa menutupi segala aibku.
“Tapi.. Saya ada solusi lain Bu.. kalau saya ngilang dan pergi darisini sih bisa aja.. tapi mau ngga bu Manda dengan solusi saya..??”, tanya Faiz dengan agak membungkuk sementara tangan kanannya bertumpu di sofa sehingga wajahnya sangat dekat dengan wajahku yang masih tertutupi cadar bandana hitam.
Posisi rumahku yang berada tepat dibelakang masjid membuat teras dan ruang tamu tertutup oleh bangunan masjid. Meski posisi Faiz yang begitu dekat dan tak senonoh, tapi tak mungkin ada orang lain yang bisa melihatnya secara langsung. Apalagi gerbang rumahku yang cukup tinggi dan berjarak cukup jauh dari rumah.
“Mm.. Aa.. Aa..paahh..??”, jawabku terbata sambil memejamkan mataku dengan kedua tanganku mendekap tubuhku sendiri.
“Coba dulu 1 rondee..”, bisik Faiz di telinga kananku.
Yaah sudah pasti itu yang dia inginkan. Tapi tak kupungkiri, hal itu juga yang selama ini kunantikan. Tapi maksudku bukan dengan cara seperti ini. Cara yang lebih alami bukan karena tekanan seperti ini. Tapi semuanya sudah terjadi dan aku tak punya pilihan lain.
“Tapi mas Faiz janji bakal beri solusinya kaan..??”, tanyaku layaknya orang ketakutan.
“Janji.. Orang muslim itu amanah.. dan saya.. ehh aku bakalan amanah..”, jawab Faiz dengan senyum jahatnya.
“gimana by Manda.. sayaaanggg..??”, tanya Faiz lagi yang sudah memenangkan diriku.22509Please respect copyright.PENANAelQ4sZ8JXX
Aku pun tak bisa menjawab kata-katanya. Hanya anggukan kecil dariku sebagai tanda mengiyakan seluruh perzinaan yang akan terjadi kedepannya.
“Ta.. Tapi jangan disinii.. di kamar aja..”, jawabku sambil memalingkan wajahku.
Faiz pun hanya tersenyum. Aku berjalan dengan seluruh pikiranku kacau. Tapi hanya dalam hitungan detik setan kembali menguasaiku. “Ahh udahlah.. udah basah sekalian aja..”, kurang lebih itu yang ada dalam pikiranku.
Cklek.. pintu kamar ku kunci. Kamar di mana aku dan suamiku beradu kelamin selama belasan tahun kini akan menjadi saksi kontol lelaki yang bukan mahramku menggagahiku. Aku hanya berdiri saja sambil terus menunduk. Abaya hitam dan khimar pinguin kuning tua dengan pet antem masih menutupi keindahan tubuhku. Selama beberapa saat Faiz memandangi tubuhku. Aku lebih mirip anaknya daripada simpanannya, karena tubuh Faiz yang menjulang tinggi.
Kedua tangan Faiz mulai memegang pundakku dan tanpa kusadari ia mendekapku. Meski asing dan ingin berontak, tapi aku harus menahannya. Bukankan ini yang kuinginkan?? Bukankah ini yang selama ini kucari?? Hatiku terus meyakinkan diriku untuk segera membuka diri dengan mimpiku ini.
“Aahhmmphh.. Mmhh.. Mmhh..”, cadarku pun tak mampu menghalangj ciuman panas Faiz yang mendarat di bibirku. Mataku terpejam berupaya menikmati ciuman pertamaku dengan lelaki lain. Inikah yang namanya selingkuh?? Betapa menggebu sensasinya. Aku tak tau seperti apa sensasinya kalau semuanya berjalan lebih jauh lagi.
Suasana rumah yang sepi dan tangan Faiz yang lihai memijit bagian-bagian sensitif ditubuhku, membuat birahi ku cepat bangkit. Yang tadinya aku hanya terdiam, kini kedua tanganku sudah merangkul leher Faiz. Desahanku semakin jelas saat Faiz mulai mencumbu leherku yang tertutup khimar. Meski dibatasi khimar, namun bisa kurasakan enaknya cumbuan Faiz. “Ahh.. pantes aja Dinda ketagihan..”, gumamku. Aku yang sedang terpejam menikmati cumbuan Faiz, dibuat terkejut saat mendengar suara resleting abayaku ditarik dan dengan cepat abaya hitam itu meninggalkan tubuhku. Terkejut bukan berarti aku menolaknya, hanya saja meski pertama kali tapi Faiz begitu cekatan.
“indahnya tubuhmu.. bu Mandaahh.. sama persis kayak Dindaahh.. Canntiiikk..”, ucap Faiz ditelingaku sebelum ia kembali mencumbu pundakku dan leherku.
Sudah lama sekali aku tak mendengar kata-kata yang begitu membakar libidoku. Meski terdengar simpel, tapi bagiku itu adalah pemicu birahi terkuat. Dan hal itulah yang membuatku cepat takluk ketika awal-awal aku menikah dengan suamiku. Ditambah lagi leher dan bagian pundak adalah kelemahanku, ahhh.. sudahlah.. gass aja mahh bebasss pakeee.. itulah yang terbesit dalam benakku.
Kedua BH ku pun menyusul mendarat di lantai setelah beberapa detik mencoba bertahan dari lihainya jemari Faiz melucuti kunci sakral belenggu gunung kembarku. Tak seperti suamiku yang sekarang yang buru-buru untuk segera melahap toketku, Faiz begitu sabar dan pintar dalam membuatku ‘ngidam’. Cupangan, ciuman, kadang jilatan.. ahh semuanya berpadu yang membuatku terangsang hebat.
“Dicopot ngga mas Cadarnyaaahh..??”, tanyaku yang sudah terlentang di kasur dengan khimar, CD, dan kaos kaki hitam yang masih menempel di tubuhku.
“Ngga usah.. aku ingin nikmatin bu Manda pake cadar gini.. termasuk fantasiku selama ini..”, jawab Faiz yang kembali mencumbuku.
Leher putihku sudah penuh dengan bercak merah, dan kini mulai beralih disekitar toketku. Benar-benar seperti pengantin baru, saat dimana suamiku dengan sabar membakar birahiku. Begitu pula Faiz yang dengan pintarnya mencumbu sisi toketku tanpa sedikitpun menyentuh putingku yang sudah mencuat keras. Tentu saja aku blingsatan berupaya menahan rangsangan hebat Faiz.
“Aaahhhhhh.. Mmmhhh.. Sshhh..”, lenguhku lepas saat Faiz akhirnya melahap putingku sepenuhnya.
Apa ya? Entah.. hanya terasa puas dan nikmat saat ia melakukannya. Lega dan segera berubah menjadi enak dan nikmat. Lidahnya, hisapannya, gigitan kecil, tak ada sedikitpun yang tak membuatku keenakan. Semuanya sempurna. Cara dia menggilir kedua putingku dan diakhiri dengan mengulum keduanya bersamaan. Aaahh.. meleleh rasanya.. serasa aku ingin mendesah kencang sejadi-jadinya. Luar biasaa!! Itulah yang kurasakan saat itu.
“Aahh.. Sshh.. Aahh.. Aahh..”, desahku menahan nikmat dari ‘pemanasan’ Faiz.
Kedua tanganku mencengkram apapun yang bisa kuraih. Sesekali kulihat Faiz, lelaki ajnabi yang telah berhasil menikmati tubuhku selain suamiku. Terlihat ia nampak begitu lahap melumat toket cup D ku yang cukup besar meskipun tangannya termasuk besar.
“Gede banget lohh bu Mandaahh.. Mmmhh.. Cakeepp ginih punya pabrik susu.. Mmhh..”, ujar Faiz menatap genit padaku sambil terus mengulum putingku.
Entah itu pujian atau ejekan, tapi hal itu membuatku semakin bergairah. Aku ingin lebih.. aku ingin apa yang dirasakan anakku dari kegaharannya. Ahh.. aku ingin semuanya. Seluruh tubuhku bergolak. Tak hanya berhenti di toket saja, tapi seluruh bagian dada dan perutku tak ada yang lepas dari cupangan dan jilatannya.
“Aku tau bu Manda tuh orangnya liar.. kalo ga liar ga mungkin bakalan nglakuin kayak gituan di masjid..”, ucap Faiz sambil mendengus di telinga kiriku.
Tubuhnya yang beraroma khas keringat lelaki semakin memanjakanku. Ditambah ‘tombak’nya yang sedari tadi tegang terus menggesek pangkal pahaku dan juga tangannya yang tanpa henti memijat dibarengi dengan remasan, membuatku tak mau menahannya lagi.
“Aaahh.. Mas Faiizzz.. Terushh.. Puasin ibuuu.. Aahh.. Yang kasaarrhh..”, ucapku sambil meremasi kepalanya karena birahi yang bukan kepalang.
“Naahh.. Kalau mau teriak.. teriak aja bu.. gak akan ada yang tauu.. hahahah.. 1 ronde harus puasss sepuasnyaa..”, jawab Faiz yang kini sibuk membasahi ujung kakiku hingga pangkal paha dengan liurnya.
“Aahhh.. Geliihh mas Faizz.. Aahhh.. Tapi Enakk.. Aahh..”, aku tak tau lagi apa yang kuucapkan. Semuanya mengalir begitu saja. Imanku sudah hancur berkeping-keping. Label ‘istri ustad’ terdengar seperti lelucon. Dengan sendirinya aku mengangkang, membuka lebar agar Faiz bisa dengan mudahnya mengakses bagian tubuhku yang paling berharga. CD pink yang kupakai tak bisa menyembunyikan birahiku yang sudah memuncak. Yap.. banjir dan becek.. itulah yang kualami pagi itu.
Satt.. CD ku terbang entah kemana dan kini bukit tembemku yang gundul dan berwarna kecoklatan menjadi santapan mata Faiz.
“Luarbiasaaa.. Emang istri Ustad itu bedaa yaa.. pantes aja punya Dinda bikin ketagihan.. ibunya aja memeknya se indah ini..”, ucap Faiz yang dilanjut dengan ia membenamkan wajahnya di selakanganku.
“AAAAHHHHH.. SSHH.. MAASSHH.. MMMHH.. AAAHHH..”, desahku kencang tepat saat lidah Faiz mulai menyapu lembut dari pangkal hingga ke kelentitku.
Enak, nikmat, geli, semuanya bercampur baur. Menghantarkanku ke puncak kenikmatan zina yang tak pernah kurasakan. Adrenalin yang menggebu, sensasi baru perselingkuhan, membuatku semakin blingsatan tak karuan. Aku tak tau apa yang Faiz lakukan dibawah sana, tapi hanya dalam waktu 2 menit saja aku tak mampu menahan orgasmeku. Rasanya seperti ingin pipis dan sudah ditahan berjam-jam.
“MASSH.. AAAHH.. KELUARRHH..!!”, ucapku dengan keras dan dibarengi semburan maniku yang membuat Faiz terkejut.
Kedua tanganku yang semakin kuat menahan kakiku yang mengangkang sementara memekku merekah memuntahkan mani yang tak ada habisnya. Mataku terpejam dan kugigit kuat bibirku. Tak pernah kurasakan yang senikmat ini selama pernikahanku dengan suamiku.22509Please respect copyright.PENANADpoIuWuCrz
“Waahh.. gila emang.. enak banget kan bu?? Yaahh udah satu ronde nih.. padahal aku belum apa-apa.. gimana dong..??”, tanya Faiz sambil terduduk.
Itu bukan pertanyaan!! Itu sindiran bagiku. Dan sudah pasti aku tak mungkin bisa menghindar. Selain Faiz belum ejakulasi, aku pun masih terangsang berat setelah orgasme barusan.
“Ahh.. aduhh.. gimana dong mashh.. maafin ibu yah.. “, kataku sambil aku segera bangun dan juga duduk bersimpuh dihadapan Faiz.
“Wahh kalo gini sih ga adil.. masa bu Manda doang yang keenakan.. gimana ya?? Bu Manda sendiri mau udahan..?? Nggak kaann..?? Hahah..”, kata Faiz meledekku.
“i.. iyahh. Mau lagiihh.. trus ibu harus gimana mass..??”, tanyaku mengiba.
“Mm.. oke 2 syarat.. pertama ibu harus ‘minta’ dengan cara sujud.. yaa anggap aja sebagai bukti kesungguhan kalo ibu bener-bener komitmen pengen jaga rahasia ini.. “, kata Faiz.
“Aahh.. Oke..”, jawabku.
“Trus yang kedua.. Kita rekam ini semua..”, lanjut Faiz.
“Ehh.. Ahh.. Nggaaa jangann..”, kataku karena khawatir dengan apa yang akan terjadi dengan rekaman itu nantinya.
“Lohh.. kok nolak??! Yaa gampang aja.. tinggal aku share semua ini!!”, ucap Faiz sambil menunjukkan video di HPnya.
Meski video masturbasiku di masjid hanya 4 atau 5 (akupun lupa brapa kali aku melakukannya saat mengintip Dinda ngentot), tapi lebih dari 20 video Dinda yang membuatku khawatir. Lagi-lagi aku dihadapkan dengan pilihan yang jelas tak bisa kuhindari. Akhirnya aku pun mengiyakan. Dengan senyum penuh makna, Faiz pun menunjukkan kata-kata yang harus kuucapkan.
Gilakk!! Itulah hal pertama yang terlintas di benakku saat membacanya. Apa-apaan ini!! Ini pelecehan!! Tapi kembali lagi. Tak ada opsi lain bagiku. Aku pun dengan berat hati mengiyakan.
Faiz yang berdiri sudah siap dengan HPnya yang merekam adeganku. Dimulai dengan aku duduk bersimpuh kemudian berlanjut dengan aku bersujud untuk mencium jemari kakinya. Sudah pasti bokongku yang bulat itu menjadi sorotan utama, apalagi posisiku yang nungging.
“Ohh.. Tuanku.. Tuan Faiz.. Berikanlah Hamba kepuasan seks.. dan jadikanlah Hamba pemuas syahwat Tuan.. kabulkanlah permohonan Hamba yang hina ini..”, ucapku.
Aku memang cukup syok waktu harus melakukan hal itu, tapi setelah kemarin sempat baca-baca karya fiksi ukhti Rinda kok bisa yaa sama banget gitu dengan yang ku alami.
“Ahahaha.. nahhh gituuu!! Pas banget kayak anaknya..!!”, ucap Faiz.
“Ahh.. Maksudnya apa Mas??”, tanyaku bingung.
“Nih lihat aja..”, lanjut Faiz sambil menunjukkan video yang sama, tapi disana Dinda yang melakukannya.
Nahh jelas sudah semuanya. Tak mungkin Dinda yang begitu tertutup dengan ikhwan bisa dengan mudahnya memberikan tubuhnya pada lelaki sepertinya. Meskipun ia sedang dilanda asmara, seharusnya penjagaan ku dan suamiku sudah lebih dari cukup. Tapi ternyata hal itu juga menimpanya. Ahh.. malangnya nasib anakku.
“Nahh.. buat hadiahnya.. coba tunjukin kemampuan bu Manda nih..”, kata Faiz sambil tiduran di kasur.
Tak perlu banyak perintah. Semuanya sudah jelas kalau aku harus segera melakukan tugasku dan itulah yang sudah kunanti sejak tadi. Meskipun hasratku sedikit berkurang karena hal barusan, tapi saat melihat isi sirwal Faiz yang masih menjumbul, membuatku kembali terangsang. Dudukku yang bersimpuh di antara kedua kaki Faiz memudahkanku untuk menarik lepas perlahan sirwal Faiz.
Dan.. Aaahh.. akhirnya itu nyata.. Kontol jumbo yang selama ini hanya bisa kulihat dan tak bisa kugapai, akhirnya kini tepat berada dihadapanku. Mataku tak berkedip selama beberapa saat. Nafasku semakin berat saat jemariku mulai meraba batang kejantanan Faiz. Ternyata lebih besar dari dugaanku. Mungkin ada kalau Cuma 4cm diameternya, ditambah panjangnya yang 18cm, aku sudah bisa membayangkan rasanya.
Kukocok perlahan dengan kedua tanganku sambil sesekali kuremas-remas ‘telur’nya. Kemudian kuciumi kontol gagah itu yang membuat cadarku basah oleh madzi Faiz. Haamphh.. Aahh.. aku pun tak kuasa menahan dahaga di mulutku. Tak seperti milik suamiku, cukup susah untuk menaklukkan jumbonya kontol Faiz. Hanya sepertiga saja yang mampu kulahap. Meski sudah kubuka semaksimal mungkin mulutku, tapi tetap terasa mustahil.
“Aaahhh.. Ayookk.. Masak ibunya kalah sama anaknya?? Dinda aja bisa masuk semua kok..”, ucap Faiz yang terus merekam aksiku.
Mffhh.. Ooggkkk.. Uhukk.. Ogggkkk.. aku berusaha semampuku untuk memaksa kontol itu masuk seluruhnya, tapi aku selalu tersedak. Setelah beberapa saat, aku baru bisa beradaptasi dengan ukuran kontol Faiz. Ahh.. entah kenapa kontol lelaki lain terasa lebih nikmat daripada milik suami sendiri. Melihat senyum dan dengar desahan Faiz membuatku semakin terangsang. Posisiku yang nungging semakin membuat Faiz bergairah, terbukti dengan tangan kanannya yang kini meremasi kepalaku yang terbalut khimar. Aku pun makin bersemangat mengocok kontolnya di mulutku. Suara becek tenggorokanku semakin intens. Kurasakan memekku sudah banjir total. Ahhh.. ingin rasanya segera kulesakkan kontol ini ke bawah sana.
