TENG205Please respect copyright.PENANARXZMLQNATw
205Please respect copyright.PENANA5wBqXYtj4M
TENG205Please respect copyright.PENANAi9QqUtJ4GG
205Please respect copyright.PENANACf34tbggW4
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.205Please respect copyright.PENANAywp12iPNzl
205Please respect copyright.PENANAV6p18Wumx9
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.205Please respect copyright.PENANAJ4PuOqSvN8
205Please respect copyright.PENANAUTf7UoqOxM
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.205Please respect copyright.PENANAOIyBYPOX1m
205Please respect copyright.PENANA644mHKNXqT
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.205Please respect copyright.PENANAOzPqjzVJ4a
205Please respect copyright.PENANAWU9FtJKQWU
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
205Please respect copyright.PENANA4SIRFdxDg9
205Please respect copyright.PENANAP2VUlLvTuE
205Please respect copyright.PENANArzspF5Ha4A
205Please respect copyright.PENANAQw1nqOneFA
205Please respect copyright.PENANAsMPCUp3P67
205Please respect copyright.PENANAFa7UG80hmi
205Please respect copyright.PENANATdbW59wslw
205Please respect copyright.PENANAA533MySVWY
205Please respect copyright.PENANAQehmqpPs33
205Please respect copyright.PENANAjv1D1Mvhvn
205Please respect copyright.PENANADatgPQOPGr
205Please respect copyright.PENANAqnrl8XonyU
205Please respect copyright.PENANAZHdmXa9gux
205Please respect copyright.PENANAAOPMK80n7u
205Please respect copyright.PENANAHe5SXyJdvy
205Please respect copyright.PENANATw0d1BiYJ1
205Please respect copyright.PENANAgCH6YHW1XE
205Please respect copyright.PENANAr9FPB0L5Jv
205Please respect copyright.PENANAepZTSkcakG
205Please respect copyright.PENANAYgxEuTC1FG
205Please respect copyright.PENANAXksOF7GJqs
205Please respect copyright.PENANA4t0xye5YRH
205Please respect copyright.PENANAxjiXjg3KDj
205Please respect copyright.PENANAXWCbS2sgnt
205Please respect copyright.PENANA52A5lLeMAf
205Please respect copyright.PENANA3dtPrOOSh5
205Please respect copyright.PENANAM7BJowVNjO
205Please respect copyright.PENANAxREryj3Hqa
205Please respect copyright.PENANAS9zA0qVtnw
205Please respect copyright.PENANAt47oR6kKaK
205Please respect copyright.PENANALUjPlPjOl2
205Please respect copyright.PENANAcCDsldgIdB
205Please respect copyright.PENANA8yloifBPMO
205Please respect copyright.PENANAbZtYxuSC6a
205Please respect copyright.PENANAE4rrdGjbRW
205Please respect copyright.PENANA5LjC5TSJ6l
205Please respect copyright.PENANAnYuOavBC39
205Please respect copyright.PENANAfmuxss5tse
205Please respect copyright.PENANAZU4OrdzsgF
205Please respect copyright.PENANAuRGXIyQtWT
205Please respect copyright.PENANAm0lYJQctwH
205Please respect copyright.PENANAunJteqlrrO
205Please respect copyright.PENANAVUlSFkb3q8
205Please respect copyright.PENANAUS8ECfPUbd
205Please respect copyright.PENANAOKVMrxA4P4
205Please respect copyright.PENANAN8tftCczgT
205Please respect copyright.PENANAvjJN6xKfLO
205Please respect copyright.PENANAhtGGEUMnQI
205Please respect copyright.PENANA1LFR8I8lIJ
205Please respect copyright.PENANAOcNSiaDyXA
205Please respect copyright.PENANAbD43SK13c9
205Please respect copyright.PENANATB91jUcst2
205Please respect copyright.PENANA5XcZyfsPmC
205Please respect copyright.PENANAgiPiWem3WC
205Please respect copyright.PENANAeWiJC13FnD
205Please respect copyright.PENANAYGZ81lKSmq
205Please respect copyright.PENANAElE16uZbp3
205Please respect copyright.PENANAp3jfSJsB9t
205Please respect copyright.PENANAHBeKbYmdhF
205Please respect copyright.PENANA1nT0x6OMjo
205Please respect copyright.PENANADTelE1GEcO
205Please respect copyright.PENANADa9GxiYCjD
205Please respect copyright.PENANAgTOqkMlPhV
205Please respect copyright.PENANAaAtgHCEO3o
205Please respect copyright.PENANAmdaDrUJyga
205Please respect copyright.PENANAQWNPJTomZ1
205Please respect copyright.PENANAUgOubqovZa
205Please respect copyright.PENANAGZSCd9BbY1
205Please respect copyright.PENANAfDEBbpwIju
205Please respect copyright.PENANARGbYJW7Kfu
205Please respect copyright.PENANArEUm1Oir8e
205Please respect copyright.PENANAV0PG1bt0uP
205Please respect copyright.PENANAek5xzyN54q
205Please respect copyright.PENANA4fAlLob1Ik
205Please respect copyright.PENANARXHpkEIoHT
205Please respect copyright.PENANAIggfKTyDYF
205Please respect copyright.PENANAqK7FJMZrbo
205Please respect copyright.PENANAVbdnIvYJvZ
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns 15.158.61.16da2