Bagian 13: Pesta Ultah Ustazah Aminah
2495Please respect copyright.PENANAqcB8HWd2CH
Ustazah Aminah menatap kertas putih dengan coretan warna merah itu sambil meraba kepalanya yang akhir-akhir ini semakin pusing. Saat itu dua hari setelah dia pergi ke pengobatan alternatif bersama umi lilik dan dia masih belum mengambil keputusan langkah apa yang akan dia ambil. Dia masih bimbang. Kemarin dia sudah mengunjungi umi lilik, berdebat panjang dengannya yang intinya umi lilik mendukung keputusan pengobatan alternatif itu.
2495Please respect copyright.PENANAvd31W4I7aF
“Di satu sisi antum kan tidak mau, umi, jelas, ana juga tak bakalan mau dalam kondisi biasa, tapi ingat bahwa ini mungkin satu-satunya cara supaya antum sembuh. Ustaz karim sudah berangkat, kan? Nah, ana yakin penyakit pusing di kepala antum akan semakin menjadi-jadi juga karena antum sudah tak memiliki pelindung sama sekali. Jadi kalau menurut ana ini merupakan satu-satunya pilihan buruk di antara beberapa yang paling buruk.”
Ustazah Aminah diam. Lalu dia mengangkat kepalanya sambil berkata ragu, “Tapi....masa sama Alif, umi, anak kandung ana. Sama pria lain pun haram, apalagi sama anak kandung sendiri, makin haram itu.”
2495Please respect copyright.PENANAQ4XJc3aW4S
“Aisshhh,” Umi Lilik mengibaskan tangannya. “Ingat bahwa darurat itu membolehkan segala yang haram. Antum pasti sudah paham itu.”
Umi Aminah semakin menunduk.
“Sambil diminum tehnya, umi,” Umi Lilik mencoba mencairkan suasana. Didahuluinya mengambil gelas teh. Umi Aminah menyusul. Umi Lilik tersenyum dalam hatinya. Sesuai petunjuk Alif, dirinya sudah mencampurkan obat perangsang juga ke dalam teh umi Aminah.
“Emm, umi,” Umi Aminah berkata dengan ragu. “Kalaupun misalnya ana mengambil saran pengobatan ini, gimana menurut umi langkah-langkahnya?”
“Begini, antum sudah ngobrol dengan Alif belum, umi?” Umi Lilik malah balas bertanya.
“Be..belum, umi, ana malu.” Umi Aminah nampak gelisah.
“Nah, menurut ana sebaiknya antum sesegera mungkin ngobrolin ini dulu sama Alif. Hal semacam ini tak mungkin diobrolin melalui perantara. Yang perlu diobrolkan itu misalnya kesediaan dia ataupun masalah peraturan yang harus disepakati antara kalian berdua. Toh ini kan hanya untuk pengobatan, jadi hubungan antum dengan Alif jelas tidak sesederhana hubungan suami istri antara antum dengan ustaz karim.”
Saran Umi Lilik terdengar sangat bijak di telinga umi Aminah. Meski demikian, hati kecilnya jelas menduga bahwa Alif dengan senang hati akan menyetujuinya. Demikian juga dirasakannya dalam dirinya ada keinginan yang kuat untuk menggunakan momen ini supaya dia dapat menikmati kontol Alif anak kandungnya itu dalam keadaan sadar. Dengan kata lain, jika sekarang dia nampak ogah-ogahan di depan umi Lilik, dia hanyalah membangun imej supaya dirinya tidak terkesan murahan. Dia membutuhkan dukungan sehingga seolah-olah dirinya mau menuruti saran pengobatan itu setelah mendapatkan saran tambahan dari umi Lilik.
Di sisi lain, Umi Aminah juga berpikir bahwa selain nanti pusing di kepalanya bisa sembuh, dia juga bisa sekalian menuruti saran Ustazah Lia supaya anaknya nanti tidak terjerumus pada pelacuran yang kotor.
“Baiklah, umi, nanti ana akan ngobrolin ini dulu dengan Alif.” Akhirnya umi Aminah mengambil keputusan.
“Nahh, begitu, ana ikut bahagia jika sakit antum kemudian sembuh.” Umi Lilik tersenyum senang. “Oya, umi sebaiknya nanti kawin kontrak saja, umi, untuk mengurangi dosa.”
“Kawin kontrak?” Umi Aminah bertanya heran. Setahunya dari kepartaian kemarin kemarin pernah menggalang demonstrasi menolak praktek itu saat musim-musimnya isu tentangnya merebak. “Bukannya itu tak boleh, umi?”
“Sekali lagi, umi, ini kondisi darurat. Daripada nanti antum hukumnya zina, kan lebih baik kawin kontrak.”
“Sama anak kandung ana, umi?” Ada desir gairah di dada umi Aminah hanya membayangkan pun.
Umi Lilik mengangguk. “Iya, umi, nanti diputuskan saja durasinya empat minggu, sesuai saran pengobatan itu. Nah, yang namanya kawin kontrak nanti yang penting itu ada saksi. Antum bisa ngambil ustazah dari asrama saja untuk jadi saksi, dua orang misalnya. Biar kisah antum ini nantinya tidak tersebar keluar.”
Umi Aminah mengangguk-angguk paham. Dia tambah lega karena berpikir bahwa setidaknya dia tidak berzina tapi melakukan kawin kontrak yang legal. Tinggal berpikir siapa nanti yang akan dia jadikan saksi. Pikiran pertama dia jelas ke ustazah lia, yang kedua mungkin ustazah raudah. Walau bagaimanapun keduanya adalah dua ustazah yang paling dekat dengannya.
2495Please respect copyright.PENANACl8UVlg467
“Umi,” lamunan Umi Aminah buyar oleh suara sapaan Alif. Alif saat itu sudah ada di dekatnya, mengenakan baju rapi dan langsung duduk di depannya. “Ada apa umi kok kelihatannya serius banget memanggil Alif.”
Umi Aminah menghela nafas dalam-dalam sebelum kemudian dia berkata. “Alif enggak sibuk kan?”
“Ah, Alif sibuk pun kalau buat umi pasti ada waktu kok,”
“Serius sayang,” sahut ustazah Aminah sambil memasang mimik serius.
“Iya umi, nih Alif santey-santey gini kok,” jawab Alif. “Serius banget umi, Alif jadi deg-degan.”
Ustazah Aminah kembali menghela nafasnya. “Umi butuh bantuanmu, sayang.”
“Oke, mi, bantuan apapun pasti Alif berikan kalau untuk umi.” Sahut Alif. “Alif sayang umi.” Ditatapnya ibu kandungnya itu dengan tatapan seperti ingin menelanjangi.
Ustazah Aminah menelan ludahnya. “Serius? Apapun?”
“Apapun, umi.” Alif mengangguk untuk menegaskan ucapannya.
“Mmm, bagaimana kalau umi minta Alif nikah sama umi?” Ustazah Aminah menatap anaknya lekat-lekat. Untuk sesaat, seperti orang yang mempertimbangkan dengan seksama kata-katanya, Alif terdiam. Dibalasnya tatapan umi aminah.
“Maksud umi?” Akhirnya dia malah balas bertanya.
“Iya umi minta Alif nikah sama umi.”
“Sebentar, sebentar, Alif agak bingung.” Jawab Alif meski dalam hatinya dia bersorak gembira. “Kan Alif putra kandung umi nih, emang boleh nikah sama umi? Lagipula nikahnya model apa mi?”
Ustazah Aminah menghela nafasnya. “Ini darurat, Lif, kondisi darurat membolehkan apapun. Nanti model nikahnya nikah kontrak saja, empat minggu. Umi sudah ngobrol sama umi lilik katanya bisa seperti itu.”
Alif tampak merenung. “Tujuannya apa umi?”
Ustazah Aminah lalu menceritakan kisah saran pengobatan dari pak sarjito. Ditambahinya pula dengan hasil obrolannya dengan umi lilik hamidah. Juga beberapa konsep nikah kontrak yang sudah dia pelajari tadi.
“Oh begitu,” Alif mengangguk-angguk. “Jadi Alif nikah kontrak empat minggu dengan umi untuk pengobatan mi?”
“Iya sayang.”
“Dan nikahnya ini model nikah seperti umi sama abi, jadi kalau empat minggu terus umi sembuh ya sudah gitu ya mi?”
“Iya sayang. Tentu saja jangan sampai abi tahu. Kalau kata umi lilik nanti nikahnya hanya ada dua saksi saja. Umi rencananya minta bantuan ustazah raudah sama ustazah lia, tapi umi belum ngubungi mereka.”
Kembali Alif mengangguk-angguk. Dia tampak berpikir.
“Nanti tentu saja umi sama Alif seperti suami istri biasanya. Nanti emmm,” ustazah aminah sedikit malu menyebut ngentot. “umi sama alif bersetubuh juga, justru itu aspek yang paling penting.”
Alif menatap ibu kandungnya lekat-lekat.
“Tapi tentunya tanpa nafsu, sayang, hanya buat pengobatan.” Sambung ustazah aminah buru-buru untuk menutupi rasa malunya. Dadanya berdesir.
“Baiklah mi,” akhirnya Alif menjawab mengiyakan.
Wajah ustazah aminah menjadi cerah. “Makasih sayang, makasih banyak ya.”
“Alif akan ngelakuin apapun supaya umi sehat,” jawab Alif. Senyum mengembang di bibirnya. “Ada bulan madunya enggak mi?” tanyanya dengan nada bercanda.
“Husss,” ustazah aminah tersenyum. Dia menggerakkan tangannya hendak menepuk pipi Alif. Alif menangkap tangan itu. lalu ucapnya, “ehh, belum mahram,” lalu dilepaskannya tangan itu. ustazah aminah dan Alif tertawa bareng. Keduanya sudah seperti sepasang kekasih saja. Entah kenapa ustazah aminah pun merasa ada desir-desir cinta dalam hatinya yang tumbuh kian subur.
“Kalau Alif sudah setuju berarti umi tinggal ngubungi ustazah lia sama ustazah raudah,” ustazah aminah kembali berkata, mencoba menutupi desir-desir dalam dadanya. “Tapi mereka berdua sih pasti mau juga kok bantu umi.”
“Iya mi, menurut Alif juga begitu.”
“Tentu saja kisah ini jangan sampai tersebar keluar ya sayang, biar kita saja yang tahu, sama umi lilik.”
“Baik mi, beres deh,” jawab Alif. “Kapan rencananya, emm, nikahnya mi?”
“Kapan ya kalau menurut Alif?” Ustazah Aminah balas bertanya.
“Selasa saja gimana mi?”
“Lha kenapa selasa?”
“Gak kenapa-kenapa,” jawab Alif sambil mengedipkan matanya menggoda. “Atau umi mau cepat-cepat?”
“Husshhh,” lagi-lagi umi aminah hendak menepuk pipi Alif. “Kamu ini,” sambungnya sambil tersenyum. “Oke deh hari selasa. Biar ada persiapan juga.”
“Hehe, iya mi. Mending umi langsung sekarang manggil ustazah raudah sama ustazah lia mi, biar cepat beres semuanya.”
Ustazah Aminah mengangguk. “iya sayang, ini udah umi minta ke sini kok, nah, tuhh,” saat itu terdengar ucapan salam dan ketukan di pintu kamar. Dari kaca jendela nampak dua sosok ustazah asrama syahamah berdiri di depan pintu. Alif langsung bangkit dan beranjak pergi ke kamarnya, sementara ustazah aminah pun bangkit dan berjalan ke pintu, dibukakannya pintu dan disuruhnya kedua ustazah itu masuk.
2495Please respect copyright.PENANAMsT44HT413
*
2495Please respect copyright.PENANAeFX0OpIsrz
Hari Selasa.
Tak ada yang beda dengan asrama syahamah saat itu. para ukhti penghuninya melakukan aktifitas seperti biasa. Yang sedikit berbeda mungkin adalah suasana kamar ustazah aminah. Saat itu jam setengah tujuh malam, di kamarnya ustazah aminah sudah berdandan rapi meski tetap dengan style seorang ustazah. Terus terang dia sedikit deg-degan karena hari ini dia akan menikah dengan anak kandungnya sendiri.
