(𝐁𝐀𝐆𝐈𝐀𝐍 𝐊𝐄𝐃𝐔𝐀)381Please respect copyright.PENANAjqGOkcqdZ1
𝙳𝚊𝚛𝚒 𝚂𝚎𝚔𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐381Please respect copyright.PENANA5ihlHXpN0c
Beberapa hari ini Yuri sibuk mencari alasan yang membuat Hiro menganggap bahwa mereka tak jauh beda. “Apanya yang beda?!” gerutu kecil darinya lalu melanjutkan pencarian dengan bertanya pada orang-orang yang pernah satu sekolah dengannya, mengunjungi rumah Hiro secara diam-diam hingga bertanya dengan tetangga sekitaran hingga mengunjungi guru di sekolahnya dan pada Yuri tersadar, bahwa semua yang dilakukannya hanya menghasilkan sedikit petunjuk. Tidak ada kemajuan- setiap kali Yuri pulang, ia selalu menggerutu lagi dan lagi pada cermin panjang di depannya. Seolah pantulannya adalah Hiro, dia menggeram lalu mencaci maki dan akhirnya tertidur dengan sendirinya.
Selama beberapa hari itu, Yuri dan Hiro memang tidak saling bicara, seolah saling menghindari- Hiro juga terlihat tidak tertarik untuk bicara banyak. Tidak ada sorot mata saling mengamati, hanya diam lalu berlalu.
Bahkan Naomi yang sedang berbicara dengan wali kelasnya sedikit terkejut melihat Yuri yang belakangan ini sering datang terlambat dengan raut wajah yang terlihat kurang istirahat.
“Apa yang terjadi denganmu?”
“Tidak ada,” jawab Yuri dengan suara yang mengecil.
𝗔𝗸𝘂 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗸𝘂𝗺𝗽𝘂𝗹 𝗱𝗶 𝗿𝘂𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗹𝘂𝗯 𝘀𝗲𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗲𝗸𝗼𝗹𝗮𝗵 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶.
Naomi memberikan catatan kecil itu kepada Hiro, Yato dan juga Yuri. Mereka mengiyakan isi catatan itu tanpa saling memandang ataupun bicara, Naomi dan Yato yang melihatnya menjadi bertanya-tanya. Seakan sedang menghindar satu sama lain.
“Apa yang terjadi diantara kau dan Hiro?” tanya Naomi dengan suara lembut miliknya.
“Tidak terjadi apapun.”
“Benarkah?” Naomi bersedekap, dia menyipitkan matanya.
“Iya.”
Naomi melihat ke arah Yato dan menggelengkan kepalanya. Yato pun langsung duduk di samping Hiro. “Hey si muka dingin, apa yang terjadi masalah antara kau dan Yuri?”
“Apakah wajahku seperti wajah orang yang cuma bisa menimbulkan masalah?” ketus Hiro yang menghela nafas- lalu pergi keluar kelas. Hiro berjalan dengan langkah sadar tanpa mempedulikan Yato yang memanggilnya dari belakang.
Pelajaran pun berakhir, bebeapa murid ada yang meregangkan tubuhnya lalu bercerita pelan tentang rencana yang akan dilakukan.
“Berarti yang tidak masuk hari ini cuma Takishima Hiro ... baiklah, sekian pelajaran hari ini, ” kata Pak Jun yang mengakhiri pelajaran hari ini dan meninggalkan kelas.
“Kemana perginya Hiro?”
“Entahlah, tidak biasanya dia seperti ini.”
“Hm ... iya.” Yuri membuang wajahnya dan pergi meninggalkan kelas.
Naomi buru-buru mengejar Yuri. “Ingat, hari ini kita akan berkumpul di ruang klub.”
“Aku tahu.”
❈❈381Please respect copyright.PENANAE0xVxgTWb9
Sunyi di sini, terdengar teriakan penyemangat dari kejauhan, lapangan olahraga sedang diisi kelas lain yang sedang bermain sepak bola. Tertawa keras juga terdengar dari deretasn kelas lantai bawah, “seru sekali hidup mereka,” ucap Hiro yang membuka bungkus Onigiri lalu memakannya dengan lahap.
