Mulutku terkunci saat kedua mataku menyaksikan layar ponsel adik iparku. Adegan dalam video ini sungguh sangat membuatku shock. Aku merasa seperti orang dungu yang ditendang tepat di selangkangan. Apa yang terpampang dalam layar ponsel adalah video istriku yang sedang bersetubuh dengan adik iparnya sendiri. Ya, mereka bersetubuh. Aku tak bisa mempercayainya! Bukan hanya kenyataan bahwa istriku telah menghianatiku, tapi dia melakukannya dengan Ahmad, suami dari adiknya sendiri!
Amira, adik iparku berdiri di sebelahku mengamati reaksiku saat menyaksikan rekaman video mesum tersebut. Tampak jelas dia terluka dan marah. Amira menemukan rekaman video ini beberapa jam yang lalu dan langsung mempertontonkannya padaku, seolah ingin mencari sekutu atas perasaan sakit hatinya.
Adegan mesum di ponsel terus berlangsung, aku lalu kembali menyerahkan ponsel pada Amira, kemudian berjalan menuju dapur di ruang sebelah dan menuangkan air mineral ke dalam dua buah gelas. Aku kembali ke ruang tamu, memberikan segelas air pada adik iparku. Amira menerimanya tanpa sepatah katapun terucap dari bibirnya. Kami berdua meneruskan melihat rekaman video tersebut dalam diam.
Istriku, Zahra, dia adalah wanita anggun dan alim bahkan setiap harinya memakai hijab lebar ternyata bisa sebinal serta seliar ini. Dadaku memang bergemuruh, tapi ada sesuatu yang lain, sesuatu yang menggelitik sanubariku sebagai lelaki normal. Apakah ini aneh? Merasa bergairah saat menyaksikan istriku sendiri sedang bersetubuh dengan pria lain? Ya ini aneh karena sensasi seperti ini baru pertama kali aku rasakan.
Ahmad mungkin berpostur lebih kekar dibanding dengan badanku. Wajar karena Ahmad memang rutin mengunjungi gym tiap akhir pekan. Tapi aku merasa senang karena betapapun hasil latihannya telah membuat otot tubuhnya menjadi besar dan kekar tapi itu tak membuat batang penisnya jadi lebih besar dibanding kepunyaanku. Setidaknya aku masih lebih hebat di bagian itu. Tentu saja, Zahra tak begitu menikmati persetubuhan itu karena ukuran batang penis Ahmad sama sekali tak bisa memuaskannya. Erangan serta desahan manjanya dalam video tersebut hanyalah kamuflase semata, aku sangat mengerti istriku.
Istriku sendiri mempunyai bentuk tubuh yang sempurna. Meskipun sudah melahirkan dua anak dari pernikahan kami, tapi lekuk tubuhnya terawat, sama sekali tak ada lemak yang terlihat berlebihan. Buah dadanya masih bulat dan kencang, dipadu pinggang ramping serta bongkahan padat di pantatnya mustahil jika tak ada pria di luar sana yang tak menelan ludah saat menatap tubuh istriku meskipun Zahra selalu berpenampilan tertutup.
Aku ingat bagaimana Ustadz Hilman sering bercanda dengan menyebut istriku memiliki daya tarik kuat sebagai seorang wanita. Mata dan bibir Zahra seolah selalu menggoda untuk membuat pikiran kaum Adam menjelajah terlampau jauh. Tentu candaan itu hanya diucapkan Ustadz Hilman saat kami hanya berdua saja setelah acara kajian.
“Hati-hati menjaga istrimu Zam, dia punya daya tarik lebih. Jangan sampai aku tergoda untuk menjadikannya istri keempatku. Hahahaha!” Begitu ucap Ustadz Hilman beberapa hari lalu.
Apa yang diucapkan Ustadz Hilman memang benar adanya dan sekarang terbukti seutuhnya. Amira tiba-tiba datang mengetuk pintu rumahku dan langsung menunjukkan bukti perzinahan antara Zahra dan Ahmad secara gamblang, begitu jelas tanpa bisa disangkal lagi. Aku terguncang, tapi ada sisi lain yang membuatku sedikit bergairah.
