Hari itu, aku sedang membuat ramuan untuk menyempurnakan kekuatan baruku. Akhirnya aku berhasil setelah 123 kali gagal. Aku menemukan bahan-bahan yang tepat untuk ramuanku. Misalnya, jantung katak perawan tua, darah Troll, sisik naga merah dan rambut Kelpi. Semua bahan itu benar-benar sulit sekali didapatkan. Jantung katak perawan tua, aku dapatkan dari katak bernama Meldi. Aku mengubah diriku menjadi katak dan hidup sebagai katak di rawah Shrek. Aku hidup bersama para katak menari dan bernyanyi lagu hujan.
Sekarang pun, aku masih mengingat lagunya, “Hujan.. hujan datanglah.. basahi kami, berkati kami. Hujan.. hujan datanglah..” ku senandungkan dengan riang lagu hujan sembari menunggu air mendidih. Semua bahan harus dimasukkan ke dalam kuali saat airnya sudah mendidih.
Dulu, aku tidak sengaja bertemu Meldi. Kami sangat dekat, dia membagi kisah hidupnya denganku. Meldi merasa tidak percaya diri karena wajahnya buruk rupa dan badannya kering seperti tengkorak. Ia ingin tiada, tapi tak bisa. Anehnya, saat aku mencoba jujur tentang tujuanku yang sebenarnya. Meldi suka rela memberikan jantungnya kepadaku, “Aku berikan jantungku kepadamu dengan ikhlas. Aku akan membantumu. Setidaknya, ada orang yang membutuhkanku dan menganggap keberadaanku penting” ucap Meldi sembari memelukku erat.
Kenangan bersama Meldi membuat air mataku menetes begitu deras. Aku mengusap air mataku dan mulai memasukkan semua bahan yang sudah aku kumpulkan, “Terimakasih Meldi” ucapku dalam hati saat memandang jantung katak perawan tua. “Aku berjanji, jika aku berhasil menyempurnakan kekuatanku dengan ramuan ini, aku akan melindungi kaum katak dari kaum Shrek” ujarku dalam hati.
Aku mengaduk ramuanku sebanyak 25 kali berlawanan jarum jam sembari membaca mantra. “Ramei mela, seicht ben voic, rochsatus frein, burhn bein jah kanh. Sameiht kare kesiehct kevanka asst kaveir, jeas kadh louct kei. Rekoustfe..” mulutku terhenti karena seseorang menahan tanganku.
Ku kumpulkan semua kekuatanku, aku hendak menghancurkan orang lancang itu. “BERANINYA..” tapi, aku mengurungkan amarahku. Ternyata orang lancang yang tadinya ingin ku hancurkan adalah sahabatku Azriel.
“Maafkan aku, tapi aku ingin kamu lari dari sini sekarang juga” Wajahnya terlihat panik dan cemas.
“Kenapa? Aku baru saja akan berhasil membuat ramuan untuk menyempurnakan kekuatanku. Tapi kamu, Argh!!!” ucapku sembari menahan amarah. Aku tidak bisa marah kepada sahabatku ini. Bagiku dialah satu-satunya orang beharga yang ku miliki.
“Aku mohon Lucifia,” Ia membuatku tidak bisa menolak dengan raut wajah seperti anak anjing. Aku pun mengikutinya.
Dia tidak melepaskan tanganku sedikit pun, genggamannya sangat erat dan sedikit membuatku kesakitan. Ternyata Azriel membawaku ke tempat rahasia kami. Dia menyembunyikanku di sana. Dalam persembunyian itu, kenangan masa laluku muncul begitu saja. Kenangan tentang aku dan pertemuan pertamaku dengan Azriel.
Dulu sekali ketika aku lahir, ibuku terbakar dan berubah jadi abu. Aku muncul dengan tanda istimewa di seluruh tubuhku. Tubuhku penuh dengan tulisan mantra yang tak seorang pun mengetahuinya.
Lalu Kurt raja sok tau itu menyatakan bahwa aku adalah kutukan yang harus dibunuh. Ayahku segera membawaku kabur dan menyembunyikanku. Ayah merawatku penuh dengan kasih sayang. Tatapan matanya sangat hangat dan lembut, tapi semua berubah saat aku berumur dua tahun setengah.
