Bagian 12: Resep Mujarab Umi Lilik Hamidah
1678Please respect copyright.PENANAZG9IimCeiU
Hari Rabu. Pagi.
“Uhhhh,” ustazah Lia menggeliat bangun terduduk. Butuh beberapa saat sebelum dia sadar di mana dia berada. Diraihnya hpnya, sudah jam 9 pagi. Ada satu sms masuk, dari Alif, “ustazah binal, nanti malam pulang ya, pengen ngentot kamu habis-habisan”. Ustazah Lia tersenyum, dibalasnya sms yang berwaktu dua jam sebelumnya itu.
Ustazah Lia tak tahu bahwa Alif saat itu masih di rumah umi lilik hamidah setelah semalaman menggenjot umi alim yang sehari-harinya selalu berkerudung lebar itu.
Ustazah Lia kembali meletakkan hpnya. Dilihatnya sekitar. Dirinya tertidur telanjang di kasur empuk kamar villa. Kamar yang luas dan mewah.
Dirasakannya sisa-sisa sperma mengering di hampir sekujur tubuhnya. Memek dan anusnya terasa sedikit ngilu, semalaman dia dikerjai habis-habisan oleh Pak Tanto dan tiga kawannya sampai jam 4. Tak terhitung dirinya orgasme dan tak terhitung pula berapa kali kontol-kontol hitam beragam ukuran itu memasuki memek dan anusnya.
Pak Sakir tidur telentang di sampingnya, satu kakinya menumpang di kaki ustazah Lia. Penisnya nampak menjuntai diam, ada bunyi dengkurnya halus terdengar. Di sisinya yang lain Pak Karto nampak pulas tertidur menelungkup. Tangannya meraih ke arah tubuhnya, ustazah Lia ingat semalam pak Karto memang masih meremas-remas payudaranya yang licin oleh sperma sebelum dia tertidur. Lalu ustazah lia menoleh ke belakangnya dan dia baru sadar semalam dia tidur berbantalkan pangkal selangkangan Pak Tanto. Masih diingatnya penis pak tanto menepuk-nepuk pipinya dan dia masih sempat menjilat penis yang berlumuran sperma campur cairan kewanitaannya itu sebelum dia menutup mata.
Dengan hati-hati ustazah lia memindahkan kaki pak sakir ke samping. Lalu dia turun dari ranjang. Tak dilihatnya pak sahid. Tubuhnya terasa pegal-pegal, lalu dia beranjak menuju ke kamar mandi. Dia ingin membersihkan tubuhnya membuat tubuh yang kini bau sperma itu kembali wangi. Masih sembilan jam sebelum kontraknya habis.
Keluar dari kamar mandi, tubuhnya terasa sangat segar selepas mandi air hangat. Dengan tubuh bugil dia keluar dan setengah kaget mendapati Pak Sahid sedang berdiri bersandar di meja sambil tersenyum mengamatinya.
“Sudah bangun Ukhti,” sapanya.
“Sudah dong Pak,” jawab Ustazah Lia sambil berjalan menghampiri lelaki itu. cupppp, cupppp, keduanya berciuman mesra seperti sepasang suami istri. Pagi itu pak sahid hanya mengenakan kaus biasa dengan celana kolor. Sepertinya dia juga sudah mandi.
“Nakal sekali kamu, ukhtiku,” bisik pak sahid sambil menatap wajah ustazah lia, tangannya melingkar di pinggang memeluk sang ukhti.
“Hihihi,” ustazah lia hanya tertawa mengikik. Tangannya manja bergantung di leher pak sahid.
Pak sahid melepaskan pelukannya kemudian dia meraih bungkusan di meja. “Ini buat pakaian ukhti hari ini,” katanya sambil menyerahkan bungkusan itu. ustazah lia menerimanya dan langsung membukanya. Sementara itu tangan pak sahid nakal meremas-remas bokong ustazah alim itu.
“Bagus sekali pakkk,” seru ustazah lia. Di tangannya kini tergenggam sebuah baju gamis warna putih dengan kerut yang lumayan lebar di pinggang, model gamis peplum. Kainnya tipis menerawang. Biasanya baju gamis seperti itu memang dipakai sebagai rangkap luar, akan tetapi ustazah lia tahu bahwa pak sahid mengharapkan dirinya memakai itu tanpa rangkap dalam.
Dipakainya langsung baju gamis itu, dikombinasikan dengan kerudung hitam polos sepantat. Dilenggak lenggokkannya tubuhnya di depan pak sahid seperti peragawati. Pak sahid menelan ludahnya melihat pemandangan menggairahkan di depannya itu. tanpa sadar penisnya menegang di bawah celana kolornya.
Ustazah lia tertawa melihat tonjolan di selangkangan pak sahid. Diremasnya penis itu, “ni si otong masih pagi udah minta jatah gini.”
Pak sahid tak menjawab, dengus nafasnya terasa cepat. Tapi dia sadar bahwa ustazah lia mungkin masih belum kembali penuh staminanya, maka dia pun menahan diri. “Ustazah, yuk minum teh dulu sama sarapan.” Dia menarik tangan sang ustazah ke luar dari dalam ruangan, meninggalkan ketiga temannya yang masih mendengkur pulas kecapekan.
Keduanya kemudian keluar villa dan pergi ke gazebo. Dua pelayan mengikuti sambil membawa nampan penuh berisi beragam makanan dan minuman. Ustazah Lia dan pak Sahid duduk berdampingan seperti suami istri, punggung mereka bersandar ke dinding gasebo. Dari sana nampak jalan raya dan pemandangan indah di bawah. Villa itu memang terhitung ada di atas, maka selain sepi, hawanya juga sejuk dan pemandangannya menentramkan.
Keduanya menikmati sarapan sambil bercanda gurau dan tertawa-tawa. Sesekali tubuh ustazah lia menggeliat ketika tangan pak sahid mulai nakal kembali menggerayangi tubuhnya. Tak lama, nampak pak sakir keluar dari villa dan langsung menghampiri mereka sambil tersenyum lebar. Sepertinya dia sudah terbangun dan mandi. Tubuhnya telanjang sementara bagian bawahnya hanya memakai celana kolor.
“Kalian asyik sekali nampaknya,” jawabnya sambil naik ke gazebo, kemudian dia menyodorkan bibirnya yang langsung disambut oleh ustazah lia, cuppp cuppp cuppp, keduanya saling melumat dengan liar. “Ciuman selamat pagi dari ustazahku yang jago ngentot,” kata pak sakir setelah lumatannya selesai. Dia kemudian menyambar paha ayam sambil bersila.
Ustazah Lia iseng menyelonjorkan kakinya lewat bawah meja kecil dan menumpangkannya di selangkangan pak sakir yang duduk di seberangnya. “Ungghh,” pak sakir sedikit menggeliat merasakan sentuhan itu, dia tak memakai celana dalam. Matanya langsung menatap ustazah lia dengan liar. Dari balik gamis putih menerawang itu puting kecokelatan ustazah lia membayang dengan jelas. “Nakal kau ukhti,” desisnya.
Ustazah Lia menjulurkan lidahnya. Sementara itu telapak kakinya dengan liar bergerak-gerak menyentuh-nyentuh penis pak sakir yang lalu tak henti menggeliat. Pak sahid tertawa melihat itu. Tangannya kini mulai sibuk menggerayangi paha ustazah lia yang mulus dan lembut. Lalu mendadak terbetik rencana indah di pikirannya. Dia lalu berkata, “ke gua jepang yuk,”
“Capai ah pakkk, tinggi banget mendakinya.” Sergah ustazah lia dengan nada manja.
“Setuju ayo ke sana,” pak sakir tampaknya mengerti maksud pak sahid. “Kalau ustazahku ini capai nanti aku bisa menggendongnya. Tubuhku masih kuat,” sambungnya sambil memamerkan otot tubuhnya yang kekar.
Pada akhirnya ustazah lia setuju. Maka selesai sarapan mereka bertiga kembali masuk ke villa, di kamar tidur mereka pak karto masih mendengkur sementara pak tanto sedang asyik menghisap rokok sambil bertelanjang bulat.
“Kami mau ke gua jepang dulu, ikut kau, Tan?” tanya pak sakir.
Pak Tanto menatap ustazah lia yang nampak seksi dengan baju gamis menerawang itu. diusap-usapnya kontolnya sambil memberi kode supaya ustazah lia menghampiri. Ustazah lia menurut lalu duduk di pangkuan pak tanto. Cupppp, diciumnya pipi pak tanto. Bussssshhh, pak tanto menghembuskan asap rokok ke wajah ustazah lia sampai dia memekik.
“Ikhhhh, bapak merokokkk,” ucapnya sambil mengipas-ngipaskan tangan.
