Di ruang kerja Prof. Dongheon, dibalik pintu tingkap tersembunyi dan lorong gelap yang panjang. Di sebuah ruangan kecil yang hanya mendapat penerangan dari lampu sihir, Dongheon menggenggam surat yang baru saja ia dapatkan dari seekor burung hantu hitam. Setelah membacanya, ia meremas surat itu dengan geram.
"Sampai ke ujung dunia pun, kalian akan terus memburuku ya," gumamnya dengan nada marah.
Dongheon menatap benda bersinar yang ada dibelakangnya kemudian menghela nafas berusaha menenangkan diri. Ia bangkit dari kursinya lalu mengambil sebuah kain hitam untuk menyelimuti benda itu.
"Aku harap (y/n) dan Yongseung bisa menjaga pondok ini selama aku pergi," pikirnya penuh harap.
***
Senja merah menghiasi langit saat Yongseung dan (y/n) hendak meninggalkan pasar Halberdashery dengan wajah lelah.
"Akhirnya kita mendapatkan semua bahannya," ujar (y/n) dengan nafas berat. "Untung kita memenangkan bulu harpy tadi,"
Yongseung tertawa pelan. "Pelelangan tadi benar-benar merepotkan," ujarnya. "Semua orang tidak ada yang mau mengalah. Untung saja Prof. Dongheon membawakan kita uang lebih,"
Yongseung dan (y/n) sampai pada tembok batu alam yang merupakan portal tempat mereka masuk. Yongseung membuka portal itu dan akhirnya mereka keluar dari Halberdashery. Suasana hangat dan tenang berubah menjadi dingin dan berangin setelah mereka keluar dari pasar. (y/n) menengadahkan kepala. Langit tidak menampakkan senjanya melainkan awan hitam yang makin lama makin tebal.
"Sekarang tinggal bahan terakhir," ujar Yongseung seraya menatap langit. "Kita harus mengejarnya,"
Yongseung dan (y/n) berlari melewati jalan pintas yang sudah mereka lewati sebelumnya dan tak lama kemudian mereka sampai pada jalan yang merupakan perbatasan Kota Marseau dan Kota Levarac. Sejak penutupan jalan pagi tadi, tidak ada satupun kendaraan terlihat di jalan. Toko-toko juga tutup lebih awal. Ditambah lagi badai yang akan terjadi nanti membuat orang-orang enggan keluar rumah. Itu membuat suasana jalanan tampak sepi dan agak suram.
"Aku harap kasus kaburnya para manusia serigala itu bisa terselesaikan," ujar Yongseung.
(y/n) ingat dengan berita yang terpampang di papan pengumuman Halberdashery. Hampir semua tempat di Kota Levarac ditutup, bahkan ada yang diisolasi. Katanya ada sebuah desa dimana penduduknya melakukan ritual terlarang yang menjadikan mereka manusia serigala. Akhirnya daerah-daerah tetangganya menjadi korban penyerangan. Untungnya pemerintahan bergerak cepat. Warga sekitar diungsikan dan para manusia serigala itu ditangkap dan dibunuh. Berita terbarunya adalah seseorang dari Kota Marseau melihat satu manusia serigala berkeliaran dikebunnya kemarin lusa. Itulah mengapa beberapa daerah di Marseau ditutup sementara.
Teringat hal itu membuatnya sedikit ngeri. Tapi pikiran itu segera terbuyarkan dengan suara sambaran petir yang datang tiba-tiba.
Mereka menghentikan langkahnya sejenak. Yongseung menunjuk kearah sebuah bukit kecil yang tak jauh dari tempat mereka berpijak. "Kita harus kesana," ujarnya. "Kita tidak mungkin naik kendaraan. Kau bawa sapu 'kan?"
(y/n) mengangguk lalu mengeluarkan sapu terbangnya dari ransel. (y/n) menaiki sapu duluan sebagai pemegang kemudi setelah itu diikuti oleh Yongseung dibelakangnya. "Kau sudah siap?" tanya (y/n). Yongseung mengangguk dan akhirnya mereka melesat menuju badai.
Hujan mulai mengguyur kota. Angin berhembus lebih kencang dari sebelumnya. (y/n) dan Yongseung yang kini berada di langit—dengan keadaan basah kuyup dan kedinginan—tengah berusaha menguatkan diri agar tidak jatuh dari sapu.
Tak lama kemudian, mereka sampai pada bukit yang dimaksud oleh Yongseung. Mereka mendarat perlahan ke tanah yang licin itu.
(y/n) menatap keatas dan melihat awan gelap yang berputar-putar membentuk lorong gelap yang dikelilingi petir-petir yang saling menyambar. Itu sudah cukup membuat bulu kuduk merinding. "Sungguh mengerikan," ujar (y/n).
"Ini adalah pusat badai," ujar Yongseung. "Kita akan mendapatkan petir badai yang cukup banyak disini,"
Yongseung mengeluarkan botol kaca dari ransel lalu menyerahkannya pada (y/n). "Kau tetap disini untuk menangkap petirnya," ujar Yongseung. "Aku yang akan memancingnya di langit,"
Ini adalah momen yang sangat ditakutkan (y/n). Ia sudah pernah membaca bahwa sihir yang akan dilakukan Yongseung adalah sihir tingkat tinggi. Tidak semua mage bisa melakukannya. Beberapa dari mereka ada yang berhasil dengan selamat atau berakhir dengan cidera parah—bahkan kematian.
Tapi pikiran itu harus ia buang. Yongseung sudah meyakinkannya pagi tadi. Bahkan Prof. Dongheon malah membolehkan mereka untuk melakukan ini. Tentunya ini sudah diperhitungkan masak-masak. Mereka pasti bisa mendapatkan bahan terakhir ini.
Yongseung mulai terbang naik menuju pusat badai dengan sapunya. (y/n) dengan tangannya masih gemetar, menggenggam botol dan menunggu tanda-tanda.
Diatas langit, Yongseung menatap awan-awan hitam itu masih berputar dan suara keras memekakkan telinga dari petir-petir itu terus menggema. Angin dingin dan derasnya hujan terus menusuknya, namun ia tidak menggubrisnya. Kini dengan tangan basahnya, ia mulai merapalkan mantra.
Ia pernah melihat temannya melakukan ini... ia tahu resikonya...
Tapi ia berusaha membuang memori dan rasa takut itu. Kini didalam benak Yongseung hanyalah harapan untuk berhasil...
190Please respect copyright.PENANAqH1E7cKllV