x
Aningsih ( 1 ) (Enny Arrow)
TAMAN RIA Remaja Senayan. Air membentang seluas mata memandang. Perahu-perahu hilir mudik dengan berbagai bentuk. Kebanyakan berkepala bebek. Penumpang-penumpangnya bermacam-macam. Ada keluarga. Terdiri Bapak, Ibu dan anak-anaknya. Atau pasangan-pasangan yang sedang berpacaran. Wajah-wajah mereka menunjukkan kegembiraan. Ada yang senyum, tertawa cerah. Atau bercanda ria. Memang demikianlah halnya kebanyakan pengunjung-pengunjung Taman Ria ini. Kebanyakan menampakkan
wajah gembira. Ceria. Namun di antaranya, ada seorang yang tidak menampakkan wajah gembira. Benny ! Dia duduk di atas rerumputan pebukitan yang memanjang. Matanya memandang ke depan. Sebentar meredup, sebentar membola. Seperti ada golakan di dalam hatinya. Seperti gelombang yang menderu-deru. Tiap sebentar menghela napas panjang! Langit cerah. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di sela-sela langit biru. Benny merebahkan tubuhnya di atas rerumputan. Kedua lengannya disilangkan di bawah kepala. Lama dia memandang langit. Tetapi langit bagai tak tampak. Yang terlihat olehnya, bayangan kabut. Bergumpal-gumpal. Di antara kabut itu, bagaikan menyembul seraut wajah. Perempuan. Cantik. Dan tik. Dan Benny menarik napas panjang lagi. Seraut wajah itu tersenyum. Manisnya. Lebih manis dari pada gula atau segala yang paling manis di dunia ini. Benny memejamkan matanya. O, kesalnya dia. Tak ingin sebenarnya dia menyaksikan seraut wajah itu. Tetapi wajah itu seperti mengejarnya. Wajah Lisa. Wajah seseorang yang dicintainya. Benny membuka matanya lagi. Secara jujur, Benny, pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat tahun itu, harus mengakui, bahwa dia sangat mencintai Lisa. Belum pernah sebelumnya, Benny mencintai seseorang, seperti
besarnya kecintaannya kepada Lisa, Tetapi sekarang! Cinta yang besar itu telah berobah menjadi kebencian. Kebencian amat sangat. Benny merentak. Setengah menyentak, dia bangun dari sikap berharingnya. Berpaling ke kiri dan meludah. Dan . . . tiba-tiba mata Benny bentrok dengan mata seseorang. Seorang perempuan. Benny terperangah. Sejak kapan perempuan itu duduk di situ. Benny tidak melihatnya pada beberapa menit yang
lalu. Perempuan itu, berwajah tirus dengan sepasang mata bola yang indah, dengan rambut dibiarkan tergerai pada bahunya, masih saja memandang Benny. Umurnya sekitar tiga puluh tahun. Sendirian ! Benny menelan ludah! Uf! Mata yang indah. Duduk dengan sikap agak sembarangan, sehingga ujung roknya tersingkap. Dan menyembullah
pahanya yang memutih penuh ! Benny segera menarik pandangnya dan melemparkannya ke arah lain. Uf! Persetan dengan perempuan. Walau bagaimanapun cantiknya. Tentu dia tidak berapa jauh dengan Lisa! Benny memandang langit. Tetapi . . . mata perempuan itu sangat indah . . . Lebih indah dari pada mata Lisa. Secara naluriah. Benny berpaling lagi ke kiri. Dan lagi-lagi matanya bentrok. Uf! Perempuan itu membalas senyum Benny. lni benar-benar di luar dugaan. Dan Benny berpikir, perempuan itu cuma sendirian. Hmm! Benny mengangguk. Dan hati Benny jadi mengembang, bila perempuan itupun itu pun membalas mengangguk.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNfShBPYMya
“Aku tidak boleh ge-er!” ujar Benny dalam hati. “Aku tidak boleh mengharapkan terlalu banyak. Cukuplah bila bisa ngobrol-ngobrol. Dia sendiri. Dan akupun sendiri. Lumayan menjadi teman ngobrol!” Berpkir demikian, Benny menunjuk dirinya, kemudian menunjuk perempuan itu. Maksudnya, Benny menanyakan. bagaimana kalau Benny menemani perempuan itu duduk. menikmati alam indah Taman Ria. Perempuan itu tertawa kecil sambil mengangguk. Dan Benny tentu saja tidak ingin membuang-buang waktu. Segera dia berdiri dan menghampiri perempuan itu.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcUQFnbLCcz
“Tidak mengganggu?!” tanya Benny sambil duduk di sisi perempuan itu.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwxsSvAXQGg
“Senang sekali dikawani!” jawab perempuan itu.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAYzlFAsgRz
“Sendirian?” tanya Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyByi5hMw7M
“Seperti yang kamu lihat!” kata perempuan itu sambil mengerling. Kemudian melanjutkan: “Sebenarnya saya menunggu seseorang.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ1O75VkpjU5
“Pacar?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡy0jDLa6Aat
“Belum bisa dikatakan begitu. Hanya kawan biasa. Dan kamu?!” tanya perempuan itu, yang tahu betul bahwa Benny jauh di bawah umurnya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxEPklry2Ja
“Saya memang datang sendirian,” ujar Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡunJKZzxmWU
“Nggak sama pacar?!” tanya perempuan itu sambil tersenyum.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAdRFmOV1Ws
“Saya . . . eh, belum punya pacar.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6mDy8d5rXR