“Masukin yaah Massshh..”, pintaku memelas sambil tanganku terus mengocok kontol Faiz yang mengkilat.
“Okee.. ibunya harus lebih binal dari anaknya nihh..”, kata Faiz yang puas melihat cadarku basah kuyup oleh liur.
Kuambil posisi jongkok diatas pinggulnya dan Sssrrtttt… Bleeesssshh..
“Oooooohhhh.. Sshh.. Mmhh.. Enaaakkk.. Mass.. Gedee bangett..”, ucapku sambil merem dan mendongak.
Seluruh tubuhku serasa melayang saat kontolnya menggesek dinding memekku yang super sensitif dan berakhir dengan mentok di pangkal memek. Aaaahh.. benar-benar tak terkira!! Siapa bilang ukuran ga penting!?? Penting bangettt!! Tanpa berlama-lama aku segera menggoyang pinggulku maju mundur. Enaknya bukan main! Kalau aku tak berupaya menahan, bisa-bisa aku langsung orgasme saat 20 detik pertama. Tanpa henti pinggulku menggila layaknya orang yang sudah lama rindu akan sesuatu. Mulutku tak henti-hentinya mendesah dan merintih. Hingga akhirnya aku tak mampu lagi menahan luapan orgasme.
“AAANNGHHHHH…KELUAR MASSSHHH..!!”, Lenguhku panjang sambil kedua tenganku mencengkram kuat dada bidang Faiz.
Mataku terpejam dengan kepalaku menunduk menahan nikmat yang tiada tara. Tangan Faiz yang sedari tadi memilin putting dan meremasi toketku semakin menambah kenikmatan klimaks yang kualami. 20 menit sudah berlalu sejak kami memasuki kamar dan aku mencapai orgasme keduaku. Aku baru ingat kalau harus menjemput anakku jam 11 nanti.
“Udahan nih.. Masih mau lagi kah bu Mandaahh..?? Atau mau kupanggil Lonthe aja?? Hahah..”, ujar Faiz melecehkan aku.
“Aahh.. Seraahh mas Faiizzz..”, ucapku yang kembali menggoyang pinggulku dengan cepat.
Aku tak mau ini berakhir. Ahhh.. kenikmatan yang luar biasa. Pantas saja orsng-orang diluar sana senang selingkuh. Ternyata seperti ini rasanya. Seluruh ranjangku berdecit, tak seperti kalau aku sedang main dengan suamiku. Dengan Faiz aku bisa mengeluarkan semua potensi kebinalanku.
“Ahhh.. Ahhh.. Kontol.. Ahhh.. Ahhh.. Enak banget Mas.. Kontol Mas Faiz Bedaa.. Enakk.. Nakal.. Ahhh..”, racauou tak karuan.
“Enak mana sama punya suamimu Lonthe!??”, tanya Faiz sambil mencekik leherku lembut yang membuatku makin bergairah.
“Ahh.. Mas Faiz.. Kontol Mas Faiz paling enak.. Lebih enak punya mas Faiz.. Ahh.. Enak Banget.. Ahhh.. Ahhh..”, ucapku yang sudah kehilangan akal sehatku.
Seluruh tubuh dan pikiranku dipenuhi dengan sensasi kenikmatan yang baru ini. LUAR BIASAAAAAA!! 1 kata yang bisa mewakili apa yang kurasakan. Dan semuanya terjawab dengan klimaks keduaku. Ku goyang sekuat tenagaku yang membuat tangan Faiz harus bertumpu di tembok supaya kamera tidak bergoyang.
“AAHH.. ENAK.. AHH.. KELUAR.. AAHHH.. MASSSHH..!!!!”, Pekikku berbarengan dengan ku angkat pinggulku.
Plop!! CEEERRRRRRR.. mani ku mengucur deras membasahi perut Faiz sesuai dengan permintaannya. Kata Faiz, bagi lelaki bisa melihat Squirt (aku juga baru tau istilah ini setelah kenal dunia porno) pasangannya adalah kepuasan tertinggi. Tubuhku berkedut beberapa saat menuntaskan orgasmeku.
“Wahh.. Wahh.. Ck.. Ck.. 3-0 nih.. malah jadi 3 ronde.. bu Manda nih istri ustad beneran ngga sih!?? Hahah..”, kembali Faiz melecehkanku sambil menampar toketku.
Usai dia meletakkan HPnya di lokasi yang pas, aku diminta untuk doggy. Dan Blesshh.. kontol Faiz melesak masuk cepat dari belakang. Aaahhh.. lenguhanku cukup keras saat merasakan sensasi di sodok dari belakang. PLOK! PLOKK.. PLOKK! Kenikmatan ysng kurasakan berbeda. Tak bisa kujelaskan dengan kata-kata, tapi setiap posisi memiliki kenikmatan tersendiri. Pikiranku blank, kedua tanganku mencengkram sprei kasur, mulutku menganga, mataku sayu karena hantaman kenikmatan dari sodokan kuat Faiz dibelakang sana. Kalau dengan suamiku, boro-boro ganti posisi, baru satu posisi aja dia uda ejakulasi. Tapi kini aku bisa merasakan seperti yang artis-artis porno itu rasakan.
“Ahh Uhh.. Ahh Uhh.. mulu nih.. gimana!? Enak nggak dientot aku??”, tanya Faiz sambil menampari bokongku yang semok dan mulai kemerahan.
“Aghh.. Aghh.. E-nak Banget Mashh.. Terusshh.. Ahh.. Aghh.. Enaak.. Enakk..”, jawabku yang harus mendongak karena Faiz menarik kuat khimarku ke belakang.
Posisiku sudah persis layaknya anjing yang tengah kawin. Kulihat jelas bayangan doriku ya g tengah disetubuhi layaknya anjing di cermin kamar yang berada disisi kanan ranjang, tempat dimana biasa aku berias. Aah.. aku tak tahan lagi! Tiap kali Faiz menghantamkan seluruh kontolnya, sensasi kenikmatan yang kurasa terlalu berlebihan. Hanya 5 menit saja aku di doggy hingga akhirnya aku kembali orgasme.
“Ahh.. Ahhh.. Keluar lagiiihh Mashh.. Aaaannngghhhhh..”, lenguhku panjang tapi Faiz tetap terus menyodokku.
“Beehh.. udah keluar lagi!?? Cepet banget!”, jawab Faiz yang kemudian mencabut kontolnya dan membiarkanku bersujud merasakan orgasmeku.
Lelah, tapi enak dan tak ingin berhenti. Selama beberapa saat tubuhku mengejang. Kucoba untuk meraih nafasku yang tersisa. Aku sudah tak ada lagi tenaga. Tak pernah kurasakan ngentot bisa senikmat ini. Faiz pun memberikanku opsi untuk gaya terakhir yang kuinginkan. Jelas aku ingin missionary sambil aku mengangkang selebar-lebarnya.
“Oke.. terserah lontheku aja.. sini, bersihin dulu nih”, kata Faiz yang berlutut tegak dengan kontolnya mengkilat penuh lendir.
Hemfh.. Mfhh.. Ogkk.. Ogkk.. Sruupp.. Ogkk.. tanpa pikir panjang langsung kulahap kontol lezat Faiz. Ahh.. mungkin ini yang anakku rasakan. Benar saja, bukan jijik, tapi malah bikin nagih. Dengan posisi doggy kulahap kontol Faiz seperti orang yang kelaparan. Dari ujung sampai pangkal kujilat bersih. Kupadukan dengan seponganku yang baru bisa menaklukkan separuh kontolnya. Benar-benar lezat rasa kontol Faiz pagi itu.
Puas dengan mulut, aku kini tiduran dan segera membuka lebar kakiku di depan Faiz untuk dia senggamai. Faiz menelangjangiku dengan pandangannya. Kutahu benar kalau ia pasti tengah merasa bangga bisa menaklukkan istri seorang ustad yang hari-hari bercadar dan tertutup untuk lelaki lain.
Mataku pun tak bisa lepas dari kontol Faiz yang tampak gagah menjulang. Beberapa kali Faiz menggodaku dengan menggesekkan kepala kontolnya membelah bibir memekku. Ahhh.. aku ingat jelas rasa itu. Perasaan ketika syahwat sudah memuncak namun tetap digoda dan ditahan layaknya harapan palsu. Ingin rasanya kugenggam kontolnya dan langsung kulesakkan semuanya, tapi aku harus tetap menjaga nafsuku.
“Inilah yang kutunggu.. inilah mimpiku selama ini.. Aahh.. Mas Faizz.. masukin dongggh.. Aahhh.. aku mau liat kontol itu masuukk..”, gumamku sambil melihat Kontol Faiz yang perlahan namun pasti mulai melesak menyesaki memekku.
“Aaaaaaaahhhhhhh.. Ssshhh.. “, lenguhku panjang merasakan setiap milimeter dinding memekku digesek perlahan kontol jumbo Faiz.
Mataku terpejam dengan kugigit kuat bibir bawahku. Aaahh.. jadi ini rasanya di setubuhi lelaki lain dengan posisi ngangkang gini. Benar-benar kenikmatan tiada tara. Pikiranku sudah tak menentu. Faiz pun menggenjot tubuhku sekuatnya. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku kecuali hanya desahan dan erangan. PLAK! PLAK! PLAKK!! Suara hantaman tubuh Faiz begitu mantab menggema di kamarku. Derit springbed ku pun ikut mewarnai panasnya perzinaan kami. Fantasiku yang menjadi nyata membuatku tak bisa bertahan lama dan harus pasrah menikmati orgasme sebanyak 2 kali sebelum akhirnya Faiz ejakulasi.
“Ahh.. Ahhh.. Ahhh.. Lontee!! Bu Manda.. kluarin di cadar sinih..!”, ucap Faiz yang langsung mencabut kontolnya.
Ia menyuruhku untuk duduk bersimpuh dengan kedua tanganku menengadah. Layaknya monyet sirkus, aku pun tak menolaknya sedikitpun. Dan CROTT CROOTT.. sperma kental yang luar biasa banyaknya membanjiri cadar hitamku.
“Aaahhh.. leganyaahh.. Sshhh..”, lenguh Faiz yang kemudian terduduk.
“Mmhh.. Banyak banget sih spermanya mas..”, jawabku sambil melepas cadarku.
“Hem.. Eehh.. MasshaaAllaahh.. pantesann!! Pantesan Dinda cantik banget!! Behh bu Mandaa cantiknyaa..”, ucap Faiz yang baru pertama kali melihat wajahku dengan mata terbelalak.
Aku juga ikut terkejut karena baru sadar kalau aku sudah melepas cadarku. Sontak aku berupaya menutup kembali wajahku, tapi Faiz keburu tertawa dan bilang kalau kenapa aku harus menutupi wajahku sementara seluruh tubuhku saja sudah menjadi miliknya. Meski malu bukan karena dosaku, tapi karena tingkahku, aku tetap berupaya menutupi wajahku.
“Enak ya Bu..?? Kok mau sih dientot aku?? Emang punya Ustad Amar masih kurang ya??”, celetuk Faiz sambil meremas toketku.
“Mmm.. mas Faiz kok nannya gitu?? Malu ihh..”, jawabku sambil tidur miring ke kiri sementara Faiz mendekapku dari belakang.
“Loh kenapa malu?? Uda sama-sama tau kan..”, jawab Faiz.
“Yaa itu mas Faiz uda tau.. masih nannya loh..”, jawabku.
“Ahahah.. biar ada obrolan ajaa.. betewe.. Dinda boleh tau gak nih..??”, tanya Faiz yang membuatku terkejut.
“Apa?? Jangan laah masss.. kan tadi uda bilang ga bakal cerita-cerita..?!”, jawabku dengan nada agak marah sambil mencubit lengannya.
“Aaww.. Iyaa.. becandaa.. tapi kalo pengen lagi bisa kaann..?? Atau malah bu Manda yang pengen lagi entaarr.. ahahah..”, Goda Faiz yang terus asyik dengan toket jumboku.
“Aahh.. Apaan sih mas Faiz nih.. Ehh!! Baru inget harus jemput anak..”, jawabku yang kaget karena jam sudah menunjukkan pukul 10.10.
Aku segera bangun dan menuju kamar mandi. Rambutku yang hitam lurus sebahu kini tergerai setelah kulepas khimar yang sedari tadi menutupi. Tak lupa selembar handuk kubawa. Tapi saat aku hendak menutup pintu kamar mandi, Faiz tiba-tiba menahannya.
“Barengan lah bu.. sekalian..”, ucap Faiz.
“Eehh.. jangan.. malu.. Ibu udah telanjang..”, jawabku spontan.
“Haah..?? Ahahahah.. terus kenapa tuh..??”, tanya Faiz yang terus mendorong pintu.
“Ahh.. ehhh..”, aku pun juga bingung sendiri dengan jawabanku.
“Ibu dah mau jemput si kecil.. jadi mandi aja yah disini..”, ucapku sambil terus menyalakan shower.
Yah sudah bisa ditebak. Akhirnya mandi hanya sebagai alasan saja kita masuk kamar mandi. Yang terjadi malah aku harus berlutut dan kembali mengulum kontol Faiz dibawah siraman shower.
Awalnya ia hanya bilang ingin membantuku untuk melumuri badan dengan sabun. Yaah mana bisa kutolak toh kita juga sudah seruangan dan sudah terbuka semua. Tapi jemarinya justru merangsang kembali tubuhku. Licinnya sabun yang menyelimuti tubuh putihku semakin menambah geli nan nikmat tarian tangan dan jemari Faiz di titik-titik lemahku.
“Mandi Kencing aja lah bu.. Ahahah..”, jawab Faiz sambil berdiri dengan penuh kebanggaan.
Ucap Faiz terakhir kalinya sambil ia terus menggenjot kontolnya di mulutku. Aahhh.. sensasi yang benar-benar luarbiasa. Setelah Dinda kelas 4 ke atas, aku dan suamiku jadi lebih jarang melakukan seks di luar kamar. Selain menjaga agar tidak ketahuan anakku, mungkin juga karena waktu kami yang tak selalu sempat. Dan kini aku bisa kembali merasakannya, tapi kini jauh berbeda dan lebih memacu adrenalinku karena aku melakukannya dengam lelaki lain. Entah kenapa aku malah semakin terangsang, mungkin karena fantasiku juga yang selama ini terpendam.
“Ahhh.. Ahhh.. Ahhh.. Kontoll.. He’emh.. Shh.. Ahhh..”, desahku yang tak bisa dikalahkan oleh gemericik air shower.
Kedua lututku bertumpu di atas closet dengan tubuhku menghadap dinding. Bokongku kini menjadi peredam hantaman tubuh Faiz yang penuh nafsu kembali mezinaiku. Ooohhh.. nikmat sekali rasanya selingkuh dengan mengumbar fantasi. Ditambah perlakuan kasar Faiz menjambak dan menampari bokongku semakin membuatku melayang.
“Aaaaanggggggghhhh..!!”, erangku keras saat Faiz menyemburkan spermanya di rahimku bersamaan dengan diriku yang meraih klimaks.
Setelah kejadian itu aku menjadi lebih banyak melamun. Bingung rasanya antara aku harus menuruti nafsuku, ataukah aku harus kembali ke jalan yang benar. Tiap kali mendengar ceramah-ceramah yang hampir tiap pagi menghiasi rumahku, membuatku sedikit tersadar. Apalagi pakaian yang kupakai hari-hari, rasanya aku tak pantas mengenakannya.
“Bu Manda.. curhat boleh ngga nih..??”, tanya seorang ibu-ibu pengajian di masjid, sebut saja Bu Luna.
“Curhat apa Bu Luna..??”, tanyaku sambil membereskan beberapa piring setelah pengajian.
“Tapi ini Aib sih.. gimana ya..??”, tanya Bu Luna gelisah.
“Gapapa Bu.. kalau itu untuk kebaikan..”, jawabku yang memang hanya tinggal kami berdua malam itu di masjid.
“Beneran gapapa kah Bu..?? Tapi tolong dijaga rahasia ini yaa..”, jawab Bu Luna.
“inshaaAllah Bu.. emangnya kenapa Bu..??”, tanyaku yang semakin penasaran.
Dan bu Luna mulai bercerita tentang rumahtangganya. Itu asumsiku saja, karena Bu Luna sendiri bilang kalau itu tentang rumahtangga saudaranya, tapi aku yakin kalau itu rumahtangganya sendiri. Ia cerita kalau suami saudaranya itu sering main perempuan di luar, padahal keluarga saudaranya itu, menurut Bu Luna, termasuk keluarga yang rajin okut kajian. Tapi kenapa sang suami tetap saja lebih suka ‘jajan’ padahal istrinya juga tergolong cantik di umurnya yang sekarang.
“Mmm.. simpel aja sih Bu.. coba tanya ke saudara ibu itu, kalau jima’ monoton atau variatif.??”, jawabku.
“Wahh.. kalo itu saya kurang tau Bu.. emang ada hubunganya yaa..??”, tanya Bu Luna penasaran.
“Banget bu!! Gini yaa.. lelaki itu kan libidonya tinggi dan memang kadang mereka punya keinginan-keinginan yang menurut kita itu ‘aneh’.. contoh kayak jima’ di sofa.. atau jima’ sambil istri pake mukena.. nahh itulah yang dinamakan ‘fantasi’ yang sudah jadi tugas kita untuk mewujudkannya.. dan itu juga jadi faktor penentu kepuasan di ranjang.. kalau suami ga puas di ranjang, sudah pasti dong dia akan cari pelampiasan yang lain..”, jawabku panjang lebar.