“Hehehe, ustazahku sudah wangi banget.” Pak tanto tertawa. Tangannya meremas-remas pantat ustazah lia. “Aku gak ikut, Kir, tubuhku gak bakalan kuat. Karto juga kayaknya. Kalian saja yang ke sana.” Jawab pak Tanto sambil menoleh ke pak sakir.
“Oke,” jawab pak sakir yang saat itu sudah berpakaian lengkap, baju kaus, jaket, dan celana. Sementara pak sahid masih tetap dengan tampilannya semula.
“Tapi kalian jam 3 balik ya, biar aku dan karto nerusin sisa pesta tiga jam,” sambung pak tanto sambil mengedipkan matanya. Ustazah lia hanya tersenyum. Pak sakir mengangguk. Setelah satu kali lumatan di bibir seksi ustazah lia, pak tanto kemudian mendorong tubuh ustazah lia dari pangkuannya. Pak sakir, pak sahid, dan ustazah lia kemudian pergi ke gua jepang dengan mengendarai mobil, pak sakir menjadi sopir.
Tempat wisata gua jepang memang dekat dari villa mereka. Mobil hanya bisa sampai di parkiran, sementara untuk ke gua jepangnya mereka harus menempuh jalan setapak mendaki yang lumayan jauh.
“Tiga orang, pak?” tanya petugas karcis di loket. Matanya liar menatap tubuh ustazah lia yang memang nampak sangat menggiurkan. Ustazah lia kemudian sengaja berpose menggeliatkan tubuhnya dengan posisi menyamping membuat busungan dadanya yang sekal terekspos dengan jelas di mata petugas karcis itu.
“Iya pak,” jawab pak sakir. Pak sahid tersenyum geli mengamati petugas itu.
Si petugas menelan ludahnya kemudian memberikan tiga karcis. Melewati penjagaan itu, pak sakir tertawa ngakak. Tangannya meremas pantat ustazah lia yang berjalan di depannya. “Kau nakal banget ukhti, bikin aku gregetan saja.”
“Hihihi, ah itu petugasnya saja yang mata keranjang,” jawab ustazah lia sambil menepis tangan pak sakir.
“Pasti tu petugas langsung ke kamar mandi.”
“Ngapain?” tanya ustazah lia sambil menoleh ke pak sahid.
“Col...ah!” pak sahid tak mengira tangan mungil ustazah alim itu akan meremas kontolnya. “Kau benar, Kir, ustazah kita ini binal sekali. Aku gak sabar pengen ngentot dia.”
“Hussshhh, jangan berkata kotor di muka umum ya bapak bapak,” seru ustazah lia dengan nada sopan. Tapi dia kemudian tertawa disusul oleh tawa pak sakir dan pak sahid. Ketiganya sudah sampai ke jalan setapak dan mulai mendaki. Perlahan tentu saja, karena mereka bisa menikmati pemandangan indah dari jalan setapak itu, rimbun pohonan area kaliurang, juga bunyi kicau burung yang jelas sudah tak bisa dinikmati di perkotaan.
Setengah perjalanan, ustazah lia berhenti. Memang ada perhentian di beberapa spot, berupa gubuk kecil tanpa dinding yang didirikan di beberapa belokan jalan setapak itu. dia berhenti dan duduk di sana. Keringat nampak membasahi gamisnya membuat gamis itu melekat dan menampakkan kulit lembutnya membayang. Pak sahid menelan ludahnya.
“Capai ukhti?” tanya pak sakir. Tangannya menyodorkan botol mizone yang tadi dibelinya dari pedagang yang memang ada di beberap spot sepanjang perjalanan.
“Iya sayang,” jawab ustazah lia setelah meminum mizone. Nafasnya memburu. Dijulurkannya lidahnya menjilati cairan itu yang sebagian berleleran ke samping karena dia meminumnya terburu-buru. Pak sahid menatapi adegan itu dengan penuh gairah.
“Kugendong ya?” tanya pak sakir.
Ustazah lia menatap sekitar. Hanya ada mereka di jalur pendakian saat itu. memang saat mereka naik tadi mereka hanya berpapasan dengan orang-orang yang turun. Hanya ada berapa orang yang sudah mendahului mereka naik, sementara di jalur jalan belakang mereka tak nampak satu orang pun. Langit kaliurang yang mendadak mendung sepertinya membuat orang lebih memilih segera turun kembali.
“Baiklah,” jawab ustazah lia sambil berdiri. Pak sakir langsung membungkukkan tubuhnya dan ustazah lia naik ke punggungnya. Lalu dengan pak sakir menggendong ustazah lia, mereka meneruskan perjalanan ke atas. Bagi pak sakir dan pak sahid, mendung bukanlah halangan untuk meneruskan rencana mereka.
Kira-kira seperempat perjalanan lagi menuju puncak, mereka kembaii bertemu dengan orang-orang yang turun. Ada juga penjual yang sama mengikuti orang-orang itu. “Mau hujan mas,” jawab mereka tanpa disapa. Beberapa dari mereka mengamati ustazah lia yang digendong pak sakir. Dugaan mereka kedua orang itu adalah suami istri.
“Nanggung pak,” jawab pak sakir sambil tersenyum ramah.
Pak sahid yang mengikuti dari belakang mereka berdua lekat mengamati tubuh ustazah lia yang bergelayut di punggun pak sakir itu. sesekali tangannya dengan nakal mengelus bokong ustazah lia membuat ustazah lia menggeliat-geliat dalam gendongan pak sakir. Sementara itu langit makin mendung.
Sampai di gua jepang, hujan pun turun. Di sana hanya ada satu orang penjaga yang sepertinya merasa bosan juga sendirian di sana. Sudah tak ada pengunjung sama sekali.
“Kok sepi mas?” tanya pak sakir. Saat itu ustazah lia sudah turun dari gendongannya.
“Iya nih, sudah pada turun, hujan deres gini, saya juga sudah niat turun sebenarnya,” sahut penjaga itu dengan nada kesal.
Ketiganya lalu masuk ke dalam gua. Gua jepang di sana terhitung pendek. Ada beberapa yang memang dalamnya saling bersambungan. Dari penjaga di depan tadi, mereka sudah menyewa senter untuk menerangi. Di satu ceruk gua yang sudah tak nampak dari luar, pak sakir mendadak memeluk ustazah lia erat-erat dari belakang. Tangannya yang kekar langsung menangkup kedua susu sekal ustazah lia.
“Unghhhhh,” ustazah lia menggeliat dengan gaya menggoda. Dia tak menolak pelukan itu melainkan justru bersandar di tubuh pak sakir. Tubuh ustazah lia yang berkeringat menimbulkan aroma yang membuat birahi pak sakir kian menggelora. Inilah yang direncanakannya dari tadi, menyetubuhi sang ustazah lonte itu di gua jepang. Betapa mendebarkannya.
“Tubuhmu wangi sekali sayang,” bisiknya di telinga ustazah lia. Dijilat-jilatnya telinga ustazah itu smpai kerudungnya basah. Tangan ustazah lia dengan liar bergerak di bawah, meremas selangkangan pak sakir. Pak sahid sementara itu sudah berjongkok di depan ustazah lia, disingkapkannya gamis sang ustazah dan langsung dibenamkannya mukanya di selangkangan ustazah lia yang berbau harum bercampur keringat.
“Ahh shhhhhhh,” ustazah lia mendesis merasakan jilatan lidah pak sahid di belahan memeknya. Tangannya menggapai leher pak sakir ke belakang, lalu dihadapkannya kepalanya ke samping yang langsung disambut dengan lumatan pak sakir di bibirnya.
Tangan kekar pak sakir masih meremas-remas susu sekal ustazah lia. Di luar gua bunyi deru hujan terdengar sangat deras. Hawa dingin merasuk ke dalam akan tetapi ketiganya merasa hangat karena syahwat. Tangan pak sakir yang satu meremas-remas pantat ustazah lia membuat pinggulnya bergerak-gerak, tertahan oleh cengkeraman tangan pak sahid di pahanya sambil mulutnya terus bergerak menyusuri memek ustazah lia.
“Uhhh uhhhh, kalian ini, uhhh, mau ngentotin ana di sini?” bisik ustazah lia. Dia juga merasakan sensasi nikmat membayangkan bersetubuh di tempat umum sementara di depan ada seorang penjaga yang mungkin bisa memergoki mereka.
“Iya sayang, ide yang nikmat kan?” jawab pak sakir setengah berbisik. Tangannya membimbing tangan ustazah lia menyentuh kontolnya yang sudah dikeluarkannya dari risleting celananya. Ustazah lia tanpa harus disuruh langsung mengocok-ngocoknya penuh gairah.
Setelah beberapa saat, pak sakir sudah merasa syahwatnya naik ke ubun-ubun, didorongnya tubuh ustazah lia supaya membungkuk. Tangannya menyingkapkan gamis ustazah lia menyampirkannya ke pinggang. Lalu dengan liar dipegangnya kontolnya menyelinap ke bawah selangkangan ustazah lia, mencari lubang memeknya yang sudah basah oleh pak sahid. Pak sahid sendiri saat itu sedang berdiri menyulut rokoknya. Selangkangannya yang tertutupi celana kolor nampak menggembung.