Saat mandi, diraba-rabanya jembutnya yang sudah tumbuh lebat. Dia bimbang antara mencukurnya atau tidak. jika mengikuti pengalamannya saat menikah dengan ustaz karim dulu, maka dia harus mencukur rapi jembutnya. Akan tetapi dia mendadak teringat malam ketika disetubuhinya anaknya saat tidur. Ada kenikmatan tersendiri saat bulu-bulunya menyentuh-nyentuh selangkangan anaknya. Dibayangkannya anak kandungnya itu menjilatinya jembutnya sampai basah...
Akhirnya dibiarkannya jembutnya seperti itu, hanya dicucinya bersih-bersih supaya tidak semrawut dan juga berbau harum. Dia menghabiskan waktu di kamar mandinya lebih lama dari biasanya. Entahlah, dia merasa dirinya seperti perawan yang akan menikah dengan pemuda idaman hatinya.
Lalu dikenakannya gamis kombornya yang berwarna hijau tua, senada dengan warna kerudung lebar sepinggang yang dia kenakan. Nampak sederhana tapi natural. Sebagai seorang ustazah, tak lupa dipakainya kaus kaki warna cokelat menutupi betisnya. Kacamata berbingkai merah tua yang dikenakannya juga membuat paras keibuannya kelihatan tanpa mengurangi kecantikannya. Dipakainya wangi-wangian sekadarnya.
“Tok tok tok,” ada ketukan di pintu.
“Masuk,” jawab ustazah aminah pendek.
Ustazah Raudah dan Ustazah Lia masuk. Keduanya menatap ustazah Aminah lekat-lekat. “Umi cantik sekali,” seru mereka dengan nada kagum. Ustazah Aminah tersipu malu. “Udah tua begini,” komentarnya.
“Umi gak kelihatan tua kok,” goda ustazah lia.
“Husshh, kalian ini, ukhti-ukhti yang suka menggoda. Dosa lho menggoda umi,” jawab ustazah aminah sambil diiringi tawa. Diam-diam dia merasa bangga juga disebut cantik oleh kedua ustazah itu.
“Ayo ke Aula, umi, acara sudah siap.” Lanjut Ustazah Raudah. Kemudian keduanya menggandeng Ustazah Aminah ke Aula yang biasanya dijadikan tempat kajian keagamaan. Ternyata Alif sudah berada lebih dulu di sana.
Malam itu aula sudah ditata oleh para ukhti asrama syahamah. Di depan ada dua kursi mewah yang biasanya dipakai dalam momen-momen tertentu misalnya ketika diskusi di sana mengundang pembicara orang penting. Di depannya diletakkan meja kayu berukir dari Jepara. Alif duduk di salah satu kursi yang ada, kemudian Ustazah Aminah juga duduk di kursi yang kosong di sisinya.
Memang ketika ustazah raudah dan ustazah lia dipanggil oleh Ustazah Aminah untuk mengobrolkan kawin kontraknya dan meminta mereka berdua menjadi saksi, keduanya malah memberi usul bahwa kawin ibu dan anak itu dilakukan di aula saja dengan disaksikan para ukhti semuanya.
“Lha umi Cuma kuatir kalau nanti ada yang mempermasalahkan, ukhti, kan ini kawin yang tidak lazim. Bahaya kalau sampai bocor ke luar misalnya, nama baik umi dipertaruhkan.” Begitu semula ustazah aminah menolak.
Kedua ustazah itu saling berpandangan. “Santai umi, bisa dikondisikan,” sahut mereka hampir berbarengan. Setelah beradu argumen beberapa saat, akhirnya ustazah aminah setuju setelah kembali kedua ustazah kepercayaannya itu memberikan jaminan bahwa acara itu tak akan sampai bocor ke luar asrama.
Maka ketika ustazah aminah masuk ke aula, para ukhti semuanya sudah ada di sana. Terhitung ada lima belas ukhti saat itu, termasuk ustazah raudah dan ustazah lia. Sebenarnya keseluruhan penghuni asrama syahamah saat itu adalah enam belas orang, akan tetapi satu orang ukhti sedang mudik.
Justru ukhti yang sedang mudik itulah yang sebenarnya berpotensi menentang dan ribut soal kawin kontrak ini. Namanya ukhti Nani Hidayanti. Ukhti Nani asli Rembang. Dia termasuk yang paling kritis selama ini dan seringkali berdebat dengan ustazah raudah tentang banyak hal khususnya yang berkaitan dengan ajaran agama. Andai sang ukhti tidak sedang mudik maka ustazah raudah dan ustazah lia pun tak akan berani menyarankan nikah kontrak itu diselenggarakan terbuka di aula.
“Para ukhti semuanya, diharap tenang dan mengikuti acara ini dengan tenang.” Demikian sambil berdiri ustazah raudah memulai acara. Semua ukhti yang hadir langsung duduk tenang memandang ke depan. Beberapa menundukkan kepala.
“Sebagaimana ana sudah obrolkan dengan antum semua, malam ini adalah acara kawin kontrak antara umi aminah, ibu kita, dengan Alif Nazarudin. Ana sudah menerangkan panjang lebar tentang kebolehannya, dan sebagaimana kita sudah sepakat, antum semua malam ini menjadi saksi. Bagaimana hadirin semua? Siap?”
“Siaaaappp,” begitu para ukhti menjawab berbarengan. Memang kepatuhan para ukhti pada ustazah aminah sangat tinggi. Sang ustazah sudah mereka anggap ibu mereka dan juga orang yang lebih alim dari mereka. Jadi, apapun yang dikatakan benar oleh sang umi pasti mereka anggap benar juga tanpa butuh alasan.
Lalu dimulailah resepsi kawin kontrak itu dengan bersahaja. Alif menyebutkan masa kawin kontrak itu, dan juga beberapa detail lainnya sesuai dengan tuntunan yang sudah diberikan oleh umi Lilik. Acara kawin kontrak memang sederhana dan mudah, maka hanya setengah jam kemudian, keduanya sudah resmi menjadi suami istri. Tanpa sadar ustazah aminah merasa matanya berkaca-kaca. Terharu. Refleks dipeluknya Alif kuat-kuat.
“Sttt, umi, umi,” bisik Alif sambil berusaha melepaskan pelukan istrinya itu dengan halus.
Terdengar deheman dari ustazah Raudah. Beberapa ukhti yang hadir tersenyum. Ustazah Aminah pun sadar. Dilepaskannya pelukannya dengan wajah bersemu merah. Kepalanya menunduk untuk beberapa saat. Bibirnya menyunggingkan senyum malu-malu.
“Nah, hadirin sekalian.” Ustazah Raudah kembali melanjutkan. “Kini setelah acara akad nikah selesai, kita masuk ke acara selanjutnya.” Ustazah Raudah memberi isyarat dan dua ukhti yang duduk paling belakang, Ukhti Rakhma Nurjanah dan Ukhti Novi Setyowati kemudian beranjak ke luar dari aula.
Ustazah Aminah menoleh ke arah Alif dengan pandangan bertanya-tanya. Dia memang tidak tahu apa sebenarnya acara selanjutnya. Alif hanya senyum-senyum. Demikian juga ustazah raudah dan ustazah lia.
Tak lama, ukhti rakhma dan ukhti novi pun masuk kembali sambil membawa kue besar dengan lilin di atasnya. Mereka berdua meletakkannya di meja depan sang ustazah. Ustazah aminah menatap kue itu dengan mata terbelalak. Dia baru ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Pikirannya terlalu tersita oleh acara kawin kontrak sampai dia lupa memikirkan hal itu. ternyata itulah sebenarnya yang menjadi alasan Alif menyodorkan hari selasa itu sebagai hari resepsi. Dengan demikian setiap ultah ustazah aminah akan selalu diperingati sebagai hari pernikahannya juga dengan anak kandungnya itu.
Alif mendahului berdiri. Ustazah Aminah refleks mengikuti. Ustazah Raudah mengarahkan ustazah aminah untuk menyalakan lilin di atas kue. Setelah semuanya menyala, lampu aula pun dimatikan. Suasana di sana hening.
Alif memegang tangan uminya. Keduanya berdiri berhadapan, saling memandang, suasana menjadi sangat romantis. Lalu Alif berbisik mesra, “selamat ulang tahun umi, wanita yang tak pernah menua.”
Umi Aminah tak sanggup berkata apapun. Rasa haru terasa mengganjal tenggorokannya. Diremasnya tangan alif yang menggenggamnya, berharap bahwa itu sudah cukup sebagai jawaban bahwa dirinya malam itu merasa sangat bahagia.
Lalu tibalah acara tiup lilin. Para ukhti serempak menyanyikan lagu selamat ulang tahun berbahasa Arab dengan dipimpin ustazah lia dan ustazah raudah. Lalu ustazah aminah pun meniup lilin itu. potongan kue yang dipotongnya tentu saja dipersembahkannya untuk Alif Nazarudin, suaminya sekaligus anak kandungnya itu.
Lampu sudah kembali menyala. Ustazah Raudah kembali mengambil alih acara.
“Nah, kawan-kawanku para ukhti asrama syahamah, acara selanjutnya adalah pesta. Silahkan menikmati minuman dan makanan yang sudah kami sediakan sepuasnya.”
Para ukhti bersorak gembira. Mereka kemudian berebutan maju ke depan menyalami ustazah aminah sambil mengucapkan selamat ulang tahun. Alif berdiri mendampingi ustazah aminah sambil senyum-senyum sementara matanya diam-diam menilai fisik para ukhti, mengamati wajah-wajah mereka yang manis dan menggairahkan dengan sensasi alim yang menyembunyikan keliaran mereka.
Acara formal itu sudah selesai. Mereka keluar dari aula dan duduk-duduk di halaman. Memang struktur bangunan asrama syahamah dibuat melingkar sehingga ada halaman yang luas dan kosong sebagai taman berumput di tengah-tengah. Di sana sudah tersedia banyak cool box berisi beragam minuman, sudah ada pula meja-meja yang berisi beragam kue. Kue ulang tahun ustazah aminah pun diboyong ke sana dan menjadi santapan utama para ukhti.
Ustazah Aminah dan Alif berdiri di samping aula mengamati para ukhti yang sedang bergembira. Tangan keduanya saling menggenggam. Hangat.
“Asyik ya umi?” kata Alif.
“Iya sayang, malam ini umi bahagia sekali,” jawab ustazah aminah.
“Alif ikut bahagia kalau umi bahagia,”
Alif meremas tangan ustazah aminah sambil menatapnya mesra. Ustazah aminah tersipu malu. Kemudian disandarkannya kepalanya di bahu Alif. Dadanya berdebar-debar penuh dengan kebahagiaan dan juga gairah.
Ternyata ustazah Raudah pun sudah menyediakan kembang api. Maka malam itu di langit asrama syahamah nampak percikan-percikan kembang api yang nampak indah membuat orang-orang yang melihatnya di luar asrama syahamah sempat bertanya-tanya pula tentang acara apa sebenarnya yang ada di sana. Akan tetapi karena asrama syahamah memang sudah tenar sebagai asrama para ukhti yang alim-alim, maka tak ada yang berprasangka buruk.
Di pojok yang gelap, dekat kamar nomor 14, ukhti novi dan ukhti rakhma nampak duduk di lantai yang sudah ditutupi karpet kecil. Ukhti rakhma duduk bersandar di dinding. Kamar 14 adalah kamar ukhti novi, sedangkan kamar 15 adalah kamar ukhti rakhma. Ukhti novi nampak sedang menenggak isi botol sementara ukhti rakhma mengamatinya sambil senyum-senyum.
“Ahhh, coba asrama ini pesta terus kaya gini ya ukh,” kata ukhti novi sambil meletakkan botol itu di hadapannya.
“Hihihi, yah besok-besok kita usulin saja ke ustazah raudah sama ustazah lia,” timpal ukhti rakhma. Diambilnya botol yang tadi diletakkan ukhti novi. Ternyata itu botol pilsener. Dingin. Dilekatkannya mulut botol itu, kemudian mulut botol yang tadi dikulum ukhti novi dijilat-jilatnya. Matanya sayu menatap ukhti novi yang juga sedang memandangnya.
Ustazah Aminah tentu saja tidak tahu bahwa minuman yang ada di coolbox di taman itu bukan hanya teh botol, sprite, fanta, coca cola saja melainkan juga pilsener dan juga bir bintang. Itu merupakan inisiatif ustazah raudah dan ustazah lia dengan dibantu oleh para ukhti yang lain. Mereka semua sudah sepakat bahwa pesta malam itu segala hal dibebaskan tanpa kecuali.
