x
Aningsih ( 1 ) (Enny Arrow)
TAMAN RIA Remaja Senayan. Air membentang seluas mata memandang. Perahu-perahu hilir mudik dengan berbagai bentuk. Kebanyakan berkepala bebek. Penumpang-penumpangnya bermacam-macam. Ada keluarga. Terdiri Bapak, Ibu dan anak-anaknya. Atau pasangan-pasangan yang sedang berpacaran. Wajah-wajah mereka menunjukkan kegembiraan. Ada yang senyum, tertawa cerah. Atau bercanda ria. Memang demikianlah halnya kebanyakan pengunjung-pengunjung Taman Ria ini. Kebanyakan menampakkan
wajah gembira. Ceria. Namun di antaranya, ada seorang yang tidak menampakkan wajah gembira. Benny ! Dia duduk di atas rerumputan pebukitan yang memanjang. Matanya memandang ke depan. Sebentar meredup, sebentar membola. Seperti ada golakan di dalam hatinya. Seperti gelombang yang menderu-deru. Tiap sebentar menghela napas panjang! Langit cerah. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di sela-sela langit biru. Benny merebahkan tubuhnya di atas rerumputan. Kedua lengannya disilangkan di bawah kepala. Lama dia memandang langit. Tetapi langit bagai tak tampak. Yang terlihat olehnya, bayangan kabut. Bergumpal-gumpal. Di antara kabut itu, bagaikan menyembul seraut wajah. Perempuan. Cantik. Dan tik. Dan Benny menarik napas panjang lagi. Seraut wajah itu tersenyum. Manisnya. Lebih manis dari pada gula atau segala yang paling manis di dunia ini. Benny memejamkan matanya. O, kesalnya dia. Tak ingin sebenarnya dia menyaksikan seraut wajah itu. Tetapi wajah itu seperti mengejarnya. Wajah Lisa. Wajah seseorang yang dicintainya. Benny membuka matanya lagi. Secara jujur, Benny, pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat tahun itu, harus mengakui, bahwa dia sangat mencintai Lisa. Belum pernah sebelumnya, Benny mencintai seseorang, seperti
besarnya kecintaannya kepada Lisa, Tetapi sekarang! Cinta yang besar itu telah berobah menjadi kebencian. Kebencian amat sangat. Benny merentak. Setengah menyentak, dia bangun dari sikap berharingnya. Berpaling ke kiri dan meludah. Dan . . . tiba-tiba mata Benny bentrok dengan mata seseorang. Seorang perempuan. Benny terperangah. Sejak kapan perempuan itu duduk di situ. Benny tidak melihatnya pada beberapa menit yang
lalu. Perempuan itu, berwajah tirus dengan sepasang mata bola yang indah, dengan rambut dibiarkan tergerai pada bahunya, masih saja memandang Benny. Umurnya sekitar tiga puluh tahun. Sendirian ! Benny menelan ludah! Uf! Mata yang indah. Duduk dengan sikap agak sembarangan, sehingga ujung roknya tersingkap. Dan menyembullah
pahanya yang memutih penuh ! Benny segera menarik pandangnya dan melemparkannya ke arah lain. Uf! Persetan dengan perempuan. Walau bagaimanapun cantiknya. Tentu dia tidak berapa jauh dengan Lisa! Benny memandang langit. Tetapi . . . mata perempuan itu sangat indah . . . Lebih indah dari pada mata Lisa. Secara naluriah. Benny berpaling lagi ke kiri. Dan lagi-lagi matanya bentrok. Uf! Perempuan itu membalas senyum Benny. lni benar-benar di luar dugaan. Dan Benny berpikir, perempuan itu cuma sendirian. Hmm! Benny mengangguk. Dan hati Benny jadi mengembang, bila perempuan itupun itu pun membalas mengangguk.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡpKtBdB1RiU