Cukup lama kujelaskan semua yang kutau pada Bu Lina, namun juga kusampaikan kalau sampai selingkuh itu dosa besar. Zina disaat sudah menikah hukumannya jauh lebih berat daripada mereka yang berzina namun belum menikah. Saat aku menyampaikan hal itu, hatiku berdegup kencang karena aku sendiri melakukannya.
Terus?? Apakah aku berhenti melakukannya?? Ngga lah! Malah semakin parah. Bukannya Faiz yang mengajakku, tapi lebih sering aku yang menggodanya untuk menyetubuhiku. Entah apa yang terjadi padaku, tapi sensasi kontol Faiz benar-benar membuatku tergila-gila.
Biasanya aku melakuakan seks dengan Faiz sehari setelah ia menikmati Dinda. Selain untun menjaga birahi, juga supaya sperma yang dimuntahkan Faiz bisa membanjiriku. Selain itu juga faktor situasi dan waktu yang kadang tak memungkinkan.
Hari wajib dimana kami memadu kemaluan adalah Selasa Malam Ba’da maghrib. Dan lebih gilanya lagi itu kulakukan di masjid. Selasa Malam ba’da maghrib adalah waktu dimana suamiku sibuk memberikan kajian rutin di masjid. Aku memang hampir tak pernah duduk di majelis suamiku, karena aku ada zoom untuk bisnisku di saat yang sama, jadi suamiku sudah maklum.
“Ahh.. Ahhh.. Enak banget Mass.. Gedenyaaahh bedaa..”, ucapku sambil terus menggoyangkan pinggulku maju mundur di posisi Women on Top.
Malam itu aku mengenakan Abaya Marun Tua dengan Khimar jumbo warna krem dan cadar tali senada dengan warna khimar ku. Kedua toket jumboku sudah mencuat keluar dari abaya tanpa terhalang oleh khimar yang sudah tersibak ke belakang.
“Emang gila yaa kamu bu!! Tapi aku suka yang gini!! Ga takut ketauan nih..!??”, tanya Faiz sambil meremasi dan memilin putingku.
“Ahh.. Ahh.. Nggaakk.. Ngga bakalan.. Ahh.. Enak banget sihh.. Ahhh..”, jawabku sambil mendongak karena keenakan.
“Kalo ketauan Dinda gimana..??”, lanjut Faiz yang memilin lembut putingku membuatku merinding nikmat.
“Ahh.. Ahhh.. Apaan sihh.. Aahh.. Enakk.. Ahh.. Kontol.. Ahh.. Yaudahh.. Ajakin main bareng..”, Jawabku tanpa berpikir.
“Wahhh.. Wahh.. Sriusan..??”, tanya Faiz.
“Iyaaaaaahhhh!! Nnghhhhhh..”, jawabku sambil mencengkram dada Faiz.
Tubuhku mengejang kuat merasakan orgasme keduaku setelah 5 menit aku menggoyang Faiz dengan WOT. Memang tak banyak waktu yang kami punya. Maksimal hanya 30menitan sebelum adzan Isya berkumandang. Tapi justru hal itulah yang membuatku bergairah. Kini berganti dengan posisi missionary dimana aku bisa ngangkang sepuasku. Aahhh.. begitu nikmat saat fantasi bisa tersalurkan. Sesekali kulihat kontol garang Faiz begitu gaharnya menggiling liang senggamaku tanpa henti. Perutnya yang tampak kotak-kotak layaknya roti sobek semakin memanjakan mataku.
“Nghh.. Nghh.. Enak gak bu?? Enak kann??”, ucap Faiz dengan terengah-engah sambil terus menggenjot selakanganku.
“Aahh.. Ahhh.. Ga ada lawann.. punya suamikuhh.. ga ada apa-apanyahh.. kontol mas Faiz enak banget.. Ahh.. Teruss.. Ahhh.. Shh..”, racauku yang memang sudah tergila-gila dengan keras dan perkasanya kontol Faiz.
Kembali aku mengerang nikmat saat maniku muncrat deras sebelum aku diminta doggy oleh Faiz. Yaa itu posisi favorit Faiz, karena bisa melihat bokong putih bulatku berguncang saat ia menggempurnya. Khimarku pun menjadi tali kekang sehingga membuatku harus mendongak agar tidak tercekik. Beberapa detik sebelum adzan, aku kembali orgasme. Aku segera membenamkan wajahku ke bantal karena ingin teriak rasanya. Begitu nikmat yang membuat kakiku tak henti-hentinya bergetar karena klimaks. Sperma Faiz pun kembali ia tumpahkan di mulutku tanpa tercecer sedikitpun. Sudah pasti aku melumat seluruhnya.
“Mffh.. Glek.. Banyak banget sih mas.. udah yuk buruan siap-siap turun..”, ucapku sambil segera berbenah.
Faiz pun tampak segera mengenakan lagi sarung dan gamisnya. Memang seharusnya ia mandi wajib terlebih dulu, tapi daripada nanti telat dan menjadi perbincangan, mungkin ia hanya ingin meladzimi sholat Isya saja.
“Tadi ga kliatan kemana nih Umi..??”, celetuk suamiku sambil melepasi jubahnya.
“Ga kliatan gimana bi? Ada kok dibelakang.. abi aja yang sibuk mantengin ibu-ibu lainnya tuh.. hemmmm..”, jawabku dengan nada mengejek.
“Lohh.. Ahaha.. Kan biar ga spanneng kajiannya.. kalo ga gitu ntar pada ngantuk..”, jawab suamiku sambil rebahan dan hanya mengenakan boxernya.
“Tuuh kan beneran.. ya kan ga gitu juga bisa Bi.. Dah ahh.. Umi mau mandi dulu.. gerah bet..”, ucapku seraya menuju Kamar mandi dengan hanya mengenakan daster saja.
Perselingkuhanku dengan Faiz berjalan mulus. Bahkan saking mulusnya aku malah jadi khawatir kalau ada sesuatu diujungnya nanti yang bisa membahayakan keluargaku. Suamiku sendiri masih tetap dengan gayanya yang selalu menggodaku untuk melakukan threesome dengan ikhwan lain. Sebenarnya aku juga penasaran. Ingin sekali rasanya aku mengiyakan apa yang jadi kata-katanya itu. Tapi aku tidak mau kalau aku dicap sebagai istri durhaka karena sudah berani selingkuh.
“Ahh.. Shh.. Ahh.. Makin binal aja nih istriku..”, ucap suamiku yang keenakan dengan goyangan pinggulku siang itu di mobil.
“Ahh.. Shh.. Mmhh.. Kontol Abi nakallhhh.. Uuwwhh..”, racauku supaya suamiku tidak curiga kalau sebenarnya memekku sudah terbiasa dengan kontol jumbo Faiz.
Siang itu, sepulang dari mengisi kajian di kampus, suamiku tiba-tiba menuju rute yang berbeda. Memang sudah cukup lama aku tak mengunjungi kedai makan khas Jepang yang satu ini. Dulu awalnya ketika suamiku mengajakku makan di tempat itu, aku cukup skeptis dengan rasa dan kehalalannya. Namun setelah mencoba dan berkenalan dengan pemiliknya, semuanya berubah.
“Wa’alaykumsalam mas.. sudah lama ngga mampir kesini..”, jawab pemilik kedai dengan senyum khasnya.
“Iyaa.. kangen menu jepang buatan bapak..”, kata suamiku sambil duduk di salah satu kursi.
“Alhamdulillah masih setia kesini mas mbak..”, jawab bapak pemilik kedai sambil tersenyum padaku sambil kedua tangannya mengatup seperti memberikan salam.
Bagiku yang tak pernah ke Jepang sekalipun, makanan yang disajikan sudah cukup memberikan gambaran tentang rasa aslinya. Karena suamiku begitu antusias kalau sudah membahas tentang jepang-jepang begitu. Fyi, sampai aku ketik cerita ini pun suamiku masih suka nonton Anime.
Anyway, setelah selesai makan, sekitar jam 13.00, suamiku malah memacu mobilnya menuju puncak merapi. Heran sih, biasanya banget dia ngajakin pulang karena harus dan wajib tidur siang, tapi entah kenapa siang itu berbeda. Dan buatku, kapan lagi bisa jalan-jalan gini.
“Ahh.. mi.. mimiw.. sinihh..”, kata suamiku sambil menaikkan jubahnya sehingga sirwalnya yang sudah berubah bentuk karena dorongan kontol miliknya tampak jelas.
“Oohh.. ini toh maksudnya.. pantes ajaaahh.. ga biasanya abi ngajakin ke atas siang-siang gini..”, jawabku sambil menyibakkan flap cadar yaman hitamku ke belakang.
“Ahahaah.. yukk dahh.. udah ga tahaaan..”, kata suamiku sambil sedikit memundurkan kursinya agar memberikan space yang cukup bagiku.
Tanpa babibu tanganku yang terbalut handsock hitam segera menyusup ke dalam sirwalnya dan menarik keluar tombak kejantanan suamiku. Haamfhh.. Ogckk.. Sruupp.. Ogckk.. Ogckkk.. meski bukan pertama kalinya aku melakukan blowjob di dalam mobil yang berjalan, tapi tetap saja sensasi keseruan ini tak pernah hilang. Entah kenapa aku justru semakin bernafsu saat melakukan hal mesum yang menantang adrenalin seperti ini. Ditambah lagi suara desahan suamiku, aahh.. lendir memekku terasa jelas mulai membanjiri CD yang ku kenakan.
Tanpa perlu diperintah, aku sudah memposisikan HP suamiku untuk merekam adeganku melahap kontolnya, bahkan sesekali aku beraksi dengan melirik ke arah kamera. Itu semua sengaja kulakukan karena sudah menjadi fantasi suamiku untuk selalu mengabadikan momen persenggamaan kita. Awalnya aku risih, tapi kini sudah seperti hal yang wajib ada. Sempat beberapa kali ia kepikiran untuk menjual konten-konten kami, tapi aku menolaknya dengan keras.
Mobil pun berhenti di salah satu hutan di daerah Cangkringan. Cukup jauh dari jalan utama dan karena kabut yang mulai turun, membuat aksiku siang itu semakin bebas dan liar. Dari jok depan mobil dimana blowjob kulakukan, kita berpindah ke kursi tengah. Kembali posisi WoT menjadi andalanku untuk mengetes kekuatan suspensi mobil kami. Zlebb.. Blesshh.. Aaaahhh.. Shhh.. Aaaahh.. Uuwwwhh.. kepalaku mendongak ke atas dengan cadar yaman yang masih membalut wajah putihku. Khimar jumbo sudah tersingkap sedari tadi sehingga kedua toket cup D ku mencuat dari belahan resleting abaya yang kukenakan. Desahan dan eranganku berpacu dengan kuluman suamiku yang beringas melahap putingku secara bergantian. Kedua tanganku mencengkram kuat sandara kepala jok tengah mobil yang membuat pinggulku bisa menggila sepuasnya.
“Srupp.. Sruupp.. Mchh.. Mmffhh.. Wuuhh.. Ngghh.. Gila bener ini istriku.. enak ya ngentot di outdorr sayaangg..??”, tanya suamiku sambil mencumbu leherku yang tertutup khimar.
“Sshh.. Ahh.. Shhh.. Aaaanghh.. Oohh.. Bangethh abiihh.. Ohh kontollhh..!!”, racauku sekeras mungkin sambil terus menggiling dan melumat kontol suamiku.
Suasana yang baru membuat adrenalinku berdesir cepat. Kontol suamiku yang tak sebesar Faiz pun bisa membuatku mabuk kepalang. Aahhh.. nikmat luar biasaaaaa.. hanya pindah tempat aja bisa seenak ini..!? Gumamku yang sudah bermandikan keringat meski AC mobil tetap menyala.
Ceerrr.. Ceeeerrrr… aku meregang kuat sambil kedua tanganku mencengkram kepala suamiku saat merasakan orgasme pertamaku meledak kuat di bawah sana. Kulesakkan kontol suamiku sedalam mungkin dan bisa kurasakan kalau suamiku agak berontak mungkin karena kubekap di kedua toketku hingga susah bernafas. Beberapa saat pahaku begetar yang mana sudah cukup lama tak kurasakan sensasi ini dari kontol suamiku.
“Aaaaahhhhhnngghhhhh.. Sssshh.. Aaabiiihh nakaaaallhh.. Uuhhh..”, erangku yang mulai lunglai di dekapan suamiku. Kakiku bisa merasakan jok mobil yang becek oleh air maniku meskipun kakiku masih dibalut kaos kaki hitam.
“Busseett.. dah lama abi ga liat umi segila inii.. Bbeeehh.. bikin abi makin semangatthh..!!”, ucap suamiku Amar yang terdengar bahagia melihatku banjir bandang begitu.
“Iyaa iihh.. Abi siiihh tititnya bikinn keenakan umiihh.. Lohh.. Abi blum kluar..??”, tanyaku sambil terengah-engah setelah kurleb 10menitan memacu pinggulku.
“Yaa belon laahh.. Kan sengaja Abi tahann.. Naahh sekarang giliran Abiihh.. Lontheeekuuu..”, ucap suamiku sambil mendesah perlahan saat mengucapkan ‘lonthe’ tepat disisi telinga kananku.
Aaahh.. darahku kembali berdesir deras membawa buaian birahi ke ujung-ujung syaraf tubuhku. Kedua kakiku kubuka selebar mungkin sehingga menampakkan putih dan mulus terawatnya paha hingga betisku yg masih terbalut kaos kaki hitam. Bukit indahku yang dihias bibir memek mulus kecoklatan terlihat menggiurkan di mata suamiku. Dengan kasar, suamiku menarik pinggulku hingga bertumpu pada ujung jok tengah yang membuat tubuhku agak melandai. Slebb.. Bleshhh.. SPLOK!! SPLOKK!! SPLOKK!! AAGHHH.. AHHH.. SSHH.. MHHH.. AABIIHH.. AAAHH.. OHHH.. SSHH.. OOHH.. NGGHH.. ENAKK BIIHH.. ENAK BANGETTHH.. AAHH.. AAAAHH..
Suara hantaman pinggul mas Amar begitu indah ditelingaku, berpadu erotis dengan racauan dan desahan yang keluar dari balik cadarku. Seluruh tubuhku berguncang hebat, bahkan toketku saling bertumbukan satu dengan yang lain. Mataku dibuatnya merem melek karena kenikmatan yang tiada tara. Aahhh.. seluruh tubuhku dilanda kenikmatan syahwat yang luar biasa. Tak butuh waktu lama bagi suamiku untuk kembali membuatku orgasme.
“AAHH.. AHH.. OHHH.. KONTOLLHH.. AAAHH.. NNNGHHHH..”, lenguhku kuat merasakan hempasan orgasme menjalar cepat ke selakanganku.
Kedua tanganku mencengkram erat jok mobil dengan mataku terpejam saat itu. Bak hewan buas yang mendapatkan mangsanya, suamiku terus saja menggenjotku meski aku masih kejang-kejang karena orgasme. Aahh.. benar-benar nikamt rasanya diperlakukan kasar seperti ini. Tamparan demi tamparan mendarat di toket jumboku yang mulia sedikit kemerahan.
“Aghhh!! Aghh!! AMPUN ABIHH.. AAHH.. SHH.. OHH.. MHH.. TERUSS BIHHH.. OHHH.. NNGHH.. AAAHH..”, teriakku sepuasnya.
Kedua kakiku semakin direnggangkan dengan suamiku yang tampak kesetanan. 10an menit mungkin, tak lama suamiku mengerang. Ia segera mencabut kontolnya dan aku tanpa perlu dikomando segera mendekatkan wajahku ke selakangannya.
“NIH FACIAALLL SAYAAANGG..!!!”, Tegas suamiku.
Kembali cadar hitam yamanku dibanjiri kentalnya sperma suamiku. Kamera HP miliknya terus merekam adegan dimana ia tengah melecehkan salah satu aksesoris khas akhwat. Aku pun menambah ‘panas’nya suasana di mobil dengan meratakan kontol suamiku yang masih meneteskan sperma di wajahku yang tertutup cadar.
“Sshh.. Aaaahhh.. gilaaa gilaaaaa.. ga kebayang umi bisa seliar itu lagii.. hahah.. kayaknya perlu deh kita explore gini..”, ucap suamiku yang terduduk lemas di samping kananku.
“Mmhh.. Abi jugaahh.. ganas banget siiihh.. bikin umi makin lengkeett..”, ucapku menggoda sambil mencubit lengan kirinya sementara pahaku yang putih mulus masih terekspos.
“Seneng kan umiihh.. naahh.. makanya penting buat coba meng-eksplor sesuatu yang baru tentang ngentot gituuhh.. kalau umihh mau coba yang kayak gimana lagi?? Fantasi umi deh yang paling liaarr..”, lanjut suamiku.
“Aahh.. Apa yaa.. gini ajaahh.. aaahh.. gatau tuh umiihh.. malu abiihh..”, jawabku sambil menutupi kedua wajahku dengan tanganku yang terbalut handsock hitam.
Sebenarnya banyak hal yang ingin kucoba lakukan. Salah satunya threesome. Cuma hatiku masih belum ‘sampai’ kalau aku yang harus ngomong duluan. Hingga akhirnya pertanyaan itu muncul kembali, hanya saja dengan suasana yang pas banget.