“Ukhhh,” bisik ukhti rakhma.
Ukhti novi meresponnya dengan meraih tangan ukhti rakhma. Diremas-remasnya lalu ditariknya tubuh ukhti rakhma bersandar ke tubuhnya. Lalu lututnya diangkat sehingga posisi dia duduk dengan lutut seperti akan dia peluk. Ukhti rakhma paham. Diletakkannya punggungnya di lutut ukhti novi. Keduanya saling bertatapan. Nafas mereka berdua mulai memburu.
“Kamu menggairahkan sekali malam ini ukhti,” bisik ukhti novi. Bibirnya nampak bergetar. Jemari ukhti rakhma menyentuh-nyentuh bibir itu dengan lembut. Lalu perlahan wajah ukhti novi mendekat dan kemudian bibir keduanya saling melumat.
“Nghhhhhh,” ukhti rakhma mendesah di selama lumatan bibir ukhti novi. Tangan ukhti novi meremas-remas payudara ukhti rakhma yang membusung indah. Tubuh itu menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan sementara mulut keduanya makin liar saling melumat.
“Ehem ehemm,” terdengar deheman di dekat mereka. Tersentak mereka melepaskan kuluman bibir mereka dan berbarengan menoleh ke arah sosok yang mendehem tadi. Nampak ustazah raudah berdiri sambil tersenyum menatap mereka.
“Kalian ini malah mojok, gelap-gelapan, pacaran lagi,” ucapnya sambil duduk di depan mereka. Diambilnya botol yang tergeletak dan diminumnya isinya.
“Hihi, iya ustazah, mumpung bebas,” sahut ukhti novi sambil mengedipkan matanya. Ustazah raudah tersenyum membalasnya.
“Rencana malam ini sukses. Bantu terus ya buat malam-malam selanjutnya biar sering-sering kaya gini.”
“Siiip pokoknya. Coba dari dulu ustazah ngobrol sama kita-kita ini.” Ukhti rakhma kini yang menjawab. Diacungkannya jempolnya.
“Hehe, lha kalian kan nampak alim banget. Bahaya kalau ustazah ini asal ngomong kan, harus nyelidiki dulu.” Jawab ustazah raudah santai. “Oya, kalian hati-hati ya, memadu kasihnya nanti saja setelah umi aminah sudah masuk kamar.” Mereka bertiga menatap ke ustazah aminah dan alif yang nampak berdiri mengamati para ukhti di taman. Nampak sesekali mereka tertawa-tawa.
Ukhti novi tak menjawab. Dirogohnya saku gamisnya, lalu dikeluarkannya sebungkus rokok. “Ngisep dulu ustazah.” Disulutnya satu batang. A Mild.
Ustazah Raudah membelalakkan matanya. “Kalian ini! Nakal sekali awas ya ukhti-ukhti nakal harus dihukum!” tapi di ujung perkataannya dia tertawa. Lalu dia pamit mau nyamperin ustazah aminah dulu, sekadar mengobrol-ngobrol, ditinggalkannya kembali ukhti rakhma dan novi berduaan di kegelapan depan kamar mereka yang lampunya sengaja tidak dinyalakan.
Setelah ngobrol beberapa lama dengan ustazah raudah dan ustazah lia, ustazah Aminah kemudian pamit dan mempersilahkan para ukhti untuk meneruskan berpesta. “Besok gak jamaah gak apa-apa, libur dulu ya satu hari,” ucapnya disambut oleh sorakan para ukhti.
Lalu Ustazah Aminah pergi melangkah berdampingan bersama alif menuju kamar mereka. kedua tangan mereka saling menggenggam. Dicubitnya pinggang alif pelan saat didengarnya komentar guyonan ustazah raudah yang mengatakan, “tidak usah ana antar ke kamar kan umi?”
Alif hanya menggeliat sedikit, diketatkannya genggamannya di tangan ustazah aminah. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
2495Please respect copyright.PENANAoz5Rpgm3iE
*
Alif sebenarnya ingin langsung menerkam ustazah aminah saat mereka sampai kamar, akan tetapi dia tertahan oleh keharusan menjaga sikap. Maka untuk mengesankan bahwa dia menuruti keinginan uminya untuk kawin kontrak dengannya itu semata karena pengobatan ibunya, dia pun tidak bertindak gegabah. Dia pergi sebentar ke kamarnya menukar pakaian resepsinya. Dia kembali lagi ke kamar ibunya dengan memakai celana kolor dan kaus. Di tangannya ada dua gelas teh yang belum diberi air. Yang satu sudah dia campuri obat perangsang level yang sangat tinggi. Sekalian dia ingin membuat ibunya meledak-ledak malam ini.
Saat Alif menyeduh teh itu di kamar ibunya, ibunya menghidupkan tivi dan langsung duduk di bawah, bersandar di dinding di atas karpet merah. Alif lalu duduk di sampingnya. Diletakkannya satu gelas teh di depan sang ibu.
“Untuk istriku sayang,” katanya.
Ustazah Aminah menatapnya sambil tersenyum. Diacak-acaknya rambut anak kandungnya itu. “Makasih sayang,” balasnya.
Keduanya lalu terdiam. Mata mereka menatap layar televisi tapi pikiran mereka saling memikirkan hal lain. Keduanya merasa canggung juga untuk membuka percakapan malam pertama mereka. Masing-masing sama-sama bingung harus memulai dari mana.
“Emm, sayang,” Akhirnya umi aminah yang memulai.
Alif menoleh. “Iya, umi?”
“Emm, karena nikah kita ini hanya untuk pengobatan ya, jadi kita harus membicarakan soal peraturan-peraturannya.”
“Boleh mi, Alif pikir juga begitu.”
Ustazah Aminah terdiam sejenak. “Ng, yang pertama umi pikir tentang durasi. Menurut umi salah satu pembeda antara nikah yang normal dengan kawin kontrak yang seperti kita ini ya durasi, ng, orgasme, sayang.” Wajahnya sedikit memerah.
“Maksud umi?”
“Maksud umi lebih baik kita menyepakati bahwa kita hanya orgasme satu kali dalam sehari, sayang, tidak berlebihan. Hanya sebagai syarat saja.”
Alif tertawa. “Baiklah, umi, Alif setuju. Yang lainnya?”
“Alif gak ada saran?” Ustazah Aminah balik bertanya.
Alif menggeleng. “Alif manut umi saja.”
Ustazah Aminah menghela nafas dalam-dalam. “Peraturan selanjutnya, karena alasan umi bersetubuh dengan Alif adalah untuk pengobatan, bukan karena ingin, maka persetubuhan itu hanya dilakukan sampai ada yang orgasme, artinya jika misalnya umi duluan orgasme, maka persetubuhan harus berhenti, tidak perlu menuggu Alif juga orgasme. Begitu.”
Alif pura-pura berpikir sejenak sebelum mengangguk.
“Lalu orgasme juga tidak boleh dikeluarkan di dalam ya sayang, soalnya umi sedang masa subur, nanti bisa hamil.”
“Oh gitu, kita lihat nanti saja mi,” jawab Alif tersenyum. “Kenapa Alif tidak pakai kondom saja mi?”
“Engg, kata umi lilik tidak boleh, sayang, tidak natural nantinya.” Begitu jawab Umi Aminah. Ditatapnya wajah Alif sekilas.
Alif kembali mengangguk-angguk. “Ada lagi mi?”
“Ada, sayang, umi terus terang malu bersetubuh dengan Alif,” Umi Aminah berhenti sejenak menelan ludah. “Nah, bagaimana kalau kita sama-sama pake tutup muka biar tidak malu?”
“Alif setuju mi, Alif juga malu.” Jawab Alif. Padahal alasan dia yang sebenarnya menyetujui usulan itu hanya karena ingin merasakan sensasi baru bersetubuh.
“Baguslah kalau begitu,” Ustazah Aminah tersenyum. “Yang terakhir, untuk meredam nafsu, maka saat bersetubuh umi dan alif tidak bugil.”
Syarat yang terakhir ini jelas disetujui alif. Toh dia lebih bergairah membayangkan menyetubuhi ibu kandungnya sambil memakai kerudung daripada jika misalnya sang ibu telanjang bulat di depannya.
“Nah, semua syarat itu harus dipatuhi selama empat minggu kawin kontrak kita, sayang, oke?”
“Oke istriku sayang,” jawab Alif. “Yuk minum teh dulu, sengaja Alif bikinin nih, mumpung masih hangat.”
Umi Aminah menyeruput teh hangatnya dengan nikmat. Satu tahap lagi kini sudah selesai, tinggal melanjutkan bagaimana caranya malam pertama itu bisa sesuai dengan harapannya. Setelah menyeruput teh itu, matanya kembali memandang ke layar tivi.
Beberapa menit kemudian, obat perangsang yang dicampurkan Alif mulai bereaksi. Umi aminah merasakan tubuhnya mulai panas. Ada keinginan dirinya untuk merapat ke Alif yang duduk selonjor di sampingnya. Tapi dia masih merasa malu. Untunglah Alif yang melihat gelagat itu langsung tanggap. Dilingkarkannya tangannya ke belakang tubuh ibunya, diraihnya pinggang ramping sang ibu, lalu ditariknya merapat ke tubuhnya.
Merasa mendapat angin, ustazah Aminah langsung menyandarkan kepalanya di bahu Alif. “Umi sayang Alif,” bisiknya.
“Alif juga, sayang,” Alif mengusap-usap pinggang ibunya. Umi Aminah memejamkan matanya menikmati setiap usapan yang membuat tubuhnya berdenyar-denyar mengharapkan kenikmatan yang lebih. Tubuhnya ditariknya makin merapat ke tubuh sang anak yang kini sudah menjadi suaminya itu.
“Umi cantik sekali,” bisik Alif lagi. Kepalanya menoleh menatap wajah ustazah aminah yang sangat dekat, hangatnya hembusan nafas sang ibu terasa di lehernya. Kacamata yang menempel di sana membuat wajah itu nampak makin menggairahkan di matanya.
“Ahh, makasih sayangg,” suara ustazah aminah sudah menyerupai desahan. Lalu bibir Alif mendekat ke bibir umi aminah, tangannya makin kuat memeluk sang ibu. Cupppp, bibir keduanya bertemu. Alif melumat bibir itu pelan, pengaruh obat perangsang membuat sang ibu membalas dengan agresif. Lidah ustazah aminah bergerak-gerak mencoba memasuki mulut sang anak. Alif membuka mulutnya membiarkan lidah itu menggelitik rongga mulutnya. Lalu dihisapnya lidah itu kuat-kuat sampai ustazah aminah mendesah pelan, “ahhh sayangg,”
Tangan Ustazah Aminah refleks bergerak menelusup ke balik kaus yang dipakai Alif. Tangannya mengusap-usap perut Alif membuat Alif bergerak-gerak gelisah. Sentuhan ibunya terasa sangat lembut. Kulit halus yang tak pernah melakukan pekerjaan kasar itu bahkan dengan liar naik ke atas, meraba-raba puting susu Alif sampai Alif sedikit menggeliat. Meski demikian, Alif menahan-nahan nafsunya supaya penisnya tak lekas bangun. Ia tak ingin terburu-buru. Ingin dinikmatinya cumbuannya semalaman dengan sang ibu.
Cupppppppp “ahhh,” ustazah aminah mendesah ketika akhirnya Alif melepaskan bibirnya. Mulut ustazah aminah sedikit membuka dengan nafas mulai tak karuan. Matanya menatap sayu Alif seolah meminta cumbuan itu diteruskan. Alif tersenyum. Dibelainya kepala uminya yang masih memakai kerudung itu.
“Umi ganti baju dulu ya,” dia berbisik pada ibunya itu.
Sebenarnya nafsu ustazah aminah yang sudah sangat bergejolak itu ingin menyanggah, akan tetapi dia mengangguk juga, sedikit mengalah. “Lalu tidur ya sayang?”
“Yeee, maunya, hahaha,” Alif tergelak. Tawanya itu kemudian berganti menjadi jeritan ketika dirasakannya cubitan ustazah aminah di pinggangnya.
“Ni suami nakal, ditanya bener-bener malah menggoda, rasain,” Ustazah Aminah menggerutu.