“Aku tidak boleh ge-er!” ujar Benny dalam hati. “Aku tidak boleh mengharapkan terlalu banyak. Cukuplah bila bisa ngobrol-ngobrol. Dia sendiri. Dan akupun sendiri. Lumayan menjadi teman ngobrol!” Berpkir demikian, Benny menunjuk dirinya, kemudian menunjuk perempuan itu. Maksudnya, Benny menanyakan. bagaimana kalau Benny menemani perempuan itu duduk. menikmati alam indah Taman Ria. Perempuan itu tertawa kecil sambil mengangguk. Dan Benny tentu saja tidak ingin membuang-buang waktu. Segera dia berdiri dan menghampiri perempuan itu.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡr0eANfL5Pa
“Tidak mengganggu?!” tanya Benny sambil duduk di sisi perempuan itu.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡv1PlzvKOhN
“Senang sekali dikawani!” jawab perempuan itu.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3F6vGTEBdM
“Sendirian?” tanya Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡm8bClxumQ4
“Seperti yang kamu lihat!” kata perempuan itu sambil mengerling. Kemudian melanjutkan: “Sebenarnya saya menunggu seseorang.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡnO6AlNqrhq
“Pacar?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡjez2J2mdpK
“Belum bisa dikatakan begitu. Hanya kawan biasa. Dan kamu?!” tanya perempuan itu, yang tahu betul bahwa Benny jauh di bawah umurnya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡoyuM1dl7Sq
“Saya memang datang sendirian,” ujar Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAMS9XEhaRp
“Nggak sama pacar?!” tanya perempuan itu sambil tersenyum.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡMD6duZ3iiA
“Saya . . . eh, belum punya pacar.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKsceBb156e
“Bohong!” kata perempuan itu spontan.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡn94bbHIedv
“Kenapa Mbak menuduh saya bohong?!” Benny mengernyitkan keningnya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡn0SxmU6Ba1
“Umur kamu berapa?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxTQKDNKAur
“Dua puluh empat!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1oUsBW6RGj
“Dua puluh empat tahun, belum punya pacar. Siapa yang mau percaya!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡb4cgxxooLx
“Tetapi saya betul-betul belum punya pacar!” jawab Benny. Padahal dalam hati, Benny sangat menyesali ucapan mulutnya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEv2qVNd30Z
“Aku bohong, Mbak. Aku sebenarnya punya pacar. Tetapi aku sebel sama dia!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡpYMZZ4WB0Q
“Nama kamu siapa?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyCAtwMKqO3
“Benny. Dan nama Mbak?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡU3lio1E2CK
“Aningsih.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOaLlXseGap
“Ya. Kenapa?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡL1O6nhbe9b
“Nggak apa-apa! Nama yang manis!” Perempuan itu tertawa kecil sambil memukul bahu Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSeQhlrlMGH
“Uf kamu ini! Baru ketemu, sudah merayu!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfxWrw4jAkQ
“Saya nggak merayu, Mbak. Nama Mbak memang manis, seperti orangnya. Cantik. Llncah. Dan ketawa Mbak itu, lho!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJqJZlVZttt
“Memangnya kenapa dengan ketawaku?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuIzsgavr1e
“Manisnya nggak ketulungan!” Perempuan itu ketawa lagi. ketawa lagi !
