"Hmm...Kenapa terdengar seperti sampah...?"
"Lama aku menunggu, seperti itukah caranya bermusik?".
Berdiri dari tempat duduk, kedua tanganku menggenggam erat bak petinju yang hendak menjatuhkan pukulan ke lawan. Dengan wajah yang memerah aku berjalan ke arah pintu keluar dan diikuti hentakan kaki yang keras, bergegas aku keluar dari ruangan lalu beberapa detik terdengar suara pintu yang tertutup dengan keras.
Aku duduk disamping pintu ruangan, menghela napas panjang, Memegang kepala dengan kedua tanganku. Hanya satu hal yang ada dipikiranku, bagaimana bisa mereka mempertontonkan sampah seperti itu...?, atau jangan-jangan akulah sampah itu...?
Dari sampingku, terdengar suara pintu terbuka. Bob datang dari pintu samping ruangan,Dari wajahnya menggambarkan semua kepanikannya, duduk di kursi sebelah kanan ku sambil memegang pundakku.
"Mereka tidak akan pernah mencapai The Beatles , ataupun The Rolling Stones". Bob berusaha merangkulku dengan tatapan wajah bulatnya yang konyol itu.
"Kenapa banyak orang menyukai sampah ini, kau tahu berapa harga yang kupertaruhkan untuk mendengarkan sampah ini ?". Dengan sedikit ketenangan karena melihat temanku dengan wajah konyol-nya itu, bagaimana bisa aku terlihat sedih.
Bob hanya mampu menatapku dengan prihatin, ekspresinya menunjukan semua itu. Bagaimana tidak, kami sudah berteman sejak 10 tahun yang lalu saat kami masih di bangku SD. Selera musik kami sama tetapi bob dapat menyesuaikan seleranya, dia cepat beradaptasi dengan musik baru dan sesekali dia membelikanku tiket konser band kesukaannya "Nirvana", dengan harapan aku dapat menikmati musik band kesukaannya. Walau pada akhirnya aku menyerah dari perjalananku untuk dapat menikmati musik.
Beberapa menit aku menenangkan diri, lalu kami memutuskan untuk pulang dan kembali ke tempat tinggal masing-masing. Aku kembali menuju tempat pertunjukan musik terbaik diseluruh penjuru dunia, Rumahku.
Yah...tidak ada yang spesial di Rumah kecil ini, beberapa sudut dinding tertutupi foto musisi/band 60'an seperti "Freddie Mercury" dengan tampilan kasualnya T-Shirt putih ataupun gaya ikonik "The Beatles" di jalanan Abbey Roads, dan alat terpenting di tempat ini Turntable serta beberapa piringan hitam dari band favoritku.
Di dinding atas tempat turntable yang aku letakkan sekitar 30 cm di atas turntabel terdapat catatan usang dengan coretan tinta yang dengan sengaja aku tempelkan :
PLAYLIST FAVORITE
1. The Beatles - Twist And Shout
2. The Beatles - Don't Let Me Down
3. The Queen - Don't Stop Me Now
4. Rolling Stone - Tumbling Dice
5. Elvis Presley -Head To Toe
6. Tielman Brothers - Rollin Rock
7. The Shireless - Will You Love Me Tomorrow
8. Ricky Nelson - Travelin' Man
9. Little Eva - The Locco-Motion
Susunannya berubah seiring mood, ini hanyalah sebuah catatan kecil sebagai pengingat list yang baru-baru ini aku perdengarkan, dan yah... tidak ada yang spesial dari catatan ini, toh beberapa bulan ini tidak ada yang berubah dari susunannya. Sekalipun ku rubah susunannya, kata yang tertulis juga hanya itu-itu saja, Tidak ada yang berubah, atau sebaiknya ku buang saja.
Lupakan.
Ya,...itu adalah segelintir musik yang dapat aku dengarkan. hal-hal yang orangtuaku perdengarkan ketika aku berumur 6 tahun berlibur ke pulau Palawan, Filipina. Mengendarai mobil tua milik ayah dan mendengarkan beberapa musik kesukaannya seperti "Elvis", "The Queen", "Rolling Stone", dll. Itu benar-benar mempengaruhi gaya musikku sekarang, Hanya musik itulah yang dapat aku perdengarkan.