“Kenapa Yuri keras kepala sekali? Seharusnya dia-” Hiro merenung sejenak, dipandangnya langit dengan tatapan lemah, seolah pikirannya sedang menjauh pergi meninggalkannya. Angin lembut yang berhembus menjadi penambah kenyamanan yang Hiro nikmati. Sekitaran atap sekolah kosong, keadaan yang tepat untuknya kembali merenung. Perasaannya campur aduk, ia ingin menangis tapi mengurungkannya karena alasan yang ia tidak jelas. Muncullah rasa ingin marah lalu berubah ingin merasakan kebahagiaan yang lagi-lagi ia tak tahu apa, siapa dan kenapa bisa merasakan seperti ini. Semua rasa terlihat tidak jelas, ia mengadahkan wajahnya lalu menutup mata, menikmati hembusan angin lembut di bulan April, “sebelas bulan lagi, ya?” Helaan nafas Hiro terdengar sedikit berat, ia mencoba untuk menikmati waktu yang tersisa dengan optimisme tinggi agar mampu memecahkan misteri ini.
❈❈381Please respect copyright.PENANAw6PJHkp6OJ
“Apa dia akan datang?” tanya Naomi yang mulai cemas. Ia mondar-mandir di depan pintu masuk sambil menggigit jari.
“Tentu saja dia datang, dia tidak akan pernah mengecewakan teman-temannya.”
“Hiro agak sedikit aneh dalam beberapa hari ini.” Naomi menyerah, ia menarik kursi lalu mendekati Yuri, “ano ... Yuri?!?”
Yuri menutup bukunya dan melihat ke arah Naomi. Rasa tidak ingin diganggu menyeruak dalam ekspresi Yuri.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Tidak ada.”
“Bohong.” Naomi menaikkan nada bicaranya.
“Untuk apa aku berbohong? Lagipula ini tidak ada urusannya dengan kalian.” Yuri memicingkan matanya, lalu kembali mengeluarkan ekspresi jika ia tidak ingin diganggu.
“Tentu saja ini urusan kami.” Naomi menatap dalam Yuri, sorot matanya berubah sedikit sendu. “Tentu ini urusan kami. Kita berteman, bagaimana mungkin kami mengabaikan keadaan kalian berdua.”
“Kau ini berisik sekali. Bukankah aku sudah bilang bahwa tidak ada yang terjadi antara kami berdua! Kenapa kau keras kepala sekali?!”
Yato berdiri, memukul meja- perkataan Yuri tentu membuatnya kesal. “Aku muak dengan nada bicaramu yang seperti ini. Apa yang sebenarnya terja-.”
Yato berdiri, memukul meja- jawaban Yuri tentu membuatnya kesal. “Aku muak dengan nada bicaramu yang seperti ini. Apa yang sebenarnya terja-.”
Hiro membuka pintu, memecahkan ketegangan yang ada di ruang klub. Sedikit melirik, lalu menarik kursi dan meletakkan tas serta kantong plastik di atas meja. “Kenapa kalian terlihat sangat tegang? Tidak seperti biasanya.”
Yato kembali duduk. Ia mengatur nafasnya sambil memandangi Yuri.
“Seperti ini ya, aku dan Yuri sudah biasa kan seperti ini. Kami seringkali tidak bicara ataupun mengacuhkan. Jadi aku rasa, kami berdua sedang baik-baik saja dan tidak ada pertengkaran di antara kami.”
“Tapi Hiro –“
“Naomi, lebih baik kita bahas apa yang akan kita bahas. Kita tutup saja perbincangan ini.” Hiro meletakkan teh kotak yang ia beli di depan Naomi. “Minumlah maka kau akan tenang.”
Naomi mengangguk dan kembali duduk, dia lalu mengeluarkan buku catatannya dan beberapa buku lainnya. “Hm baiklah, aku akan menjelaskan alasan kita berkumpul hari ini.”
“Terkait dengan artikel yang akan kita bahas kemarin ... aku menemukan buku yang mungkin berkaitan dengan penjelasan tentang ledakan-ledakan yang sudah terjadi.”
Yuri memperhatikan buku-buku yang Naomi letakkan di atas meja. Ada dua buku dengan sampul usang, bahkan mereka tidak bisa membaca nama penulisnya.
“Ini buku lama yang menurutku mungkin bisa membanu kita.”
“Dimana kau mendapatkan buku ini?”
“Aku menemukannya di bekas ruang kerja ayahku. Tertumpuk di buku-buku lamanya.”
Hiro mengangkat alisnya, “Ishi Rei, kah?” bisik kecil Hiro- tapi cukup membuat Naomi terkejut.
“Bagaimana bisa kau tahu nama ayahku?”
