Tulisan ini akan menceritakan mengenai kisah seorang anak manusia yang sedang berada jauh diperantauan. Bersama mimpinya yang terkadang terasa begitu redup sebab kabut kegundahan dan ketakutan-ketakutan tak mendasar terkadang menyelimuti harinya. Terkadang juga begitu terang dan hangat, bagai mentari di awal musim semi yang begitu dinanti. Ialah Nadya Tamara atau lebih dikenal sebagai Nana. Bila dilihat sekilas ia adalah sosok yang tenang, dan cenderung pendiam. Namun bila telah mengenal lebih dalam sosok tersebut kalian akan langsung tersadar bahwa penilaian awal kalian merupakan kesalahan besar, karena teman-teman Nana mengenal sosoknya sebagai pribadi yang ceria, bahkan terkadang terlewat ceria. Sosok yang sangat menyenangkan bila sedang membahas mengenai dunia KPOP, film, drama, politik, dan beberapa hal-hal random yang hanya ia dan kawan-kawannya yang paham.116Please respect copyright.PENANAcDOJ2AQDUP
Namun akhir-akhir ini ia tak seceria biasanya. Sedang pusing dengan tumpukan tugas katanya. Tumpukan tugas yang dibumbui oleh drama kehidupan yang mungkin pernah saja ia lalui sebelumnya, namun entah mengapa akhir-akhir ini masalah kecil tersebut terasa begitu berat. Masalah yang biasanya mudah terlewat dengan melakukan rutinitas harian, namun masalah tersebut kini malah terasa makin melekat. Masalah yang biasanya terlupa hanya dengan menonton potongan drama atau video-video lucu dari beranda media sosial, kini berubah menjadi bayangan-bayangan yang selalu muncul dan sangat menganggu.
Tumpukan masalah yang tak tau darimana asalnya itu begitu menyesakkan. Seseorang pernah berkata bila menangis itu membuatmu lega dan Nana mencobanya namun rasa sesak masih terasa. Ia mencoba bertemu dan bercerita pada teman-temannya, rasa itu sedikit berkurang, namun belum bisa mencabut akar dari rasa sesak yang memenuhi hati dan pikirannya. Dan pada akhirnya Nana pun memilih untuk pulan.
Pada perjalanan pulang kali ini Nana menempuhnya menggunakan bus antar kota. Untuk menghemat tenaga dan ongkos katanya. Dalam perjalanan itu mentari perlahan tenggelam dan lampu-lampu jalanan pun mulai dihidupkan. Perjalanan itu terasa lama dan membosankan hingga Nana melihat seorang pedagang asongan menjajakan dagangannya diantara kursi-kursi penumpang. Sosok yang tak lagi muda, dipenuhi peluh dan rasa lelah tergambar jelas dari sosok pedagang berbaju biru itu. Malam itu dagangannya tak habis, ia pulang dengan menyisakan beberapa dagangannya yang mungkin akan kembali ia jajakan esok hari. Pedagang asongan itu berdiri di tangga masuk bus, entah mengapa ia tak duduk di kursi yang kosong, mungkin ia sungkan? Ia berdiri sangat lama, mungkin hamper satu jam.
Nana terus mengamati pedagang asongan itu, makin Nana amati makin tersadarlah Nana akan keberuntungan yang terlupa beberapa akhir-akhir ini. Keberuntungan akan waktu yang ia miliki, keberuntungan akan tenaga yang ia punya, keberuntungan karena memiliki dukungan dari orang tua yang masih bisa mencukupi kebutuhannya, dan keberuntungan lain yang akhir-akhir ini Nana lupa untuk mensyukurinya. Dan disaat itu lah kelapangan datang pada diri Nana, kelapangan pada hati dan pikirannya. Kelapangan yang datang dari sebuah kesadaran kecil akan mensyukuri apa yang ia punya saat ini. Nana sangat bersyukur pada tuhan yang telah mengiingatkannya akan hal-hal yang terlupa melalui sosok pedagang asongan didepannya.
Dengan datangnya kesadaran itu Nana pun memanggil pedagang asongan itu dan membeli dagangannya. Bukan sesuatu yang besar, hanya sebotol air mineral namun dapat membuat segurat senyum muncul dari raut lelah pedagang itu “Terimakasih Neng” ujar pedagang itu. Tak lama dari itu pedagang itu pun turun, menyusuri jalan pulang menuju rumah tuk melepas penatnya. Sisa perjalanan itu Nana terus mengamati botol air mineral yang tadi ia beli dari pedagang asongan itu, sambil memanjatkan rasa syukur yang amat sangat pada tuhan yang maha esa, sebab perjalanan pulang kali ini dipenuhi oleh pengalaman dan pelajaran yang amat berharga.116Please respect copyright.PENANAHd3B7BkIa8