Bagiku musik seperti "The Beatles" tersebut adalah "masterpiece", ritem musik yang dibawakan benar benar memenuhi ruangan di otakku, ungkapan di tiap lirik yang aku perdengarkan benar-benar menggambarkan perasaan yang disampaikan pengarang lagu. Bak karangan bunga yang dirangkai oleh pengarang lagu menjadi satu dan disampaikan dengan baik oleh "The Beatles" ke penonton yang memperdengarkan lagu-lagunya.
Tapi seperti halnya vidio game. Semakin lama kita memainkan otak semakin terbiasa terhadap pola dalam permainan. Pola permainan menjadi cenderung monoton, No surprises, bahkan dengan jujur harus aku bilang "MEMBOSANKAN" .
Seperti halnya musik.
Untuk itulah aku mencari pembenaran dari 5 tahun yang lalu di kehidupanku , aku membutuhkan musik seperti "Jimi Hendrix", "The Queen", "Rolling Stone".
"MASTERPIECE" .
Namun hasilnya nihil, tidak ada musik sekarang yang bisa menyamai pendahulunya. Musik sekarang hanyalah turunan dari musik terdahulu, mereka hanyalah sampah, tidak ada ciri khas dari permainan mereka. Mereka hanya meniru permainan musik terdahulu mereka.
Sejauh aku memikirkannya hanya perbandingan musik mereka saja yang terpikirkan, perbandingannya bagaikan langit dan bumi.
Ah..Sudahlah...tidak ada waktu untuk memikirkan itu, aku harus menerima keadaanku saat ini. Jika memang aku ditakdirkan untuk tidak bisa menikmati musik pun setidaknya aku tetap bisa menjalani kehidupanku seperti kebanyakan orang lain.
Tidur adalah solusi terbaik, membiasakan diri pada keadaanku saat ini dan mengakhiri pencarianku terhadap cara menikmati musik.
--------------------ZZZzzzzzzzz......-------------------
"Knockkk...Knockkk...Knocckkk...." Seseorang mengetuk Pintu, itu benar-benar terdengar Familiar.
"Dumm...Dumm...knockk...knockk..."
Dari ketukan itu aku sudah tahu...Joe, Bagaimana bisa aku hidup bertetangga dengan orang ini. Berpakaian Hitam-putih rapi dengan dasi biru bergaris mengikat kerah bajunya dan sepatu pantofel mengkilapnya menyinari seisi ruangan. Joe adalah tetangga dan teman sekantor terburuk dalam membangunkan tidur.
"Kau lah yang menyuruhku membangunkanmu..., jadi jangan marah jika aku merusak pintumu" Joe dengan gaya rap bodohnya itu, jika aku adalah boss-nya dia sudah mati ditanganku.
Memang akulah yang menyuruhnya membangunkanku, tapi ini memang tidak sesuai yang kuharapkan. Acara musik kemarin malam benar-benar menguras moodku dan uangku, aku merasa tidak bisa hidup di pagi hari ini.
Aku memaksakan tubuhku ke kantor bersama joe hari itu. Aku dan Joe menyarap di tempat biasa. Dan seperti biasa pria setengah baya dengan apron hitam bergambar logo sapi di perutnya benar-benar menunjukan menu andalan restoran tersebut.
Di toko tersebut mereka memapangkan televisi didepan pelanggannya, tidak bisa dipungkiri itu adalah acara musik ternama, orang-orang menyukai itu, dan aku hanyalah pengecualian.
"Apakah mereka pantas mendapatkan itu...?"
Dengan nada setengah mengejek band yang kualitasnya tidak sebanding dengan band yang kupajang di dinding apartemenku.
"Kau tidak tahu mereka, mereka adalah kebanggaan negara ini. Setiap single yang mereka keluarkan adalah single hits pada bulan ini."