“Hehehe iya iya umi, habis itu tidur.” Cengiran Alif makin lebar. Dia berdiri bergegas menjauhi tangan ustazah Aminah yang sudah bersiap hendak mencari mangsa lagi.
Ustazah Aminah ikut berdiri. Saat dia akan membuka seluruh bajunya, dia merasa malu dan berkata pada Alif: “Alif keluar dulu, umi mau buka baju.”
“Lho, kenapa umi? Kita kan suami istri, lagian alif gak bisa ngentot umi kalau kontol alif gak berdiri nih, siapa tahu lihat umi ganti baju langsung berdiri, hehe.”
Ustazah Aminah menampakkan wajah tak setuju mendengar perkataan alif meski jauh di dalam hatinya dia justru merasa perkataan kotor anak kandungnya itu membuatnya makin bergairah. “Hush, alif, jangan bicara kotor lho sayang.”
“Pokoknya alif ingin nonton umi bugil dulu, biar kontol alif ngaceng.”
Ustazah Aminah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia menyerah. Karena masih dikuasai rasa malu, dia kemudian membuka gamisnya sambil menghadap ke dipan. Dengan demikian, otomatis tubuhnya pun membelakangi alif. Perlahan dia buka kerudung lebarnya, kemudian gamisnya.
Di belakangnya alif berdiri bersandar di dinding. Perlahan dia mencopot baju dan celana kolornya, lalu dia mendekati ustazah aminah yang sedang sedikit membungkuk melepas gamisnya. Dengan lembut alif memegang penisnya dan menempelkan ujung penisnya yang melebar seperti jamur pada belahan pantat ibunya yang menggairahkan.
Umi aminah tersentak berdiri merasakan sentuhan itu. Dia menoleh ke arah anaknya. “iiihh alifff, jangan begitu, kok dilepas bajunya? Sana pakai sarunggg.” Dia pura-pura malu menutupi wajahnya meski matanya mencuri pandang juga pada kontol anaknya yang digenggam Alif.
Alif masih tetap menyentuh-nyentuhkan ujung penisnya ke belahan pantat uminya sambil tersenyum nakal. Akhirnya ustazah aminah cuek. Tanpa melepas kaus kakinya yang menutupi betis, dia beranjak ke arah kapstok mengambil mukena hitam sutera kesayangannya. Bukan mukena yang dua potong kemarin melainkan mukena terusan. Koleksi mukenanya dengan motif sama memang ada banyak. Dia sudah merencanakan yang satu ini untuk malam pertamanya.
Alif hanya diam saja mengamati ibunya sambil berdiri bersandar di ranjang. Tangannya mengusap-usap penisnya perlahan. Ustazah aminah menatap anaknya kemudian berkata: “alif, cepetan pakai sarung. Umi malu lihat kamu seperti itu.”
“Alif gak mau pakai sarung mi.”
“Lha terus? Kan gak boleh bugil, aliff sayang.”
“Umi ada mukena yang lain? Boleh gak alif pakai?”
“Aduhh, sarung saja alif sayang.”
“Gak mau, alif pengen pake mukena.”
Untuk ke sekian kalinya ustazah aminah menyerah. Dia kemudian mengambil potongan bagian bawah mukena sutera hitamnya dari tempat cucian. Lalu dia menyerahkanya pada alif. Sambil tersenyum alif menerimanya. Dia kemudian memakainya. Maka tampaklah dia memakai mukena bagian bawah dengan penis yang kini sudah tegak mengacung. Alif langsung menghampiri ustazah Aminah yang saat itu sudah nampak rapi dan duduk di tepi ranjang.
Jakun Alif naik turun menatap sosok ibunya yang menggairahkan. Mukena tipis itu tak menyembunyikan apapun melainkan justru membuat tubuh sang ibu nampak membayang dari kain tembus pandang. Alif bisa melihat samar puting susu sang ibu yang mencuat di atas bongkahan besar payudaranya. Lalu ke bawah, dadanya berdesir melihat rimbunan semak yang melingkari lubang kenikmatan sang ibu yang sangat dia dambakan.
Alif ikut duduk di pinggir sang ibu. Satu tangannya meraih punggung sang ibu dan mengusap-usap alur punggung indah itu.
“Nghhh,” ustazah aminah mengerang kegelian. Tangan ustazah aminah memeluk tubuh Alif sementara tangan alif yang satu menggerayangi paha ustazah aminah. Kain tipis itu membuat paha ustazah aminah seolah tidak tertutupi apapun. Setiap sentuhan alif membuat syahwatnya makin meninggi.
“Umi seksi sekali,” desis Alif sambil menatap wajah ibunya.
Umi Aminah tak menjawab. Digerakkannya kepalanya mendekat, bibirnya sedikit dibuka lalu melumat bibir Alif seperti tadi. Terasa hangat. Syaraf-syaraf bibirnya yang sensitif menyebarkan kehangatan itu ke seluruh badannya. Terasa nikmat sekali bercumbu dengan anak kandungnya itu.
“Umi,” bisik Alif.
“Iya sayangh,” Ustazah Aminah balas berbisik.
“Katanya kalau memek langsung ditusuk tuh sakit, gak pemanasan dulu umi? Atau umi sudah terangsang ya lihat penis alif tadi?” Alif sengaja mengeluarkan kata-kata vulgar untuk makin merangsang sang ibu.
Ustazah aminah serba salah. Dia sebenarnya sudah terangsang, tapi jika dia mengatakannya maka itu berarti mengakui bahwa dia terangsang melihat penis anaknya. Akan tetapi jika dia tidak mengakuinya, maka alif pasti akan meminta merangsangnya dulu. Akhirnya dia memilih yang kedua. Kepalang basah, dia akan menikmati juga cumbuan sang anak.
“Oh iya, lif, umi belum terangsang. Gimana ya?”
Alif tak mengatakan apapun. Hanya saja tangannya bergerak perlahan menyelinap ke balik mukena ustazah aminah, menelusur dari lutut ke arah atas. Ustazah aminah menggelinjang. Nafsunya makin naik dirangsang juga oleh pengaruh obat yang sudah mulai bereaksi. Sebenarnya alif ingin melakukan lebih, tapi dia juga ingin mencumbu ibunya selama mungkin, maka pertama-tama dia hanya menahan diri dan hanya mengelus-elus saja paha bagian dalam ibunya.
“Uuuuhhhh, terus lif, enakkk, uhhhh,” Ustazah Aminah mulai mendesah-desah tak tahan akan kenikmatan yang dia rasakan.
Perlahan tangan Alif lalu melingkar di punggung ibunya. Lalu ditariknya tubuh sang ibu ke belakang membuatnya terlentang di ranjang dengan kaki terjuntai ke lantai. Posisi semacam itu membuat dada sang ibu nampak membusung indah seperti dua buah semangka, bulat dengan tonjolan seksi puting susu di puncaknya.
Masih dengan satu tangan meraba-raba paha ibunya, mulut Alif kembali beraksi menciumi bahu sang ibu membuatnya menggerak-gerakkan bahunya terangsang. Ciuman Alif makin bergeser mendekat sampai akhirnya bibir alif hinggap di leher sang ibu yang masih tertutup muken sutera tipisnya.
“Ahhhh, Alifffff,” Ustazah Aminah mendesah panjang. Matanya merem melek sementara tangannya yang satu meremas-remas seprai ranjangnya gregetan. Selangkangannya sesekali bergerak melenting ke atas lalu ambruk lagi ke ranjang. Usapan tangan Alif sementara itu bergerak makin ke atas makin ke atas....
“Ukh!” Ustazah Aminah memekik. Matanya terbuka lebar. Dirasakannya jemari alif mengusap-usap jembutnya dengan lembut. Bebuluannya meremang merasakan mimpinya menjadi kenyataan. Disyukurinya bahwa dirinya memutuskan tidak mencukur jembutnya, betapa nikmatnya merasakan tangan anaknya membelai-belai di sana.
Posisi tubuh Alif kini menelungkup dengan bibir menyusuri bagian depan leher ustazah aminah. Lalu bibir itu sedikit terangkat dan mencium area di bawah bibir ustazah aminah. Bibir ustazah aminah sedikit bergetar menahan perasaan ingin melumat bibir anak kandungnya yang tak henti menelusuri kulit halusnya.
“Umi seksi,” bisik Alif, bibirnya kini menciumi sudut bibir ustazah aminah, “Umi seksi dan cantik,” bisiknya lagi.
Ustazah Aminah tak tahan. Diraihnya belakang kepala alif lalu ditekankannya ke bawah dengan bibirnya langsung menyambut bibir sang anak. Cuuuuuuupppp, dilumatnya lama bibir itu seolah untuk memuaskan dahaga. Tangannya yang satu lagi kini menggerayangi punggung Alif memberikan kehangatan yang membuat punggung sang anak terkadang melenting-lenting bergerak tak tenang. Di bawah, jemari alif masih nakal mengusap-usap membuat gerakan melingkar di sekitar bibir ustazah aminah. Ustazah aminah merasa memeknya sudah gatal ingin dirangsang tapi jemari jemari anaknya tak juga sampai ke sana.
Ternyata alif memang sengaja ingin membuat gairah sang ibu kian terpacu. Masih dinikmatinya lumatan bibir sang ibu di bibirnya yang membuatnya terlena. Dengus nafas ibunya yang menghembus dari hidung mulai terasa tak beraturan, hangat dan nikmat menerpa wajahnya. Posisi tubuhnya kini menghimpit separuh tubuh ustazah aminah dengan tangan yang satu menahan kepala ustazah aminah sementara tangan yang satunya lagi sibuk bergerilya di tubuh bagian bawah ustazah aminah.
“Nng ngngnggg hhhhhhhh hhh hhh,” ustazah aminah merintih-rintih keenakan. Tubuhnya tak bisa tenang bergerak-gerak di bawah himpitan tubuh anak kandungnya itu. lalu tubuhnya sedikit mengejang diiringi bunyi seperti orang tersedak dari mulutnya saat jemari alif mulai menguak bibir vaginanya.
“Hhkkk,” pertama-tama alif menggerak-gerakkan jarinya pelan kemudian makin liar dan makin liar sampai tubuh ustazah aminah pun bergerak-gerak binal. Selangkangannya bergerak ke kiri dan ke kanan setiap kali alif menggerakkan tangannya.
“Aduhhhhhh Aliff, ahh ahh ahhhhhh, lifff,,” sambil merintih-rintih terdengar dia memanggil-manggil nama anaknya. Matanya terpejam sementara mulutnya terbuka sedikit. Alif tersenyum menatap itu. dialihkannya pandangannya ke buah dada ibunya yang membusung seperti semangka itu.
“Ahhh!” Ustazah Aminah kembali memekik pelan saat bibir alif kini mendarat di puncak susunya. Di bawah jemari alif masih mengobok-obok memeknya dengan liar, kini susunya juga dikenyot-kenyot anak kandungnya itu dengan ganas. Mukenanya di bagian susu sudah basah oleh air liur alif. Puting susunya makin nampak mencuat, disentil-sentil dan dihisap oleh lidah dan mulut anaknya.
“Liff, kenyot liff, ahhh, hisap lifff,” dia makin tak terkontrol. Tangannya kini memeluk kepala Alif kuat-kuat sementara yang satu lagi turun ke punggung sang anak membelai-belai dan sesekali mencengkramnya sampai alif meringis merasakan perih dan nikmat.
“Slluurrrp sluurrpppp, ckkkkckkkkk ckkkkk,” bunyi hisapan Alif di susu ibu kandungnya itu berpadu dengan bunyi kocokan jemarinya di memek sang ibu. Tubuh ustazah aminah bergerak-gerak liar di ranjang tapi tertahan oleh tubuh Alif. Mulutnya hanya mengeluarkan erangan tak jelas sementara dari sela mulutnya air liur berleleran membasahi ranjang.
Karena kuatir ibunya keburu orgasme, Alif menghentikan kocokannya. Dia duduk bertelekan tangannya di ranjang. Tubuh ibunya kini menggelosoh di ranjang dengan nafas tak teratur. Mata ibunya menatapnya sayu seolah menginginkan sang anak secepat mungkin membawanya pada puncak kenikmatan yang didambakannya. Alif mengocok-kocok penisnya dari balik bawahan mukena ibunya yang digunakannya. Gesekan kain tipis itu membuatnya makin terangsang dan membuat kontolnya dengan cepat menegang.