***
Amira melangkah pergi ke dapur untuk mengambil minuman di dapur setelah isi gelasnya kembali kosong, kupandangi dia dari belakang. Amira berumur 5 tahun lebih muda dari istriku dan memiliki bentuk tubuh yang lebih montok dibandingkan kakaknya. Payudaranya juga lebih besar. Amira adalah duplikat Zahra dalam versi yang lebih muda, hanya saja tak seperti kakaknya yang senantiasa mengenakan hijab model lebar, Amira lebih sering memadukan hijabnya dengan pakaian yang sedikit ketat dan dipadu celana jins yang tak kalah ketat pula. Maka tak heran kebahenolan tubuhnya bisa secara jelas aku amati.
Amira dan Ahmad menikah dua tahun yang lalu. Zahra dan aku menikah jauh sebelumnya dan sekarang kami sudah memiliki 2 orang anak. Kami hidup bertetangga, hanya dipisahkan satu rumah, yang tak lain itu adalah rumah mertuaku sendiri. Mungkin saja karena kedekatan inilah yang membuat Zahra dan Ahmad pada akhirnya menjalin hubungan terlarang di belakangku.
“Kamu sudah tau sejak kapan kalo mereka berdua selingkuh?” Tanyaku begitu video tersebut berakhir. Amira menghela nafas panjang seraya menggerakkan kepalanya menatapku.
“Mungkin sudah hampir setahun belakangan.” Ujarnya ketus. Aku gelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.
“Jadi ini sebabnya kenapa sikap Zahra akhir-akhir ini berubah. Kakakmu jadi lebih dingin, tak sehangat dulu padaku. ” Kataku.
Zahra sejak sebulan terakhir memang berubah. Ada saja hal bisa dia jadikan alat untuk memicu pertengkaran diantara kami. Tak hanya itu, setiap kali aku mengajaknya berhubungan badan, Zahra selalu punya seribu satu macam alasan untuk menolaknya. Terakhir kali kami berhubungan suami istri mungkin satu atau dua minggu yang lalu, itupun tak sehangat seperti biasanya. Zahra menjadi begitu dingin dan tak bersemangat tanpa aku ketahui penyebabnya.
“Kakak kandungku ternyata seorang pelacur!” Kata Amira dengan geram. Aku mengangkat bahu. Aku benar-benar tak bisa berkata apapun untuk membuat kenyataan ini menjadi lebih baik.
“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” Tanyanya kemudian, tampak jelas nada kemarahan di dalam suaranya.
“Aku belum tahu Mir….” Aku menghela nafas panjang. Aku masih sangat terguncang dan tak bisa berpikir jernih
“Abang belum tahu?” Tanyanya tak percaya. Aku hanya mengangkat bahu kembali.
“Aku tidak mungkin mengambil keputusan drastis Mir. Lagipula kakakmu sedang pergi sekarang, aku perlu berpikir lebih jernih lagi untuk menemukan solusi atas permasalahan ini.” Ujarku.
“Well, aku sudah tahu apa yang akan kulakukan!” Potong Amira. Kupegang kedua bahunya dengan tanganku untuk meredakan emosinya.
“Bukankah Ahmad sedang di luar kota sekarang?”
“Ya.” Jawabnya, dengan menambahkan nada marah sebelum aku mampu melanjutkan ucapanku.
“Mungkin sekarang dia sedang meniduri wanita lain lagi!”
“Aku rasa tidak.” Kataku sambil menggelengkan kepala.
“Ishh! Semuanya sudah jelas Bang!”
“Dengar, aku cukup mengenal Ahmad dengan baik dan dia bukan tipe lelaki yang suka main perempuan.” Kataku, meskipun sadar betapa menggelikannya penjelasanku ini.
“Hah? Apa aku nggak salah dengar Bang? Kamu sedang bercanda kan ini?” Tukas Amira. Aku hanya mengangkat bahu.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku tak percaya kalau Zahra dan Ahmad sengaja melakukan ini.”
“Lalu apa yang kita lihat dari tadi Bang?! Abang pikir video mesum tadi palsu semua??” Ujar Amira, kali ini nada suaranya makin meninggi.
“Apa ada kelakuan Ahmad yang aneh akhir-akhir ini? Aku tahu kalau sekarang Zahra sedang mengalami puber kedua. Dia baru saja memasuki usianya yang ke tiga puluh sembilan, kakakmu itu akan memasui fase keresahan.”