“TS yuu..”, kata suamiku.
“Haaah?? Apa tuh bi..?? Tanyaku seolah penasaran.
“itu Threesome.. Cuma ikhwannya 2 akhwatnya 1 gitu.. jadi umi lawan 2 ikhwaan.. hihihih.. gimanaa?? Seru loohh..”, lanjut suamiku.
“Abiii.. emang abi sriusan mau?? Fantasi abi juga gitu..??”, tanyaku meski dalam hatiku berkata ‘AYOOKK GASSS BIII..!!’
“He’emhh.. ntah yaa mi.. kalo abi liat video seorang istri dipake ikhwan lain tuh bikin abi makin terangsang.. apalagi cuckold gituu.. aahh Ngacengnya ga ketulungan..”, jelas suamiku dengan halusinasi gilanya.
“Sriusann abi pengen umi gitu?? Ga nyesel ntar..?? Heemhh.. tapi beneran itu yang abi pengen kan?? Bukan mau jual umi..??”, tanyaku seolah meyakinkan karena aku sering dengar kasus istri dijual gitu.
“Yaaa enggaklaahh!! Sriusan ini fantasi abii.. pliss yaahh sayangg.. abi bakalan bahagia banget trus ntar apa aja deh yang umi mau abi kabulin..”, jawab suamiku menggoda.
Naahh.. pucuk dicinta ulam tiba. Kalau aku bilang iya, akhirnya perzinaanku dengan Faiz malah didukung suamiku, tambah dapet ekstra embel-embel yang bikin aku makin kegirangan.
“Mmm.. Okedehh.. dicobaa.. tapiii.. Umi mau sama yang uda kita kenal ajaa.. trus jangan dari keluarga sendirii..”, jawabku sambil membenahi abayaku.
“Okeehh!! Pas banget abi ada nihh.. si Faiz aja gimana..??”, usul suamiku.
“Haahh!!?? Abi ga mabuk kan?? Faiz kan anak baik-baik.. mana mungkin dia mau.. apalagi marbot masjid pulaa..”, jawabku supaya suamiku tidak curiga.
“Looohh.. Umi kan gatau obrolan antar lelakiii.. ahahah.. santai aja.. nanti abi yang atuurr..”, jawab suamiku dengan paras penuh semangat.
Dok.. dokk.. dokk..
Seketika kami berdua dikagetkan dengan suara seseorang mengetuk jendela mobil kami. Memang bagian dalam mobil kami dipasangi tirai yang membuat orang di luar mobil tak bisa seenaknya melihat bagian dalam mobil.
“Ohh.. iya gimana pak..??”, tanya suamiku sambil membuka jendela depan kanan mobil sementara ia sudah mengenakan gamis dan sirwalnya.
“Ahh.. oohh.. ngapunten ustad.. mobilnya mogok apa gimana?? Butuh bantuan??”, tanga seorang bapak-bapak yang berumur sekitar 70tahunan sambil membawa seikat besar kayu bakar.
“Ohhh.. mboten sah pak.. makasih.. ini tadi istri saya pusing, jadi saya berhentikan mobil disini..”, jawab suamiku berdalih.
Bukan suamiku namanya kalau tidak ahli bersilat lidah. Aku pun salah satu korbanya yang akhirnya terjebak dalam ikatan cinta dengannya. Kami pun segera kembali ke rumah karena jam sudah menunjukkan pukul 13.40 saat itu.
“Beneran bu?? Waahh.. waahh.. brarti aku harus pura-pura gak kenal bu Manda dong??”, jawab Faiz di chat WA kami.
“Yaaahh gitu.. pokoknya dibuat senatural mungkin aja lah yaa.. trus jangan cerita-cerita soal hubungan kita lohh sayaangg”, Jawabku membalas chatnya.
“Ya pasti dong bu, emang aku udah gila apa!? pokoknya aman ntar”, balas Faiz.
Dan begitu selanjutnya hari-hari ku pun bejalan layaknya kucing-kucingan. Karena syahwatku yang menggebu untuk merasakan sodokan kontol Faiz hampir tiap hari selalu menghampiri. Ditambah lagi kalau pagi, Faiz dengan sengaja hanya mengenakan kaos dan celana training tanpa CD, sudah pasti hal itu membuat mataku tak bisa lepas dari selakangannya.
“Assalamu’alaykum ustad.. lohh.. mau pergi dengan bu Manda juga sama si kecil??”, celetuk Faiz memecahkan tawajjuhku pada terongnya yang nampak jelas dibalik celana training ketatnya.
“Wa’alaykumsalam mas Faiz.. aah iya.. pagi ini qodarullah ada pertemuan wali murid di sekolah si kecil”, kata suamiku.
“Ohh.. gitu.. sampai dhuhur kah ustad??”, tanya Faiz kembali.
“Mungkin sampai sore karena ada acara juga di luar nanti..”, jawab suamiku sambil membuka pintu mobil.
“Waahh rugii dong kalau gitu..”, celetuk Faiz sambil menjemur handuknya.
“Rugi apanya mas?”, tanya balik suamiku.
“Ahh nggak ustad, salah ngomong.. hati-hati ustad”, lanjut Faiz sambil berlalu meninggalkan kita dengan tak lupa ia mengedipkan matanya ke arahku.
Yaah sudah jelas kalau ia sengaja menyindirku karena hari itu aku jadi tak bisa menikmati kekarnya kontol Faiz mengobok-obok liang senggamaku. Seharian pun aku jadi badmood, apalagi di acara sekolah. Hingga menjelang dhuhur aku tak banyak menanggapi obrolan dari beberapa ibu-ibu wali murid yang lain. Sebelum dhuhur, acara ditutup dengan tausiyah dari suamiku. Karena badmood, aku pun merasa sangat mengantuk dan lebih memilih untuk tiduran saja di mobil.
“Yaahh.. kenapa mi?? Makanya kalau malam jangan kebanyakan main HP.. nih kuncinya”, ucap suamiku yang sudah diminta untuk segera naik ke atas panggung.
Tanpa berlama-lama aku segera menuju parkiran. Kunyalakan mobil dan AC mobil. Hhaahhh.. Gerahnyaahh.. iihh apaan sih si Faiz pake kayak gitu segala.. gumamku dalam hati sambil tiduran di jok depan mobil sisi kiri.
Drrrtt.. drrtt..
Sebuah pesan WA dari Faiz masuk ke HPku. Berupa sebuah video. Dan aku cukup terkejut karena berisi video dia menyetubuhi Dinda, kali ini di musholla Rumah, tempat anggota keluargaku biasa sholat kalau sedang ‘malas’ ke masjid. Video pun berawal dari PoV Fsiz yang merekam adegan Dinda.
“Sshh.. Ahh.. massshh.. mau emuutthh..”, ucap Dinda yang merengek sambil nungging di atas sajadah tempat biasa kami bersujud dan hanya mengenakan pashmina hitam.
“Eeiitsss.. Mau banget?? Mau apa tadih??”, celetuk Faiz sementara kakinya menapak di wajah putih mulus Dinda sementara lidah Dinda sudah menjulur persis seperti anjing.
“Mau.. Mau kontol.. Mau isepphh.. kontollhh.. Aahhh.. Mas Faizz.. siniihhh..”, rengek Dinda yang tampak birahinya memuncak.
“Loohh.. bukannya mulut Dinda biasanya buat baca ayat suci Qur’an yaa?? Kok malah mau kontol..??”, ucap Faiz dengan nada me mengejek.
“Aaahh.. iyaahh. Emaang.. Ehh.. Nggaa.. Aaahh.. mulut Dinda Cuma buat emut kontol.. Aaaihh.. mass Faizzzz.. Mmhh..”, rengek Dinda mengiba.
“Okee dahh.. berarti lonte yaaa?? Anaknya siapa nih lonteee..??”, lanjut Faiz.
“He’em.. lonthee mass.. Dindaa lontheee.. anaknya bu Mandaaahh.. Aahh kontoll.. siniihh..”, berontak Dinda.
“Berarti kalau anaknya aja lonthee, ibunya juga doongg..???”, ejek Faiz sambil melepas pijakan kakinya dari wajah Dinda.
“Aaaeehmm.. Mmcchh.. Srrpp.. Srpp.. Mffh.. He’emhhh.. Umiihh juga lonthee.. Aaahh.. Haemfhh.. Ockk.. Ockk..”, ucap Dinda yang tampak lahap mengulum kontol Faiz yang berurat.
Biarpun itu anakku sendiri, tetap saja putingku merespon dengan mengeras dan memekku berkedut saat deraan birahi mulai melanda. Mata lentik Dinda yang siang itu dihias kacamata makin tampak cantik namun sayu di saat bersamaan karena kelezatan kontol kekasihnya. Kontol kekar 18cm diameter 4cm Faiz yang berurat dan berwarna sawo matang, tampak kontras dengan putihnya wajah Dinda. Mulut Dinda pun terlihat penuh namun tetap saja ia mampu melahap seluruh kontol Faiz hingga ke pangkalnya. Sudah persis dengan video bokep yang sering ku tonton. Jilatan liar lidah Dinda sesekali mendarat dari pangkal hingga ujung kontol Faiz, tak lupa ‘telur’ Faiz yang agak berbulu menjadi santapan anakku.
Aahhh.. enaknya kamu Dindaa.. umi juga mauu.. ssshhh.. Aahh.. desahku sambil mencari-cari benda yang bisa kujadikan pengganti kontol Faiz. Tak juga kutemukan benda itu, akhirnya kepala persneling pun menjadi tumbal syahwatku. Kusibakkan cadar bandana hitamku, dan kujilati pangkal hingga kepala persneling mobil. Emang udah kelewat birahi mungkin siang itu, tapi ya itulah. Sambil kupandangi terus aksi Dinda menggarap kontol Faiz di mulutnya, kutirukan persis namun pada tuas persneling mobil. Jauh beda rasanya, ini keras dan dingin, tapi syahwatku yang meluap membuatku lupa.
Biarpun agak susah diawalnya, namun tak membuatku menyerah. Alhasil tuas persneling pun tampak mengkilap oleh liurku. Aaahh.. Mas Faizz.. mau kontolnyaahh.. gumamku sambil terus menjilati batang persneling dihadapanku sementara di dalam video, Dinda, dengan posisi layaknya anjing terus menikmati ‘lolipop’ Faiz.
Setelah beberapa lama, berganti kini Faiz yang menggarap bibir memek pink Dinda yang sudah banjir oleh lendir syahwat. Sepertinya kamera diletakkan agak jauh sehingga menampilkan keseluruhan adegan yang terjadi dimana Dinda terlentang di atas sajadah dengan kedua kakinya yang putih tanpa cela itu mengangkang.
“Sshhh.. Aaaaaahh.. Mmmhh.. Aaaaahhh.. Masshh Faaiizzz.. Aaaahhh.. Mmhhh.. Enaaakk.. Teruushh.. Mmhh..”, desah Dinda kelabakan ketika lidah Faiz mulai beraksi membelah dan melibas setiap lendir kental yang memenuhi sela-sela memeknya.
Tubuhku bergidik kuat membayangkan kalau aku yang berada di posisi Dinda. Tanpa ragu kusibakkan Abaya hitamku, celana panjang dalam dan CD ku pun sudah otomatis meninggalkan pos nya. Suasana dingin mobil semakin membuatku bergairah ketika memekku yang sudah sembab tertiup oleh hembusan AC.
Ssshhh.. Aaaaahh.. Ayyuuukk mass Faiizz.. Aaaaahh.. Mmhh.. lenguhku membayangkan kenikmatan yang dirasakan anakku. Kakiku mengangkang yang jelas memudahkan jemari tangan kanannku untuk mulai membelai lembut memekku. Meski bukan lidah Faiz, tapi.. Mmhhh.. Aaahh.. Nikmat jugaa.. apalagi saat mendengar desah dan lenguhan Dinda yang orgasme karena permainan liar lidah Faiz semakin membuatku blingsatan.
Creepp.. creerpp.. creepp.. jemariku bergerak cepat menggesek memeku yang sudah sangat banjir. Tak lama kurasakan desakan orgasme makin dekat. Aku pun sudah tak peduli dengan diriku sendiri sebagai seorang akhwat bercadar yang justru malah melakukan hal tak senonoh di parkiran mobil. Pikiranku blank, yang ada hanyalah aku ingin cepat-cepat mencapai puncak. Dan.. Aaaanghhhhhhh!!! Erangku saat akhirnya orgasme menerpa. Meski tidak sampai muncrat, tapi rasa nikmat yang luarbiasa membuat tubuhku mengejang beberapa detik.
“Mmmhh.. Masukinnn.. massshh.. kontolnyaahh cepetaann..”, rengek Dinda yang sudah mengangkang di atas sajadah sementara kedua tangannya menahan kakinya yang mengangkang.
“Wuhuu.. Udah ga tahan..?? Pengen banget lontheee..?? Tapi ada syaratnyaa”, celetuk Faiz sembil terus menggesekkan kepala kontolnya membelah memek Dinda yang tampak menggembung.
“Aahh.. Apa mass.. Apaahh Syaratnyaahh??”, tanya Dinda memburu.
“Aahh.. tapi wajib dilakuin yaa.. kalo nggaa yaaa ga ada ngentot lagi buat Dindaa”, kata Faiz mengancam.
“Eeehh.. i.. iyaahh.. bakalan Dinda lakuinn masshh.. yuu cepetan tusukk.. udahh ga tahann..”, rengek Dinda yang sudah kelewat birahi.
“Syaratnya.. Dinda harus bolehin mas entot umiihh.. hihih”, ucap Faiz yang membuat Dinda agak terkejut.
“Haahh!!??”, jawab Dinda.
“Haahh kenapa sayang??”, balas Faiz yang mulai menarik kontolnya.
“Aaaahh.. Jangaan Massh.. iyaa.. iyaaahh.. boleehh banget entotin umiihh.. ayuukk Mashh..”, jawab Dinda yang pikirannya sudah dikuasai setan.
“OKEEEEE!!!”, pekik Faiz yang dibarengi dengan kontolnya melesak jauh hingga pinggul keduanya berbenturan.
AAAAAHHHHHHH.. SSHH.. OHHH.. MHH.. MASSH.. OHH.. TERUSHH.. SODOKK.. AHH.. ENAKK.. Dinda pun sudah kalap. Ia tak peduli lagi dengan kata-katanya barusan. Aku tak tau maksud Faiz yang sebenarnya apa dengan bertanya seperti itu. Tapi genjotan Faiz yang begitu liar dan mantab membuat setan di dalam diriku mengambil alih kesadaranku. Setan dan syahwat bersatu?? Ahh paket komplit!
Crepp.. Crepp.. Crepp..jemariku dengan cepat dan liar mengobok-obok liang memekku. Ditambah suasana yang cukup baru semakin menambah kenikmatan yang kurasakan. Sesekali kuremas toketku yang masih tertutup abaya dan khimar karena ingin lebih lagi. Kini sepertinya kamera kembali digenggam Faiz karena adegan menayangkan seluruh tubuh Dinda yang terlentang dengan kaki mengankang tengah berguncang hebat. Kalau ada ikhwan yang melihat apa yang kulihat saat ini, pasti imannya akan langsung hilang.
Disuguhi pemandangan indah tubuh semampai putih mulus, dihias toket mungkin cup B yang ranum dengan puting pink, sudah meledakkan birahi ikhwan beriman setebal apapun.22509Please respect copyright.PENANAQ9mU5iOf6F
“Ahh.. Ahhh.. Shh.. Oohh.. Enak.. Enak bangetthh.. Aahh.. Mas Faizz.. pengen kontolnyaa.. Ahhh.. Aahh..”, desahku sambil membayangkan kalau Faiz yang kini menggagahiku.
Kini berganti posisi dengan Doggystyle beberapa saat setelah Dinda memuntahkan air maninya. Tak butuh waktu lama, 3 menit saja Dinda hanya mampu bertahan. Kini dengan posisi Doggy, bokong bulat kenyal Dinda dan punggungnya yang mulus tanpa cela menjadi perhatian utama. Tiap kali Faiz menghantamkan pinggulnua, maka bokong Dinda tampak berguncang indah. Akupun tak mau kalah dan mengubah posisiku dengan nungging di jok depan. Aahh.. Aahh.. Ahhh.. dari bawah tanganku menyelinap di antara jepitan kedua paha dan membiarkan jemariku kembali menari dijepitan memekku.
Tak puas dengan jari, akhirnya aku kembali melirik ke tuas persneling. Ahh bodo amat! Yang penting enak. Dann.. yaah seperti yang kalian harapkan, tuas persneling pun akhirnya dilahap juga oleh memekku yang dahaga akan kontol. Dengan tubuhku yang menghadap kaca depan, kaki kanannku bertumpu di jok kanan, dan kaki kiriku bertumpu di jok kiri, aku mulai menggerakkan tubuhku naik turun. Awalnya agak susah, namun lama kelamaan rasa nikmat mulai menghampiri. Kedua tanganku mencengkram sandaran kepala di jok kiri-kanan untuk menahan tubuhku. Aahh.. beberapa kali mataku merem melek menikmati adegan terbaruku ini. Tak kusangka aku yang dulunya begitu pemalu bisa berbuat seliar ini. Aroma khas lendir akhwat pun mulai semerbak di seluruh mobil, dan itu semakin pekat saat aku akhirnya klimaks bersamaan dengan teriakan Dinda saat orgasme keempatnya.
