0:50. Bukan kabar baru sepertinya aku selalu menulis di dini hari, dalam keadaan mata dipaksa terbuka. Ah, sudahlah. Aku teruskan saja apapun yang ingin kutuliskan dibanding curhat tak karuan.
Di luar hujan cukup deras membasahi tanah yang memang sudah basah oleh air banjir sebelumnya. Seperti biasa, anggota keluargaku sudah pada tenggelam dalam frekuensi otak yang lebih rendah, mungkin sudah di Alpha. Sang Ayah lemah badannya sepanjang hari ini, tak selera makan dan tak pula dapat diberi arahan dan pendampingan. Emosi dan mood yang ia rasakan sedang tidak baik sepertinya. Hal paling sulit yang aku rasa dapat dijadikan perlombaan adalah membuat Ayah yang saat ini hilang arah menjadi fokus kembali, setidaknya senyum saja. 497Please respect copyright.PENANAW0wfPQ5mBv
Ah, rindu ini keparat. Bagaimana bisa seseorang mengutuki rindunya sendiri dengan kata begitu tak beradab? Aku orangnya, saat ini melakukan hal tadi. Rindu yang begitu dalam pada seorang yang paling dekat dalam kehidupanku, yang telah pergi dan tak mungkin kembali. Rindu pada sang Ayah yang raganya menetap namun jiwa telah berkelana, kurindu ocehan dan senyum penuh rasa darinya. Haruskah menegur ego dan angkuhku segini besar? Tuhan Maha Tahu. Begitu yakinmu dan banyak dari kita bukan?
Rindu ini semakin keparat, pada seseorang yang bahkan belum pernah kutahu wujud raga dan jiwanya, namun terasa lekat dan berat. Kekasih hati yang katanya tentu tlah diisi dalam kitab besar kehidupan. Gambaran jiwa katanya, pemenuhan rasa angannya, pencerminan diri sebut mereka, ah apasajalah. Yang kutahu rindu untuknya memang ada, bahkan selalu ada, bangsatnya ia tak tahu kemana harus pergi, dimana rumah tuannya, sebabnyalah ia suka mengudara menyebar dan menyebab rasa. Hatiku bukan kosong, malah penuh. Diri penonton yang sok tahu dalam analisa sembarang pada segala tutur dan laku dalam gerak story juga feed bukanlah sesuatu untuk disudutkan, mereka butuh perhatikan, maka abaikan.
Paradoks? Hidup memang segitu jujur. Bertolak belakang? Sering. Beriringin? Kadang. Dipaksakan? Sebaiknya jangan. Serta banyak lagi. Melihat dan benci tuk diamat. Mencinta namun lari bila dah balik disuka. Berlari namun jerit hati nak ditahan. Berdiri tegak dalam lemah yang ingin rebah. Hidup yang nyata lebih miris dan sadis. Sarkasme dan satir yang kau rasa bisa jadi tuaian benih yang pernah kau semai. Jangan sedih, ini hanya tentang waktu, proses, dan maumu tuk memaham keadaan. Jatuh? Bangkit saja. Terluka? Obatilah. Menyerah? Maka opsi tak lagi hadir.
Duhai hati yang belum jua menemu tuannya, tersenyumlah. Sebab masih saja kau berjuang dalam laga menahan rasa dan merangkai cerita. Mereka-mereka se-bapak dan se-Ibu bukan jaminan menyama prinsip dan menikmat fakta, menjaga mimpi hingga tak peduli cibiran segala arah.
Duhai Tuan, dimana nian kau berdiam? Segeralah pulang. Tidakkah rindu pada sebenar-benar rumah yang kau idamkan? Tidakkah lidahmu kelu sebab lama ia merindu wacana yang kita mimpi sama dalam dua jiwa dan raga berbeda. Sudahkah kau laku ini dan itu tanpa peduli bagaiman aku tersiksa menunggu? Kau pun bisa saja membaca dan memikir makna tulis yang kucipta disini dan disana. Lantas haruskah kutakut akan hakimmu jua pergimu sebelum bertamu? Tentu tidak, Tuan! Sebab kau kekasih hati, bukan pria idaman. Bedakan.497Please respect copyright.PENANAwY2KCtfLJr
Sempat memang ku menyinggah beberapa rumah tuk sekedar mengukir sedikit kisah. Mereka datang mengenalkan atau memancing banyak permainan. Selama janji satu masih kupegang, percayalah hai Tuan pemegang kunci rumah peraduan yang tlah lama kubuang. Kaulah Sang Pemenang, maka tentu kau tahu betul bedanya penyewa dan pemilik ruang. Pesanku selalu satu, segerakan langkah, luruskan niat meminta berkah. Maka Tuan, pulanglah ke rumah, dengan bismillah.
Masih saja acak, untuk Ibu, Ayah, dan kamu, sang Pemilik Hati yang entah dimana.
Kuakhiri sementara pikiran dalam tak bermuara ini, sebab mata semakin enggan.497Please respect copyright.PENANABBaT3sGrGl
Terimakasih masih setia mengikuti keabstrakan kisah tiap hari yang meloncat kesana kemari.497Please respect copyright.PENANAiZ9gSbL5jo
Ditulis di satu tempat yang tak ingin kupromosikan,
Salam Kenangan., Nuli Saja.
ns 15.158.61.48da2