“Makin manis saja,” kata Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡFIjsnbboBe
Perempuan itu, yang menyebutkan namanya Aningsih, memukul bahu Benny. Ganti Benny yang ketawa-ketawa senang.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVpESTFSCt0
“Kamu seharusnya sudah punya pacar.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ36URMusoNt
“Nggak ada perempuan yang mau sama saya.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzibAnzlCKO
“Bohong! Kamu ganteng! Pasti banyak perempuan yang mau sama kamu!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡCzB2zH57Ne
“Sungguh kok, Mbak,” kali ini Benny bicara lebih serius. Dicabutnya sebatang rumput yang tumbuh di hadapannya. Digigitinya ujungnya sampai hancur. Kemudian dilemparkannya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡv1zf7gBxK3
Lalu berkata dengan suara lebih perlahan: “Tak ada perempuan yang mau sama saya!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwNXLjme2vS
“Mengapa kamu beranggapan demikian?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ405ZK85UaW
“Kenyataannya memang begitu.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ7whZX4gzBn
“Jangan-jangan kamu sendiri yang jual mahal. Sebenarnya banyak perempuan yang mau sama kamu. Tetapi kamu sombong. Tidak memandang sebelah mata pada mereka!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡbjUXyIn794
“Tidak begitu, kok!” jawab Benny. “Saya biasa-biasa saja!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡdTj7t1i0OY
“Kalau kamu biasa-biasa saja pasti sudah punya pacar!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4QhViDx5PM
Benny mencabut lagi sebatang rumput, menggigitnya, kemudian membuangnya lagi jauh-jauh.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNnSK8j2BNU
“Saya memang pernah punya pacar. Kan saya sangat mencintainya. Tetapi . . . ” terputus ucapan Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOiUYJIbqdH
“Tetapi mengapa . . . ?!” bertanya Mbak Ning antusias. Rupanya dia ingin tahu. Benny mencabut lagi sebatang rumput. Seperti tadi, digigitnya, kemudian dilemparkannya jauh-jauh.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNTJXxoJXbN
“Putus, Mbak.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDCpWe57eru
“Mengapa putus?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡtxuTs0QbXb
Benny diam. Memandang ke arah danau. Mbak Ning juga memandang ke arah danau, lalu kembali pada Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOtlM6kVVXr
“Mengapa putus?!” Mbak Ning mengulangi pertanyaannya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡo12dIZlvns
“Barangkal sudah begitu nasib saya!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAUi5P6jWTZ
“Pasti kamu yang memutuskan. Kamu sudah bosan sama dia. Kamu kepingin ganti pacar lain. Maka kamu mencari gara-gara!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡiwCJC87n6J
“Saya tidak serendah itu.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJL1zI5HShE
“Lalu mengapa bisa putus?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡldkrjhqVpy
“Dia yang memutuskan.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAmhdT4JjQa
“Dia pacaran dengan lelaki lain?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3qpz84B5Mm
“Ya!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYXCxlLDJ5W
Aningsih menghela napas. “Kalau begitu, kamu patah hati sekarang. Tidak apa. Kisah cinta tidak selalu berjalan mulus Kamu laki-laki. Tidak boleh cengeng. Masih banyak yang bisa kamu harapkan dalam hidup ini. Perempuan tidak cuma satu di dunia ini!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡeG8sWVzYDP
“Barangkali memang begitu. Tetapi saya sulit sekali melupakannya.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡkUH5pZbARr
“Kamu sangat mencintainya?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡsAg7JzsIY6
“Ya!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHkwE06unCE
“Kamu harus berusaha melupakannya. Itupun kalau kamu benar. Jangan-jangan kamu cuma bohong!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡbMNUsJRxU8
“Sungguh kok, Mbak Ning. Saya tidak bohong. Kalau Mbak tidak percaya, Mbak boleh melihat fotonya,” sambil berkata demikian Benny mengambil dompetnya dan mengeluarkan sehelai foto berukuran separoh kartu pos. Diserahkannya pada Mbak Ning. Perempuan itu mengamat-amati foto itu. Foto seorang gadis separuh badan. Cantik. Berusia sekitar dua puluh satu tahun. Mbak Ning menyerahkan kembali foto itu.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmtJPquJPR6
“Cantik memang. Pantas kamu sangat mencintainya. Tetapi Mbak lihat, gadis ini type setia. Rasanya hampir tidak mungkin kalau dia mengkhianati cinta kalian!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ62jLf9ouDS
Benny menyimpan kembali sehelai foto itu ke dalam dompetnya, kemudian dimasukkan ke saku belakang celananya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5KVp6HmMo8
“Mengapa Mbak tidak percaya, padahal saya sudah menceritakan yang sebenarnya.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ35snJMiB8F
“Kalau memang begitu, yah . . . apa boleh buat. Kamu harus tabah,” suara Aningsih seperti yang sedang memberi petuah.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡImrA2GmPxz
“Ya, memang. Saya harus tabah,” ujar Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡU3QKa4DUJd
Angin melembut, menggerai-geraikan rambut mereka. Perahu-perahu masih saja hilir mudik di danau buatan. Pucuk-pucuk pinus bergoyang di ke jauhan. Di bawah mereka, di aspal jalan yang melingkari bukit kecil panjang itu. Ada sepasang manusia yang berjalan mesra sekali. Lengan si lelaki melingkari pinggang si wanita. Sedangkan kepala si wanita menyandar ke bahu si lelaki. Mesranya! Selangit!