“Itu bukan alasan!”
“Aku tidak bilang ini suatu alasan, tapi aku rasa itu bagian dari penyebabnya.” Jawabku. Amira menatapku dan menggelengkan kepala, tapi kemudian dia menarik nafas dan kelihatan agak sedikit mereda emosinya.
“Sudah satu tahun aku dan Mas Ahmad mencoba untuk mendapatkan seorang bayi, tapi belum juga berhasil. Aku tahu itu sangat mengganggunya.” Jelasnya sambil menggosok kedua lengannya, tapi kemudian ketenangannya sirna sebelum kemudian matanya berkilat marah.
“Itu juga sangat menggangguku, tapi aku tidak lari dan tidur dengan pria lain!”
“Kamu benar Mir….” Aku masih berusaha menenangkan amarah adik iparku ini.
“Tapi aku masih merasa kalau kita butuh waktu beberapa hari untuk berfikir sebelum membuat keputusan besar.” Lanjutku.
“Baiklah! Mungkin Abang benar, tapi aku merasa itu tak akan membantu sama sekali!” Rasa sakit dan marah terlalu besar untuk ditahan Amira.
“Bagaimana kalo besok kita bicarakan lagi masalah ini?” Tawarku.
“Sekali lagi kita butuh waktu untuk berpikir jernih sebelum mengambil keputusan tanpa diracuni emosi yang tidak perlu.
Amira terlihat tidak puas, tapi dia mengangguk setuju. Dia mengambil ponselnya dari atas meja dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku berharap dia tidak melakukan suatu tindakan yang bodoh sampai dia merasa tenang.
Setelah Amira pergi, aku memutuskan untuk mengguyur tubuhku yang lelah dengan air dingin. Ini adalah salah satu cara untuk melepas segala kepenatan yang menderaku, guyuran air dingin bisa dengan mudah membuatku sedikit rileks dan sesaat melupakan masalah barusan.
Selesai mandi, aku berusaha keras untuk memejamkan mata. Tapi bayangan adegan mesum yang melibat Zahra dan Ahmad benar-benar membuat pikiranku terjaga. Ya Allah, kenapa Kau berikan ujian seberat ini pada rumah tangga kami? Kenapa Zahra harus melakukan kegilaan macam ini? Apa kata orang kalau sampai skandal memalukan seperti ini bocor? Mau ditaruh mana mukaku? Berbagai macam pikiran buruk semakin membuatku kesulitan tertidur. Hingga aku putuskan untuk menghubungi Ustadz Hilman. Aku butuh teman sharing setidaknya agar sedikit meringankan bebanku, dan Ustadz Hilman adalah orang yang tepat. Nada berdering beberapa kali sebelum beberapa saat kemudian suara Ustadz Hilman terdengar menyapa dari sambungan telepon.
"Assalamualaikum ya akhi, tumben nih jam segini telepon?" Sapanya ramah.
"Waalaikumsalam ustadz, maaf kalo mengganggu malam-malam." Aku merasa tak enak karena baru menyadari jika waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.
"Ah, nggak apa-apa. Gimana? Ada apa ini?" Tanyanya sekali lagi, sayup terdengar lantunan ayat-ayat suci Al Quran, aku menduga itu berasal dari para santri Ustadz Hilman yang memiliki pondok pesantren kecil di pinggiran kota.
"Saya butuh ngobrol dengan ustadz. Ada masalah yang tidak bisa saya selesaikan sendiri." Kataku langsung berterus terang.
"Masalah? Biasanya kalo sampai mendadak seperti ini pasti nggak jauh-jauh dari masalh rumah tangga. Hehehehehe." Tebakan Ustadz Hilman seperti menampar mukaku sendiri. Terbersit dalam hati untuk mengurungkan niatku.
"Begitulah ustadz."
"Insyaallah kalo ana bisa bantu, pasti ana bantu. Mau datang ke sini?"
"Kalo tidak merepotkan Ustadz Hilman saya mau ke pondok sekarang."
"Ah, boleh-boleh. Ana tunggu ya."
"Baik ustadz, terima kasih sebelumnya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
BERSAMBUNG
Cerita "UKHTY" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DI SINI
ns 15.158.61.6da2