“Uhhhhh, pelan sayangg, uhhh,” rintih ustazah lia saat pak sakir mulai mendorong penisnya masuk ke memeknya. Pinggangnya dicengkeram oleh tangan pak sakir membuat tubuhnya yang membungkuk itu tidak jatuh ke depan. “Uhhh uhhh, nikmatttt,” dia kembali mendesah-desah binal.
“Ustazah lonte, kuentot kau di tempat umum ahhh, ustazah alim lonte,” pak sakir meracau sambil menusuk-nusukkan kontolnya dengan liar. Pak sahid masih mengamati mereka berdua beberapa saat. Mulutnya mengepulkan asap rokok penuh kenikmatan. Sesekali dia mengarahkan pandangannya ke mulut gua. Tak nampak si penjaga, hanya nampak kepulan asapnya sesekali, bercampur dengan kabut di puncak kaliurang.
Lalu pak sahid memasang posisi di depan ustazah lia. Tangannya memelorotkan celana kolornya ke lutut, membuat kontolnya yang sudah menegang menyembul menyentuh-nyentuh pipi ustazah lia. Pak sahid mengepaskan penisnya di mulut ustazah lia yang langsung membuka.
“Kulum ustazah alimmm,” bisik pak sahid. Tangannya yang satu meraih kepala ustazah lia sementara yang satu memegang rokoknya.
“Hhmmpppppp,” ustazah lia mengulum penis itu penuh gairah. Kini tubuhnya tertahan dari dua arah. Dari belakang dipegang oleh pak sakir, dari depan ditahan oleh pak sahid. Kedua lubang di tubuhnya sama-sama terisi kontol. Betapa nikmatnya persetubuhan yang menegangkan di tengah gelapnya gua jepang ini, begitu pikirnya.
Bibir seksi ustazah lia yang basah bersentuhan penuh kenikmatan dengan kulit kontol pak sahid. Pak sahid merem melek merasakan kenikmatan itu. hembusan rokoknya juga terasa kian nikmat. Persetubuhan kali ini benar-benar sesuatu yang di luar imajinasinya. Penuh kenikmatan, menyetubuhi ustazah yang seksi berkerudung panjang di tempat umum.
“Uhhhh, memek yang ketat seperti perawannn,” plakkk plakkk, sesekali pak sakir menampar pantat bulat ustazah lia. Suara persetubuhan mereka untungnya teredam oleh suara deras hujan di luar. Di kaliurang memang hujan sering sekali turun, seiring hawa dingin yang kini mereka enyahkan dengan hangatnya tubuh ustazah alim yang sedang mereka entot.
“ngngng,” mulut ustazah lia hanya mengeluarkan gumaman yang tak jelas. Mulutnya masih penuh oleh kontol pak sahid. Pak sahid sudah membuang rokoknya yang tinggal puntung. Kini tangannya memegang erat kepala ustazah lia. Jemarinya tak henti merangsang belakang telinga ustazah lia, memberikan rasa geli yang membuat tubuh ustazah berkerudung lebar itu melenting-lenting penuh kenikmatan.
Setelah beberapa saat, pak sakir merasakan penisnya hampir memuncratkan mani. Dia memberi kode untuk berpindah posisi dengan pak sahid. Diberdirikannya tubuh ustazah lia yang kini bersandar di tubuhnya dengan nafas memburu. Pak sahid langsung berpindah seperti pak sakir tadi. Kontolnya menusuk-nusuk memek ustazah lia yang kembali merintih-rintih.
Rintihan ustazah lia itu diredam kembali oleh kontol pak sakir. Cairan kewanitaannya yang melumuri kontol pak sakir terasa asin-asin lezat di lidahnya. Sementara itu tusukan pak sahid di memeknya juga terasa makin membangkitkan kenikmatan yang tadi sudah hampir mencapai puncaknya sebelum pak sakir mencabut kontolnya.
Sambil mengocok-ngocokkan penisnya di mulut ustazah lia, tangan pak sakir meraih susu sekal ustazah lia dan meremas-remasnya membuat sang ustazah belingsatan bergerak-gerak ke kiri ke kanan ditahan dari depan dan belakang oleh dua kontol. Andai mulutnya tak dibekap kontol pasti sudah keluar erangan-erangan penuh kenikmatan dari sana.
“Uhhhh, emang peret ni memek ustazah, aku tak tahann, hhhrrrr,” racau pak sahid. Tusukannya makin liar dan makin liar seiring air maninya bergerak cepat dari pangkal kontolnya ke ujung kepala kontolnya itu. “Aku keluar anjing, anjing anjjiiiiinggg, ustazah memek pereettttt, ahhhhhh,” tubuhnya mengejang, tangannya mencengkram pinggang ustazah lia makin erat.
Tubuh ustazah lia tersentak ke depan saat dirasakannya pancutan-pancutan hangat dari kontol pak sahid di dalam rongga kenikmatannya itu. serrrrr, dirasakannya desiran syahwat di dadanya, saat itu pak sakir pun menusukkan kontolnya kuat-kuat sampai mencapai tenggorokannya, lalu crottt crottt crottttt, kontol itu memancutkan air mani banyak sekali membuat dirinya gelagapan dan sebisa mungkin langsung menelan semuanya. Tubuhnya kembali tersentak ke belakang, dan saat itulah tubuhnya mengejang mencapai pucak kenikmatannya.
“Arhhhhhhhh,” dia mendesis nikmat, kontol pak sakir yang masih mengangguk angguk meski sudah tak mengeluarkan lagi air mani yang sudah habis tertelan ustazah lia terlepas dari mulutnya. Tubuhnya bersandar ke belakang ke tubuh pak sahid yang sebisa mungkin menahan supaya tubuh keduanya tak terjatuh ke belakang.
“Sleeeeppp,” saat orgasmenya masih berlangsung, kontol pak sahid yang sudah mulai lembek terlepas dari memeknya. Tubuh ustazah lia sempoyongn ke depan, tangannya meraih pinggang pak sakir yang langsung menahan tubuhnya kuat-kuat supaya tidak jatuh.
“Ahh ahhhhhhhh ahhhhhhh,” vagina ustazah lia berkedut-kedut lalu cairan kewanitannya muncrat berleleran di lantai gua jepang. Dia squirting saat multi orgasme menimpanya. Sensasi bersetubuh dengan dua orang laki-laki dalam ketegangan tempat wisata membuatnya merasakan kenikmatan yang tak terhingga seperti itu.
Setelah puncak kenikmatan itu berlalu, pak sakir mengangkat tubuh ustazah lia berdiri. Dilumatnya bibir sang ustazah penuh gairah. Lidahnya bergerak-gerak menimpa lidah ustazah lia, menjilat sisa-sisa air maninya yang tadi membasahi relung-relung rongga mulut ustazah lia.
Setelah mengatur nafasnya, pak sahid kembali menyulut sebatang rokok. Dimasukkannya penisnya yang sudah lembek ke dalam celana kolornya. Demikian juga pak sakir. Dibantunya ustazah lia merapikan gamis dan kerudungnya. Setelah nafas mereka bertiga kembali seperti biasa, ketiganya lalu berjalan keluar dari gua.
“Masih deras ya pak?” sapa pak sahid pada si penjaga yang sedang merenung menatap hujan.
Penjaga itu mengangguk. “Mungkin sebentar lagi mas,” jawabnya.
“Rokok pak,” pak sahid menawari penjaga itu rokok yang langsung disambutnya dengan gembira. Mereka berempat lalu mengobrol sambil menunggu hujan reda. Sesekali sembunyi-sembunyi tangan pak sakir meremas-remas pantat ustazah lia yang dibalas dengan kerlingan binalnya.
Karena hujan itu membuat mereka sedikit telat pulang kembali ke villa. Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat saat mereka sampai. Kedatangan mereka disambut oleh pak tanto dan pak karto yang sudah siap melanjutkan ke ronde selanjutnya. Untuk ke sekian kalinya tubuh molek ustazah lia yang tertutupi gamis putih tipis merangsang dan kerudung lebar hitam polos sepantat itu kembali jadi santapan dua bapak mesum itu. lubang-lubang kenikmatan ditubuh ustazah alim itu kembali disemprot oleh pancutan-pancutan air mani para majikan yang menyewanya.
Saat sudah waktunya ustazah lia pulang karena kontraknya sudah habis, tangan pak tanto masih meremas-remas susu sekal ustazah itu dengan gemas. Mereka berempat ada di ruang tamu dengan tubuh telanjang penuh keringat. Gamis putih ustazah lia sobek memanjang dari bagian dada ke selangkangan oleh renggutan kasar pak karto saat bersetubuh tadi. Hanya kerudungnya yang masih utuh.