AAAAAHHHHHNNGGHHHHH..!! CEEERRRRRRRRR.. Dashboard pun basah kuyup oleh air maniku yang tak kusangka akan sederas itu. Tuas persneling apalagi, terbalut seluruhnya oleh lendir birahi kental keputihan. Adzan Dhuhur pun berkumandang dari masjid sekolah islam tempat anakku sekolah. Tapi bukannya persiapan untuk sholat, aku malah sibuk membersihkan seluruh mobil. Tak lupa parfumku ku korbankan untuk menghilangkan aroma khas itu.
“Capek banget mi? Sampe ga kliatan tadi di masjid..”, ucap suamiku sesaat setelah masuk mobil.
“Iyaahh.. udah yuuk buruan balik.. ngantuk ehh..”, jawabku sambil meringkuk seakan hendak tidur.
“Ehh.. bentar.. ga biasanya nih wangi banget semobil.. bau parfum umi pulaa.. kenapa nihh..??”, tanya suamiku.
“Yaahh.. biar nyaman aja sayang.. napa si?? Ga seneng bau parfum umi kah?”, tanyaku agak ketus.
“Nggaa.. Nggaa.. ga biasa aja.. yawes pulaanng.. woo.. itu tadi bu Niken titip salam buat Umi..”, celetuk suamiku.
“Yaaaaaa..”, jawabku singkat sembari mobil mulai meninggalkan sekolahan sementara si kecil sudah pulas di jok belakang.
Beberapa hari sebelum hari H dimana kami akan melakukan Threesome untuk pertama kalinya, akhirnya bisa kudapatkan kembali kontol Faiz setelah beberapa waktu yang agak susah karena kesibukan dan waktu yang kurang pas. Tapi ternyata Faiz merencanakam sesuatu yang lain tanpa kuketahui.
“Umii.. Umiiii.. Mii.. ntar mau pergi kemana??”, tanya anakku yang tampak casual dengan kaos pendek warna pink peach dan hotpants hitam sepangkal paha.
“Nanti Umi kayaknya ada pertemuan Ummahat di sekitaran kota.. kalau jadi sih jam 8an ini berangkat”, jawabku sambil merapikan french khimar hitam yang kupakai.
“Alhamdulillah.. kenyang.. ohh, umi jadi acaranya? Mau bareng abi sekalian?? Ehh tapi ntar kelamaan nunggunya disana”, celetuk suamiku yang baru saja kelar bersendawa.
“Iyaa.. nanti umi berangkat sendiri aja bi.. kalo ngga yaa sama Dinda”, jawabku.
“Yaahh.. kayaknya Dinda ga bisa deh mi.. nanti temen Dinda dari Rohis mau maen ke rumah.. bole ya?? Pinta Dinda sambil menyantap sarapan.
“Ya gapapa.. yang penting jangan yang ikhwan..”, jawabku.
“Iyaaa Dinda juga tau kok mi.. lagian Dinda kan masih ijooo.. hihihih..”, jawab Dinda.
Jam 7 pagi suamiku sudah berangkat untuk mengurusi bisnisnya. Jam 8 aku berangkat untuk acara pertemuan ummahat yang sebenarnya itu hanya alasanku saja agar aku bisa kembali menikmati disetubuhi Faiz.
“Sesuai aplikasi bu??”, tegur Driver grab.
“Ahh.. iya deh pak.. jalan dulu aja..”, jawabku yang agak terkejut karena tadinya melamun.
Yaah.. kalau kalian pembaca (yang akhwat yaa) tau apa yang kurasakan saat memekku ditembus kontol Faiz, udah pasti deh kalian bakal nglamun kayak aku. Kebayang-bayang banget uuuhhh itu berasa penuh banget perut tuh. Apalagi pas mentok sampai ujung, beehhh.. melelehh.. nikmatnya sampai ubun-ubun. Juga pinter banget si Faiz itu buat aku terus-terusan terangsang. Siapa coba yang bakalan berpaling dari kenikmatan kayak gitu??
Drrtt.. Drrt..
“Udah siap nih sayang..”, kata Faiz di chat WA yang dia kirimkan.
“Pak.. pak.. puter balik bisa? Nanti saya bayar harganya sama..”, kataku yang kegirangan mendapat kabar dari Faiz.
Sengaja kuminta untuk berhenti agak jauh dari rumah supaya Dinda ga tau kalau aku balik lagi ke rumah. Perjanjian awal kita mau ‘enak-enak’ di kamar Faiz di masjid, tapi beberapa meter sebelum aku sampai gerbang rumah, dia kembali mengirimiku pesan dengan gambar.
“Disini aja”, tulis pesan singkat dari Faiz dengan gambar Dinda yang tengah mengulum kontol Faiz sementara Faiz duduk di sofa ruang tamu.
“Wahh.. Waahh.. bisaa aja mas Faiz nih bikin sensasi..”, jawabku.
“Ahahah.. biar sekalian.. sekali sodok, 2 ukhti terpuaskan.. btw pintu belakang ga dikunci”, lanjut Faiz.
Kode hijau sudah diberikan Faiz, meskipun tidak seperti keinginanku awalnya, tapi yasudahlah.. toh sama aja bisa ngrasainnya. Kucoba sebisa mungkin melangkah layaknya kucing, maksudnya tanpa bersuara. Abaya hitam yang kupakai pun harus kucincingkan supaya lebih silent. Dengan amat perlahan kubuka pintu belakang yang langsung terhubung dengan dapur. Ternyata di dalam sudah bergema murrotal Qur’an yang memang biasa sering kita putar. Sambil berjalan santai layaknya tidak ada apa-apa, aku berjalan mendekati Dinda yang masih sibuk mengulum kontol Faiz sambil duduk bersimpuh dilantai sementara Faiz di sofa.
“Uluuhhh.. Uluuhh.. yang lagi enak dapet kontooll yaaa..”, tegurku sambil kemudian duduk di sofa yang berhadapan dengan Faiz sambil kusilangkan kaki kananku di atas kaki kiriku.
Mendengar suaraku, sontak Dinda terkejut, tapi tangan kekar Faiz segera mencengkram kepala Dinda yang terbalut khimar satin warna merah marun. Dinda yang terkejut pun tak bisa bergerak karena kedua tangannya terikat dibelakang punggungnya. Ia tak mengira ide BDSM yang diajukan Faiz akan seperti ini, terlebih lagi ia sudah terlanjur bugil dan analplug mini sudah menyesaki anusnya dengan hiasan seperti ekor anjing.
“Assalamu’alaykum umi.. makin cantik aja nih..”, puji Faiz tanpa merasa bersalah.
“iya dong.. harus tetep cantik kapanpun.. ngomong-ngomong gimana rasanya memek Dinda mas Faiz?? Enakan punya Dinda apa punya ku??”, jawabku seraya menggoda Faiz kembali.
Bisa kulihat dari mata Dinda yang mulai merah dan sepertinya ia akan menangis. Mungkin ia merasa bersalah karena mengkhianati ibunya. Yaahh daripada suasana menjadi canggung, sekalian aja aku terjun ke permainan.
“Ahahah.. udah Dinda sayang.. umi udah tau kok dari lama kalau kalian sering ngentot.. santai aja.. Umi rela kok, yang penting kita sama-sama seneng..”, ucapku sambil menyibakkan french khimarku dan berlanjut dengan runtuhnya abaya yang kukenakan sehingga menyajikan tubuh putih indahku di hadapan Faiz. Kutau kalau Dinda ingin berkata-kata, tapi mulutnya terlalu penuh oleh kontol Faiz yang membuatnya hanya bisa bergumam tak jelas.
“Loohh.. kok diem aja lontheku sayang.. ayok lanjut isepnya!”, perintah Faiz sambil menekan kepala Dinda untuk melanjutkan sepongannya.
Aku pun tersenyum melihat aksi Dinda yang mulai kembali melanjutkan servisnya di kontol Faiz. Decak becek bercampur dengan lenguhan tertahan cukup jelas terdengar diantara lantunan ayat suci Qur’an. Kuyakin Dinda pun pasti punya banyak pertanyaan dibenaknya ketika melihatku ikut bugil dan hanya menyisakan french khimar, handsock, serta kaos kaki selutut saja yang masih menempel di tubuhku.
“Mmfhh.. Mcchh.. Mffhh.. Srpphh.. Mcchh.. Mas Faiz sayangghh.. Mffhh..”, ketika Dinda memberikan servisnya di bawah, maka bibir Faiz yang menjadi sasaranku. Cadarku pun mulai basah oleh liur kami berdua. Tangan kanan Faiz pun sibuk meremasi toket kiriku karena aku berlutut di sisi kiri Faiz.
“Mcchh.. Mfhh.. Sshh.. Beehh.. umi mu liar banget sayang.. atau dipanggil Lacur aja?? Kan kalo anaknya lonthee.. brarti ibunya Lacur.. hahah..”, ucap Faiz dengan penuh kebanggaan.
“Aahh.. terserah mas Faiz sayang.. mau panggil aku ama Dinda apa ajaahh..”, jawabku sambil terus mencumbu leher Faiz.
“Oohh.. naahh aku suka ibumu Lonthe sayang.. nih kayaknya udah ga semangat.. bantuin tuh Lacur..”, ucap Faiz sambil mendorong kepala Dinda.
“Mmfhh.. Ffuaah.. Aahh.. Umiihh.. Shh.. Maafinh.. Mffhh.. Mffhh.. Mchh.. mfhh..”, belum selesai Dinda berbicara, bibir pinknya kini kulumat habis sesuai perintah paduka Faiz. Ini pengalaman pertamaku berciuman dengan sesama jenis. Ngga buruk juga, justru sensasi baru ini membuatku penasaran. Cadarku ku turunkan hingga akhirnys kedua bibir kami kini bisa berpagutan bebas.
“Mffhh.. mffhh.. Mchh.. Umihhh.. Dindaahh-“, ucap dinda sesaat yang langsung kupotong.
“Ssstt.. Udaahh.. entar ajahh.. yuu keburu abi pulangghh.. nikmatin dulu ajaahh..”, jawabku sambil tersenyum.
Meski agak canggung awalnya, tapi kurasakan Dinda mulai melepas syahwatnya kembali. Aahh.. ini rasanya mencumbu anak sendiri. Kedua tangan kami saling meraba dan sesekali kuremas toketnya yang baru tumbuh itu tanpa melepas pagutan kami. Sebagai seorang ibu, aku harus memulai lebih dulu. Dan sudah pasti lehernya yang masih terbalut khimar satin marun pun kucumbu.
“Sshh.. Mhh.. Umiihh.. Aahhh.. Sshh.. Ahhh..”, desah Dinda yang kini terduduk bersandarkan sofa diantara kedua kaki Faiz.
Tangan Dinda terus meremasi kepalaku yang terbalut french khimar hitam karena nikmat yang menjalar. Yaahh posisi itu kurang nyaman untukku hingga kutarik Dinda dan terlentang di karpet ruang tamu.
“Aaahh.. cantiknya anak ibu yang udah mulai gede..”, ucapku sesaat sebelum lidahku kini mulai menyusuri pangkal lehernya.
Kedua tanganku terus memanjakan toket ranum berputing pink milik Dinda, dan kini berganti mulutku yang mulai beraksi.
“Aawwhh.. Sshh.. Umiihh.. Aahh.. Gelihhh.. Aahh.. Enak mii..”, desah Dinda merasakan kenikmatan kulumanku yang secara bergiliran memanjakan putingnya.
Cukup lama aku bermain-main dengan puting Dinda, dan kini aku mulai turun ke main coursenya.
“Pindah ke sofa aja tuh Lacur biar enakan dikit”, ujar Faiz yang terus aktif merekam adegan lesbi kami.
Persis sepertiku, Dinda pun dengan sadar diri membuka kedua kakinya untuk mempersilakanku menikmati lendir birahi miliknya. Tak perlu banyak kata, lidahku segera melahap habis seluruh lendir yang membasahi memek Dinda. Gurih, asin, semuanya bercampur menjadi satu. Dinda sendiri terus mengerang dan mendesah dengan kedua tangannya mencengkram sandaran sofa.
Aahh.. Ahh.. Shh.. Umihh.. Aahh.. Enakk.. Aahh.. rintihan Dinda justru semakin membuatku bersemangat. Sesekali tanganku memainkan anal plug dianusnya. Terkadang juga kucolokkan jemariku ke memeknya yang membuat Dinda makin blingsatan.
“Srupphh.. Srupphh.. Aahh.. Sini mass.. udah siap nihh”, ujar ku sambil kulihat mata Dinda yang sayu.
“Nah bener gini.. seorang ibu tuh harus bantuin anaknya.. nih Lacur, siapin kontolku juga”, kata Faiz sambil mengacungkan kontolnya.
Ahh sudah pasti, mulutku pun dengan otomatis langsung melahap kontol Faiz dengan rakus. Kujilat, kuhisap, kutelan semuanya sampe mentok. Beberapa kali aku tersedak karena terlalu bernafsu. OCKK.. OCKK.. OCKK.. OGKK..OGKK..Srrpptt.. Srrptt.. Ahh benar-benar nikmat kontol yang asli. Kurleb hanya 2 menitan saja kubuat kontol Faiz mengkilap oleh liurku. Kulihat senyum lebar Faiz saat kontolnya sudah mengarah ke memek Dinda yang membuka lebar bagian tubuh tersucinya untuk dizinahi. BLESSHH..
“AAAHH.. MMMHH.. UUNNGH.. AAHH.. MASHH.. AAHH.. AHH.. GEDEH.. AAHH.. ENAKK.. AHH..”, desah Dinda saat Faiz mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur.
Awalnya Faiz menggerakkan pinggulnya perlahan, namun lambat laun makin cepat. Tak hanya karena syahwat yang semakin membara, racauan Dinda yang cukup liar pun pasti menjadi penyebabnya. AHH!! FUCKK!! SODOK TERUS MAS!! SODOK LONTHE INI!! AHH ENAK!! KONTOL!! ENAK BANGET!!
Aku pun keheranan, karena di video yang pernah kulihat Dinda tak seliar ini. PLOK!! PLOKK!! PLOKK!! Tubuh Dinda berguncang hebat yang membuat Faiz menjadi kesulitan untuk menjaga ritme sodokannya. Akhirnya aku inisiatif dengan duduk dibelakang Dinda sementara Dinda bersandar di dadaku. Kubuka kedua kaki Dinda dan kutahan dengan tanganku, sementara tangan Dinda merangkul leherku.
“Nghh.. nghh.. nahh kerjasama gitu lacur ma lonthee.. ahahaha”, ujar Faiz yang kini dengan bebas menyodok cepat memek Dinda.
Kurasakan dengan jelas kuatnya hantaman Faiz yang sudah sekitar 5 menitan menggenjot Dinda. Mata dinda berkali-kali terpejam dan ia sering menggigit bibir bawahnya menikmati keras dan perkasanya kontol Faiz di dalam sana.
“AHH.. UMIIHH.. AAHH.. ENAK BANGETHH.. AHH MAU KELUARHH.. AHH MASSHH.. AAHH..”, desah Dinda yang sudah tak kuat menahan orgasme.
“Uuhh.. enak banget yah sayang.. ayookk ga usa ditahan.. kluarin ajah.. tunjukin ke umiih kalau kontol mas Faiz emang seenak ituuhh..”, bisikku di telinga kirinya.
AAHH.. AGHH.. AAAANGHHHHHHH!!!!
Mendengar lenguhan Dinda yang kuat, Faiz segera mencabut kontolnya dan benar saja, semburan kuat mani Dinda pun tak terelakkan. Mata Dinda terpejam, ia meremas kuat pundak dan lenganku. Selama beberapa detik Dinda mengejang sebelum lunglai dalam dekapan ku.
“Juuhhh.. muncratnya.. lonthee bener ini anakmu Cur lacur..”, ucap Faiz sambil berdiri dengan kontol dan perutnya yang basah kuyup.
“Iyaa dong mashh.. mau lanjut atau gantian??”, tanyaku sambil merapikan khimar yang anakku kenakan.
“Lanjut dongg.. nih si Lonthe udah persiapan kok gak dilanjut..”, lanjut Faiz sambil menunjuk ke lubang anus Dinda.
“Waahh.. sriusan Dinda mau cobain anal?? Duhh umi kok kalah yaahh..”, ucapku merasa takjub pada pencapaian anakku.
“He’emhh.. Umiihh.. tapi bentar yah.. heheh.. masih agak capek.. enak banget sih sodokan mas Faiz.. Umihh harus cobain..”, jawab Dinda yang sepertinya sudah tak canggung lagi.
“Yaudah.. sinih umi siapin duluh sambil Dinda istirahat bentar..”, ucapku.
Kuposisikan Dinda hingga dia tiduran di sofa sementara kakinya kitekuk ke atas hingga lututnya hampir menyentuh perut. Posisi ini membuat anus dan memek pinknya tereskpos total di mata Faiz. Aku sendiri mengambil posisi doggy diatas wajah Dinda.
“Nih Dindaahh.. isep punya umiihh..”, ujarku sambil menggesekkan memekku di wajah Dinda.
Aaahh.. Shh.. Aahh.. meskipun bukan lelaki, enak juga dijilatin akhwat.. gumamku dalam hati. Aku pun tak tinggal diam dengan perlahan menarik keluar anal plug yang menancap di anus anakku. Plop!! Selama beberapa saat anus Dinda tampak merekah indah yang membuatku tak sabar untuk menservisnya.
