Surainya berkibar mengikuti langkahnya yang bergerak cepat, tidak peduli dengan orang - orang di sekitarnya. Dengan beritanya yang baru saja menghampirinya, ia segera pergi ke lokasi untuk memastikannya dengna mata kepala sendiri.173Please respect copyright.PENANADdvkG0N98Y
Kakinya berhenti tepat di depan sebuah toko roti dengan pintu kaca transparan dan tentunya ia bisa semua adega yang terjadi di dalam sana. Gadis manis tersebut menutup mulutnya, tak kuasa menahan air mata yang terbendung dipelupuk mata. Dengan sendirinya, kakinya melangkah ke belakang hampir tidak berdaya. Ia terkesiap ketika punggungnya menabrak seseorang. Tubuhnya refleks berbalik dan tidak mendapati seorang pun di sana.173Please respect copyright.PENANAo3GZauR2rh
Aneh
Jalanan tampak sepi, kendaraan pun jarang beralalu lalang. Tidak, ia yakin sudah menabrak seseorang tadi, sebab tak ada tiang listrik atau semacamnya di sana. Kosong. Bisa saja ia tertabrak mobil jika tidak ada yang menabraknya. Tapi memang benar - benar tidak benda dan manusia yang lewat di belakangnya.
Suara tawa dari dalam toko roti tadi menarik atensinya. Melupakan situasinya, ia berjalan masuk ke dalam dengan amarah yang menyelimuti. Mendatangi sebuah meja yang sudha terisi oleh sepasang kekasih yang tampak bahagia. segera menarik sebuah kopi yang tersaji diatas meja dan melemparkannya kepada sang wanita yang kini menjerit histeris dan menatapnya murka.
Sang pemuda membulatkan matanya, terkejut karena wanitanya disiram dan kedatangan wanita lainnya. Jelas sekali bahwa ia tengah berselingkuh dan tertangkap basah. Panik, tentu saja. Kedua gadis itu tengah beradu mulut dan seketika keduanya berbalik menatap pemuda yang sedang kalang kabut.173Please respect copyright.PENANA02zqP7ulOy
"Seharusnya aku menyirammu." desisnya.
"Rya, aku bisa jelaskan, sungguh." sang pemuda memelas.
Kata yang selalu digunakan untuk membela diri sejuta umat yang kedapatan berselingkuh. Apa susahnya setia? Tidak, apa susahnya untuk jujur saja kalau sudah tidak ada rasa? Selingkuh bukan jalan pintas melainkan membuka jalan lain menuju kepalsuan.
"Apa lagi yang ingin kau jelaskan?! Dia rekan kerjamu lagi? Apa semua rekan kerja wanitamu itu pacarmu? Kau pikir aku bodoh?!"
"Tidak, Rya. Dengarkan aku..."
Gadis itu melayangkan tangannya, hendak menampar wajah yang sialnya tampan itu, namun pergerakannya terhenti kala seseorang tengah menahan lengan kurusnya dengan wajah datar.
Terdapat seorang pemuda dibelakangnya, berwajah datar dengan tatapan kosong ke depan. Gadis yang disebut Rya itu menatapnya tak suka, ingin melayangkan protes tapi ucapannya tertahan saat pemuda itu berbisik dan suaranya tepat memasuki indra pendengarannya.
"Akhiri saja hubungan kalian malam ini."
Bagaikan mantra, gadis itu langsung setuju. Menatap pemuda yang sudah lebih dari 12 tahun ia kenal itu. Walau hatinya sedikit perih karena akhirnya bisa keluar dari kehidupan toxic ini.
"Rya, aku akan menjelaskannya, tapi bagaimana kau bisa berada disini. Setidaknya jawab aku."
Feirya mengernyit, apakah ia tidak melihat pemuda dibelakangnya? Sepertinya pemuda ini yang ia tabrak belum lama ini. Kembali menunjukkan wajah garangnya gadis itu menyentakkan lengannya, lepas dari genggaman manusia tembus pandang itu.
"Kau tidak butuh menjelaskan apapun, aku tahu semuanya! Hani yang memberi tahuku semuanya!"
"Kau tahu Hani orang yang seperti apa, bukan?"
"Oh, jadi kau menyalahkan sahabatku? Mulai saat ini kau sudah tidak perlu memikirkan perasaanku lagi, aku ingin mengakhiri inj semua! Aku membencimu Joshua! Hari ini kita putus. Selamat malam tuan Joshua."
Joshua tidak sempat mengejarnya sebab gadis yang bersamanya tengah merengek karena baju putih bersihnya terkena cairan hitam pekat.
Feirya berjalan dengan muka masam, aura gelap menyelimutinya. Berjalan sempoyongan bak orang mabuk dan rambut yang terbongkar Karena berlari tak karuan. Mengenaskan, bagaikan pemulung.
Pemuda tak kasar mata mengikutinya dari belakang sejak tadi, tidak berani mengeur. Sesumyi apapun manusia tembus pandang itu, Rya bisa merasakan kehangatannya dari belakang.
"Berhenti mengikutiku." Gadis itu mehgejtnioan langkah, menyahut tanpa berbalik. Tidak mendapat jawaban, akhirnya Feirya berbalik menatap wajah pemuda itu dalam. Sedikit kesal. "Siapa kau sebenarnya? Kenapa Joshua tidak bisa melihatmu? Dan kau yang malenabrakku di depan toko roti itu, kan? Jawab aku, apa kau tuli?!"
"Terlalu banyak pertanyaan dalam kehidupan ini." Setelah mengehla napas, pemuda menjawab.
Keduanya membisu, tidak ada yang menyahut. Suara kendaraan yang berlalu lalang menjadi musik latar.
"Jawab saja, siapa kau sebenarnya." Setengah berbisik, gadis itu memulai. Tidak melepaskan pandangan dari mata kelabu sang pemuda.
"Jika aku mengatakannya, apa kita masih bisa bertemu?"
Feirya terdiam, tidak tahu ingin menjawab seperti apa. Ia bahkan tidak mengerti dengan kejadian sepanjang malam ini terutama pertemuannya dengan mahkluk tak kasar mata ini.
"Siapa namamu?" Rya memberi pertanyaan lain.
"Dino."
"Umurmu berapa?"
"Satu"
Yang benar saja.
Feirya memutar maniknya, malas berguyon disaat seperti ini. "Jangan bercanda-"
"Aku serius!" Dino memotong. "Akh hanya berulang tahun 1000 tahun sekali."
"Tidak masuk akal."
"Tanggal 32 bulan ke 13. Itu hari ulang tahunku."
Sunyi kembali menyelimuti. Rya sebenarnya sudah muak dengan semua fakta yang Dino lontarkan sebab semuanya diluar nalar. Akal sehatnya tidak bisa menerima kehadirannya. "Jawab saja, siapa kau sebenarnya?"
Dino diam, tampaknya sedang menimang permintaan dari sj gadis yang sejak tadi tidak memutus kontak mata mereka. Dino memandang jalanan yang mulai sepi, pejalan kaki pun jarang lewat. Kini sudah masuk tengah malam.
"Aku... Hantu."
Iris matanya melebar, ragu dengan jawaban yang ia terima. Hantu?
"Lebih tepatnya, aku hantu penjagamu."
173Please respect copyright.PENANAZtx3GFZEOb
To be Continued...
173Please respect copyright.PENANAps42mbCl37