Saat itu, ayah memergokiku bermain dengan sihir. Kugunakan sihir untuk membersihkan rumah, tapi sepertinya ayah sangat marah kepadaku. Matanya terbuka lebar, pupil matanya terlihat bergetar kencang. Aku berusaha mendekati ayah untuk menjelaskan yang terjadi, tapi ayah mendorongku menjauh dengan keras.
Ia menatapku dengan rasa jijik dan marah, “SEHARUSNYA AKU TIDAK MEMBESARKANMU DAN MEMBIARKANMU MATI DIBUNUH RAJA”.
“Ayah..” aku berusaha berdiri untuk merangkul ayah.
“AKU BUKAN AYAHMU. PERGI KAU! DASAR ANAK SETAN!” bentak ayah. Suara ayah menggema ke seluruh penjuru rumah.
Hari itu aku pergi dari rumah sambil menangis. Pertanyaan kenapa dan mengapa memenuhi otakku. Ucapan ayah saat itu terus terngiang di telingaku dan berulang-ulang menusuk hatiku hingga membusuk. Tanpa tau arah, aku terus berlari, hingga akhirnya aku menyadari aku berada di ibukota kerajaan. Berkat tanda istimewaku ini, prajurit dan seluruh warga mengenaliku. Seketika aku diseret ke penjara kerajaan.
Raja pun datang bersama dengan orang yang ia percayai bisa menanganiku. Orang tersebut menjambak rambutku agar aku menengadah menunjukkan wajahku. Setelah mengamatiku, orang tersebut berbisik kepada raja. Raja hanya mengangguk, mengiyakan pendapatnya. Berkat ide orang tersebut, aku selamat dari kematian dan bertahan hidup.
Kehidupanku adalah di penjara dan disiksa. Aku akan diberi makan jika aku berhasil menghancurkan musuh kerajaan. Semakin sering aku menggunakan sihir, semakin meningkat tingkat kekuatanku dan semakin memudar tanda istimewa yang melekat di tubuhku.
Satu tahun berlalu, aku semakin ganas dan tak terkendali. Raja pun mengasingkanku dan menjauhkanku dari sinar. Ia tidak memberiku makan dan minum sedikit pun. Aku tau alasan di balik tindakan raja pengecut itu. Dia takut nyawanya akan terancam, jika kekuatanku semakin meningkat dan semakin sulit untuk dikendalikan.
Awalnya aku marah dan frustasi karena diisolasi di tempat gelap dan dirantai. Tapi, tak lama kemudian aku bertemu dengan dia di tempat isolasiku.
“Hai,” anak laki-laki itu menyapaku.
Aku hanya tertunduk lemas
Ia lari pergi menjauh, setelah melihat diriku dengan jelas. Tentu saja, anak kecil mana yang tidak akan takut dengan penampilanku saat itu.
Tapi, tak lama kemudian dia datang membawakanku buah. Aku membuang semua buah yang ia berikan kepadaku.
Anak itu kembali berlari pergi menjauh. Aku pikir dia pergi dan tak kembali. Ternyata dia kembali membawa bambu berisi air segar. Aku segera merebutnya dan meminumnya, aku sangat haus sekali.
“Minum pelan-pelan, nanti kamu tersedak” tangan imutnya tiba-tiba saja sudah mendarat di punggungku dan mengusap punggungku dengan lembut.
Reflek aku berjingkat menjauh darinya.
Sejak hari itu, dia terus datang menemuiku, memberi aku makan dan minum. Aku pun perlahan membuka hati untuknya.
“Aku senang, sekarang kamu sudah tidak takut lagi denganku” ucapnya sembari tersenyum. Aku tertegun sejenak, dia sangat tampan saat tersenyum. Senyumannya terlihat sangat tulus dan mempesona. Kilau cahaya matahari dari pintu ruang isolasiku membuat wajahnya bersinar bagai malaikat.
“Namaku Azriel Van Deck. Panggil saja Azriel.” Dia menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.