Lalu tangan Alif meraih tangan ibunya, menariknya berbaring menyamping dan digenggamkannya tangan itu pada kontolnya setelah disingkapkannya bawahan mukena yang dia pakai. Ustazah aminah pun lanngsung mengocok penis anaknya yang selama ini sangat didambakannya itu. pertama masih malu-malu dikocoknya pelan-pelan. Kemudian semakin cepat semakin cepat seiring birahinya yang kembali naik. Alif kini duduk dengan tubuh ditahan dua tangannya ke belakang. Kepalanya mendongak dengan mata merem melek sementara penisnya di antara pahanya yang mengangkang dikocok oleh tangan ibunya. Tangan yang terasa halus dan lembut.
“Terus umi, terusss, ahhh, terus kocok kontol Alif umiii,” racaunya. Mendengar racauan Alif itu umi aminah makin bersemangat. Dikocoknya terus sambil ditatapnya takjub penis yang makin membesar dan memanjang itu. dibayangkannya penis itu menusuk memeknya, betapa akan nikmatnya rasanya seperti malam ketika dia mengentot sang anak yang dia kira tertidur itu.
“Umi, umi, sudah umi, ahhhh,” Alif tak tahan dengan kocokan ibu kandungnya itu. dilepaskannya tangan ustazah aminah dari kontolnya. Diciumnya sekilas bibir sang umi. Lalu ditariknya kepala ibu kandungnya itu mendekat ke selangkangannya. “Umi, kulum kontol Alif umi,” bisiknya.
Umi aminah pura-pura menolak. “Gak mau sayang, jangann, gak baik gitu.”
“Alaaah, ayo umi, alif pengenn,” Alif tetap menarik kepala uminya mendekat.
“Umi kocok lagi saja ya,” umi Aminah kembali mengulurkan tangannya. Tapi alif menolak. Sedikit demi sedikit kepala umi aminah makin mendekat ke kontol Alif yang tegak mengacung.
“Enak kok umi, kontol Alif maniss, umi bakalan ketagihan,” Bisik Alif. Bibir umi aminah kini sudah menempel di kepala kontolnya. Dengan sendirinya bibir itu membuka dan kontol alif masuk sedikit. “Uhhhhh,” nikmat yang dirasakan alif terasa berlipat ganda. Hangat mulut ibunya dan nafasnya menerpa kontolnya membuatnya serasa melayang.
Ustazah Aminah lalu membuka mulutnya semakin lebar dan dipajukannya mulutnya sehingga sepertiga kontol alif memasuki mulutnya. Terasa sesak sekali kontol yang besar dan panjang itu membuatnya seperti akan tersedak. Allif yang maklum akan kesulitan uminya lalu membiarkan mulut sang umi beradaptasi dengan ukuran kontolnya sebelum kemudian digerakkannya kepala uminya pelan-pelan mengocok kontolnya.
“Uhhh uhhh, mulut umi enakkk, uhhh, alif sukaaa,” Alif kini kembali meracau saat ibunya mulai memaju mundurkan kepalanya mengocok kontol Alif. Kedua tangan Alif kini kembali menopang tubuhnya ke belakang. Dirasakannya tangan ibunya menyentil-nyentil buah pelirnya memberikan kenikmatan tambahan rasa ngilu dan enak dikombinasikan dengan hisapan mulut sang ibu.
“Ya umi, hisap umi, hisap terusss, ahhh, umiku, istriku sayang,” Paha alif bergerak-gerak menahankan kenikmatan yang timbul. Sepongan mulut ibunya terasa enak sekali dan suara-suara tak jelas yang muncul dari mulut ibunya yang penuh diganjal kontolnya membangkitkan gairahnya. Mata ibunya sesekali menatapnya dan sesekali pula tangan alif membelai-belai kepala uminya dengan penuh kasih sayang.
Setelah merasa puas dengan sepongan mulut ibunya, Alif mengangkat kepala uminya pelan. Ploppppp, kontol alif seperti lepas dari penghisap yang hampa udara, untuk sesaat ustazah aminah membuka mulutnya lebar-lebar menghirup udara yang sempat tertahan oleh kontol anak kandungnya itu. ditatapnya kontol besar dan panjang yang kini nampak basah oleh air liurnya itu.
“Besar sekali sayang,” tanpa sadar dia berkomentar.
“Hehehe, umi suka?” Tanya Alif. Dimajukannya tubuhnya sambil dipeluknya tubuh umi aminah.
Wajah umi Aminah bersemu merah. Dia tak berkata apa-apa hanya disambutnya ciuman Alif di bibirnya. Setelah itu alif mendorong tubuh ibu kandungnya supaya kembali berbaring terlentang di ranjang. Umi Aminah meraih tangan Alif sehingga membuat tubuh sang anak kini meneduhinya.
“Udah liff, ayo,” bisiknya dengan suara bergetar. Syahwatnya sudah naik ke ubun-ubun. Memeknya dirasakannya sudah berkedut-kedut meminta ditusuk oleh kontol besar anak kandungnya itu.
Alif tersenyum. “Lha katanya pake penutup muka, mana topengnya, umi?”
Ustazah Aminah tersipu malu. “Oh iya, ambil di tas umi, lif, umi lupa.” Ustazah Aminah ternyata sudah menyiapkannya. Topeng kulit yang tipis yang didapatkannya setelah muter-muter mencari-cari di beberapa pusat perbelanjaan Yogya.
Alif mengambil dua buah topeng dari sana, menyerahkannya satu pada ustazah aminah, kemudian memakai yang satu lagi. Setelah dirasa siap, ustazah aminah lalu menyuruh alif naik ke depan, memposisikan diri di antara kedua pahanya. Ustazah aminah mulai mengangkangkan pahanya yang sudah sangat peka merasakan setiap sentuhan apapun sebagai rangsangan. Umi aminah menunggu sambil memejamkan matanya, tapi tak juga dirasakannya penis besar anaknya itu memasuki lobang nikmatnya. Dibukanya kembali matanya. Alif nampak meneduhinya sambil tersenyum menggoda.
“Liff, uhh, udah, masukin liff, umi udah terangsang.”
“Apanya umi yang dimasukin?” alif menjawab diiringi cengiran nakal.
“Penismu.”
“Bukan penis umi, nama lainnya apa?”
“Alif, kamu nakal, ingat, ini hanya pengobatan.”
“Iya, umi, nama lain penis apa?” Tanya alif, sementara itu tangannya menyibakkan mukena ibunya ke atas, menampakkan memeknya yang sudah nampak lembab dikelilingi jembut yang indah. Dia mengarahkan kepala penisnya ke belahan itu.
“Kontol, alif.”
“Apa umi?”
“Kontolll!” ustazah aminah setengah berteriak. Dia kemudian menutup mulutnya teringat statusnya sebagai ustazah alim. Serrr, sensasi aneh mulai merasuki hatinya. Saat itu juga dia merasakan sentuhan kepala penis anaknya di belahan memeknya.
“Ahh,” tanpa sadar dia mendesah.
Kemudian perlahan alif memasukkan penisnya. Mentok hanya sedikit yang masuk. Itupun rasanya sudah sangat nikmat. Dia kemudian kembali menekan sampai kembali masuk sedikit. Barulah setelah ustazah aminah membantu dengan sedikit menghentak dari bawah, dua pertiga penisnya bisa masuk.
“Ahh,” kali ini alif yang mendesah.
Refleks dia menggerakkan pinggulnya turun naik. Ustazah aminah merasakan kenikmatan yang tak terhingga saat dirasakannya penis jumbo anaknya itu membelah memeknya. Tangannya meremas-remas seprai, sementara dari balik topengnya terdengar lenguhan yang masih dia tahan-tahan. Sebenarnya alif ingin meremas-remas buah dada ibunya yang terlihat menggembung tertutupi mukena. Akan tetapi dia menahan diri, dia ingin ibunyalah yang terlebih dahulu mengambil inisiatif melanggar perjanjian.
Dan hal itu kemudian terjadi. Ketika alif semakin mempergencar genjotannya. Ustazah aminah akhirnya tak tahan. Dia mencopot topengnya yang dirasanya menghalangi nafasnya, kemudian tangannya merangkul alif, melepas topeng alif, dan bibirnya dengan ganas melumat bibir alif. Sementara itu, kedua kakinya membelit pinggang alif kuat-kuat.
“Terussh, hhh, terushh, genjot sayang, hhh, terushhh,” demikian racaunya.
Dengan buas alif balas melumat bibir ibunya. Tangannya juga mulai aktif meremas kedua gunung yang menjulang di dada sang ibu. Di bawah penisnya makin gencar menyodok lubang tempat dia keluar dulu saat bayi. Alif sudah pernah merasakan beberapa memek akan tetapi dia merasa memek ibunya paling nikmat. Saking nikmatnya dia bahkan merasakan bahwa dirinya akan keluar lebih dulu.
“Memek umi enak, ahhh, memek umi nikmattt,”
“Iya sayangg, kontolmu, akhhh, kontolmu besar sekaliii,”
“Besaran mana sama punya abi, umi?”
“Besaran punyamu sayangg, ahhh, Aliff, aliff,”
“Iya dongg, alif kan suami umi,”
“Suami dan anak kandung umi, ahhh, umi ngentot anak kandung umi, akhhh,” Umi Aminah makin gelap mata. Kata-kata cabul berhamburan dari mulutnya membuat alif makin terangsang. Digenjotnya terus tubuh seksi uminya itu sambil tangannya tak henti meremas-remas gunung kembar sebesar semangka yang selalu jadi dambaannya sejak dulu.
Plokk plokkk plokkk, bunyi kocokan penis alif di memek ustazah aminah bergema memenuhi ruangan. Entah sudah berapa lama tubuh keduanya saling memacu, yang keringat sudah membanjir memenuhi tubuh mereka. Alif menggeram-geram merasakan kedutan-kedutan di batang penisnya. Akhirnya rencananya menyetubuhi ibu kandungnya ustazah alim yang seksi itu kesampaian juga. Disodok-sodokkannya penisnya dengan sangat kuat sampai sang ibu pun mengeluarkan gumaman tertahan.
Ustazah aminah merasakan kedutan-kedutan di batang penis anaknya, terasa nikmat menyentuh-nyentuh dinding vaginanya yang basah sensitif oleh batang yang hangat. Digoyangkannya pinggulnya mengempot penis dambaannya itu dan didengarnya alif melenguh dan makin gencar menusukkan kontol besarnya itu.
Ustazah Aminah yang tahu bahwa sang anak akan segera orgasme kemudian membelai wajah yang meneduhinya itu. “nanti cabut ya sayanggg, uhhh.” Ustazah Aminah sedang ada dalam masa suburnya saat itu.
Alif tak mengatakan apapun, dia menggigit bibirnya merasakan kenikmatan yang mengumpul dengan cepat di ujung penisnya, siap meledak. Gerakannya semakin cepat, ustazah aminah mulai panik. “Aliff, nakk, jangan di dalam, nakk…”
Suaranya dipotong oleh geraman alif. “Aaaaaaahhhhhh, alif sampai umii, ahhh, pancut rahim umiii,” Ustazah aminah merasakan pancutan-pancutan keluar dari penis anaknya, menghangatkan rahimnya. Birahinya terasa kian memanas, apalagi menyaksikan wajah sang anak yang penuh kepuasan dengan mata merem melek di atasnya. Sebenarnya orgasme lebih dulu itu juga merupakan bagian dari strategi Alif. Dia ingin tahu apakah ibunya nanti akan melanggar peraturan yang dibuatnya dengan meminta dipuaskan juga atau tidak.
Ustazah Aminah merasakan gerakan anaknya itu melemah, lambat laun berhenti. Ustazah aminah yang nafsu syahwatnya sedang naik-naiknya mencoba menekan kembali tubuh anaknya tapi tubuh itu tak bergerak meski penisnya masih tegang di dalam memeknya. Dia mulai belingsatan. Tak lagi diperdulikannya bahwa sang anak telah memancutkan spermanya di dalam vaginanya. Yang terpikir olehnya adalah dirinya pun ingin mendapatkan kenikmatan yang sama.
“Nggghhh,” ustazah aminah melenguh.