“Sudah sudah pak, besok besok lagi,” pak sakir yang menghentikan pak tanto yang nampaknya masih pengen ngentot itu.
“Hehe iya ya, biar ustazah alim kita ini istirahat dulu. Gak seru kalau ngentot pas udah lemas.” Jawab pak tanto akhirnya.
Ustazah lia memang saat itu merasakan tubuhnya sudah sangat lelah. Bau keringat bercampur air mani keempat pria itu menguar dari tubuhnya. Sekujur tubuhnya terasa lengket, ada rasa ngilu juga di lubang memek dan mulutnya yang tak henti dikerjai kontol-kontol yang seolah tak pernah puas itu.
Pak Tanto mengeluarkan lembaran-lembaran uang dari dompetnya. Ditambahinya beberapa lembar lebih dari perjanjian sewa di awal. “Ini buat bonus sayang, besok-besok lagi ya,” ucapnya sambil ditepuk-tepukkannya lembaran uang itu di jembut ustazah lia.
Ustazah lia mengikik gembira. Diraihnya lembaran uang itu.
“Ini tambahan dariku ustazah lonte,” desis pak karto, “dan ganti buat gamismu yang kubikin sobek, hahaha,” dia meraih kepala ustazah lia dan melumat bibir seksinya sementara tangannya menyelipkan lembaran beberapa uang ratusan ribuan ke tangan ustazah lia. Ustazah lia membalas ciuman itu dengan binal sampai pak karto merasa kontolnya kembali menegang.
“Ahhhh, kau ini, sialan, kalau kau jadi istriku kuentot kau tiap jam.” Keluh pak karto sambil mengocok kontolnya.
“Hahaha,” ketiga lelaki rekannya itu tertawa keras, merasa lucu dengan keluhan pak karto.
Pak sakir dan pak sahid juga memberikan tambahan bonus lengkap dengan gaya perpisahan mereka masing-masing. Yang membuat ustazah lia terkejut adalah saat dia mencari-cari gamisnya dan tidak menemukannya.
“Ustazah pulang tanpa gamis ya, buat kenang-kenangan kita,” kata pak sakir dengan tatapan menggoda.
“Ehhh, masa?” ustazah lia sedikit gugup. Mana bisa dia pulang dengan penampilan semacam itu.
“Iya sayang, copot saja gamis putih itu, udah gak layak pakai, bau juga,” timpal pak sahid.
Akhirnya mau tak mau ustazah lia mencopot juga gamis putih yang memang sudah tak layak pakai itu. keempat lelaki tua itu memandang tubuh seksi ustazah lia dengan tatapan liar. Tubuhnya nampak mengkilap berlumur keringat dan juga air mani mereka di beberapa spot. Memeknya nampak dikelilingi jembut yang semrawut berlumur air mani, area payudaranya yang sekal nampak memerah akibat remasan kasar pak karto, ada beberapa tanda cupangan di leher sang ustazah meski langsung ditutupi oleh kerudung lebar sepinggang yang masih dipakai ustazah itu.
Dengan langkah menggoda, kaki memakai kaus kaki panjang khas ukhti alim dan high heel warna merah cerah, ustazah alim itu kemudian melangkah ke pintu. Di pintu dia membungkukkan kepalanya ke arah empat pria yang penuh nafsu birahi itu. kepalanya yang tertutup kerudung lebar menimbulkan sensasi yang langsung membuat keempat pria di sana mengocok kontol masing-masing yang kembali tegak.
Setelah itu ustazah lia masuk ke mobil yang kemarin menjemputnya. Sang sopir sesaat menatap pemandangan yang baru kali itu dia lihat. Penisnya mendadak menegang di balik celananya. “Ahh, lonte lonte, sayang aku Cuma sopir, gak mungkin kuat bayar lonte muslimah seperti ini,” keluhnya. Lalu diinjaknya gas dan perlahan mobil itu meninggalkan villa kaliurang tempat 24 jam ustazah lia memadu syahwat dengan empat pria bukan muhrimnya itu.
Saat hampir mencapai area kampus, ustazah lia mengirim sms meminta ustazah raudah menjemputnya tidak jauh dari area asrama syahamah. Sengaja dia meminta ustazah raudah menjemputnya di tempat gelap yang jarang ada orang nongkrong itu. lalu dimintanya juga ustazah raudah membawakannya bawahan mukena. untuk bagian pinggang ke atas tubuhnya toh kerudung lebarnya masih sanggup menutupi.
Sebelum keluar dari mobil, ustazah Lia menengok dulu kanan kiri. Dia sengaja meminta berhenti di jalan yang gelap, tepat di mana dia meminta ustazah raudah menunggunya. Saat itu jam 8 malam. Sudah dilihatnya ustazah raudah dan motornya menunggu di pinggir jalan.
“Ukhti?” ustazah raudah menatap sang ukhti heran. Dilihatnya sosok yang keluar dari mobil tanpa mengenakan pakaian, hanya memakai kerudung lebar itu. Ustazah lia tersenyum binal. Diraihnya bawahan mukena yang dibawakan ustazah raudah kemudian setelah menengok kanan kiri memastikan bahwa tak ada orang yang akan melihatnya, dia langsung memakainya.
“Ayo, ukhti, kita pulang,” begitu katanya sambil langsung naik ke sepeda motor di belakang ustazah Raudah. Di belakang kemudinya, si sopir mengamati sampai mereka berdua hilang dari pandangannya. Lalu dia kembali mengeluh sebelum menjalankan mobilnya. Dia tak langsung pulang melainkan mampir dulu ke sarkem, tempatnya memuaskan birahi yang bergejolak setelah melihat tubuh seksi ustazah lia, dengan membayar pelacur harga murah di sana. Hanya itulah tipe pelacur yang bisa dia sewa, bukan tipe pelacur alim seperti ustazah lia yang harganya tak terjangkau gajinya.
Hari Minggu.
Hari itu Ustaz karim akhirnya benar-benar berangkat melaksanakan tugas yang diembannya dari kepartaian. Kepergiannya ke luar negeri yang berdasarkan rencana akan memakan waktu satu semester itu diantar oleh Alif dan Ustazah Aminah sampai di bandara. Sebelumnya sudah dilakukan acara perpisahan dengan semua rekan dan kolega di sekretariat umum kerpartaian. Termasuk umi lilik dan abu fawaz juga hadir. Ustazah Aminah tentu saja merasa sedih meski dia berusaha juga untuk membuat kadar kesedihannya nampak lebih besar daripada yang benar-benar dirasakannya. Sementara itu Alif berusaha keras mengekang perasaan gembira dalam hatinya. Betapa tidak, dengan berangkatnya sang ayah, rencananya untuk mengentot ibunya menjadi makin mulus.
“Jaga umi baik-baik ya Lif,” ucap ustaz karim sambil memegang bahu anaknya.
Alif mengangguk. “Siap Abi,” begitu jawabnya pendek sambil menunduk. Dalam hatinya dia menambahkan, “akan kuentot habis-habisan umi dan kupuaskan syahwatnya setiap hari.”
“Abi, jangan lupa ngabarin umi sesering mungkin ya,” ucap umi aminah sambil memeluk suaminya. Ustaz karim mengelus-elus punggung istrinya itu. semenjak dia mengentot ustazah raudah entah kenapa dirinya menjadi kurang berhasrat pada istrinya itu. dia tak pernah tahu bahwa istrinya tahu soal skandal yang dia buat itu.
“Iya umi, doakan ya biar tugas abi lancar,” begitu jawabnya.
Akhirnya perpisahan yang nampak mengharukan itu pun usai. Selesai keberangkatan ustaz karim, ustazah aminah dan alif pun kembali ke asrama syahamah. Alif langsung pergi ke kamarnya sementara umi aminah duduk di tepi ranjangnya. Benaknya dipenuhi oleh berbagai pikiran membuatnya pusing. Dari mulai birahinya yang terus menerus meminta mengulang adegan malam-malam mengentot Alif sampai khayalannya yang akhir-akhir ini semakin sukar dia kendalikan.
“Aduhhhhh,” rintihnya sambil memegang kepalanya. Pusing di sana tak tertahankan. Dibaringkannya tubuhnya di ranjang, berharap rasa pusing itu bisa sedikit reda. Dia sudah pernah mencoba meminum obat pereda sakit kepala akan tetapi tanpa hasil. Karena itulah kini dia sama sekali tak berniat meminum obat sama sekali. Dengan bantalnya ditekannya kepalanya dari atas. Cara itu biasanya membuat sakit kepalanya sedikit reda memang.