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4BTcKNfwLO
“Kadang saya sering iri jika melihat kemesraan orang lain,” ujar Benny yang melihat sepasang insan yang saling mencinta itu.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSUOUSg3IgG
“Kalau begitu, mengapa kamu datang ke mari sendirian?! Di sini banyak sekali pemandangan yang menyiksamu!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPROw6tZS2O
“Tempat ini banyak memberikan kesan pada saya, Mbak. Saya dan Lisa datang ke mari. Kami bermesraan. Saya senang mengembalikan kesan-kesan itu!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEJFgT0TfB7
Mbak Ning tertawa. “Kau salah!” katanya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡz7oWIgmcxN
“Yang begitu, malah akan semakin menyiksamu!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡe2eLXsMxoN
“Yah, saya memang salah. Memang salah!” ujar Benny seperti mengeluh. Lalu Benny mencabut lagi sebatang rumput. Digigitinya. Lalu dilemparkannya kembali.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAc6naQ0bJm
“Dan Mbak sendiri?! Mengapa Mbak ada di sini?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYyzgU2on1e
“Sudah kukatakan, bukan?! Aku menunggu seseorang.” kali ini wajah Mbak Ning menampakkan kegelisahan.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwzTpTwQACj
Benny menatap lebih tajam. “Kelihatannya Mbak bohong!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuVRdduXzMn
“Kamu tidak percaya?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfdxgWtYr75
“Ya! Saya tidak percaya!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡvwwCCtQiJd
“Apa yang menyebabkan kamu tidak percaya?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPt8JHETRvT
“Mata Mbak! Mulut Mbak, bisa bohong. Tetapi mata Mbak tidak. Mata Mbak lebih jujur!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRC7MrYkHYw
Aningsih menggigit-gigit bibirnya sendiri. “Saya tidak bohong.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwYfKPTj5d0
“Lalu, yang menunggu mbak itu, tidak datang?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡpXj2i37IVm
“Sudah hampir satu jam aku menunggu. Rasanya dia memang tidak datang.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5LESnlB37j
“Barangkali dia ada halangan.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyh8M8oxN6v
“Ya! Barangkali!” Aningsih melihat ke jam tangannya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzmNV5zAl96
Sudah jam lima lewat. Matahari sudah redup di langit. Angin bertambah sejuk semilir. Lama mereka ngobrol. Melompat dari satu masalah ke masalah lain. Kebanyakan tidak penting. Suasana petang semakin hilang. Berganti dengan gelap. Bulan di langit tersenyum. Bulan sabit. Di pebukitan tidak hanya mereka berdua. Tetapi banyak lagi yang lain. Mereka adalah pasangan-pasangan yang saling memadu kasih. Dan sekarang, Aningsih dan Benny tidak lagi berjauhan. Aningsih meletakkan kepalanya ke bahu Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9ShtXsFidz
“Kalau saja pacar Mbak melihat kita, tentu akan cemburu!” ujar Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhEATDCXU59
Aningsih tersenyum. “Aku belum punya pacar.” katanya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqrtIXbiZxM
“Lalu?! Lelaki yang janjian sama Mbak, yang ternyata sekarang tidak datang?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡO4grOO9fUr
Aningsih menggeser-geser rambutnya ke leher Benny, “Lelaki itu belum lama kukenal. Baru dua kali bertemu. Dan sekarang dia tidak datang. Janjinya tidak bisa kupercaya!” ujar Aningsih.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJXuf3Skpht