Sempat terpikir olehnya peraturan yang tadi sudah dia sepakati. Dia malu sebenarnya akan melanggar peraturan itu. akan tetapi nafsu birahinya yang meminta dipuaskan kemudian membuatnya lupa diri dan masa bodoh soal aturan. Dengan gerakan buas dia membalik posisi, tubuh anaknya di bawah dan dia menghimpit dari atas. Dengan gerakan liar dia menggenjot penis anaknya yang tak hentinya mendesah. “Ahh, umi, umi, ahhh,”
Persetubuhan terlarang itu terus berjalan, ustazah aminah benar-benar mengeluarkan semua keliarannya yang selama ini terpendam. Diremas-remasnya dada anaknya dengan kedua tangannya. Pinggulnya tanpa henti bergerak terus naik turun membuat penis anaknya mengocok-ngocok memeknya yang kian basah. Sperma anaknya yang tadi menyemprot rahim suburnya sebagian meleler turun karena gerakannya, menyelinap membasahi jembut sang anak.
“Uhhh, Alif, suamiku, uhhh, nakkkk, bantu umi nakk, uhh,” dia mendesah-desah tak karuan. Otaknya hanya dipenuhi oleh keinginannya untuk mendapatkan kepuasan yang sudah lama tak didapatkannya dari ustaz karim. Mukena sutera yang dikenakannya lengket di tubuhnya, nampak sangat seksi dalam pandangan Alif.
“Iya umi, ahh, umiii, memek umi nikmat, ahhh, istriku,” Alif membalas. Tangannya tak henti-hentinya meremas bongkahan besar di dada ibu kandungnya itu. putingnya sudah mencuat menggairahkan, Alif teringat bahwa dulu masa kecilnya dia pernah menghisap-hisap puting itu membuatnya kini makin bergairah.
“Kontolmu besar sayangg, besar dan panjagg, puaskan umi sayangg, auhhhh,” mulut umi aminah sudah tak terkontrol menngeluarkan kata-kata cabul yang membuat Alif makin bernafsu. Dipelintirnya puting susu ibu kandungnya dari balik mukenanya sampai sang ibu merintih panjang, “arrrgghhhhhhhhhhh ah ah ah aaaaahhhhh,”
“Kontol Alif buat memek umi saja, ukhhh, memek umi enakk, ahhh nikmattt,” Alif menggerak-gerakkan pinggulnya mengimbangi gerakan pinggul ibu kandungnya yang makin liar. Kontolnya dirasakannya makin menegang dan makin dalam menancap di lubang kenikmatan itu. lubang kenikmatan tempat dirinya dulu dilahirkan.
“Sayang sayang sayanggg, umi hampir, ukhhh, umi hampirr, kocok terus kocok, ahhhhh,” goyangan pinggul ustazah aminah makin cepat. Sesekali pinggulnya berputar memberikan efek empotan ke penis Alif yang berjaya di lubang memeknya. Dirasakan umi Aminah tubuhnya hampir meledak siap menjemput kenikmatan puncak persetubuhannya dengan sang anak.
“Ayo umii, basahi kontol Alif dengan cairan nikmatmu umi, basahi kontol anakmuu,” Alif mendesis-desis penuh kenikmatan supaya sang ibu bisa meraih orgasme pertama darinya pula. Dielus-elusnya perut ibunya yang tidak terlalu rata tapi masih kencang. Ditusuk-tusuknya lembut lubang pusar sang umi yang kini meremas-remas kedua susunya sendiri dengan kepala mendongak.
“Umi samp paiiiii, akh uuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhh,” Umi Aminah berteriak keras. Tangannya mencengkram dada anaknya sementara pinggulnya dihentakkannya sekuat-kuatnya ke bawah, vaginanya menempel erat pada penis alif yang kini sepenuhnya masuk. Selangkangan keduanya menyatu rapat seolah keduanya satu tubuh.
“Arrrggghh, annn..jingggg.” Alif memaki saking nikmatnya sambil meremas buah dada ibunya yang membusung besar seperti semangka. Diperlakukan seperti itu ustazah aminah menggelepar-gelepar dengan kepala mendongak ke atas. “hhh hhhh hhhh” hanya desahnya kemudian yang terdengar. Tubuhnya mengejat-ngejat kuat, matanya membeliak ke atas merasakan kenikmatan yang tak terhingga. Dirasakannya cairan kenikmatannya membanjir membasahi kontol Alif yang memenuhi memeknya.
“Unghhhhhhhh, nikmatnyaaaa, aakhhh akh akh akhhhhhh,” ternyata ustazah aminah merasakan multi orgasme. Kenikmatan susul menyusul seperti badai membuat tubuhnya bergetar-getar dan kelojotan. Tangannya mencengkram dada Alif makin kuat seiring dengan semprotan-semprotan cairan kenikmatan dalam memeknya yang seolah tanpa henti.
Alif memegang erat pinggang ibu kandungnya. Cairan kenikmatan ibunya terasa hangat menyiram kontolnya membuatnya hampir saja kembali orgasme. Ditahan-tahannya sambil menggigit bibirnya. Kenikmatan yang dirasakannya jauh lebih nikmat dari saat dia mengentot umi lilik hamidah. Tubuh ibunya yang berkeringat menguarkan wangi perempuan matang yang penuh gairah, membuatnya mampu menggumuli tubuh itu bahkan jika sepanjang malam diminta.
“Huhhhh huhh huhh,” tubuh ustazah aminah sudah berhenti kelojotan. Diaturnya nafasnya seiring cengkramannya di dada Alif yang sudah mengendur. Kini tangan itu mengusap-usap bekas cengkramannya tadi dengan lembut. Alif menarik tangan itu sampai tubuh ustazah aminah kian membungkuk ke arahnya. Lalu dipeluknya tubuh sang umi dan dilumatnya bibir yang nampak bergetar merasakan sisa kenikmatan itu.
“Cuuuuuuuppppp,” lumatan bibirnya berakhir dengan ciuman panjang. Tubuh ibu kandungnya itu ambruk menimpa tubuhnya sementara selangkangan mereka masih menyatu erat. Tubuh keduanya terasa panas akibat syahwat yang sudah terlampiaskan.
“Makasih sayang,” bisik Alif sambil menatap mata ibunya yang meneduhinya dari atas. Mendengar itu ustazah aminah memejamkan matanya sejenak lalu senyum terbit di bibirnya. Dia tak menjawab akan tetapi dikecupnya pelan bibir sang anak yang langsung membalas dengan ganas menyosor bibirnya seolah ingin menelannya.
Anak dan ibu kandung itu saling berpelukan beberapa saat sementara bibir dan selangkangan mereka menyatu. Kenikmatan yang mereka rasakan terlalu indah untuk dilepaskan. Kemudian alif mendorong tubuh ibunya ke atas sedikit. Dia rindu pada bongkahan dada ibunya dan dengan perlahan diremas-remasnya kembali buah dada yang sangat menggairahkan itu.
Sementara itu, Ustazah Aminah masih mengatur nafasnya. Dia tak peduli apapun. Kenikmatan yang diperolehnya tak bisa dia gambarkan. Dia mengibaskan tangan anaknya kembali ke samping dan dia kembali berbaring menelungkup dengan paha mengangkangi sang anak semata wayang. Vaginanya masih dicoblos dengan rapatnya oleh kontol alif. Tubuh anaknya terasa hangat menuntaskan segala rindu yang selama ini dia pendam.
Kemudian setelah kenikmatan itu reda, diangkatnya tubuhnya pelan-pelan. ploppp, cairan putih kental meleleh keluar dari memeknya ketika penis Alif tercabut dari lobang memeknya. Alif dengan liar langsung bangkit dan menjilati cairan putih itu, membuat sang ummi yang alim terduduk mengangkang dan kembali mendesah-desah.
“Sssss sudah, sayang, suda..hhhh,” ustazah Aminah berbisik sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangannya menjambak rambut anaknya, mencoba memindahkan kepala itu dari memeknya, sementara satu tangannya menahan tubuhnya ke belakang. Setelah cairan itu habis dia jilati, Alif berhenti dan mengangkat kepalanya. Dengan bibirnya diserbunya bibir sang ibu dan dilumatnya dengan mesra.
“Hshhhh,” ustazah aminah mendesah. Dipeluknya tubuh anaknya erat-erat. Andai dia mengumbar nafsunya maka dia ingin kembali mengulangi persetubuhan dahsyat yang barusan dia alami. Akan tetapi sisi keibuannya tetap masih ada dan selepas syahwatnya terpenuhi untuk sementara dia bisa berpikir lurus juga. Maka biarlah malam ini hanya itu saja, bisiknya, toh masih ada malam-malam yang lain selama sebulan.
Ternyata Alif pun berpikir serupa. Dia tak ingin buru-buru. Cukup sudah malam ini dia menikmati persetubuhan malam pertamanya dengan ibu kandungnya. Toh dia berpikir untuk malam-malam selanjutnya sedikit demi sedikit akan ditambahnya dosis ngentot dengan ibunya sampai kelak sang ibu mau dientotnya semalaman pun. Jika melihat ibunya yang tadi saja kehilangan kontrol dan terus memacu nafsunya mengharapkan dirinya sendiri orgasme, Alif yakin bukan hal yang sukar membuat ibunya bertekuk lutut sepenuhnya pada dirinya.
“Alif sayang umi,” begitu bisik Alif mesra di telinga ibunya.
“Umi juga sayang Alif,” balas ustazah aminah. Senyum mengembang di bibirnya.
“Umi copot saja yuk ini pada basah semua,” sahut alif. Tanpa menunggu persetujuan uminya, dicopotnya bagian bawah mukena yang dikenakannya tadi. Lalu dibantunya uminya berdiri dan langsung diangkatnya ujung bawah mukena uminya yang basah oleh keringat itu.
“Tapi lif....” Umi Aminah tak sempat melanjutkan karena kini mukena itu sudah terlepas dari tubuhnya. Tubuh bugilnya nampak seksi tersinari lampu kamar. Untuk sesaat Alif terpana. Tubuh yang penuh keringat dan menguarkan bau perempuan yang sudah matang. Buah dada yang membulat sebesar semangka, dan jembut yang melingkari memek yang sudah memberinya kenikmatan. Di bawah, kaus kaki cokelatnya masih menutupi betisnya kelihatan seksi. Ditariknya tubuh itu sampai jatuh di ranjang.
“Aliiiiifff,” umi Aminah memekik. Tubuh bugilnya kini ada dalam pelukan Alif yang juga sama bugil.
“Hehe, ayok tidur istriku, Alif pengen tidur sambil meluk umi,” bisik Alif, hembusan nafasnya terasa hangat menerpa leher telanjang ustazah aminah. Tangannya memeluk erat pinggang ustazah aminah. Keduanya berbaring saling berhadapan. Ustazah Aminah hanya tersenyum mendengar Alif memanggilnya istriku. Digerakkannya tubuhnya supaya makin melekat ke tubuh Alif.
“Umi!” tubuh Alif mengejang ketika dirasakannya tangan uminya bergerak menggerayangi tubuhnya dan menyentuh kontolnya yang langsung menegang.
“Maap maap, umi salah pegang,” sahut uminya nakal.
“Awas ya umi, alif entotin lagi tahu rasa,”
“Hush, jangan gitu, perjanjiannya gak gitu. Umi pengen meluk pinggang Alif kok,” balas umi aminah. Tangannya meraih pinggang Alif menariknya mendekat. Penis Alif yang terlanjur menegang dijepitnya dengan pahanya, tepat di bawah memeknya, terasa hangat dan nikmat.
Alif mendengus. Ditariknya kepala ustazah aminah dan dibenamkannya di bawah dagunya. Saat itu terdengar suara musik arab sayup-sayup dari halaman asrama syahamah. “Nampaknya para ukhti masih berpesta mi,” bisiknya.
“Biarin saja, ada ustazah raudah kok sama ustazah lia yang mengamankannya,” jawab ustazah aminah. Kepalanya dibenamkannya makin dalam. Tubuh suaminya sekaligus anak kandungnya itu terasa hangat menentramkan.
Alif tak menjawab. Diusap-usapnya rambut sang umi penuh kasih sayang. Akhirnya tubuh indah ini bisa kunikmati juga, begitu batinnya. Rasa cintanya pada ibu kandungnya itu makin besar. tanpa sadar dalam jepitan paha umi aminah, kontolnya kembali berkedut-kedut mendambakan kenikmatan.