Ustazah aminah sedikit menduga-duga mungkin rasa pusing di kepalanya itu karena pikirannya terlalu banyak menanggung beban. Dia juga tak menyangkal bahwa dirinya masih menyimpan rasa marah pada ustaz karim karena merasa dikhianati. Belum lagi dia juga merasa kesal karena suaminya seolah tidak lagi bernafsu melihat dirinya. Tak heran dia menemukan dirinya sebenarnya tak terlalu sedih juga ditinggal oleh suaminya. Satu-satunya pria yang kini sering mengisi mimpinya adalah anaknya, Alif, pria yang memiliki kontol besar.
“Kontoooolll,” begitu tanpa sadar dia mendesah. Lalu dia kaget sendiri dan mengangkat bantal yang menutupi kepalanya. Diedarkannya pandangannya ke sekitar kamar, untung tak ada alif. Dia merasa sangat malu jika sampai anak kandungnya itu mendengar desahannya.
Merasa mentok tak bisa mengatasi masalahnya, ustazah aminah kemudian memutuskan untuk curhat ke umi lilik hamidah. Diraihnya hpnya dan dia langsung menghubungi kontak sang umi.
Terdengar ucapan salam dari seberang. Umi aminah pun menjawabnya.
“Ada apa umi?” umi lilik hamidah langsung mengajukan pertanyaan. Dia memang sudah bisa menebak apa yang akan diceritakan oleh umi aminah sesuai dengan rencana alif, akan tetapi dia jelas harus berpura-pura tidak tahu.
“Emm, umi, ana mau curhat. Umi sibuk enggak.”
“Ah kaya sama siapa saja antum ini. Ayo kalau mau curhat, tentang apa nih?”
“Makasih umi,” ustazah aminah merasa terharu. Dia sama sekali tak mengira bahwa di balik kebaikan umi lilik itu ada rencana jahat tersembunyi. “Begini, umi....” ustazah aminah lalu menceritakan masalahnya tentang rasa sakit di kepalanya yang menjadi-jadi belakangan ini. Tentu dia tak menceritakan tentang hubungannya dengan alif ataupun bahwa rasa sakit itu selalu hilang jika nafsu birahinya sudah dilampiaskan.
“Nah gitu umi, gimana menurut pandangan umi?” demikian ustazah aminah mengakhiri ceritanya dengan mengajukan pertanyaan.
“Oh gitu ya. Gampang umi, ana ada saran bagaimana kalau ke pengobatan alternatif saja?”
“Pengobatan alternatif? Gak mau ah umi, biasanya itu penuh dengan syirik.”
“Lha tapi kan antum sudah nyoba minum obat dan tidak bisa sembuh kan? Menurut ana alternatifnya ya itu.”
“Mmmm gak ada yang lain, umi?” Ustazah Aminah masih merasa ragu.
“Gak ada umi, eh jangan lupa lho dalam agama kita pun ada kepercayaan bahwa penyakit-penyakit yang disebabkan guna-guna itu ada lho umi. Siapa tahu justru gejala seperti itu yang menimpa umi sekarang.”
“Ahhh masa iya umi?”
“Iya. Umi juga dulu pernah ngalamin. Nah kalau antum setuju, besok ana antar deh ke tokoh pintar pengobatan alternatif. Tenang saja dia prakteknya enggak pake nyentuh-nyentuh dan ritual syirik kok, antum nanti Cuma diajak ngobrol. Yah, tapi orangnya memang agak nyentrik sih.”
“Nyentrik gimana umi?” ustazah aminah mulai terpancing.
“Nah, udah deh, besok saja umi antar, oke? Biar antum cepat sembuh.” Di seberang sana umi lilik tersenyum senang.
“Emmm, baiklah umi kalau gitu. Ana percaya umi.”
“Oke, oke, nah sekarang antum istirahat saja. Pokoknya sama umi ditanggung beres, hehe,”
“Umi bisa saja. Makasih banyak ya umi. Antum selalu bantu ana nih. Maap ana merepotkan.”
“Hushh, merepotkan apanya. Antum sudah ana anggap saudara sendiri kok. Ana seneng bisa bantu.”
“Heehee, iya umi,”
Ustazah aminah kemudian menutup telponnya setelah mengucapkan salam. Hatinya kini agak tenang, setidaknya ada kemungkinan dirinya bisa sembuh dari penyakit yang menjengkelkan ini. Dia kemudian turun dari ranjangnya dan mengetuk pintu kamar Alif.
“Lif, lif,”
Pintu pun terbuka. “Ada apa umi?”
“Besok alif antar umi ya.”
“Boleh, ke mana umi?”
“Ke rumahnya umi lilik. Nanti langsung ke pengobatan alternatif, umi agak sakit.”
“Ehhh, umi sakit apa?” Alif pura-pura terkejut.
“Sakit kepala lif, tadi kata umi lilik ini obatnya sepertinya bukan obat biasa.”
“Ada ada saja ya, yah yang penting umi cepat sembuh deh. Oke besok Alif siap ngantar.”
Ustazah Aminah tersenyum lalu menutup kembali pintu sambung itu. Alif masih berdiri di depan pintu. Dia tersenyum lebar. Ustazah Aminah tak tahu bahwa Umi Lilik sudah bersekongkol pula dengan Alif soal pengobatan Alternatif itu. pengobatan Alternatif itu hanya akal-akalan. Yang benar adalah umi lilik sudah menyewa seorang kenalannya untuk berpura-pura menjadi ahli pengobatan alternatif. Tentu saja ke depannya itu akan berfungsi memuluskan rencana alif untuk mengentot ibu kandungnya.
1678Please respect copyright.PENANAqqXN96SN6h
*
1678Please respect copyright.PENANAl1S7n0zPLF
Besoknya, dengan mengendarai mobilnya, ustazah aminah pergi ke rumah umi lilik. Tentu saja ustazah aminah yang menyetir karena alif belum punya SIM. Terlalu berbahaya membiarkannya menyetir. Karena memang jarak ke rumah umi lilik dari asrama syahamah tidak terlalu jauh, mereka pun cepat sampai ke sana.
Sampai di sana nampak Umi Lilik dan Abu Fawaz sedang mengobrol di meja yang ada di halaman. Ukhti sofia juga ada di sana. Dia menatap Alif agak lama saat alif dan umi aminah menghampiri mereka. Alif mencoba bersikap biasa. Sementara itu umi lilik nampaknya sudah siap berangkat karena dia sudah berdandan.
“Waduh waduh umi aminah, sama Alif, gimana kabarnya umi?” Abu Fawaz menyambut. “Duduk di sini duduk,” Abu Fawaz akan bangkit dari kursinya, karena kursi di sana hanya ada empat.
“Baik, abi, enggak usah abi, ana jemput umi kok, mau langsung pergi ini.” Jawab Umi Aminah. Alif menyalami Abu Fawaz.
“Oh gitu, baiklah, cepat-cepatan banget umi.” Sambung Abu Fawaz. Umi Lilik langsung mengambil tas kecil seperti yang biasa dibawa ibu-ibu sosialita di meja.
“Ana pergi dulu ya abi,” ucap umi lilik.
“Hati-hati di jalan, umi,” jawab abu fawaz. “Oya, umi,” Abu Fawaz berkata ke umi Aminah, “soal pengabdian ustazah di Kalicangkir itu, emm,” dia berhenti sejenak memandang ke istrinya, lalu dia melanjutkan, “Umi Habibah juga ingin ikut.”
Umi Habibah adalah istri kedua Abu Fawaz yang berusia tiga puluh tahunan.
“Oh begitu, beneran nih Abu?” Umi Aminah menatapnya.
“Iya, umi, bisa kan?”
“Oh, bisa, bisa abu, nanti ana konfirmasi ke umi Latifah. Berarti kuota tinggal satu orang. Oya sepertinya berangkatnya bulan depan, ana belum ada kejelasan lagi soal itu dari umi Latifah.” Jawab umi aminah. Setelah itu mereka berlalu.
Sekali lagi saat mereka bertiga berlalu, alif merasa bahwa ukhti sofia menatap kepergiannya. Dia masih sukar menebak sebenarnya apa yang ada di pikiran ukhti sofia saat itu. memang benar apa kata umi lilik bahwa untuk mendapatkan anaknya itu Alif harus benar-benar pelan pelan.
Ustazah Aminah menjadi sopir sementara Umi Lilik duduk di sampingnya sebagai penunjuk arah. Sementara itu Alif duduk di belakang. Sesekali mereka juga mengobrol dan sesekali tertawa ketika ada sesuatu yang lucu. Perjalanan itu lumayan lama khususnya karena daerah yang dituju ada di tengah perkampungan. Umi Lilik mengarahkan mobil yang mereka kendarai ke sebuah rumah kecil bercat hijau muda.
“Ini rumahnya, umi,” ucap Umi Lilik. Ustazah Aminah memarkir mobilnya di halaman yang sempit. Lalu ketiganya pun keluar dari mobil itu. sesekali Umi Lilik mengerling Alif tanpa sepengetahuan Ustazah Aminah. Alif hanya membalas dengan senyuman.