“Ah maaf, aku hanya menebaknya saja.” Hiro memalingkan wajahnya dan mendapati Yuri sedang memperhatikannya. “Ada apa? Kau memperhatikanku dari tadi? Jangan-jangan ... kau mulai tertarik denganku?” goda Hiro dengan sorot mata menjengkelkan.
“Maaf saja, aku tak tertarik dengan laki-laki yang mencoba mengusik masa lalu orang lain.”
Hiro hanya tersenyum sinis mendengar ucapan Yuri.
“Hiro, kenapa kau bisa tahu dengan ayahku?” tanya Naomi yang terlihat penasaran, matanya berkaca.
Terlalu berat untuk menjelaskan, Hiro mengalihkan pandangannya. “Aku hanya menebaknya,”
Seketika Yuri berdiri, ditariknya kerah baju Hiro. “Tidak mungkin kau hanya menebaknya, pada saat itu juga kau menjelaskan tentang ayahku dan kau bilang hanya sekedar menebaknya saja. Jangan bercanda!!” kemarahan Yuri meluap, tidak ada celah untuk memisahkannya.
Tentu saja kemarahan ini akhirnya meluap, kekecewaan karena beberapa hari berharga terbuang sia-sia hanya untuk mencari hal yang tidak ia temukan, meskipun harus mengulik hingga dalam. Seolah semua pintu menuju jawaban tertutup rapat. Dinding seorang Hiro terlalu tebal untuk Yuri lewati. Sedangkan Hiro, ia bahkan sangat mudah menebak tentang latar belakang orang lain lalu mengatakan alasan yang sama jika muncul pertanyaan dari mana dia tahu.
“Dari cara mu ini, apa kau sedang kecewa karena mencari tentang keluargaku tapi tidak mendapatkan apa-apa?”
Yuri mengangkat wajahnya.
“Hahaha .. aku tidak percaya ini. Kenapa kau begitu repot mencari tahu tentang keluargaku, sedangkan aku ada satu kelas dan satu klub denganmu?”
“Dan kau masih bisa tertawa dan tidak menanggapi ucapanku dengan serius?” Yuri terduduk mendengar perkataan Hiro.
“Memang benar aku masih bisa tertawa. Karena bagiku, bersedih dan merasa berduka tak ada gunanya. Terlalu menanggapnya dengan serius pun tidak baik untuk kesehatan. Bisa-bisa aku yang masih muda ini terkena penyakit jantung karena menanggapinya dengan serius.”
“Lalu, bisa kau jelaskan tentang bagaimana kau tahu nama ayah Naomi? Beliau juga sudah lama menghilang, benarkan Naomi?”
Naomi mengangguk.
“Pagi itu, aku sedang bahagia bersama istri dan juga anak perempuanku, sungguh tenang bersama dengan musim dingin yang hampir selesai. Cuaca tidak begitu buruk pagi ini, namun juga tak begitu baik. Bagaimana kabar mereka setelah hari itu, hampir 1 tahun berlalu, namun luka masih tak bisa disembuhkan ....
“Itu kan?” Naomi terbelalak mendengar ucapan Hiro.
“.., 𝐛𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐢𝐭𝐮, 𝐚𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐨𝐛𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫𝐚𝐧𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠𝐢 𝐥𝐨𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐢𝐨𝐫 – 𝐬𝐞𝐧𝐢𝐨𝐫𝐤𝐮. 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐨𝐛𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐨𝐜𝐨𝐤𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐮𝐤𝐭𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐝𝐚, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐡𝐞𝐛𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐞𝐦𝐞𝐫𝐢𝐧𝐭𝐚𝐡, 𝐢𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐢𝐮𝐦 𝐚𝐝𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐚𝐮 𝐛𝐮𝐬𝐮𝐤 𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐤𝐢𝐭𝐚𝐫 𝐦𝐚𝐬𝐲𝐚𝐫𝐚𝐤𝐚𝐭. 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐚𝐫𝐢 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐦𝐚𝐲𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐧𝐲𝐚, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐬𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠, 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐡 𝐝𝐢𝐬𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠. 𝐒𝐚𝐥𝐣𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐮𝐫𝐮𝐧 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐢𝐭𝐮, 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐥𝐣𝐮 𝐭𝐞𝐫𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫 𝐛𝐚𝐠𝐢 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐮𝐝𝐮𝐤 𝐒𝐚𝐝𝐨, 𝐍𝐢𝐢𝐠𝐚𝐭𝐚.”
“Hiro.“
❈❈381Please respect copyright.PENANAgWxHvk08Gv