Aku sangat ingin berjabat tangan dengannya. Sayangnya, aku malu karena tanganku memakai gelang rantai dan kotor. “Lucifia” jawabku lirih. Aku tidak ingin memperkenalkan nama keluargaku kepadanya. Bagiku keluargaku sudah tiada.
“Nama yang cantik,” Dia menarik tangannya kembali. Aku rasa dia kecewa karena aku tidak menyambut tangannya.
Hari-hari berlangsung menyenangkan waktu itu karena ada dia. Tanpa kami sadari, perasaan sayang hinggap di hati kami. Perasaan itulah yang akhirnya membuat kami jadi bersahabat hingga kini.
Aku tersentak dari lamunanku tentang masa lalu, ketika Azriel membaca mantra untuk menumbuhkan tanaman sulur menutupi pintu gua. Aku tidak bertanya apapun kepadanya, aku tau pasti para prajurit kerajaan sedang memburuku. Itu artinya raja sudah mengetahui tempat tinggalku sekarang. Padahal aku hampir saja menyempurnakan kekuatan baruku.
Saat aku tau para prajurit itu telah pergi, aku berlari ke luar. “Terimakasih sudah menyelamatkanku Ziel. Sekarang aku harus kembali ke tempatku untuk mengambil ramuanku” aku bergegas pergi tidak sabar ingin segera menyempurnakan kekuatan baruku. Tapi, Azriel menghalangiku.
“Mereka membawa orang suci untuk membunuhmu” Ia terlalu khawatir denganku. Padahal aku tidak terkalahkan di seluruh penjuru negeri.
“Ziel, aku LU-CI-FI-A. Penyihir terhebat di seluruh penjuru negeri. Siapa yang bisa membunuhku?” ucapku dengan nada sombong.
“Aku tau” ia menundukkan wajahnya. Ia terlihat sedih. “Maafkan aku Lucifia” ia kembali mendongakkan wajahnya, menatapku sayu. Tangannya sigap membuat tembok penghalang mengunciku.
“APA YANG KAU LAKUKAN AZRIEL?!” bentakku. Ia mengabaikanku dan sibuk berkomat-kamit, hingga akhirnya lingkaran penyegel terbentuk tepat di bawah kakiku. Azriel meletakkan kubus hitam di dekat lingkaran penyegel. Lingkaran itu pun bereaksi terhadap kubus itu. Lingkaran penyegel bersinar terang dan memunculkan rantai yang mengikat seluruh tubuhku bahkan tangan dan kakiku. Rantai itu tidak bisa ku hancurkan dan menarikku untuk masuk ke dalam kubus hitam itu.
“Maafkan aku Lucifia...” ucap Azriel, tapi aku tidak mendengarkan ucapannya selanjutnya, aku sibuk mengerahkan seluruh kekuatanku untuk menghancurkan rantai penyegel. Namun, semua usahaku sia-sia. kini aku terkurung dalam kubus hitam itu selamanya.
Persahabatanku dengannya hancur saat itu juga. Mungkin, indahnya persahabatan hanya bisa dirasakan oleh mereka yang menguntungkan bagi manusia, tapi tidak untuk orang sepertiku. Aku seorang penyihir hebat yang mengancam nyawa manusia dan harus tiada. Aku kira sahabatku berbeda dengan mereka dan menghargai keberadaanku, tapi dia rela menyegelku demi ketentraman manusia di seluruh penjuru negeri. Jika benar keberadaanku tidak dibutuhkan di dunia, lalu kenapa aku tercipta?
Aku memang membunuh ribuan orang dengan kekuatanku, tapi itu karena mereka yang ingin aku menghancurkan sesamanya untuk kepentingan mereka. Lalu, mereka merasa khawatir dan takut kepadaku, hingga akhirnya mereka membuangku, mengisolasiku, mencoba membunuhku bahkan menyegelku. Cinta, kasih sayang, teman, sahabat, dan keluarga, aku juga membutuhkannya. Tapi, kenapa mereka memperlakukanku seperti ini? Apakah semua itu terlalu mewah untukku, sehingga aku tak pantas mendapatkannya?.
ns 15.158.61.8da2