Setelah mengetuk pintu beberapa kali, barulah seseorang membuka pintu itu.
“Umi Lilik, selamat datang umi, kok tidak kabar-kabar dulu, untung ana tidak sedang keluar, masuk masuk,” orang itu langsung mempersilahkan mereka masuk.
Di luar sangkaan Ustazah Aminah, si ahli pengobatan alternatif yang mengenalkan diri sebagai Pak Sarjito itu ternyata berpenampilan rapi dan sederhana. Peci hitam bertengger di kepalanya. Senyum ramah juga selalu menghiasai bibirnya. Dalam hatinya Alif membatin bahwa pilihan Umi Lilik memang sangat tepat.
“Emm, gimana umi? Apakah umi sengaja datang ke sini hanya untuk silaturahmi, atau...” Pak Sardjito mulai berbicara lagi setelah disodorkannya tiga gelas teh hangat untuk tiga tamunya itu. kini mereka berempat duduk di karpet kembang-kembang hijau yang terhampar di ruang tamu rumah itu. rumah yang kecil memang dan nampak sederhana.
“Oh, yang pertama jelas silaturahmi, pak, kan silaturahmi itu memperlancar rezeki,” jawab umi Lilik sambil tertawa. “Yang kedua, saya mengantar teman saya ini, yang sudah seperti saudara sebenarnya. Ia sedang ada masalah, siapa tahu bapak bisa membantunya.”
Pak Sarjito menatap Ustazah Aminah lekat-lekat. Lalu dia tersenyum. “Ustazah menjabat di partai juga ya?” Dia menyebutkan jabatan ustazah aminah.
Ustazah Aminah terperanjat. Kata-kata pak sarjito memang tepat. Dia menoleh kepada umi lilik tapi umi lilik hanya tersenyum. Dengan senyumnya itu ustazah aminah memaknai bahwa sang umi tidak pernah menceritakan tentang ustazah aminah pada pak sarjito. Lalu dari mana bapak ini tahu?
“Benar pak?” jawab ustazah aminah. “Kok bapak bisa tahu?” sambungnya penasaran.
Pak sarjito kembali tersenyum. “Kadangkala kita memang diberi beberapa kelebihan oleh yang di atas, ana juga misalnya tahu bahwa hari ulang tahun ustazah sebentar lagi ya?” pak sarjito menyebut tanggal lahir ustazah Aminah.
Untuk kedua kalinya ustazah aminah terkejut. Tanggal yang disebutkan pak sarjito benar-benar tepat. Dalam hatinya mulai tumbuh kepercayaan bahwa pak sarjito memang benar-benar seorang linuwih. Maka dalam hatinya dia berharap bahwa penyakitnya ini bisa disembuhkan oleh bapak itu.
“Nah, kita mau ngobrol-ngobrol dulu atau gimana umi? Mau langsung ana diagnosis? Gimana perjalanan tadi? Gak ada masalah kan?”
Ustazah Aminah memandang umi lilik. Umi lilik lalu menjawab. “sepertinya langsung saja pak, toh perjalanan kami tadi tidak melelahkan kok. Lagipula hawanya di sini benar-benar segar.”
“Baiklah. Umi aminah bisa ikut saya ke ruangan sebelah. Umi Lilik tunggu saja di sini dengan Alif ya,” sahut pak sarjito. Untuk kali ini ustazah aminah tidak heran sebab tadi dia dan alif sudah memperkenalkan nama mereka kepada pak sarjito. Pak sarjito mendahului masuk ke ruangan yang dipisahkan oleh pintu kayu. Ustazah Aminah mengikuti.
“Paling Cuma setengah jam kok biasanya umi,” umi lilik berbisik di telinganya tadi.
Ruangan yang dimasuki ustazah Aminah adalah ruangan kecil, seperti kamar. Di sana tidak ada perabotan, hanya ada meja dengan dua kursi saling berhadapan. Ada setumpuk kertas di meja dan juga satu pulpen warna merah. Ruangan itu sangat bersih dan juga wangi. Pak sarjito duduk di satu kursi sementara dia memberi isyarat supaya ustazah aminah duduk di kursi satunya menghadap dirinya, dipisahkan oleh meja.
Dengan lega ustazah aminah duduk di kursi itu. bayangan-bayangan buruknya tentang pengobatan alternatif langsung hilang. Pikirannya merasa tenang dan untuk kesekian kalinya dia berterima kasih pada umi lilik yang telah membantunya untuk memecahkan masalahnya seperti sekarang ini.
“Nah, kini umi ceritakan saja masalah umi ke ana.” Begitu kata pak sarjito dengan sopan.
“Baik pak,” jawab ustazah aminah. Lalu dia mulai menceritakan masalah yang dia hadapi secara kronologis. Cerita yang dia kisahkan sama persis dengan ceritanya kepada umi lilik. Dengan kata lain, ada beberapa bagian yang dia sembunyikan terutama yang berkaitan dengan hubungan seksualitasnya dengan anak kandungnya sendiri yaitu Alif.
Sepeninggal ustazah aminah dan pak sarjito, di ruang tamu, Alif menggeser duduknya ke samping umi lilik yang duduk bersandar di dinding sambil senyum-senyum. Kepalanya mendekat ke telinga umi lilik kemudian dia berbisik, “Umi cantik sekali.”
“Cantik siapa sama umi aminah?” jawab umi lilik.
“Mmmmm, sebelas dua belas deh,” jawab Alif sekenanya. Tangannya perlahan menyentuh paha umi lilik, mengelus-elusnya pelan.
“Pinter ngeles ya sekarang,” jawab umi lilik, lalu dia tersenyum.
“Iya dong, suaminya umi lilik gitu,”
Umi lilik mengikik tertahan. Hari itu umi lilik mengenakan gamis modern warna abu-abu dengan hiasan kembang-kembang merah di beberapa bagian. Kerudung yang dia kenakan adalah kerudung biru sepinggang. Kakinya, sebagaimana biasanya para akhwat dan ummahat, ditutupi oleh kaus kaki panjang warna cokelat.
Tangan Alif semakin giat menggerayangi paha umi lilik. Bahkan kini tangannya yang satu lagi mulai nakal merangkul pinggang umi lilik. “Nakal ya, gak pandang tempat kamu ini,” umi lilik berbisik di telinga Alif. Hembusan nafasnya terasa hangat menggairahkan.
Alif tak menjawab. Dia baru akan menyentuh dada umi lilik ketika umi lilik mendadak bangkit. Ternyata dia mau menutup pintu rumah. Saat melangkah itu digeol-geolkannya pinggulnya membuat Alif senyum-senyum senang. Lalu umi lilik kembali duduk, kali ini disandarkannya tubuhnya di dada Alif. Alif memeluk tubuh umi alim sahabat ibu kandungnya itu.
“Umi tadi malam ngentot enggak sama abu fawaz?” Tanyanya. Tangannya meremas-remas payudara umi lilik dari balik gamis.
“Unghh, iya dong sayang,” jawab umi lilik. Kepalanya menengadah tepat di bawah dagu Alif.
“Enak? Sampai orgasme enggak?” kini tangan Alif menngelus-elus dagu umi lilik lembut.
“Enak apanya. Baru lima menit dia sudah ngecrott. Beda benar sama kamu,” nafas umi lilik terdengar mulai memburu. Remasan alif di payudaranya terasa nikmat. Dia yakin puting susunya yang tak terlindungi beha sudah mencuat di balik gamisnya.
“Hehe, Alif entotin sekarang ya?” bisik Alif lagi.
“Tap...mmmmmm,” kata-kata umi lilik terputus karena bibir Alif sudah melumat bibirnya dengan ganas. Dibalasanya lumatan itu dengan penuh kenikmatan. Memang posisi kepalanya yang tepat di bawah kepala Alif terlalu menggoda bagi Alif untuk dilewatkan. Dihisap-hisapnya bibir ustazah itu penuh gairah. Di bawah, satu tangannya membimbing tangan umi lilik ke selangkangannya, diusap-usapkannya lembut, membangkitkan kontolnya yang mulai menggeliat.
Tak perlu disuruh, umi lilik mengusap-usap kontol yang selalu dirindukannya itu. bibir keduanya masih saling melumat, berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan bunyi supaya tidak ketahuan ustazah aminah yang sedang menceritakan sakit kepalanya pada pak sarjito di ruangan sebelah.
“Sayang, waktu kita sedikit, jangan lama-lama,” bisik umi lilik di sela gairah syahwatnya yang memburu.
Alif mengerti. Mereka hanya memiliki waktu setengah jam. Sangat singkat, tapi dia sudah ahli menatur tempo permainan, maka disambutnya juga kesempatan mengentot umi lilik saat itu. “Buka resletingku sayang,” bisiknya di telinga umi lilik. “Alif sudah lama tak disepong ustazah alim istriku ini,” sambungnya sambil meremas pantat umi lilik.