Sementara di kamar ustazah Aminah sedang terjadi persetubuhan terlarang yang liar antara ibu dan anak kandungnya sendiri, apa yang terjadi di halaman asrama syahamah tak kalah seru. Semakin malam mereka semakin bebas berimprovisasi. Sprite, Fanta, dan Teh Botol tak laris tapi Pilsener berkali-kali keluar dari Cool Box. Pilsener dingin untuk hawa yang makin panas.
Ukhti Rakhma duduk di meja tempat kue-kue masih tersisa sedikit. Tangannya memegang botol dan meneguknya serampangan sampai sebagian cairan itu berleleran ke bawah ke gamisnya. Bagian dadanya nampak basah mencetak payudaranya yang berukuran sedang. Ukhti Novi berdiri di depannya, mengamatinya dengan pandangan penuh birahi. Ukhti Novi saat itu mengenakan kaus lengan panjang dikombinasikan dengan rok.
Selesai menenggak pilsener, ukhti rakhma menatap Ukhti Novi, lalu dia memberi isyarat dengan tangannya supaya ukhti novi menghampiri. Tanpa menunggu waktu, ukhti novi langsung menghampirinya. Keduanya saling berciuman dengan ganas. Untuk menahan tubuhnya, ukhti rakhma menekankan satu tangannya ke belakang sementara tangannya yang lain masih memegang botol pilsener.
“Grhhhhh,” ukhti novi mendengus. Dikangkangkannya paha ukhti novi. Lalu kepalanya langsung turun dengan lidah menjulur lebar. Pangkal selangkangan ukhti rakhma menjadi area yang dituju. Disibakkannya gamis ukhti rakhma ke pinggang.
“Uuuuhhhh,” Ukhti Rakhma melenguh. Lidah ukhti novi terasa menjilat-jilat memeknya yang dari tadi bahkan sudah basah. Sesekali dirasakannya remasan jemari sang ukhti di bagian dalam pahanya. Memang hal semacam itu sudah mereka lakukan semenjak keduanya resmi menjadi pasangan lesbian, akan tetapi melakukannya di taman dengan ukhti-ukhti yang lain sibuk berpesta di sekitar jelas membuat mereka merasakan sensasi tersendiri.
Tangan Ukhti Rakhma bergerak mengangkat tangannya yang memegang pilsener. Dituangkannya sedikit cairan dari dalam botol ke kepala Ukhti Novi membuat sang ukhti menggeleng-gelengkan kepalanya sambil merintih-rintih pelan. “Hihihi,” ukhti rakhma mengikik geli.
“Ukhti nakall, hhmmm hhmmmmmm,” demikian komentar ukhti novi di sela jilatannya di memek ukhti rakhma. Tiba-tiba dia memekik dan mengangkat kepalanya, “ehh!” Dirasakannya seseorang memeluk tubuhnya yang membungkuk dari belakang. Lalu ada remasan di susunya yang membuat tubuhnya menggellinjang kegelian.
Ukhti Novi menoleh ke belakang, dilihatnya ukhti nurul sedang menatapnya sambil tersenyum. Pangkal pahanya menempel erat di pantatnya seperti pasangan yang melakukan doggy style. Perlahan tangan ukhti nurul menarik ujung kaus yang dikenakan ukhti novi ke atas sampai ke bawah payudaranya. Lalu tangan itu dengan lembut menyusup ke bongkahan di dadanya, meremas-remasnya pelan.
“Ngrrrrrhhhhhh,” Ukhti Novi memejamkan matanya. Tak disangkanya ukhti nurul yang selama ini nampak alim itu pandai meremas-remas susunya juga. Tak berhenti di situ, ukhti nurul membenamkan mulutnya di alur punggung ukhti novi membuat tubuhnya menggelinjang liar kegelian. “Akhhh, ukhtiii, akhhhh,”
Melihat adegan itu, ukhti rakhma langsung mengangkat kembali tangannya yang memegang pilsener. Dicucurkannya air itu di atas punggung ukhti novi sehingga cairannya mengalir ke bawah melewati alur punggung ukhti novi. Di bawah mulut ukhti nurul membuka siap menyambut aliran cairan itu.
“Slurrpp slurrpp,” terdengar bunyi mulut dan lidah ukhti nurul mencecap cairan dari botol pilsener yang dituangkan ukhti rakhma. Sementara tubuh ukhti novi melenting keenakan membuat punggungnya kian melengkung. Payudaranya yang makin menonjol ke depan langsung diremas-remas dengan penuh gairah oleh tangan ukhti nurul.
“Uuuuuh,, ukhti, ukhttiiiiii,” ukhti novi merintih-rintih. Tangannya kini sibuk menggentel-gentel memeknya sendiri yang terasa gatal. Kepalanya menggeleng-geleng ke kiri ke kanan sebelum kemudian terhenti ditahan oleh tangan ukhti rakhma. Ukhti rakhma menatap wajah ukhti novi yang tengadah dengan tatapan mesra. Lalu diturunkannya wajahnya, dan cuppp cuppp cupppp, ciuman dahsyat menimpa bibir ukhti novi, dilanjur dengan dua bibir mereka yang saling mengulum.
Ustazah Raudah dan Ustazah Lia menatap adegan itu dari pinggir kamar. Beberapa ukhti yang lain sambil tertawa-tawa juga saling menonton adegan tiga ukhti itu. sudah lama sebenarnya mereka mendambakan kesenangan semacam ini dan malam ini mereka merasa mendapatkan kebebasan sepenuhnya.
Tit tit tit, bunyi pesan masuk ke hp ustazah Lia. Dia membacanya sekilas, kemudian sambil tersenyum dia berkata pada ustazah raudah. “Mereka sudah di depan ukhti.”
“Yasudah ayo kita jemput, ana sudah tak tahan,” balas ustazah raudah. Keduanya berlalu ke arah pintu gerbang. Tak berapa lama keduanya kembali dengan diiringkan oleh dua orang bergamis kombor dan bercadar. Tanpa ada satupun ukhti penghuni asrama syahamah yang mengamati mereka, keempat orang itu langsung masuk ke kamar ustazah lia. Cklek, terdengar pintu kamar itu dikunci dari dalam.
Di taman asrama syahamah, seorang ukhti menyetel musik yang lazim mengiringi tari perut. Lirik-lirik ceria berbahasa arab pun mengalun. Beberapa ukhti langsung menari-nari erotis sambil sesekali saling merangkul ukhti yang lain. Sudah tak terhitung bunyi bibir-bibir yang bertemu dan saling mengulum di sana. Bunyi-bunyi tarikan nafas mereka sudah makin tak beraturan. Sesekali terdengar pula tawa cekikikan para ukhti.
Ukhti rakhma kini sudah berbaring telentang di atas meja. Tak diperdulikannya beberapa kue yang peyek tertimpa tubuhnya. Gamisnya sudah tersingkap sampai ke pinggang, pahanya mengangkang membuka. Memeknya tampak basah oleh jilatan ukhti novi yang bercampur dengan kucuran pilsener.
Sementara itu ukhti novi sedang saling berciuman ganas sambil berdiri dengan ukhti nurul. Tangan ukhti rakhma menggentel-gentel memeknya sementara matanya liar mengamati adegan yang menggairahkan itu. “Ukhtiii, udah ukhtiii,” bisiknya.
Ukhti novi menghentikan kulumannya di bibir ukhti nurul. Sambil tersenyum dia menghampiri ukhti rakhma dan langsung naik ke meja. Dipaskannya satu kakinya di tengah paha ukhti rakhma sementara kakinya yang satu di luar. “Uhhh,” ukhti rakhma merintih saat dirasakannya bulu-bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan ukhti novi menggesek pangkal pahanya.
Kaus ukhti novi saat itu sudah basah. Tangannya mengetatkan kaus di bagian dadanya. Disentuhkannya buah dadanya di buah dada ukhti rakhma dan digesel-geselkannya sambil tersenyum. “Aduhh, ukhti, teruuushhh,” ukhti rakhma kembali merintih-rintih. Tangannya menarik punggung ukhti novi makin mendekat. Ditekankannya kepala ukhti itu di lehernya.
“Slurppp, slurpp,” ukhti novi menjilat-jilat leher ukhti rakhma. Sementara di bawah, pinggulnya mulai bergerak menggesek-gesekkan selangkanngannya dengan selangkangan ukhti rakhma membuat ukhti rakhma makin ketat memeluk tubuhnya. Kakinya menendang-nendang meja dengan liar.
Melihat adegan itu, ukhti nurul tak diam saja. Dihampirinya kedua ukhti itu. lalu tangannya memegang kaki ukhti rakhma dan menahannya supaya diam. Dijilar-jilatnya betis sang ukhti, diremas-remasnya telapak kaki yang putih bersih terawat itu dengan lembut. Ukhti rakhma kini tak bisa apa-apa selain melenting-lentingkan tubuhnya dan menggerakkan pinggulnya mengikuti gerakan pinggul ukhti novi.
“Aihh, rame-rame gini ana jadi penasaran nih,” seorang lagi ukhti menghampiri mereka. Ukhti nurul tersenyum menyambut. “Ayo sini ukhti, tubuh ana juga rasanya udah terbakar nihhh,” ucapnya sambil membungkukkan tubuhnya lalu mulutnya kembali asyik menikmati kaki ukhti rakhma.
Yang datang ternyata ukhti khusnul. Ukhti yang bertubuh mungil itu menyingkapkan gamis ukhti nurul ke atas. Dibimbing oleh imajinasinya, langsung dibenamkannya mulutnya di belahan pantat ukhti nurul.
“Ehh ukhtiii, aduhhhh,” tubuh ukhti nurul tersentak merasakan jilatan di anusnya. Dirasakannya sensasi yang selama ini hanya bisa dia bayangkan. Tak pernah diduganya ukhti khusnul akan mau menjilati lubang tempat keluar kotorannya itu. terasa geli-geli nikmat tersalur ke syaraf-syaraf di sekujur tubuhnya.
“Crrppp crrppp,” bunyi jilatan lidah ukhti khusnul tedengar berkali-kali, tubuhnya yang mungil ternyata menyimpan keliaran tersendiri. Tak berhenti di situ, jemarinya bergerak ke depan dan langsung menyentuh-nyentuh bibir vagina ukhti nurul.
“Uh uhhh, uhhhh,” lenguhan ukhti nurul terdengar bersahutan dengan rintihan ukhti rakhma. Tangan ukhti nurul sudah tak lagi memegangi kaki ukhti rakhma. Kini tangannya memegang pinggiran meja erat-erat sementara kepalanya menunduk menahankan kenikmatan yang diberikan oleh jilatan dan remasan tangan ukhti khusnul.
“Anusmu wangi, ukhti, ahhh, wangi sekali,” bisik ukhti khusnul di sela jilatannya. Jemarinya makin liar merekah-rekahkan memek ukhti nurul.
“Ukhtii, jemarinya jangan dimasuk...kan, ukh, ana masih pera...wannn,” saking tak tahannya merasakan kenikmatan, mata ukhti nurul sampai terasa basah. Air liurnya menetes-netes sebagian mengenai telapak kaki ukhti rakhma.
“Aghhh, aku cinta kamu ukhti, aku cinta kamuuu, terus terus terusss, ahhhh auhhh,” Terdengar ukhti rakhma berteriak. Pinggulnya bergoyang makin liar. Kakinya menjepit-jepit kaki ukhti novi yang juga bergoyang makin liar di atasnya. Digesek-gesekkannya klentitnya di klentit ukhti rakhma. Keringat keduanya sudah mengucur deras. Gamis yang dipakai sudah awut-awutan tak karuan.
“Ana juga ukhti,” bisik ukhti novi lembut. “Ana cinta kamu,” matanya menatap mata ukhti rakhma. Tangannya begerak mengelus-elus dagu ukhti rakhma. “Antum cantik sekali,” sambungnya lagi.
“Antum juga cantik ukhti, ukhhhh,” balas ukhti rakhma. Sekilas ditatapnya ukhti nurul di bawah kakinya yang sedang merintih-rintih dengan tubuh melenting-lenting keenakan. “Aduhhhh, ana hampir sampai ukhti, aduhhhh,”
Ukhti novi juga merasakan desakan syahwat di tubuhnya makin meninggi. Gesekan jembutnya dengan jembut ukhti rakhma terasa perih-perih nikmat. Klentitnya makin mencuat terasa berkedut-kedut memberikan kenikmatan pada setiap sentuhan dengan klentit ukhti rakhma.