Benny merasakan geli yang nyaman ketika Aningsih menggeser-geserkan rambutnya ke lehernya. Geli yang merambati pembuluh-pembuluh darahnya. Angin malam berkesiur dingin, menusuk tulang. Tetapi tidak demikian halnya dengan Ning dan Benny. Keduanya sama sekali tidak merasakan dingin. Hati mereka hangat. Lenganlengan mereka saling merangkul. erat. Keduanya merasakan diri melayang. Bayang-bayang pepohonan menimpa mereka.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡt3joI1pVYo
“Boleh aku ke rumah Mbak Ning kapan-kapan?!” tanya Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcHS3KcUrXe
“Mengapa tidak?! Aku senang sekali kalau kau mau datang.” kata Ning.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡkGSGcHyfaR
“Pasti! Pasti aku akan datang!” kata Benny.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡGbOJ7ErZU9
Lalu mereka berkecupan. Hangatnya bibir Benny. Hangatnya bibir Ning. Lalu tangan tangan mereka saling bergenggaman. Lalu saling meremas. Lalu berkecupan lagi. Mesranya. Dan bayang-bayang pohon semakin menghitam. Angin semakin dingin berkesiur. Mereka tak ubahnya seperti sepasang kekasih yang sudah lama
saling memadu kasih. Sampai akhirnya, Aningsih seperti tersadar menatap jam tangannya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzAx02RaUaN
“Ah, sudah jam delapan!” katanya. Lalu dilepaskannya rangkulannya. “Kita pulang, Ben!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡUeD6j77Qy3
Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Benny dan Aningsih melangkah kecil, menuruni pebukitan itu. Lengan Benny melingkari pinggang Aningsih yang ramping. Suatu ketika, hampir Aningsih tergelincir. Lengannya bergelayutan di leher Benny. Benny cepat meraih pinggang Aningsih erat-erat. Mereka berpelukan sambil berdiri.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡD6fci9cr7S
“Kuantarkan Mbak pulang.” ujar Benny
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZcJurZyKio
“Tidak. Biar aku pulang sendiri.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTdOEifm2Kg
“Kata Mbak, aku boleh ke rumah Mbak Ning.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡQjLnDu965g
“Boleh. Tetapi tidak sekarang.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZwKLSJDaSM
“Kalau begitu, Malam Minggu nanti?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡFl9SnzMb1N
“Jangan Malam Minggu.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡFqz3o3R2bW
“Pacar Mbak datang. ya?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡImWvTTumJP
“Bukan. Malam Minggu nanti aku ada acara keluarga.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡjcBhtcYY70
“Acara apa ?! Ulang tahun?!”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrVtZQjrzEA
“Bukan! Arisan keluarga! Ah, kau banyak tanya.”
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡH6DyCVbFLu
“Kalau begitu, Malam Rabu depan. Seminggu lagi?!” Aningsih mcngernyitkan keningnya.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOsuuT4QTw8
“Baiklah! Aku tunggu kau!” lalu Aningsih menyetop taksi.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1a4AeqDkOe
Sejurus kemudian, taksi pun melesat meninggalkan Benny yang masih saja mematung memandangi taksi itu. Lalu Benny menstarter motornya. Sungguh, dia tak menyangka, malam ini akan bertemu dan berkenalan dengan Mbak Ning. Dan dia tak menyangka, bahwa perkenalan itu cepat menjadi rapat. Keduanya tersenyum-senyum kecil. Terbayang kembali, bagaimana mesranya bihir Mbak Ning menindih bibirnya. Betapa hangatnya. Betapa lembutnya. Hampir saja Benny menubruk bus tingkat yang tiba-tiba saja berhenti. Untunglah naluri Benny cukup tajam untuk menghindari tubrukan itu.
13750Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5W7jTYDj7s