Umi lilik langsung pindah posisi jongkok di depan selangkangan alif. Alif menyelonjorkan kakinya supaya mudah membuka risleting. Sreeeek, lalu dengan penuh gairah umi lilik mengeluarkan kontol alif. Ternyata saat itu Alif pun tidak mengenakan celana dalam.
“Umi pun tidak pakai celana dalam, sayang,” bisik umi lilik membangkitkan gairah Alif.
“Uhhhh,” Alif hanya bisa melenguh tertahan saat mulut binal umi lilik mulai mengulum dan menghisap-hisap penisnya. Ada gairah tersendiri bercumbu dengan umi lilik sementara di ruangan sebelah ibunya sewaktu-waktu bisa saja keluar dan memergoki mereka. Tangannya dengan lembut mengusap-usap kepala umi lilik yang turun naik dengan penuh semangat.
Slllppp sllllp sllllp, suara khas kuluman umi lilik di kontol alif teredam suara percakapan umi aminah dan pak sarjito di ruangan sebelah yang lumayan keras. Mereka berdua mencoba sebisa mungkin bercumbu tanpa mengeluarkan suara berisik. Walau bagaimanapun mereka berdua tak mau menimbulkan kecurigaan umi aminah.
“Terus sayang, terusss, ahh nikmatnya,” bisik Alif. Tangannya meraba-raba cuping telinga umi aminah dari balik kerudungnya. Umi lilik sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya merasakan geli campur nikmat dari usapan alif itu. jika mengikuti nafsunya maka sekarang dia sudah menelanjangi tubuh anak muda yang sudah dia anggap suami keduanya itu.
“Umii, ahhh, sudah umii, giliranku,” seru alif lagi saat dirasakannya hisapan umi lilik sudah membangkitkan gairahnya terlalu tinggi. Suasana tegang takut ketahuan ibunya ini memang membangkitkan syahwatnya lebih cepat. Hisapan dan kuluman umi lilik pun terasa lebih nikmat daripada biasanya.
Umi lilik menyudahi kulumannya. Dia duduk dan menjilat jilat bibirnya dengan lidahnya menggoda. Alif yang tak tahan langsung berdiri menarik umi lilik dan melumat bibirnya dalam posisi seperti itu. sementara tangannya menarik ujung gamis yang dipakkai umi lilik, menariknya ke atas perlahan lahan sampai ke pinggang.
Lalu perlahan pula Alif menurunkan tubuhnya menggelitik dada dan perut umi lilik dengan kepalanya, lalu kepala itu pun mencapai memek umi lilik yang sudah terbuka karena gamisnya yang tersingkap. “Slllurrrpppp slurrppppp,” bunyi jilatan lidah Alif terdengar pelan di ruangan itu. satu tangan umi lilik memegang ujung gamisnya menjaganya supaya tidak menutupi kepala Alif, sementara satu tangannya lagi meremas-remas rambut Alif menyalurkan gairahnya. Digigit-gigitnya bibirnya, menjaga supaya dia tidak mengeluarkan desahan keras. Lidah Alif terasa menggoda area-area sensitif di selangkangannya membuat lututnya terasa lemas ingin duduk. Akan tetapi dikuatkannya kakinya menopang tubuhnya supaya alif bisa terus menikmati sensasi menjilati memeknya yang sudah basah itu.
Andai ustazah aminah keluar dari ruangannya saat itu, maka dia akan mendapati pemandangan yang sangat menggairahkan. Seorang ustazah sedang berdiri dengan gamis tersingkap sampai ke pinggang, memeknya sedang dijilati oleh anak kandung ustazah aminah dengan liar. Paha ustazah itu nampak putih bersih, di bawah lututnya kaus kaki warna cokelat menutupi sampai ke telapak kakinya. Satu tangan alif memeluk paha umi lilik dengan kuat, sementara tangannya yang satu lagi mengelus-elus betis umi lilik yang ditutupi kaus kaki itu.
“Ahhh, sayanggg,” umi lilik tak tahan juga mengeluarkan desahan pelan. Sentuhan tangan alif di betisnya terasa membuat bebuluan di sana meremang. Nikmat. Sementara lidah alif juga semakin liar dan kini mulut anak itu mencucup klentitnya membuat matanya merem melek menikmati rangsangan yang penuh kenikmatan itu.
“Kulitmu halus sekali umiku,” bisik alif di sela kucupannya. Jemarinya sesekali masuk ke bagian atas kaus kaki, menariknya membuat kaus kaki itu meregang, kemudian melepaskannya. Sensasi permainan alif itu terasa membuat memek umi lilik makin basah. Air liur alif sudah membasahi jembutnya juga membuat pinggulnya bergerak-gerak tak tahan. Geli campur nikmat. Di bawah, kontol Alif sudah berdenyut-denyut mengharapkan secepat mungkin menemukan sarangnya, gua suci sang ustazah yang tersembunyi di balik rimbun bulu-bulu hitam basah di selangkangan umi lilik hamidah.
Alif menyudahi jilatannya dan kembali berdiri. Direngkuhnya pinggang ramping umi lilik dan dipeluknya erat. Keduanya kembali saling melumat bibir dan saling bertukar lidah dalam rongga mulut mereka. Kehangatan menyebar membuat dada mereka kian berdebar merasakan percumbuan terlarang di ruang tamu rumah itu.
Setelah puas, alif melepaskan pelukannya, lalu dia kembali memasang posisi duduk berselonjor sambil bersandar di dinding. Kontolnya tegak mengacung melalui risleting celananya yang terbuka. Masih dengan memegang ujung gamisnya, umi lilik mengambil posisi menghadap alif, memeknya dipaskannya ke kepala kontol alif yang mengembang seperti jamur itu. setelah merasa pas diturunkannya tubuhnya perlahan....
“Sleeepppp,”
“uhhh,” keduanya mendesah bersamaan saat memek dan penis bersatu. Umi lilik melepaskan pegangannya di ujung gamisnya dan tangannya kini menekan bahu alif pelan. Ujung gamis itu pun turun menyungkup pinggang dan selangkangan alif. Di bawahnya, tertutupi gamis itu, kontol alif mulai menujah-nujah memek umi lilik seiring dengan gerakan umi lilik yang menaikturunkan tubuhnya.
“Memekmu hangat sekali umi istriku,” bisik alif. Kepalanya menengadah, menatap wajah umi lilik yang menunduk balas menatapnya.
“Hhhng hhhnngg, kontolmu keras sayang,,” jawab umi lilik. Matanya menatap mesra wajah alif. Dengan tangannya, dipegangnya dan dielus-elusnya pipi anak itu. tangan alif kini mulai bergerak meraih pinggang umi lilik. Sementara tangannya yang satu lagi meremas-remas payudara umi lilik yang membusung terlindungi gamisnya.
“Umi cantik, umi menggairahkan, pengen ngentotin umi terusss, ahh, umi, umi,” Alif kembali berbisik penuh gairah. Payudara umi lilik terasa lembut bergerak-gerak seirama remasannya. Dia ingin merobek gamis itu dan menghisap-hisap susu di baliknya tapi dia teringat ibunya yang sebentar lagi keluar dari ruangan sebelah. Maka ditahannya hasratnya dan sesekali digerakkannya pinggulnya mengimbangi kocokan memek umi lilik yang terus menaik turunkan pinggulnya itu.
“puaskan umi sayang, puaskan istrimu ini,” jawab umi lilik. “Memek umi Cuma puas oleh kontol besarmu.” Sambungnya lagi. Tangannya meremas-remas bahu alif lalu bergerak nakal ke belakang lehernya menyusuri ke bawah ke alur punggung alif membuat alif menggeliat-geliat kegelian.
“Iya umi, kuentot kamu di mana pun. Kuentot kamu kapanpun.”
“Bahkan saat umimu ada di kamar sebelahhh....” sambung umi lilik. Dia mengikik pelan. Pinggulnya bergerak-gerak memutar membuat kontol alif serasa dihisap ruang hampa rongga memek umi lilik. Terasa nikmat dan membuat penisnya berkedut-kedut kian menegang.
Sesekali Alif menoleh ke pintu ruang sebelah. Masih terdengar sesekali suara ustazah aminah di sana meski tak jelas apa yang dikatakannya. Tangan alif meremas-remas pinggang umi lilik yang sudah setua itu masih terasa ramping dan sekal. Hanya di bagian perutnya memang sedikit menggembung ke depan, tapi itu justru membuat umi yang alim itu makin menggairahkan di mata alif. Dielus-elusnya perut itu dengan tangannya yang menyelinap ke balik gamisnya.
“Uuuuuh uuhhhhh, kamu suka perut umi sayang?” tanya umi lilik sambil mengelus-elus rambut alif.
“Suka sekali umi, pengen alif puncratin mani alif di pusar umi,” sahut alif tak kalah liarnya.
