Ima hanya berbaring di ranjang kamarnya setelah memasak dan membersihkan rumah. Wanita cantik itu menscrol layar ponselnya dengan bosan, medsos serta list serial terbaru Netflix tak membuat istri Andi itu merasa tertarik. Di dalam benaknya masih dibebani perkosaan yang dilakukan Wongso.
Dia sangat trauma dan ketakutan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ima tidak bisa menceritakan petaka yang menimpanya baik pada suaminya sendiri ataupun pada Polisi, dia takut kalau dia membeberkan semuanya, situasinya akan lebih buruk lagi untuknya terlebih bagi keutuhan rumahtangganya.
Ima takut sewaktu-waktu Wongso akan datang ke kamar dan menyetubuhinya lagi seperti yang telah dilakukannya tadi pagi. Selangkangannya masih terasa sakit setelah mendapatkan perlakuan kasar dari pria tua itu. Dasar panjang umur, pria tua busuk itu tiba-tiba saja muncul, membuka pintu kamar tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
"Ayo ikut Aku pergi keluar Nduk."
Ima terkejut tapi diam saja, dia pura-pura tidak mendengar dan masih asyik melihat layar ponselnya. Tidak mendapat tanggapan dari Ima membuat marah Wongso, senyum mesumnya berubah menjadi sungutan emosi. Dengan geram Wongso mendekati sisi ranjang. Ponsel yang sedang dipegang Ima disambar Wongso dengan kasar.
"Jangan pura-pura nggak dengar! Ayo ikut Aku!" Ajakan Wongso pada Ima itu bagaikan petir di siang bolong. Pergi keluar? Apa lagi yang diinginkan mantan napi itu kali ini?
"Mau pergi kemana?" Tanya Ima sambil merapikan rambutnya yang jatuh ke kening.
"Aku capek Pakdhe, nggak pengen pergi kemana-mana." Lanjut Ima menolak permintaan dari Wongso.
Wajah pria tua itu memerah menandakan kemarahannya makin lama makin memuncak. Wongso menarik tubuh Ima dan memeluknya dengan kasar.
"Besok atau lusa Andi sudah pulang, Aku mau menikmati waktu bersamamu Nduk! Aku tidak ingin menyakitimu lagi, jadi sebaiknya kau turuti semua permintaanku tanpa mengeluh, atau aku akan berubah pikiran! Hari ini kita pergi ke rumah anak buahku karena aku pengen memamerkan istri keponakanku yang cantik!"
Wongso lalu mencium bibir Ima dengan kasar bahkan menggigitnya sampai wanita itu kesakitan, setelah Ima meronta-ronta, Wongso baru melepaskannya.
"Aku juga tidak suka kamu bertanya padaku dengan sinis! Lain kali pikir dulu sebelum mengajukan pertanyaan!" Ima yang sudah lepas dari pelukan Wongso meringkuk di ujung ranjang dan menundukkan kepala, dia sangat ketakutan sampai-sampai tubuhnya bergetar.
"Ma..Maaf Pakdhe."
"Maaf? Sudah seharusnya!" Dengan sombong Wongso menatap tajam wajah istri keponakannya itu.
"Ganti pakaianmu, dandan yang cantik! Aku tunggu di bawah!" Pria tua itu lalu beranjak dari ranjang kemudian pergi meninggalkan kamar.
1411Please respect copyright.PENANA8YOglPCKQf
***
1411Please respect copyright.PENANAyrNTda0XrP
Sebuah city car yang beroperasi sebagai taksi online melaju tenang menembus padatnya lalu lintas Ibu Kota. Ima dan Wongso sudah duduk di kursi penumpang, sejak berangkat dari rumah, Wongso lebih banyak diam, nyaris tak ada percakapan diantara dirinya dengan Ima.
Sesuai dengan request pria tua itu, Ima mengenakan drees model sabrina pendek yang tidak terlalu ketat. Walaupun berpenampilan seadanya, Ima masih tetap terlihat cantik mempesona, apalagi pundak dan laeher jenjangnya yang mulus terekspose sempurna.
Walaupun mulutnya terdiam, tapi tangan Wongso masih tetap beraksi. Duduk berdampingan bersama Ima di kursi belakang, Wongso dengan nakal mengelus betis istri keponakannyanya itu nyaris tanpa perasaan sungkan atau malu. Berulang kali Ima merasa kikuk karena melihat mata sang sopir melirik ke belakang menggunakan kaca spion dasboard.
Bahkan Wongso kadang nekat membelai paha Ima yang mulus atau sesekali meremas payudaranya. Wanita cantik itu sudah memperingatkan Wongso agar tidak nekat karena sang sopir bisa melihat mereka. Tapi Wongso hanya tersenyum mesum. Beberapa kali suara sang sopir meneguk ludah dan berdehem bisa terdengar dari belakang.
"Menurut sampeyan, keponakan saya ini cantik nggak?" Tanya Wongso tiba-tiba.