“Aaahh.. Ccuhh.. Mhhh.. Sruupphh.. Srupphh.. Mchh..”, air liur kentalku kutumpahkan cukup banyak sebelum kembali kujilati agar merata sempurna sebelum kontol Faiz memperawaninya. Kalau dilihat-lihat posisi ini lebih mirip 69, hanya saja aku menjilati anus Dinda bukan memeknya.
“Hehehe.. kenapa mas Faiz.. suka yaahh liat aku giniihh..??”, godaku dengan menatap mesum ke Faiz sementara lidahku terus menyapu liang anus Dinda.
“Wooohh.. sempurnaa!! Keluarga idamanku ini!! Nihh.. siapin juga!!”, kata Faiz menyodorkan terong jumbonya.
Aahh.. Haamfhh.. Uwwhh.. ga bisa dibandingkan apapun deh rasa gurih kontol Faiz tuh. Benar-benar kunikmati setiap detik yang kuhabiskan untuk menyiapkan ‘rudal penjelajah’ liang kenikmatan akhwat ini.
“Mfhh.. Mfhh.. Mfhh.. Ockk.. Mfhh.. Ahh.. udah siaapp mashh..”, ujarku sambil menempelkan dadaku ke perut Dinda.
Sudah pasti aku mendapat POV super jelas saat kontol Faiz mulai mendobrak masuk sempitnya anus Dinda. Beberapa kali kepala kontol Faiz mencoba masuk tapi masih begitu sempit. Air liur kembali ku curahkan sebagai pelumas dan.. Srrrttt.. Prrrtttt.. Blesshhh..
“Aaaakk.. Eenngggghhh.. AAWWWHHH.. Masshh.. Aghh.. Awwh.. Aakk!! Aakk!!”, erangan parau Dinda terdengar lirih dibelakang sana.
Namun itu tak berlangsung lama karena mulutnya kembali kusumpal dengan labia mayoraku. Mhhh.. betapa indahnya melihat bibir Anus Dinda yang kembang kempis mengikuti irama kontol Faiz keluar masuk.
“Nghh.. Nghh.. Sshh.. rapet banget nihh.. Wuuhh..”, ucap Faiz yang nampaknya kegirangan bisa menjebol anus seorang akhwat.
“Ahh.. enak banget mas yaahh.. uhhh.. sinih mass kayaknya kurang dibasahin.. Aaaakk..”, ucapku sambil membuka mulutku yang tentu saja langsung disesaki kontol Faiz sebelum ia kembali melesakkannya ke anus Dinda.
AGHH.. AGHH.. SSHH.. OGHH.. MASHH.. AHH.. AAAANGHH.. AGHH..desahan dan erangan Dinda terus menghiasi seisi rumah, berkolaborasi dengan syahdunya alunan ayat suci Qur’an. Saat Faiz sibuk meloggarkan ukuran anus Dinda, maka aku juga sibuk menikmati menjilati dan menghisap kelentit anakku. Dan semua itu berakhir saat Dinda merasakan klimaksnya.
“AGHH.. ÀHH.. AMPUN MASHH.. AGHH.. ENAAK.. AGHH.. UMIIHH.. AAHHH.. GA TAHAANN.. AAAHHNGHHHHHH..!!!”, pekik Dinda saat orgasme menyengat bagian bawah tubuhnya.
PLAKK! PLAKK!! CEEERRR.. CEEERRR..CEEERR.. CRKK..CRKK..
Kurasakan kedua pahaku diremas kuat oleh Dinda. Akibat sodokan Faiz yang tetap berlanjut meski Dinda sedang orgasme, air mani panas Dinda pun muncrat ke segala arah. Sebagian besar ke wajahku dan ada juga sebagian yang kuminum. Aahh.. mungkin bagi kalian aku orang yang aneh karena melihat anaknya sedang di zinahi tapi tidak marah, tapi bagiku entah kenapa aku justru senang saat melihat kucuran deras air mani anakku saat orgasme.
“Ooeee Lacur!! Nih aku mau kluaar..!! Sini Mulutmu”, kata Faiz yang langsung menarik paksa kepalaku.
MNGHH.. OCKK.. OCKK.. OCKK.. OCKK.. OCKK.. NNGGGHHHHHH.. MFFF..
AARRGHH!! CROOTTT.. CROOTTT..
Kental, hangat, aroma yang pekat.. semua bercampur padu menjadi bahan bakar syahwatku yang semakin meluap. Kepala Faiz mendongak sementara separuh kontolnya tenggelam di mulutku. Hanya sekali ejakulasi perutku terasa kenyang.
“Mffhh.. Mfhh.. Sruupptt.. Srrpptt.. Mchh.. Srppt.. Sshh.. Aahh.. gurihnyaah mas Faizz..”, kataku sambil menggigit bibir bawahku dan menatap nakal ke arah Faiz.
“Deehh.. Lacur emang butuh dilecehin yaa..??”, kata Faiz.
“Iyaah Maashh.. Aaahh.. Lecehin akuhh.. Zinahi akuhh.. Hamilin akuhh..”, ucapku tanpa sadar.
Birahi yang sudah tak terbendung membuatku gelap mata. Bahkan saat Aku disuruh untuk nungging dan menjilati jemari kaki Faiz, entah kenapa aku menurut tanpa sedikitpun ada penolakan. Kulihat Dinda masih lunglai di sisi kiri Faiz.
“Nahh udah terbukti kalau kamu emang lacur anjing! Baju aja syar’i.. isinya sih lacur high-class!! Hahah..”, kata Faiz.
“Nihh hadiah buat kamu Lacur!”, lanjut Faiz sambil membuka pahanya dan terlihat kontolnya yang sudah agak lemas.
“AAaaahhmmm.. makasih masshhh.. Mfhh.. Mfhh.. Srppt.. Ockk.. Ockk..”, persis seperti seorang anak kecil yang diberi lolipop orang tuanya. Begitu lahap dan tak mau ada orang lain yang boleh menikmatinya. Seluruh batang 18cm itu kumasukkan seluruhnya hingga mentok. Aahhh.. nikmatnyahh.. kebanggan juga saat melihat wajah puas Faiz ketika melihat kontolnya terbenam sepenuhnya di mulut seorang ustadzah sepertiku. Semua bagian kontol ‘ganteng’ itu tak ada yang luput dari sapun lidahku.
“Apaa?? Udah pengen disodok hah?? Ya tunjukin dong goyangan mu yang bergelar LACUR syar’I”, kata Faiz yang duduk santai di sofa dengan kontolnya yang sudah tegang kembali.
“Aawwhh.. Akhirnyaahh.. Uwwhh.. Sshh.. Kontol ganteengg..”, kataku yang sudah tak sabar.
Dengan posisi WoT, kukangkangi kontol Faiz dan Blesssshh.. begitu mudahnya kontol Faiz menyeruak masuk dan langsung menyodok kuat rahimku. Bak disambar petir sensasi yang kurasakan, yang langsung membuatku mendongak. Ahhh.. tak bisa diungkapkan dengan kata-kata pokoknya!! Pinggulku segera menggila. Maju mundur, memutar layaknya gilingan, semuanya kuluapkan pagi itu. Kedua tanganku mencengkram bahu Faiz sehingga aku mudah untuk bergerak.
Mmfhh.. mchh.. srppt.. mffhh.. Dinda pun tampak tak mau membuang kesempatan. Ia membalas dendam dengan kini berglendotan di sisi kiri Faiz dan mulai mamagut liar bibir Faiz.
“Mffhh.. mfhh.. Enak kan miihh kontol mas Faiz..?? Pacar akuuhh..”, kata Dinda membanggakan kekasihnya.
“AAAHH.. MMHH.. OHHHH.. BANGETHH.. AAHH.. ENAK BANGET KONTOLNYAHH..”, racauku yang kegirangan.
“Enak mana Mihh.. sama punya Abi?? Mfhh.. srppt..”, tanya Dinda seakan mengujiku.
“KOK DINDAHH MASIH TANYAHH..!!?? PUNYA MASSHH FAIIZZ LAA.. AAHH.. AAAHH.. KELUAR MASSHH..!!”, teriakku yang sudah terbakar syahwat hingga ke ubun-ubun.
Segera kuangkat pinggulku dan CEERR.. CEEERRRRRRR.. Begitu derasnya air maniku menyembur. Bahkan diperparah oleh jemari Dinda yang sengaja mengocok kelentitku. Kepuasan yang tak bisa digambarkan. Nikmat, puas, lega, semuanya..!! Aahh.. Dinda terlihat lahap mengulum kontol Faiz yang berlumuran lendir birahiku sebelum kusumpalkan lagi ke memekku.
“AAAHH.. AAHH.. OOHH.. MASHH.. ENAKNYAHH.. AAAHHH..”, Aku terus bertahan di posisi WoT selama 8 menitan dengan 3x orgasme. Aahh.. untung sofa ruang tamu berbahan kulit sintetis, jadi cukup mudah untuk dibersihkan.
“Umi mau sekalian coba anall?? Enak loohh..”, kata Dinda yang sudah sedari tadi menjilati memekku sementara Faiz hanya berdiri melihat aksinya.
Setelah aku puas mem-WoT kontol mas Faiz, tubuhku serasa tak ada tenaga. Orgasme dahsyat yang kualami, meski hanya 3x, sudah terasa seperti lari maraton saja. Akhirnya aku hanya bisa menggelepar sementara Faiz terlihat masih belum puas. Dinda pun dengan sigao mengambil posisi nungging didepan selakanganku. Ia membuka lebar kedua kakiku sehingga kini mulutnya dengan bebas menikmati lendir birahiku.
Mendengar pertanyaan anakku, aku pun merasa tertantang. Bagaimana bisa aku yang lebih ‘senior’ kalah dalam urusan ranjang!?
“Aahhngh.. Boleehh.. masukin sinihh mas Kontolnyaahh..”, ucapku sambil -engah.
Kuangkat dan kutekuk kakiku persis sama saat Faiz meng-anal Dinda tadi. Tangan mulus Dinda membantu mengarahkan kontol Faiz yang sudah ia kulum sebelumnya. Anusku pun terasa basah kuyup oleh liur Dinda yang barusan selesai menjilatinya.
Prrrtt.. Srrrttt..
Saat kepala kontol Faiz mulai penetrasi, kurasakan panas dibawah sana. Aaaghh.. mana mungkin muat!?? Batinku sesaat karena tak seperti saat kontol itu masuk ke dalam memek.
“Ehh.. dulu waktu pertama kali dientot suamiku juga gini.. perih..”, gumamku untuk menguatkan diriku. Dan benar saja.. rasanya perih dan panas.. seperti terbelah! Ingin rasanya ku berteriak, tapi masa aku kalah dengan anakku sendiri!?
“Anngghhhhh.. Mmmhhh.. Pelaanhh Masshh.. Aghh!! Nghh.. Nghh.. Aaahh.. Uuwwwhh.. Sshh.. Oohh.. Aahh.. Yeshh.. Aahh..”, desahku merasakan anusku mekar melebihi batasnya.
Awalnya aku tak merasakan nikmat sama sekali, tapi setelah Dinda terus menerus merangsang memekku, akhirnya kenikmatan itu datang. Meskipun tak senikmat di memek, tapi sensasi baru ini memberikan kenikmatan yang berbeda. Aahh.. enaknya.. tanpa sadar aku pun klimaks beberapa kali hanya karena anal.
AANGHHHHH..!! CEERRR.. CEEEEEERRRRR..
Dinda dengan penuh nafsu menenggak semburan maniku yang entah berapa liter itu. Bukannya aku istirahat, tapi justru malah ketagihan. Ahh.. aneh.. tak senikmat di memek, tapi bisa buatku ketagihan.
“Ayyookk mas Faiz.. masukin lagiiihhh.. melarin anuskuuhh..”, kataku menantang Faiz.
Dan jelas bagi lelaki untuk menjawab tantangan. Tanpa ampun, Faiz kembali menggempur liang bo’olku. Suara derit sofa karena hantaman pinggul Faiz, bersenandung manis dengan erangan dan lantunan murottal yang saat itu membacakan surat Al Hajj.
Dan finalnya? Aku tiduran di sofa, sementara Dinda doggy diatasku. Kakiku ku tekuk dan ditahan oleh kaki dan perut Dinda. Saat kami sedang asik berpagutan, dibelakang sana Faiz mengumbar nafsunya menggilir setiap liang kenikmatan sesuka hati.
“Agh.. Agh.. Sini kalian lonthe lacur..!!”, ujar Faiz yang sepertinya sudah hampir sampai di puncaknya.
“Mfhh!! Mfhh!! Mcch.. Sshh.. Ahhh.. Ahhh.. iyaahh Mass”, jawab Dinda yang segera turun dan kembali bersimpuh di karpet.
Aku pun turut duduk bersimpuh di samping kiri anakku. Aroma khas lendir memek dan anus pun tercium pekat dari kontol Faiz yang membius kami berdua untuk semakin tenggelam dalam nafsu.
CROOTTT.. CRROOTTT.. CROOTT.. meski sudah 3x Faiz ejakulasi, tapi tetap saja spermanya begitu membludak di wajahku dan Dinda.
“Haaahh.. Gilaaa.. Gilaaaakk!! Biasanya Cuma bisa liat di bokep apa cerita-cerita gitu aja.. ini malah kejadian..”, celetuk Faiz yang terduduk lemas di Sofa setelah hampir 1 jam menggarap kami berdua.
“Hihihih.. tapi bukannya suka ya mas?? Dapet 2 bidadari langsung gini??”, godaku sambil menduduki Faiz serta memamerkan toketku dengan puting mengacung.
“Eeehhh.. Umiihh.. kan mas Faiz pacarkuu.. apaan sihh..?!”, tegur Dinda yang tak suka aku terlalu menggoda Faiz.
“Eehh.. cemburu yaa?? Enak ngga tuh dientot barusan Dinda??”, godaku.
“Eeemm.. issshh Umi ahh.. enak laa.. tapi Umi kok ga marah??”, tanya Dinda sambil bersandar di pundak kanan Faiz.
“Yaahh.. awalnya umi juga marah banget waktu tau dulu..”, jawabku.
“Haah?? Umi uda tau dari lamaa?? Uuuww..”,
“Iyaah.. Cuma abis liat kontol mas Faiz.. langsung berubah pikiran deh.. ahahah..”, jawabku ringan.
“Santai aja Dinda sayang.. kalau beneran cinta n sayang mas Faiz, besok kan tinggal nikah aja biar ngentotnya jadi halal.. tapi Umi tetep boleh pinjem yaaa..”, godaku.
“Eeh.. Umiiihh.. kan jadi malu.. emang mas Faiz mau nikah sama aku???”, tanya Dinda sambil menutupi wajahnya.
“Sebening sama sebinal ini kok gak mau?? Wah ga waras tuh ikhwan.. hahah.. trus kapan??”, jawab Faiz malah menantang Dinda.
“Ehh.. aahh.. anuu.. ituuuhh.. bentaraaann..”, jawab Dinda panik.
“Ahahah.. santai aja.. ntar umi yang atur sama abi.. ehh, jangan sampai abi tau loohh Dinda”, kataku sambil menyentil hidungnya.
“Oookaayy Umiihh..”, jawab Dinda.
“Abi sama si kecil uda mau balik nih.. yu beresin.. makasih mas Faiz sayaangg..”, ucapku sebelum ku pagut mesra bibirnya.
Sepertinya fantasi seksual sudah jadi ‘kewajiban’ yang pasti ada dalam kehidupan seseorang. Meski terkadang entah yang ikhwan atau akhwatnya yang malu-malu untuk bilang ke pasangannya. Toh aku juga dulu awalnya gitu.
“Mau kemana ini Bi?? Ga biasanya malem-malem gini ngajakin umi jalan..”, celetukku setelah menitipkan si kecil ke tempat saudara.
Di Jogja, suamiku punya saudara dari jalur ibunya. Cuma kalau dibilang saudara dekat juga bukan. Untungnya kami dekat karena kami se manhaj ketika kajian dan mengikuti ustad yang sama. Dan memang si kecil seumuran dengan anak ketiga dari saudara suamiku itu, jadinya kalau pas tidak ada yang bisa jaga si kecil, kami pasti selalu minta tolong kesana.
“Aahh.. Amaann.. malah seneng si Dika (nama anak saudara) ada temennya main.. biasanya Cuma ditinggal maen HP sama kakak-kakaknya”, kata mas Andra (bukan nama asli – saudara suamiku)
“Iya Ehh.. Afwan ya mas.. tadi si Dinda udah tak suruh jagain, tapi malah pergi katanya ada temennya gitu rapat..”, kata suamiku.
Tidak serta merta kami tinggalkan si kecil disitu tanpa apapun. Sudah pasti ‘uang saku’ untuk tuan rumah juga lumayan cukup besar kalau dihitung untuk penitipan hanya sehari. Dari segi ekonomi pun aku dan suamiku lebih ‘ada’ daripada saudara suamiku itu. Win win solution juga sebenarnya.
“Yaahh.. jalan-jalan aja.. sesekali abi pengen jalan-jalan malem aja sama umiku yang super cantik nih..”, kata suamiku yang menggodaku.
Malam itu aku mengenakan set abaya motif renda bunga 2 layer yang menjulur hingga ke tanah. Khimar syar’I instan 2 layer dan cadar butterfly 2 layer yang semuanya berwarna mocca yang memberikan kesan elegan nan glamor saat dipakai untuk berjalan. Rias wajah simple dengan eyeliner, pas dengan ciri-ciri wanita idaman suamiku. Set ini membuatku menjadi center of attention ketika suamiku mengajakku berjalan menyusuri Malioboro malam itu.