“Umi sukaa sayang, umi suka kamu yang liarr seperti itu,”
“Terus gerakin pinggul umi, terusss, nah gitu, ahh ahh, nikmatnya umi, nikmatttt,” racauan alif pelan terdengar menimpali bisikan umi lilik.
Persetubuhan terlarang kedua insan itu kian panas di ruang tamu. Di kamar sebelah, ustazah aminah baru selesai menceritakan semua kisahnya. Pak sarjito nampak merenung sejenak. Kemudian dia mengajukan pertanyaan untuk memperjelas: “jadi umi sudah mencoba mengobati dengan menggunakan obat standar, dan tidak berkurang?”
Ustazah Aminah mengangguk. “tidak berkurang sama sekali, pak, malah terasa kian sakit kepala ini.”
Pak sarjito mengangguk-angguk. Kemudian mulutnya komat-kamit sementara matanya dipejamkannya. Ustazah aminah menatapnya tanpa mengatakan apapun. Dia bingung dan hanya bisa menunggu.
Ada sekitar lima menitan pak sarjito bersikap seperti itu. lalu masih dengan mata tertutup, tangannya meraih satu kertas putih dan pulpen merah. Tangannya mencoretkan sesuatu dengan cepat di sana. Umi aminah ingin mengintip apa yang dituliskan pak sarjito akan tetapi dia merasa segan juga. Maka dia memilih tetap menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Uhhhhhh uhhhhh, umi hampir keluar sayanggg,” di ruang tamu umi lilik berbisik di telinga alif. Tangannya kian kuat meremas bahu alif. Dirasakannya keringat mulai muncul di leher anak itu.
Alif balas mendesah. Dia juga merasakan kedutan di penisnya makin kerap setiap kali dirasakannya memek umi lilik menekan dari atas. “Alif juga umi, ahhh, terus tekan umiii,” balasnya.
Plopp ploppp ploppp, suara peraduan memek dan kontol di ruang tamu itu teredam oleh gamis umi lilik yang menyungkup selangkangan Alif. Tangan alif meraih kaki umi lilik dan kembali meremas-remas betis umi lilik yang terlindungi kaus kaki cokelatnya.
“Auhhhh, umi...umii....nghhhhhhmnn,” Umi Lilik seperti tersedak. Pinggulnya bergoyang makin liar. Alif yang tahu umi lilik hampir mencapai orgasme lalu meraih tubuh umi lilik dan mendorongnya terlentang. Ditusukkannya penisnya kuat-kuat ke lubang kenikmatan itu. sesuatu terasa bergerak cepat dari pangkal penisnya ke kepala penisnya.
“Uuuuuuhhhhhhhhmmmm,” lenguhan panjang umi lilik diredam oleh bibir alif yang melumat bibir umi lilik. Selangkangan keduanya menyatu kuat-kuat. Vagina umi lilik mengempot kuat sebelum kemudian memancutkan cairan orgasmenya seiring dengan pancutan mani alif yang juga mencapai orgasme pada saat yang bersamaan. Keduanya saling memeluk erat dengan mulut saling melumat saat puncak kenikmatan itu datang. Lalu tubuh yang tergeletak di atas karpet ruang tamu itu mengejat-ngejat dan berkelojotan beberapa saat sebelum kemudian diam.
“Hhh hhh hhh,” nafas umi lilik terdengar memburu saat akhirnya alif melepaskan bibirnya. Dengan hati-hati alif mengangkat tubuhnya, melepaskan kontolnya dari memek hangat umi lilik hamidah. Saat itulah mereka berdua mendengar ucapan ustazah aminah yang nampaknya hampir keluar dari ruangannya.
Dengan cepat alif memasukkan penisnya yang berlumuran cairan kenikmatan umi lilik ke dalam celananya, risletingnya ditutup langsung. Penisnya yang masih menegang terasa mengganjal dan nampak bagian selangkangannya kembung. Dia langsung duduk bersila membelakangi pintu rumah, pura-pura memegang gelas teh hangat sambil mencoba sebisa mungkin menenangkan nafasnya yang tak teratur.
Umi lilik juga langsung membenahi gamisnya dan duduk bersimpuh membelakangi dinding, agak jauh dari alif. Diusapnya keringat yang muncul di wajahnya dengan kerudung lebarnya. Dia lalu menundukkan kepalanya berlagak mengamati layar hpnya.
Beberapa detik kemudian, ustazah aminah keluar dari ruangan sebelah diikuti oleh pak sarjito. Tak ada prasangka apapun pada diri ustazah aminah melihat kedua orang yang menantinya di ruang tamu itu. dia langsung duduk di dekat umi lilik dan meraih gelas tehnya.
“Sudah umi?” tanya umi lilik dengan suara yang diusahakannya sebisa mungkin biasa. Di bawah, di selangkangannya, dirasakannya air mani alif mengalir keluar sedikit, membasahi jembutnya.
“Sudah umi,” jawab ustazah aminah sambil mengangguk pula ke arah pak sarjito yang kini duduk bergabung di dekat mereka. Mereka berempat kemudian mengobrol beberapa saat. Beruntung bahwa yang banyak berkata saat itu adalah ustazah aminah dan pak sarjito sehingga baik alif maupun umi lilik bisa dengan mudah mengatur nafas mereka setelah persetubuhan yang sangat menegangkan tadi.
Kemudian mereka bertiga pamit pulang. Kepergian mereka diantar oleh pak sarjito sampai ke ambang pintu.
“Bagaimana tadi umi?” tanya umi lilik dalam perjalanan pulang.
“Lancar, umi,” sahut ustazah aminah. “Tadi pak sarjito memberikan amplop berisi kertas yang sudah ditulisi. Katanya ana boleh membuka dan membacanya saat sudah sampai ke rumah. Isinya adalah petunjuk pengobatan.”
“Oh gitu,” jawab umi lilik. Tangannya meletakkan tasnya di atas pangkuannya. Cairan mani alif yang keluar dari memeknya membasahi sedikit gamisnya di area selangkangannya, maka dia menutupinya dengan tas itu. “Memang begitu kok cara pengobatannya.”
“Memang nyentrik ya umi,” sambung ustazah aminah sambil tersenyum. Matanya asyik mengamati jalanan sambil memajukan mobilnya.
“Hehe, apa kata umi,” jawab umi lilik. Tangannya sibuk dengan hpnya. Dia sedang melakukan transaksi internet banking, mentransfer uang bayaran yang dia janjikan bersama alif untuk pak sarjito, tokoh ahli pengobatan jadi-jadian sewaan dia tadi. Setelah beres, dia menolehkan kepalanya ke belakang ke arah alif yang duduk bersandar di jok belakanng.
“Alif kok diam saja?” matanya mengedip memberi kode.
“Hehe, bagi alif sih yang penting semua beres ya kan mi?” dia balas mengedipkan matanya.
“Iya sayang,” ustazah aminah membalas dari belakang kemudi.
Setelah mengantarkan umi lilik ke rumahnya, ustazah aminah langsung pulang bersama alif. Dirinya merasa sangat penasaran dengan isi amplop dari pak sarjito tadi makanya dia menolak ajakan mampir dari umi lilik. Satu-satunya yang diinginkannya saat itu adalah segera sampai ke asrama syahamah dan mengetahui apa saran pengobatan yang diajukan oleh pak sarjito.
Sampai di asrama syahamah, alif yang tahu bahwa ustazah aminah membutuhkan waktu privat untuk membuka amplop itu langsung pergi ke kamarnya sendiri. Sementara itu, ustazah aminah langsung duduk di pinggir ranjangnya setelah mengambil amplop dari tasnya yang lalu dia letakkan di atas meja.
Dengan hati berdebar, ustazah Aminah membuka amplop itu. Hanya ada selembar kertas di sana. Kertas warna putih dengan tinta merah. Dibacanya coretan singkat dengan tulisan tangan buruk yang tertulis di sana, dan dia tersentak. Isi surat itu sederhana dan singkat. Diagnosis si ahli pengobatan alternatif itu ternyata bahwa ada orang iri yang mengguna-guna umi aminah dengan guna-guna yang sangat ampuh. Guna-guna itu dilakukan dengan ritual persetubuhan seorang ibu dengan anak kandungnya selama tujuh hari tujuh malam. Akibat dari guna-guna itu, selama tiga bulan orang yang dikenai guna-guna akan merasa sakit di kepala, lalu setelah itu dia akan meninggal.
Solusi penyembuhannya hanya ada satu cara, demikian tertulis di kertas itu. ustazah aminah harus bersetubuh dengan anak kandungnya selama empat minggu. Dengan demikian guna-guna itu akan berbalik kembali pada si pengirim dan ustazah aminah akan sembuh total.
1678Please respect copyright.PENANAkDjMjKYjvp
*
1678Please respect copyright.PENANAooH3YcYXFf