Ima langsung mengernyitkan dahi, ketakutan akan kenekatan pria tua cabul itu perlahan mulai mendera. Sang sopir meneguk ludah. Pandangannya beralih ke arah Ima. Bagaikan seekor harimau yang siap menerkam mangsa, dia memperhatikan Ima dari atas ke bawah lewat spion dasboard.
"Saya kira istrinya, soalnya mesra banget! Ternyata cuma keponakan?"
"Jadi bagaimana menurut mas, keponakanku cantik nggak?"
Wongso mengulang pertanyaannya. Ima merasa jengah mendengar percakapan dua orang ini, apalagi sang sopir kemudian memandang ke arahnya dengan tatapan mesum menjijikkan.
"Wah, Pak! Bukan cantik lagi namanya kalau yang seperti ini!" Jawab sang sopir taksi antusias.
"Cuantikkk!! Kayak bintang sinetron!" Lanjutnya.
"Bagaimana pendapat mas tentang tubuhnya? Bagus nggak?" Tanya Wongso lagi. Ima sudah bersiap keluar dari taksi tapi ditahan oleh Wongso.
"Seksi, Pak!" Pekik sang sopir sumringah.
"Mas mau coba buat incip-incip nggak?"
Mendengar itu Ima langsung tersentak kaget, sementara Wongso masih bersikap santai memberikan tawaran menggiurkan pada si sopir. Tubuh Ima langsung lemas. Dia tidak menyangka Wongso akan memperlakukan dirinya hingga seperti ini.
Geram sekali rasanya Ima karena diperlakukan seperti pelacur hina oleh pria tua itu . Tapi cengkraman tangan Wongso yang tidak bisa dilepaskan menyadarkannya akan satu hal, dia harus melakukan apapun perintah sang mantan napi, jika ingin selamat.
"Incip-incip gimana maksudnya Pak?" Tanya si sopir penuh harap.
"Mungkin mas mau coba cium bibir keponakanku sambil grepe-grepe?"
"Serius nih Pak?! Wah rejeki nomplok!" Gayung bersambut, si sopir yang mulai dilanda birahi tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
"Tapi ada syaratnya." Ujar Wongso.
"Apa tuh syaratnya Pak?" Tanya si sopir tak sabar.
"Syaratnya Mas cuma boleh cium dan grepe-grepe aja, nggak boleh lebih. Dan, sebagai gantinya ongkos taksi ini gratis. Bagaimana?"
Sang sopir taksi yang bertubuh kurus dan berkulit sedikit gelap akibat serinng terbakar matahari kembali meneguk ludah. Membayangkan bibir Ima yang ranum saja sudah membuatnya sangat bernafsu, apalagi kalau sampai menjadi kenyataan? Merasakan bibir Ima jauh lebih menggiurkan dibanding ongkos taksi yang tak seberapa, tanpa pikir panjang lagi si sopir langsung menyetujui syarat yang diajukan Wongso.
"Boleh Pak! Kapan lagi saya bisa ngerasain yang kayak begini?" Ucap si sopir, Wongso tersenyum.
"Ok kalo gitu, silahkan sampeyan pindah ke kursi belakang." Buru-buru sang sopir mencari daerah sepi untuk memakirkan mobilnya.
Tak lama mobil masuk ke area parkiran sebuah mall, si sopir sepertinya begitu hapal dengan daerah tersebut hingga bisa menemukan spot yang jauh dari banyak orang. Mobil itu berhenti sementara sang sopir segera membuka pintu kemudi untuk kemudian berpindah ke kursi belakang.
"Pakdhe, Aku mohon jangan lakukan ini..." Protes Ima dengan wajah memelas.
Wongso bergeming dan justru memberi tatapan tajam penuh intimidasi, tak ada gunanya menentang pria bejat satu ini. Wongso membuka pintu mobil, lalu mempersilahkan si sopir untuk menggantikan posisinya. Pria tua itu hanya berdiri di sisi mobil sambil sesekali mengamati keadaan sekitar dan membiarkan pintu bagian belakang tetap terbuka.
Sang sopir tidak membuang waktu, begitu Wongso mengangguk memberi ijin dia langsung mencium bibir Ima. Ima memejamkan mata karena tidak tahan melihat wajah sopir taksi online itu. Ima berusaha setengah mati untuk terus mengatupkan bibirnya meskipun si sopir menciuminya dengan ganas. Tapi si sopir tak kurang akal, ketika Ima berusaha menghindari cumbuan di bibirnya, tangan pria bertubuh kurus itu mulai bergerilya menjamah bagian payudara.
"Eemmmchh!!!!"
Lenguhan Ima terdengar lirih, tanpa sadar bibirnya sedikit terbuka, kesempatan yang tak dibuang oleh si sopir untuk menelusupkan lidahnya ke dalam mulut Ima. Mata istri Andi itu terbelalak kaget ketika menyadari lidah si sopir sudah menari-nari dengan liar pada bagian dalam rongga mulutnya. Menjilati bibir serta lidah secara brutal penuh nafsu, Ima tak kuasa menghadapi serangan itu.