“Bohong!” kata perempuan itu spontan.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡStIaOIpLvl
“Kenapa Mbak menuduh saya bohong?!” Benny mengernyitkan keningnya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSHmgvDNb2z
“Umur kamu berapa?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxqaN1QIKT9
“Dua puluh empat!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡaRLeDyYDvk
“Dua puluh empat tahun, belum punya pacar. Siapa yang mau percaya!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNsbHS0PmPN
“Tetapi saya betul-betul belum punya pacar!” jawab Benny. Padahal dalam hati, Benny sangat menyesali ucapan mulutnya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡvmbF3ljrsi
“Aku bohong, Mbak. Aku sebenarnya punya pacar. Tetapi aku sebel sama dia!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmbq05wSWt8
“Nama kamu siapa?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡdMA50MTMfM
“Benny. Dan nama Mbak?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡvEWSMKEoJf
“Aningsih.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡiwpLrAfvqi
“Ya. Kenapa?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0WYC5oGKxt
“Nggak apa-apa! Nama yang manis!” Perempuan itu tertawa kecil sambil memukul bahu Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqFj6L4dUs5
“Uf kamu ini! Baru ketemu, sudah merayu!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡt9GcJbjIQd
“Saya nggak merayu, Mbak. Nama Mbak memang manis, seperti orangnya. Cantik. Llncah. Dan ketawa Mbak itu, lho!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBCRrJwgVAu
“Memangnya kenapa dengan ketawaku?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5AMVzhToo7
“Manisnya nggak ketulungan!” Perempuan itu ketawa lagi. ketawa lagi !
“Makin manis saja,” kata Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTmEBhW3OsD
Perempuan itu, yang menyebutkan namanya Aningsih, memukul bahu Benny. Ganti Benny yang ketawa-ketawa senang.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKyLiOk78sh
“Kamu seharusnya sudah punya pacar.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOuZHQiUa2P
“Nggak ada perempuan yang mau sama saya.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡbZ28mTIjHH
“Bohong! Kamu ganteng! Pasti banyak perempuan yang mau sama kamu!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡQeGQtEGfrD
“Sungguh kok, Mbak,” kali ini Benny bicara lebih serius. Dicabutnya sebatang rumput yang tumbuh di hadapannya. Digigitinya ujungnya sampai hancur. Kemudian dilemparkannya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEVNqn1ENHA
Lalu berkata dengan suara lebih perlahan: “Tak ada perempuan yang mau sama saya!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5Lyz4MzKzu
“Mengapa kamu beranggapan demikian?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡXM8rj4dMEB
“Kenyataannya memang begitu.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVIMIjyJqkI
“Jangan-jangan kamu sendiri yang jual mahal. Sebenarnya banyak perempuan yang mau sama kamu. Tetapi kamu sombong. Tidak memandang sebelah mata pada mereka!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuKnIZ5QZGg
“Tidak begitu, kok!” jawab Benny. “Saya biasa-biasa saja!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ32aqs5sNRg
“Kalau kamu biasa-biasa saja pasti sudah punya pacar!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡdbFCTYVneS
Benny mencabut lagi sebatang rumput, menggigitnya, kemudian membuangnya lagi jauh-jauh.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡx1BGx4DBWY
“Saya memang pernah punya pacar. Kan saya sangat mencintainya. Tetapi . . . ” terputus ucapan Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEEKqFmZ78I
“Tetapi mengapa . . . ?!” bertanya Mbak Ning antusias. Rupanya dia ingin tahu. Benny mencabut lagi sebatang rumput. Seperti tadi, digigitnya, kemudian dilemparkannya jauh-jauh.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyMTCznGLfr
“Putus, Mbak.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9oejCYGXGs
“Mengapa putus?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWGXLb4fjvC
Benny diam. Memandang ke arah danau. Mbak Ning juga memandang ke arah danau, lalu kembali pada Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ8y0NHWheQZ
“Mengapa putus?!” Mbak Ning mengulangi pertanyaannya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxK0Gq4Fal5
“Barangkal sudah begitu nasib saya!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡCFAU9EbjzW
“Pasti kamu yang memutuskan. Kamu sudah bosan sama dia. Kamu kepingin ganti pacar lain. Maka kamu mencari gara-gara!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzo5GEKIJgD
“Saya tidak serendah itu.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡXPGAAGQb2N
“Lalu mengapa bisa putus?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡypYR6daV5z
“Dia yang memutuskan.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡdSjyYpDb3D