“Arghhhhh, ahhh ahhh, sudah ukhtiii, ahhh,” kali itu terdengar suara rintihan ukhti nurul. Susah payah diangkatnya tubuhnya berdiri. Lalu tanpa berkata apapun langsung didorognya tubuh ukhti khusnul berbaring di rumputan. Tanpa mempedulikan rumputan yang kotor, dengan penuh gairah ukhti nurul langsung mengangkangkan paha ukhti khusnul.
“Kujilati memekmu ukhtiii,” sambungnya. Lalu dibenamkannya mukanya di pangkal selangkangan ukhti khusnul membuat ukhti bertubuh mungil itu merintih keenakan. Tangan ukhti khusnul dengan lembut mengusap-usap kepala ukhti nurul yang bergerak liar di pangkal selangkangannya.
Selama ini ukhti khusnul memang seringkali membuka-buka situs bokep. Pertama-tama dia melakukannya karena penasaran dan juga untuk persiapan supaya kelak dia bisa melayani suaminya sebaik-baiknya. Tapi situs bokep yang dia buka mengandung konten ribuan atau bahkan puluhan ribu bokep yang bisa ditonton langsung ataupun didonlod gratis. Dia yang semula hanya melihat-lihat lalu jadi kecanduan menjelajahi berbagai tawaran desahan yang bisa dilihatnya gratis menggunakan wi fi asrama syahamah. Tentu saja dalam kesehariannya dia tetap selalu berpenampilan alim, menundukkan kepala, kaki selalu tertutupi kaus kaki panjang. Betapa kagetnya dia ketika malam ini dia mendapatkan kebebasan seperti ini.
Baik ukhti khusnul ataupun ukhti nurul memang pemula dalam permainan seks seperti ini. Tak heran mereka masih membabi buta memuaskan kepenasaran mereka yang terpendam selama ini. Ukhti nurul masih menyosor-nyosor bibir vagina ukhti khusnul penuh gairah, menghirup bau khas area nikmat itu sambil mendengarkan irama rintihan ukhti khusnul. Baru kemudian ketika tangan ukhti khusnul menggeser kepalanya ke arah klentitnya, ukhti nurul pun tahu area yang lebih penting untuk dihisapnya.
Semula ukhti nurul hanya menyentuh-nyentuh daging yang kecil menyentil itu dengan ujung lidahnya. Setiap sentuhan lidahnya membuat ukhti khusnul merintih kian kencang dibarengi pahanya menjepit kepala ukhti nurul. Semakin panas barulah dikucupnya klentit itu.
“Ukhhhhh, ukhti, hisap ukhti, hisapppp,” ukhti khusnul mendesah-desah liar.
Ukhti nurul menurut, dihisapnya klentit itu kuat-kuat. Ukhti khusnul merintih panjang sementara kepalanya mendongak ke langit dengan mata terbeliak. Kenikmatan ini membuatnya terpinga-pinga dan lalai mengatur tempo. Beberapa detik kemudian tubuhnya mengejang-ngejang sambil dijepitnya kepala ukhti nurul dengan pahanya. Dia orgasme. Gelombang kenikmatan menimpanya membuat pandangannya terasa berkunang-kunang. Tubuhnya mengejat-ngejat kuat dan jepitannya di kepala ukhti nurul makin kuat pula membuat sang ukhti megap-megap.
“Ukhtiiiiiiiiiiii, ana cummingggg,” begitu tanpa sadar dia mengucapkan kata yang seringkali dilihatnya diucapkan wanita-wanita bule dalam film bokep yang dia tonton. Ukhti nurul dengan takjub melihat kedutan-kedutan hebat di bibir vagina ukhti khusnul sebelum kemudian dilihatnya cairan kental meleleh keluar. Dijilatnya cairan itu, asin asin aneh, tubuh ukhti khusnul kembali mengejat-ngejat sebelum terkulai lemas.
“Bagaimana ukhti?” ukhti nurul mengangkat kepalanya lalu menatap wajah ukhti khusnul yang juga menatapnya. Ukhti khusnul baru akan menjawab ketika tiba-tiba....
Buggggg, bunyi jatuh di dekat mereka mengagetkan membuat mereka berdua menoleh. Demikian juga ukhti yang lain. Ternyata tubuh ukhti novi dan ukhti rakhma jatuh dari meja bergulingan di rumput. Tubuh keduanya masih saling bertumpukan dengan paha saling menjepit dan selangkangan menyatu.
“Aaaaahhh akhhhhh auhhhhhh,” lenguhan kedua ukhti itu terdengar kencang. Bibir keduanya saling melumat ganas, kedua tangan mereka saling merangkul membuat buah dada mereka saling berhimpitan lekat. Lalu bibir keduanya terlepas dan mereka menjerit berbarengan. Tubuh ukhti novi yang di atas tubuh ukhti rakhma melenting ke atas, sementara selangkangan keduanya rapat menyatu. Tubuh keduanya kejang-kejang hebat, pinggul ukhti novi memperlihatkan gerakan seperti laki-laki menyodokkan kontolnya, lalu beberapa saat kemudian tubuh keduanya tergeletak lemas di rumput taman asrama syahamah. Keduanya orgasme bersamaan.
Para ukhti yang lain bersorak dan menghampiri kedua ukhti itu. ukhti Novi tersenyum puas, diciumnya bibir ukhti rakhma yang masih dihimpit di bawahnya. Lalu diedarkannya pandangannya ke sekitar mencari-cari ustazah raudah dan ustazah lia, tapi tak ditemukannya keduanya.
“Pasti mereka berdua sedang bercumbu di kamar,” begitu pikirnya.
Ukhti nurul melihat ke arah tubuh yang sama sepertinya berbaring di rumput taman itu, dia baru akan mengatakan sesuatu ketika dirasakannya jemari lembut meraih memeknya.
“Akh!” begitu dia memekik sambil menatap ke depan. Ternyata ukhti khusnul kini sudah duduk di depannya dan jemarinya mulai beraksi mengusap-usap memek ukhti nurul. Dengan lembut ukhti khusnul mendorong tubuh ukhti nurul ke belakang, terbaring menelentang. Sambil tersenyum, diteduhinya tubuh ukhti itu.
“Kini giliran ana memuaskanmu, ukhti,” desisnya.
2495Please respect copyright.PENANA4W7Drizvx4
*
2495Please respect copyright.PENANAc2VQp5FvVa
Ustazah Aminah terbangun oleh dering hpnya. Untuk sejenak dia berbaring mengumpulkan ingatannya. Berangsur dirasakannya ngilu di selangkangannya. Seperti dulu pernah dia rasakan setelah malam pertama bersama ustaz karim. Tubuhnya terasa sangat lelah. Barulah kemudian ingatannya pulih dan dia mendesah, “Ya, ini memang malam pertama, malam pertamaku yang kedua,”
Dia lalu bangkit terduduk di ranjang. Tubuhnya bugil, hanya ada kaus kaki cokelatnya menutupi betisnya. Dilihatnya di sampingnya “suaminya”, anak kandungnya Alif tertidur pulas menelungkup. Ustazah Aminah tersenyum membayangkan kegagahan sang anak tadi malam mengentotnya. Seumur hidupnya baru tadi malam dia merasakan kenikmatan seksual seperti itu. diam-diam dia merasa bersyukur telah mengambil keputusan menuruti saran pengobatan alternatif itu.
Diangkatnya panggilan telpon itu yang ternyata dari Umi Latifah.
“Apa kabarnya umi? Maap menelpon sepagi ini,” suara halus umi latifah terdengar dari seberang.
“Baik, umi, gimana sebaliknya umi? Ndak apa-apa kok, ana juga tidak sedang ngapa-ngapain.” Umi Aminah menyempatkan diri menoleh ke arah Alif. Pandangannya jatuh pada penis sang anak yang nampak menjuntai besar. penis yang semalam telah mengantarkannya ke kenikmatan yang tak pernah dia rasakan.
“Gini, umi, ana mau ngasih kabar bahwa pengabdian ustazah yang dulu sudah kita bicarakan itu jadinya bulan depan.”
“Ohhh, bulan depan? Oke umi, lima orang ya?” Jemari ustazah aminah meraba jembutnya yang terasa kaku, sisa-sisa jilatan Alif yang sudah kering.
“Iya umi, bisa ya? Ana butuh sekali bantuan dari ustazah-ustazah terpercaya,”
“Siap umi, sudah ada kok. Ustazah Lia, Ukhti Sofia, Umi Habibah, ukhti Nafisah, sama satu lagi ukhti...Salsabila.” Ukhti Salsabila adalah kerabat ustazah lia. Umi Aminah sendiri belum mengenalnya. Nama itu disodorkan oleh ustazah lia kepadanya kemarin.
“Sipp lah kalau begitu. Maap ya umi, ana belum sempat berkunjung. Di sini sibuk sekali.”
“Iya gak apa-apa umi, ana maklum kok, maklum ustazah perintis di kampung terpencil ya pasti sibuk,” sahut umi aminah dengan nada bercanda. Umi latifah membalas dengan tawa berderai dari seberang. Keduanya kemudian melanjutkan mengobrol tentang beberapa hal, termasuk mengenai ustaz karim, kakaknya umi latifah yang pergi ke luar negeri, tepatnya ke palestina untuk tugas kemanusiaan sekaligus juga memperbanyak jaringan partai.
Pagi hari itu cuaca cerah. Di taman asrama syahamah para ukhti yang semalam berpesta sudah membereskan sisa-sisa sampah yang ada di sana. Mereka bergadang semalaman memuaskan hasrat seksual mereka dengan kawan-kawan sesama perempuan. Asrama syahamah kembali nampak asri, para penghuninya sudah kembali ke kamar mereka masing-masing, menyimpan pengalaman mereka tadi malam untuk kali lain.
Sementara ustazah aminah sedang mengobrol dengan umi latifah, dua sepeda motor keluar dari pintu gerbang asrama syahamah. Berhenti sebentar di depan karena ada motor melintas di gang, ibu penjual nasi yang berumah di seberang asrama syahamah menyapa Ustazah Raudah dan Ustazah Lia yang menjadi pengendara. “Pagi-pagi begini semangat sekali ukhti sudah pada berangkat?”
“Iya, bu, ini mau ngantar teman ke terminal, mau mudik,” Ustazah Lia menjawab sambil tersenyum. Ustazah Raudah ikut tersenyum sambil mengangguk ke arah si ibu. “Mari, Bu,” sambungnya. Kemudian dua sepeda motor itu melaju.
Di belakang kedua ustazah itu memang masing-masing membawa sosok bergamis dan bercadar. Jika kau membuka cadar-cadar itu maka kau akan menemukan wajah-wajah berkumis dan jika kau membuka gamis-gamis itu maka akan kau temukan penis yang mengacung di selangkangan keduanya.
Ya, keduanya adalah Ahmad Soleh dan Nofal, dua tamu laki-laki yang habis berpesta bersama Ustazah Raudah dan Ustazah Lia semalam suntuk. Masuk ke jalan besar keduanya memepetkan tubuh mereka ke depan. Karena keduanya memakai celana juga, maka posisi duduk keduanya memang mengangkang. Itu hal yang biasa bagi ukhti yang sedang bepergian. Kemudian kedua tangan mereka perlahan merayap ke depan, meremas dada dan menggerayangi paha ustazah raudah dan ustazah lia yang langsung menggelinjang sambil tertawa-tawa.
Pagi hari itu cuaca cerah. Lampu merah berganti hijau tapi motor mereka maju perlahan-lahan, menikmati birahi yang dilampiaskan sepanjang jalan. Jauh di belakang mereka bangunan Asrama Syahamah semakin tertinggal, meninggalkan Alif yang masih tertidur pulas di ranjang ibunya dengan penisnya menjuntai panjang dan besar dan Ustazah Aminah yang menerima telpon dari Umi Latifah sambil sesekali mengelus-elus memeknya yang terasa gatal, meninggalkan sepi yang merambat di gerbang kokoh asrama syahamah. Nanti, kisah mereka akan kembali bermula, kini, cukuplah kisah syahwat para ukhti dan ustazah alim dari asrama syahamah ini disudahi dulu, untuk sementara.
2495Please respect copyright.PENANACmF2e2hTFW
~ TAMAT ~
2495Please respect copyright.PENANAbSuO71ibOG