Awalnya mereka berciuman dengan lembut, bibir sang sopir sudah basah semerbak bau tembakau rokok bisa tercium oleh Ima. Lidah si sopir membelai bibir Ima yang ranum dan membasahinya pelan-pelan. Lalu pria itu menghisap lembut bibir bawah Ima sebelum akhirnya benar-benar menangkupkan seluruh bibirnya ke bibir Ima. Istri Andi itu melenguh kesakitan saat kemudian sang sopir meremas buah dadanya dengan kasar dan penuh nafsu.
"Eeemchhh!! Eeemchhh!!"
Lenguhan Ima membuat mulutnya terbuka, sang sopir menyorongkan lidahnya masuk ke dalam mulut wanita cantik itu. Lidah sang sopir bertemu dengan lidah Ima dan keduanya bertautan. Perasaan takut mengkhianati suami dan rasa bersalah yang menebal malah membuat Ima makin pasrah. Dia sudah tidak tahu lagi mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang tidak. Bibirnya selalu menjadi milik Andi sang suami, tapi kini, Wongso dan bahkan seorang sopir taksi tak dikenal telah mencicipi keranuman bibirnya.
Wongso tersenyum mesum melihat Ima kembali melenguh, jelas sekali kalau Ima mulai terangsang walaupun pada awalnya menolak mati-matian. Mantan napi itu melihat bagian selangkangan si sopir sudah begitu sesak, jelas sekali jika si sopir dilanda birahi luar biasa, Wongso terkekeh melihatnya. Ciuman Ima dan sang sopir taksi berakhir saat Wongso menepuk pundak sang sopir.
"Oke, mas. Udah cukup!" Kata Wongso, si sopir menghentikan aksinya.
"Wah! Nggak kerasa Pak." Guraunya dengan memberi lirikan menjijikkan pada Ima yang buru-buru mengelap bibirnya dengan tangannya sendiri.
"Heheheh, segitu aja udah bikin kontol sampeyan ngaceng kan?" Ujar Wongso, si sopir tertawa malu.
"Oke, sekarang antarkan Kami ke tujuan, sesuai aplikasi ya Mas!"
"Siap Pak!" Sahut si sopir sebelum kembali keluar dari kursi penumpang dan kembali ke belakang kemudi.
1411Please respect copyright.PENANApaKwptYNoL
***
1411Please respect copyright.PENANAHJRP9gmxik
Mobil yang ditumpangi oleh Ima dan Wongso berhenti di depan sebuah rumah kecil sederhana di selatan kota. Di teras rumah bercat biru laut itu sudah berdiri dua pria berwajah sangar. Anwar salah satunya, pria dengan tubuh sedikit tambun itu nampak sumringah melihat kedatangan Wongso.
"Wah! Wah! Siapa ini Bos? Cantik banget! Istri baru ya?" Sambut Anwar sambil menyalami Wongso, tatapan matanya seolah sedang menelanjangi tubuh Ima dari atas sampai bawah saking takjubnya melihat istri Andi itu.
"Istri baru gundulmu?! Ini keponakanku, kenalin, Ima Namanya." Jawab Wongso, pria tua itu melirik tajam ke arah Ima memberi isyarat agar menyalami Anwar. Dengan malas Ima menurutinya.
"Ayo silahkan masuk!" Kata Anwar mempersilahkan Wongso dan Ima unruk masuk ke dalam rumah.
"Ini Rocky Bos, dia nanti akan membantu kita." Anwar memperkenalkan seorang pria dengan postur tinggi besar dengan badan penuh tatto.
"Bagus! semakin banyak anggota malah makin enteng pekerjaan kita nanti." Sahut Wongso yang disambut tawa ringan Anwar.
Sama halnya dengan Anwar, Rocky juga menatap takjub sosok Ima yang berdiri di dekat Wongso, pesona istri Andi itu seperti berhasil menghipnotis jiwa kelaki-lakian dua begundal itu.
Wongso mendatangi Anwar tujuannya adalah untuk membicarakan rencana perampokan salah satu rumah mewah milik Djarot si kepala sipir. Dendam Wongso karena diperlakukan buruk oleh Djarot di sisa masa hukumannya dulu ternyata masih membekas dan belum benar-benar hilang.
Mantan napi itu berencana untuk menuntaskannya dalam waktu dekat, tentu saja dengan bantuan Anwar cs. Bak gayung bersambut, Anwar juga sudah tak sabar ingin segera kembali melakoni aksi, sudah hampir 1 tahun lebih dirinya tiarap akibat kegagalan perampokan yang menewaskan dua temannya.
Apalagi sekarang kondisi keuangannya sedang tidak baik-baik saja, hutang pinjol serta lintah darat sudah menghantuinya. Anwar butuh pemasukan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
1411Please respect copyright.PENANA4RQiTrwxyF
BERSAMBUNG
1411Please respect copyright.PENANACbJbuO82A9