Dengan bangganya pria setengah baya ini, sambil menunjuk televisi yang memutar lagu "Always" dari "Bon Jovi" tersebut.
Segera aku membayar pesananku, dan dengan geram kembali ke tempat duduk dengan Joe yang sudah menyantap beberapa pesanannya.
"Mereka seharusnya tidak memutar lagu tersebut" dengan geram, membuka bungkus burger pesananku.
"Kau benar, Akan lebih baik jika mereka memutar single 2pac"
Aku yang geram memukul joe yang ada di depanku.
"Ouch...Ok...Ok...bercanda bro..., aku tau kau tidak menikmati jenis musik itu"
"Kau hanya bisa bercengkrama dengan musik 60'an jadulmu itukan". Joe yang bicara sembari makan dan bisa dipastikan dia tidak akan berumur panjang karena itu.
"Mungkin sudah saatnya kau ke psikiater, kau terdengar seperti Melophobia"
Dari sekian ucapan tanpa arti dari joe, mungkin kata terakhir itulah yang mendekati kebenaran. Akan kupertimbangkan saran itu lain kali, setidaknya Joe paham akan masalahku.
Setelah selesai menyarap aku dan Joe bergegas ke kantor, dan menjalani kehidupan kantor pada umumnya. Seperti biasa boss memutar musik kesukaannya "To Be With You", dari seberang dinding benar-benar terdengar dengan lantang.
Apakah jamnya benar-benar rusak ?, dia memutarnya pada saat yang tidak tepat. Sebagai bawahannnya aku merasa tertekan.
"Boss sepertinya ada dalam mood yang bagus" Kata Eliza wanita yang bersebelahan di meja kantorku.
"Akhir-akhir ini Boss membeli beberapa tape dari Mr.Big, Saya berani bertaruh boss adalah fans berat Eric Martin".
Eliza lalu menutup telinganya dengan earphone. Aku bisa menebak dari gerak bibir nya, tidak lain dan tidak bukan adalah "Backstreet Boys", atau tidak jauh dari itu "NSYNC". Bagaimana tidak tahu, meja kantornya adalah sebelahku.
Fakta bahwa aku tidak bisa mendengarkan musik jenis ini benar-benar membuatku muak. Bagaimana di setiap hidupku selalu dikelilingi dengan sampah.
Aku benar-benar mengharapkan pertolongan, berharap seseorang menyeretku keluar dari kantor ini.
Selang beberapa detik, Dering telepon terdengar, suara ternyaring yang ku dengar sepanjang hari ini, dan benar saja itu adalah Bob
"AKU MEMENANGKANNYA" Suara Bob benar benar merusak gendang telingaku.
"MEREKA SEDANG NAIK DAUN...DAN AKU MEMENANGKANNYA, KALI INI PASTI BERHASIL"
"Aku mendapatkannya untukmu, Kau harus datang Heero, Kesempatan tidak akan datang dua kali". Bob dengan keyakinan besarnya yang dapat ku tebak.
Dia memenangkan tiket konser band apalah itu...,dan aku tidak tahu bagaimana harus menolaknya. Jika itu benar-benar dari Bob, yang telah bertahun-tahun gagal menyembuhkan penyakitku dan setiap dia melihat sedikit cahaya itu, Dia tetap akan mencobanya. Bagaimana bisa aku menolak ajakannya itu.
"Jika itu bukan karena kau, sudah ku tutup telepon ini dari tadi" dengan sedikit harapan mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya, dan untuk seterusnya semuanya akan berakhir.
"Kau harus mengucapkan selamat tinggal ke penyakitmu"
179Please respect copyright.PENANAgV0PzJVjiW
##############To Be Continued#############
179Please respect copyright.PENANAP5Y48NgkmD
179Please respect copyright.PENANAClBzwPyARj
179Please respect copyright.PENANAHIIZQe36pa
179Please respect copyright.PENANAjuEMfpjfSB
179Please respect copyright.PENANA3ymU2laJEx
179Please respect copyright.PENANAgv2zaF8Q5T
179Please respect copyright.PENANAYpCK8adfsn