Hiruk pikuk manusia yang berkumpul karena mitos yang mengatakan tentang keramahan Jogja dengan Maliobornya, berpadu apik dengan kesan minimalis tradisional di tengah kuatnya arus metropolis. Entah sudah berapa ratus kali suamiku terus menyanjung kecantikanku malam itu. Sudah lama sekali.. yaahh.. kalau ku ingat kembali, mungkin ketika di awal-awal pernikahan, saat suamiku berusaha mendapatkan hatiku.
“Iyaahh.. beneran.. cantik banget.. seperti bidadari yang sudah Allah siapkan untuk abi..”, ucap suamiku yang membuatku tersipu di titik 0 kilometer.
Serasa malam itu hanya ada aku dan suamiku saja. Bahkan aku tak menyangka kalau ia akan mengajakku makan di sebuah resto yang menjadi impianku. Sebenarnya kalau dari segi harga masih affordable, Cuma sebagai seorang ibu rumah tangga pasti banyak pertimbagan untukku.
“Abii..!? Seriusss!!??”, tanyaku yang masih syok ketika duduk di kursi resto itu.
“Iyaahh.. pilih aja mana yang umi suka..”, kata suamiku dengan tatapan matanya yang membuatku mabuk kepayang.
“Aaaahh.. Abiiihh.. makassiiihhh..”, ucapku yang bingung bagaimana mengungkapkan perasaanku malam itu.
Tak terasa waktu cepat berlalu. Tempat-tempat yang sering kuceritakan pada suamiku selama ini, tiba-tiba ia mengajakku untuk mengunjunginya. Termasuk alun-alun selatan kraton. Menghabiskan waktu berdua sambil menikmati wedang ronde. Aaahh.. aku masih tak tau motif suamiku sebenarnya. Eh, lebih tepatnya tidak mau tau. Sudahlah biarlah malam ini berlalu seperti ini.
“Mi, kalo malam ini tidur di hotel aja gimanah?? Sekali-sekali gitu..”, kata suamiku sambil membelai lembut kepalaku.
“Eemm..?? E’emhh.. mauukk!! Yuuuu Biii..”, jawabku yang kelewat kegirangan.
Selama perjalanan, aku terus bercerita macam-macam. Yah biasaaa.. akhwat kalau hatinya lagi happy, pasti akan begitu. Hingga akhirnya kita tiba di salah satu hotel bintang 4 di Jogja. Wallahi, aku tak pernah kepikiran untuk bisa tidur di hotel ini. Aku hanya melongo ketika suamiku berhenti di lobby depan hotel dan membukakan pintu mobil untukku.
“Mari silakan.. permaisuriku..”, ucapnya.
Aahh meleleh sudah dibegitukan di depan bell boy dan beberapa staff hotel yang menyambut kami. Malu, kikuk, senang, bahagia, semuanya campur aduk. Belum lagi ketika aku mulai berjalan di sepanjang ruang lobby. Dengan segala pernak-pernik ornamen hotel, semakin menonjolkan glamornya pakaian yang kupakai.
“Ohh.. iya mbak.. kamar no. 507 ya?? Terimakasih”, kata suamiku yang kemudian mengajakku menuju lift.
“Aa.. Aabi seriusan ini?? Mau nginep disini?? Kan mahaaal abii..”, kataku sambil mendekap erat lengan kanan suamiku.
“Ahahah.. kenapa sih sayang?? Santaii aja.. udahh nikmatin ajaa”, jawab suamiku.
‘Ting.’. suara lift ketika sudah sampai di lantai yang dituju.
Seketika pintu lift terbuka, kami langsung disuguhi lorong kamar hotel yang mewah dengan karpet merah di sepanjang lorong. Lampu uplight yang berada di beberapa titik menunjukkan kesan eksklusifitas.
“505.. 506.. nah ini.. 507.. yuk sayang..”, ucap suamiku yang langsung membuka pintu kamar.
Betapa terkejutnya aku karena di dalam sana sudah ada Dinda dan Faiz yang sedang memadu syahwat. Tampak Dinda sedang duduk di atas pangkuan Faiz dengan memunggunginya. Ia hanya mengenakan atasan mukena satin warna dongker. Dari belakang Faiz meremasi toket Dinda yang terlihat jelas putingnya sudah tegang maksimal. Garis tubuh Dinda terlihat jelas begitu menggiurkan. Bibir keduanya saling berpagutan dengan tangan kiri Dinda meremasi kepala Faiz dan tangan kanannya mengocok lembut batang kontol Faiz yang hanya menyisakan gamisnya.
“Wow!! Wooww!! Wwwoooowww!! Dindaaaa!!!??”, ucap suamiku dengan nada terkejut.
Mendengar suara abinya, Dinda pun ikut terkejut dan panik berusaha menutupi tubuhnya.
“A.. Abiii..?!!”, jawab Dinda panik sementara Faiz hanya diam tersenyum.
“Abii.. Tenang duluu.. seloww duluu abii..”, kataku berupaya menenangkan emosi suamiku sambil kudekap ia.
“Apaan sih Umi!!??”, bentak suamiku.
“Iyaa abi bentaarr.. bentarr duluu.. jangan emosii duluu..”, jawabku yang juga terkejut kenapa malah ada Dinda disini.
“Aa.. Abbiii.. Dinda bisa jelasiinn..”, jawab Dinda dengan nada bergetar.
“Jelasin apa lagi!!?? Justruu ini yang selama ini aku tunggguu umiii..!! Wuhuuuu..!!”, sorak suamiku.
HAAAAAHHHHH..?????? Mungkin itu kata yang tepat kalau para readers melihat eskpresiku dan Dinda malam itu. Emang gila ini keluargaku. Seorang ayah lihat anaknya sedang di zinahi lelaki ajnabi lain kok malah excited!? Yaa Cuma suamiku aja sih. Tapi setelah beberapa detik berpikir, aku baru inget kalau suamiku sempat bicara ingin menyetubuhi Dinda.
“Ya Allaahhh Abiii.. haduuhh.. Umi kok jadi lupaa yaahh..”, jawabku sambil geleng-geleng kepala.
“Kann.. Kann bener Mi.. Aahh akhirnyaaahh.. Fantasi kita Umii.. ehh.. Fantasi abi sih.. jadi kenyataann!!!”, sorak suamiku.
“lanjut dong Sayang.. kok berhenti.. duuhh..”, kata suamiku sambil membelai pundak Dinda.
“Aa.. Abi sehat kan..??”, tanya Anakku yang juga keheranan.
Dan akhirnya kami menghabiskan waktu setengah jam untuk menjelaskan kronologi terjadinya kejadian itu. Dari awal fantasi suamiku, rencana aku thereesome dengan Faiz, dan kalau selama ini aku sudah sering selingkuh dengan Faiz, ternyata dibalik itu semua Faiz pun sering bercerita tentang hubungan kami dan membagikan videonya pada suamiku yang membuat suamiku semakin terangsang.
“Abi udah tau Umii.. ahahah.. Justru abi sering banget coli sambil bayangin Umi cuckold in abi gituuuhh.. Aaahh..”, jawab suamiku tanpa rasa bersalah sambil meremas toketku yang masih tertutup rapat oleh abaya dan khimar.
Yahh akhirnya?? Semuanya hanya tertawa mendengar kalau memang keluarga kita ini hyperseks semua. Bahkan ternyata Dinda juga pernah berfantasi untuk di anal oleh ayahnya sendiri. Dan begitulah malam itu berlangsung, yang tadinya berencana threesome, malah jadi family sex.
Musik EDM peningkat gairah pun mulai diputar. Laptop yang dibawa oleh Faiz pun sudah dikoneksikan ke TV 80inch kamar hotel untuk menayangkan bokep swinger party. Tanpa perlu aba-aba dan arahan aku dan Dinda mulai menari strip. Dinda yang awalnya sudah bugil dan hanya memakai atasan mukena saja, mulai mencumbu bibirku yang masih tertutup cadar. Kami saling berpelukan dan meraba setiap bagian tubuh tersensitif. Cukup lama kami saling berpagutan hingga cadarku basah oleh liur dan disibakkan oleh Dinda hingga kini bibir dan lidah kami bergulat.
Tangan Dinda terampil melucuti abaya yang kupakai. Sreett.. satu tarikan resleting abaya ku langsung meluncur turun meninggalkan tubuh putih molekku. Bra putih berenda ku pun telah hilang entah kemana dan kurasakan remasan lembut tangan Dinda. Sebagai seorang ibu, aku harus mencontohkan cara meremas yang baik dan benar.
“Sshhh.. Aahhh.. Umiihhh.. Aaahhh..”, lenguh Dinda menikmati permainan tanganku di toketnya.
Melihat anakku yang mulai terangsang, akupun ikut terbakar syahwat juga. Faiz dan suamiku terus merekam adegan kami sambil menikmati minuman yang disajikan. Lanjut kusibakkan mukena Dinda kebelakang dan segera kulahap toketnya seperti bukit. Perlshan tapi pasti lidahku bermain mengelilingi toketnya tanpa menyentuh putingnya. Jelas hal ini membuat Dinda tak tahan. Kulihat matanya merem melek, erangan tertahan pun sesekali keluar dari mulutnya. Dan Happhh..
“Aaahhhnnnghhhhhh.. Oouuhhhhh.. Enakk Miihh..”, lenguh panjang Dinda saat akhirnya kulahap putingnya.
“Wuuhuuu.. rekam terus Faiz.. jangan ada yang kelewat.. yang liar dong Umii..!!”, kata suamiku dengan HP ditangannya.
“Iyaa om.. ehh.. ga seru ustad kalo dipanggil formal gitu..”, kata Faiz.
“Ha? Trus panggil apa?”, tanya suamiku.
“kalo biasanya bu Manda saya panggil Lacur om, kalau Dinda mah Lonthe.. hahah Lacur n Lonthe syar’i ustad.. hahaha”, jawab Faiz.
“Kurang ajar kamu ya Faiz! Tapi boleh juga hahaha!! Yokk mainkaaan.. Lontheku.. Lacurkuu..”, lanjut suamiku.
Keduanya bersorak ketika melihatku beraksi lebih dulu dengan duduk bersimpuh dilantai sementara Dinda berdiri mengangkangi wajahku. Ia pun mulai menggesekkan bibir memeknya, membuat lidahku dengan leluasa membelah legitnya memek ABG. Memang agak ribet kalau pakai cadar model butterfly seperti ini, tapi kalau udah birahi gini sih semuanya jadi bisa.
“Sshh.. Aaahhhh.. Mmhh..”, erang Dinda masih menikmati sisa-sisa sensasi jilatanku.
“Kenapa sayaangh?? Eanaak yaahh?? Mau lagii..??”, godaku sambil meraba sekujur tubuhnya dari belakang.
“Aaahh.. Ummiihh.. Nngghhh.. E’eemhh..”, jawab singkat Dinda yang sudah terangsang berat. Ku arahkan ia untuk terlentang di lantai dan langsung saja ku suguhi wajah cantiknya dengan memekku yang sudah berderai lendir syahwat.
“Beehh.. ampunn dehh!! Anak sama bini sama aja binalnyaa!!”, kata suamiku.
Dengan posisi 69 seperti ini aku bisa leluasa menikmati kedua liang kenikmatan Dinda sekaligus aku juga mendapatkan servis darinya. Ada sensasi kepuasan saat bisa memenuhi fantasi seseorang tepat dihadapannya. Aku pun semakin liar menggilir memek dan anus Dinda bergantian. Kutekuk kakinya supaya kedua liang Dinda itu nampak jelas di mata suamiku saat ku menjilatinya.
Mmmffhh.. Srrpptt.. Mchh.. Mchh.. Ssrrpptt.. sesekali ku tatap genit ke arah Faiz dan suamiku dengan lidahku menjulur menyusuri belahan memek layaknya lidah Ular. Ekspresi keduanya membuatku puas, terlebih lagi suamiku.
“Aahh.. Faiz yok.. aku uda ga tahan nih!”, kata suamiku yang sudah bugil dan segera berdiri dihadapanku.
“Iya ustad.. saya juga sudah ga tahan.. ahahah”, timpal Faiz yang kini berdiri berhadapan dengan suamiku.
Aku dan Dinda menyudahi keasyikan kami berlesbi dan kini kami pun berlutut saling berhadapan. Kontol Faiz dan suamiku kini berada tepat di hadapan wajah kami berdua. Haaemmfhh.. Menu utama!! Mulut kami berdua segera melahap ‘sosis’ lezat yang tersaji. Dinda melahap kontol Faiz lebih dulu, sementara aku melahap milik suamiku. Awalnya mereka memberi kami kebebasan. Ahh.. Sshh.. Mffhh.. kepala kami begitu lihai maju mundur. Setiap 10-20 detik kami bergantian. Kini aku yang bertugas ‘melumasi’, kontol Faiz, sementara Dinda tengah mewujudkan impian ayahnya sendiri.
Ockk.. Ockk.. Ughh.. Mfhh.. Mfhh.. Ockk.. suara decak becek tenggorokanku dan Dinda cukup jelas terdengar meskipun musik yang kami putar cukup keras.
“Ahh.. Enaknyaa mulutmu Lonthee sayaang..!!”, kata suamiku yang menggenjot mulut Dinda layaknya memek.
“Behh.. istri Ustad juga mantab nih!! Emang lacur.. mulut ama memek ga ada beda!!”, kata Faiz melecehkanku dengan sesekali menampari pipiku.
Awhh.. Ockk.. Ockk.. Mffhh.. Ockk.. Ockk.. Uhuukk.. Ockk.. sensasi selingkuh di depan suami langsung membakar adrenalinku. Entah kenapa aku jadi ingin seliarnya mengumbar nafsuku ke Faiz supaya di lihat suamiku.
“Ustad.. kayaknya ini Lacur ama Lonthe harus bersihin toilet dulu..”, kata Faiz sambil melesakkan kontolnya sepenuhnya yang membuatku tersedak.
“Woo.. apalagi tuh??”, jawab suamiku.
Ternyata maksudnya aku dan Dinda harus ‘bersih-bersih’ anus para lelaki bejat ini. Suamiku dan Faiz berdiri dengan salah satu kaki mereka bertumpu di kursi. Aroma khas selakangan lelaki kembali membiusku, kuyakin Dinda pun merasakan hal yang sama karena ia begitu beringas melahap liang bo’ol suamiku. Faiz pun terdengar melenguh nikmat saat lidahku mulai menari dan menusuk ke dalam anusnya.
Haemmh.. Srrppt.. Ssrrptt.. Mchh.. Mmfhh.. melihat kontol yang menggantung, sudah pasti tangan kami tak bisa diam. Nikmatnyahh bisa merasakan hal-hal baru seperti ini.
“Aaaaaahhh.. Sshhh.. Abiihhh.. Oohhh.. Mmhh.. Sshh.. Aaahh..”, desah Dinda saat kontol ayahnya menembus memeknya untuk pertama kali.
Mungkin hanya sekitar 5 menitan aku dan Dinda bersihin ‘toilet’ sebelum kemudian berganti Faiz dan suamiku yang penuh nafsu melahap memek tembem kami berdua. Pernah kulihat ekspresi itu pada suamiku, yaa, saat pertama kali ia berhasil membuka CD ku dan melihat memek sempitku. Persis seperti sekarang, tatapan penuh nafsu terlihat jelas di mata suamiku.
“Aaahh.. Ohhh.. Kontoll!! Mas Faizz enak banget kontolnyaahh.. Ahhh.. Aahh.. Ahh..”, desahku yang menggiling kontol Faiz dengan posisi WoT di atas sofa.
“Apaan nih!? Panggil mas?? Ga berhak Lacur panggil aku gitu.. panggil aku Tuan!! Dan panggil suamimu.. Padukaa!! PLAKK!! PLAKK!! PLAKKK!!”, kata Faiz sembari tangannya menampar pipi, toket, dan bokongku cukup keras secara berurutan.
“Faizz.. pinter kamu ya!! Panggil abi Paduka dasar Lonthee!!”, kata suamiku sambil meremas kuat toket kembar anakku.
“AAAGHHH!! Iyaaahh padukaa.. Aahh.. Ahhh.. maafkan lonthe ini padukaa.. Ahh.. Ahhh..”, racau Dinda yang makin liar menggoyang pinggulnya hingga membuat ranjang berdecit.
Rasanya gimana?? Emang beda sama punya suamiku?? Jelas dong!! Kepautnya aja 3cm.. tambah berurat banget gitu kontol Faiz.. Ssshhh.. Cuma yang bikin lebih nikmat tuh karena kita ‘berzina’. Seru, deg-degan, antusias, adrenalin, aahh.. semuanya!!
Cadarku sudah berlumuran liur dan aroma khas lelaki yang terus membelai hidungku. Toketku terus-terusan dihisap, kulum, sesekali putingku digigit yang membuatku blingsatan.22509Please respect copyright.PENANAAqMfBEi4Va
“Aghh.. Ahh.. Oohh.. Enak bangethh!! Ahh.. Kontol Tuaanhh.. Ahh.. mau keluarrhh!! AAAAHHNNGGHHH..!!”
Kuremas kuat-kuat kepala Faiz dengan mataku terpejam saat ledakan orgasme itu menerpaku. Air maniku mengalir deras membasahi perut dan selakangan Faiz sementara kontolnya masih tenggelam seluruhnya di memekku. Beberapa saat sebelumnya sepertinya kudengar lenguhan panjang Dinda yang sepertinya juga orgasme.
“Siniihh!! Dasar Lacur gatau diri!!”, cerca Faiz yang kemudian menggendongku dengan kedua pahaku yang tertutup stoking putih berenda dijepit ditangannya.
PLAKK! PLAKK!! PLAKK!! Faiz menggempur memekku dengan posisi berdiri bahkan sambil berjalan tanpa terasa berat sama sekali. Padahal aku yakin kalau berat badanku sekitar hampir 50an kg.
“Napa lu Lacur?? Keenakan hah!?? Mana yang lebih enak??! Kontolku apa kontol suamimu!!?”, tanya Faiz sambil tanpa ampun terus menghantamkan kontolnya yang membuatku melayang.
“AHH.. AHH… OONGHH.. AAHH.. KONTOL TUAN.. KONTOL TUAN PALING ENAK.. KONTOL PADUKAHH.. KECILL.. LEMBEEEKK.. KONTOL TUAN YANG PALING PERKASAHH.. AAHH.. ENAK TUAN.. ZINAHI LACUR INI TUANN.. AAHH..”, ucapku yang benar-benar sudah dibutakan syahwat.
“Iyaahh Lacuuurr!! Lacur harus ngomong gitu!! Aahhh.. jadi makin sangeee!! Woyy Lontheee!! Yang binaall!!”, kata suamiku yang makin terangsang.
PLAKK!! PLAKK!! Beberapa tamparan mendarat di bokong putih Dinda oleh suamiku. Suara benturan tubuh kami berempat terus menggema di seluruh kamar. Hingga akhirnya aku orgasme yang kedua kalinya.
AAAAHHH.. TUAANNHHHHH..!!! CEEERRR.. CEEEERRRRRR..
Seluruh tubuhku bergetar hebat dan tanpa ampun Faiz melemparkan tubuhku ke ranjang. Dinda sendiri juga baru saja orgasme yang membanjiri dada suamiku. Tapi entah kenapa malam ini suamiku begitu perkasa dan belum juga klimaks.
“Aaaahh.. Sshhh.. Enak banget Padukaahh.. Aahh.. AAAHNNGHH.. OGGHH.. AAWGHH!! AHHH.. AGHH!! AGHH!! AGHH!!”
Belum selesai Dinda orgasme, suamiku kembali melesakkan kontolnya ke memek Dinda dengan Dinda masih di posisi WoT. Tak selesai disitu, Faiz segera mendorong tubuh Dinda dan Blessshh.. Anus Dinda pun disesaki juga oleh kontol jumbo Faiz.
“AGHH! NNGHH.. NGHH..SHHH.. AAHH.. YESSHH.. OOHHH… KONTOLL.. SSHH.. AAHH..”, desah Dinda yang keenakan disumpal kedua lubangnya.
Secara bergiliran dan berirama kontol keduanya keluar masuk. Sungguh pemandangan yang menggugah syahwat. Aahh.. aku pun tak bisa diam saja. Dan Faiz pun paham maksudku.
PLOPP!! Hawmmfhh.. Mfhh.. Ockk.. Ockk.. Mfhh.. Ockkk.. Sruupp.. mulutku bertugas melumasi kontol Faiz dan Suamiku.
“Gimana Lonthe?? Enak gak!!?”, tanya Faiz.
“Enak kan dikontolin dua gini!?”, lanjut suamiku.
“AGHH!! AGHH!! ENAK BANGET PADUKAAH.. ENAK TUANNH!! SODOK AHH.. KONTOL.. AHH!! OONNGHH.. SSHH.. UUUNGHH..”, rintih Dinda yang merem melek keenekan.
“Hey Lacur!! Bungkam tuh mulut anakkmu pake memek!!”, perintah suamiku.
“iyah Padukaa..”, jawabku yang langsung berdiri dan mengangkangi wajah Dinda.
“ANGHH.. AGHH!! HMMFHH.. MFFHH.. MFHH..”, rintihan Dinda pun tenggelam dan berganti dengan desahanku.
Pas sudah kegilaan kami berempat. Orang tua yang harusnya mengajarkan islam yang benar, padahal kami berdua juga digelari ‘ustad-ustadzah’, malah justru meng-halal-kan perzinahan, perselingkuhan, blasphemy, dll. Kini Dinda hanya bisa pasah menikmati digilir di kedua liang kenikmatan tubuhnya dengan posisi WoT sementara mulutnya dimanjakan dengan rasa lendir birahiku.
“MNNGHH.. MNGHH.. MFFHH.. MMNNNGGHHHHHHH..!!”
PLOKK!! SPLOKK!! PLOKK!! CEERRRR.. CEEEERRRRRR.. CEEERRR..
Tubuh Dinda mengejang hebat merasakan nikmatnya orgasme threesome. Matanya tampak nanar saat kenikmatan itu begitu cepatnya menjalar ke sekujur tubuhnya. Setelah beberapa detik, Dinda pun lunglai ke sisi kanannya.
“Haaah.. Haaah.. Gilirankuuhh.. Ahh.. Sini kontol Tuan dan Padukahh.. Aahh.. Aahh.. Mffhh.. Mfhhh..”, ucapku yang sudah benar-benar dahaga.
Langsung saja kulahap kontol Suamiku lebih dulu. Aahh.. lezat sekali.. mazi bercampur mani akhwat, gurihnya beda. Berganti kontol Faiz pun kulahap dengan liar pula. Kepalaku maju mundur dengan cepat, bahkan kupaksa kutelan seluruh kontol di hadapanku.
“Nahh bener gituu!! Lacur harus binal gini!!”, kata suamiku yang kemudian menjambak flap cadar dan khimarku dan langsung menggenjot hebat mulutku.
OCKK.. OCKK.. UHUKK.. OCKK.. PUAAHH.. MMFFHH.. OCKK.. OCKKK.. UHUKK.. MFFHH..
Faiz pun sama kasarnya memperlakukanku. Ahh begini yah rasanya.. puas dengan mulutku, suamiku mencekikku dan mengarahkanku untuk ngangkang di atas kontol Faiz yang kini terlentang dengan aku menghadap Suamiku..
“CUHH!! Lacur ga pantes dihormati! Paling pantas diludahi!! CUHH.. CUHH!”, ujar Suamiku sambil meludahi wajahku yang tertutup cadar.
“Ahhaaahha.. Yeshh.. Aahhah.. Padukaahh.. lecehin aku Padukaa.. Lacur ini butuh kontoll”, ucapku yang sudah sama gilanya.
Tiba-tiba.. PRRTT.. BLEESSSHHH..
AAAUNNGHHHHH.. UUUHHHH.. SSHHH.. AAHHHAAHA.. SHHH.. OOHH..
“Heh kenapa kau Lacur!? Baru satu aja uda kek gitu.. nih Makan!!”, ujar suamiku yang langsung menusukkan kontolnya seluruhnya.
AAANNNGGGHHH.. OOOOHH.. KONTOLLHH.. AAHH.. HAHAH.. KECIL AMAT PADUKAHH!! MANA NIHH?? KOK KALAH SAMA TUANKUUHH..!?
“Oohh.. Gitu!?”, Jawab singkat suamiku.
PLOKK!! PLOKK!! PLOKK!!
“AWGHH!! AHH.. AAHH.. NAAH GITU PADUKAAHH.. AAHH.. SHH.. KONTOL.. TUANKUHH.. AHH ENAKK.. AAHH..”, desahku.
Tau gak sih rasanya? Nikmaaaaaattt Banget!! Atas bawah penuh.. aahh perut terasa penuh. Apalagi waktu dientot kasar gitu. Nikmatnya sampe ke ubun-ubun. Toketku terus berayun mengikuti irama sodokan suamiku dan Faiz. Kedua tangan Faiz menyangga tubuhku yang seperti orang kayang supaya kontol Faiz naik turun sepuasnya.
“AAGHH.. AGHH.. NGHH.. KELUARR.. AAHH.. PADUKAAHH.. AAHH.. TUAANHH.. AAANGHHHHHH..!!!!”, teriakku karena orgasme yang begitu nikmat.
Kepalaku mendongak dengan mataku terpejam. Seluruh tubuhku mengejang. Ditambah lagi Suamiku sengaja mencabut cepat kontolnya dan BRUSSSSHHH!! Air maniku menyembur tak terkontrol. Mungkin ada kalau hanya 1,5 liter ahahah..
“Udah lemes aja nih Lacur Ustad.. kayaknya perlu di hukum!”, kata Faiz sambil meremas kuat kedua toketku sementara kontolnya masih menancap di anusku.
“Wohoo.. pinter kamu Faiz.. emang kudu dihukum!! Sini lonthe! Bersihin nih!”, kata suamiku sambil menarik paksa kepala Dinda.
“Agh!! Iyaah padukaaa.. haemfhh.. Mffhh.. Mfhh.. Ockkk.. Ockk.. Srrptt.. Ockkk..”, Dinda begitu lahap mengulum kontol ayahnya yang berukuran 15cm itu.
“Waktunya hukumannn..!!”, kata suamiku.
Betapa terkejutnya aku merasakan anusku dipaksa mekar lagi. Ternyata doble-anal sebagai hukumanku. Kurasakan anusku sepertinya benar-benar sobek kali ini. Satu saja sudah penuh, ini ditambah lagi. Ingin rasanya aku berontak, tapi apalah dayaku yang sudah lunglai karena orgasme. Faiz mengunci tubuh dan tanganku, sementara kakiku dibuka dan dilipat ke atas oleh Dinda dan suamiku. Aku hanya bisa pasrah merasakan pedihnya awal dari doble-anal.
“Aaaakk.. Aaawwnghh.. Uuuwwghh.. Ampuunn.. Tuann.. Padukaahh.. Jangann.. Aaakkk.. sakiittt.. Aaaaakk..”, rintihku yang dianggap bercanda oleh suamiku.
“Tadi Nantangin!?? Sekarang memelas gini?? Diih Lacurr!! Nggghh!!!”, jawab suamiku yang justru semakin memaksa kontolnya masuk sepenuhnya.
Aku pun hanya bisa terbelalak. Hal yang mustshil, tapi bisa terjadi. Meski sudah dilumasi oleh liur Dinda, tetap saja ituu sakit. Dan lebih gila lagi suamiku dan Faiz langsung menggenjot cepat anusku. Hampir 7cm lebih anusku melar. Tak ada kenikmatan sama sekali awalnya. Tapi aku berupaya menahan itu semua. Untungnya Dinda tanggap dan cermat memainkan jemarinya merangsang titik-titik rangsangan di tubuhku.
“APA SIH PADUKAAAHH!?? GAK BERASAAH AMAT KONTOLNYAHH..!! AAAHH.. AHHH.. AWWHH.. KALOKK LAKIIHH.. AAHH.. AHH.. YANG GANAS DONGGHH!!”, ucapku yang membuat suamiku semakin bernafsu.
“NAHH GITU DONG LACUR!!”, kata suamiku.
“Ahahah.. Emang Top ini lacur ustad!!’, timpal Faiz yang juga tak mau kalah.
SLEB!! PLOKK!! SLEBB!! PLOKK!! Terasa benar anusku tertarik keluar masuk tiap kali kontol mereka bergerak. Dan akhirnya rasa nikmat itu mulai datang. Butuh waktu untuk liang anusku terbiasa, tapi setelah itu.. ahhh.. tak kusangka orgasme kedua ku datang begitu cepat.
AAHH.. AGHHH!! TUANNHH.. PADUKAAHH.. AHHH.. ENAK BANGETT!! AHHH.. MANTABBHH.. AAHHH.. KELUARRRHHHH!!
“Wuuutt!! Awasss!!”, ucap suamiku sambil menarik kepala Dinda yang akhirnya air maniku justru menjadi Facial untuknya.
Puas denganku, kini berganti Dinda yang digilir oleh Faiz dan Suamiku. Dengan posisi doggy, mulut dan memek Dinda dihajar bergantian oleh kedua lelaki perkasa itu. Entah apa yang diminum suamiku, tapi sampai sekarang kok belum ada tanda-tanda ejakulasi.
AAAANGHHHHHHH..!!
Air mani deras menyembur membanjiri ranjang kami. Setelah 5 menitan Dinda bertahan. Tapi tampaknya suamiku juga sudah hampir sampai puncaknya. Meski tubuh Dinda masih mengejang, tapi kontol suamiku tetap saja keluar masuk cepat di anusnya.
“ARGHHHHHH LONTHEEEE!!!”, erang suamiku dan menyemburkan spermanya di anus Dinda.
“Wahh.. masih belum nih Faiz??”, tanya suamiku yang terkulai lemas di ranjang sementara Dinda sibuk mengulum kontol ayahnya yang belepotan lendir anus dan sperma.
“Dikit lagi ustad.. pinjem nih lacur ya”, kata Faiz sambil mendekatiku yang masih menggelepar di sisi kanan suamiku.
“Ahh udah.. pakek aja sesukamu.. hahah.. istriku juga pemuas nafsumu..”, jawab suamiku.
Yaah aku hanya bisa pasrsh saat Faiz kemudian menekuk kedua kakiku hingga hampir menyentuh perut. Aahh susah jelasinnya, kalau di inet namanya posisi Eagle gitu. Seperti halnya samsak, aku pun hanya bisa mengerang dan melenguh sementara Faiz begitu liaarrrrr menggempur memekku.
“Aghh.. Aghh.. mau kluar nih Ustad.. dalem bolehhh??”, tanya Faiz yang sudah seperti mesin begitu cepat dan mantab.
“Pake nannya.. Terseraaahh!! Dalem memek boleh.. mulut boleh.. di bokong.. di mana aja terserah kamu..”, jawab suamiku.
“OKEEE!! NGGHHH.. AAAAAGHHHHHH!!”
CROOTTTT.. CRROOTTT.. CROOOTTT
AAHH.. AAAHHH.. AMPUN TUAAANNHH.. AAAANNHHHHHHH..!!!
CEEEERRR… CEEERRRRRRRR..
Aahh lemas sekali rasanya. Cadar dan khimarku sudah tak berbentuk lagi. Faiz pun tersungkur lemas dipelukanku dengan kontolnya masih menancap dibawah sana. Mungkin sekitar jam 11an malam saat itu dan kami semua pun tertidur.
Eiits.. ga disitu aja. Pagi hari?? Yahh jelas dong dari subuh sampai menjelang matahari terbit kami kembali mamadu syahwat. Pas setelah sholat subuh, setelah salam, Faiz dan suamiku langsung berdiri dihadapan kami. Yaah tak perlu diperintah, sebagai Lacur dan Lonthe, kami pun paham. Tarik langsung sarung mereka dan plop! Kontol tegang nan ganteng pun tersaji. Dengan penuh nafsu aku dan Dinda berpacu memamerkan skill. Saat itu kami sama-sama mengenakan mukena marun tanpa dalaman apapun.
Secara bergantian dan bergiliran, Faiz dan suamiku menikmati setiap liang kenikmatan di tubuh kami. Yah aku sendiri pun juga sama, kadang kala aku dan Dinda saling berebut untuk bisa menikmati kontol yang ada. Aahh.. baik di ranjang, di kamar mandi, di sajadah, di sofa.. semuanya kami umbar malam hingga pagi. Dan itulah awal keluarga ‘cemara’ku.
Tanggal 6 September 2019 (69-2019) (itu yang pilih tanggal suamiku dan Faiz), kami adakan walimatul ‘ursy untuk pernikahan Faiz dan Dinda. Banyak teman-teman Dinda yang tak mengira Dinda menikah di umurnya yang masih 17 tahun. Acara berlangsung dari ba’da Ashar sampai dengan Maghrib. Karena kalau pagi khawatir akan menabrak sholat jum’at.
“Nanti malam kemana bih..??”, tanyaku yang sore itu mengenakan sarimbit dengan besanku.
“Yaaahh.. ada dehh.. yang pasti bukan di hotel yang kemarin.. ahaha..”, jawab suamiku sambil menyalami tamu-tamu yang datang.
Malam harinya. Sudah pasti kami berempat harus merayakan hari ‘HALAL’ nya persetubuhan antara Dinda dan Faiz. Gaun kami pun sama persis. Warna putih dengan rumbai yang banyak, khimar jumbo syar’i warna putih dan cadar tali warna putih, beserta tiara perak menghiasi kepala kami.
“MashaaAllah cantiknyaaa.. dua bidadariku..”, kata suamiku saat aku dan Dinda masuk kamar hotel yang kami sewa.
Faiz pun hanya tertegun diam melihat kecantikan aku dan Dinda malam itu. Yaah selanjutnya? Sudah pasti kami saling bercumbu, memadu kemaluan kami dengan berbagai gaya. Setiap adegan kami pun direkam secara detil oleh keempat HP yang sudah kami set disudut kamar. Obat kuat sudah menjadi asupan wajib untuk Faiz dan suamiku malam itu. Erangan, Desahan, Rintihan semuanya bercampur dengan racuan kata-kata jorok yang tak seharusnya keluar dari mulut kami yang memang terkenal ‘islami’. Ahh.. tapi setiap orang punya sisi lain, dan itulah sisi keluarga kami. Hingga tulisan ini ditulis oleh Ukthi Rinda, aku masih sering bersilaturahmi kelamin dengan Faiz. Bahkan saudara suamiku pun ada yang sudah menjadi partner four-some kami. Biasanya lepas kajian di kampus islam di jogjakarta, kami mampir di penginapan sekelas OYO dimana aku, suamiku, Faiz, dan Andra akan berpesta seks.
ns 15.158.61.42da2