“Dia pacaran dengan lelaki lain?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡGWVeB45Ujr
“Ya!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIFXpuPaJcA
Aningsih menghela napas. “Kalau begitu, kamu patah hati sekarang. Tidak apa. Kisah cinta tidak selalu berjalan mulus Kamu laki-laki. Tidak boleh cengeng. Masih banyak yang bisa kamu harapkan dalam hidup ini. Perempuan tidak cuma satu di dunia ini!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡhIogRY6jm3
“Barangkali memang begitu. Tetapi saya sulit sekali melupakannya.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAoim2l2e2j
“Kamu sangat mencintainya?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIhSkDfI5Xg
“Ya!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5y20VYPYGV
“Kamu harus berusaha melupakannya. Itupun kalau kamu benar. Jangan-jangan kamu cuma bohong!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡlVLeOvfHAV
“Sungguh kok, Mbak Ning. Saya tidak bohong. Kalau Mbak tidak percaya, Mbak boleh melihat fotonya,” sambil berkata demikian Benny mengambil dompetnya dan mengeluarkan sehelai foto berukuran separoh kartu pos. Diserahkannya pada Mbak Ning. Perempuan itu mengamat-amati foto itu. Foto seorang gadis separuh badan. Cantik. Berusia sekitar dua puluh satu tahun. Mbak Ning menyerahkan kembali foto itu.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡW6QuCtiDpm
“Cantik memang. Pantas kamu sangat mencintainya. Tetapi Mbak lihat, gadis ini type setia. Rasanya hampir tidak mungkin kalau dia mengkhianati cinta kalian!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡV6I7zG2Cf4
Benny menyimpan kembali sehelai foto itu ke dalam dompetnya, kemudian dimasukkan ke saku belakang celananya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVtpntpPsoQ
“Mengapa Mbak tidak percaya, padahal saya sudah menceritakan yang sebenarnya.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmvxWOFjBm7
“Kalau memang begitu, yah . . . apa boleh buat. Kamu harus tabah,” suara Aningsih seperti yang sedang memberi petuah.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqtxicfbgKT
“Ya, memang. Saya harus tabah,” ujar Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYkSNz3eTf0
Angin melembut, menggerai-geraikan rambut mereka. Perahu-perahu masih saja hilir mudik di danau buatan. Pucuk-pucuk pinus bergoyang di ke jauhan. Di bawah mereka, di aspal jalan yang melingkari bukit kecil panjang itu. Ada sepasang manusia yang berjalan mesra sekali. Lengan si lelaki melingkari pinggang si wanita. Sedangkan kepala si wanita menyandar ke bahu si lelaki. Mesranya! Selangit!
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYxeVuBcGAg
“Kadang saya sering iri jika melihat kemesraan orang lain,” ujar Benny yang melihat sepasang insan yang saling mencinta itu.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡz9vnbV6NJE
“Kalau begitu, mengapa kamu datang ke mari sendirian?! Di sini banyak sekali pemandangan yang menyiksamu!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡlPG6Q5ZeFZ
“Tempat ini banyak memberikan kesan pada saya, Mbak. Saya dan Lisa datang ke mari. Kami bermesraan. Saya senang mengembalikan kesan-kesan itu!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOsKThkzxZG
Mbak Ning tertawa. “Kau salah!” katanya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxY5N71k8KP
“Yang begitu, malah akan semakin menyiksamu!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9d6DOHiGGN
“Yah, saya memang salah. Memang salah!” ujar Benny seperti mengeluh. Lalu Benny mencabut lagi sebatang rumput. Digigitinya. Lalu dilemparkannya kembali.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVILJv1SBCM
“Dan Mbak sendiri?! Mengapa Mbak ada di sini?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrdkvNXZnsu
“Sudah kukatakan, bukan?! Aku menunggu seseorang.” kali ini wajah Mbak Ning menampakkan kegelisahan.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡyg6tLi3HNa
Benny menatap lebih tajam. “Kelihatannya Mbak bohong!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNUebY4gXDz
“Kamu tidak percaya?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ40JiT0mMne
“Ya! Saya tidak percaya!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡF47DMSQ1we
“Apa yang menyebabkan kamu tidak percaya?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡLjzriwJB37
“Mata Mbak! Mulut Mbak, bisa bohong. Tetapi mata Mbak tidak. Mata Mbak lebih jujur!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJRVxy7NokQ
Aningsih menggigit-gigit bibirnya sendiri. “Saya tidak bohong.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqc4we6RtXV
“Lalu, yang menunggu mbak itu, tidak datang?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡVK1HnY7wIx
“Sudah hampir satu jam aku menunggu. Rasanya dia memang tidak datang.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2e5vlnozFG
“Barangkali dia ada halangan.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNFygn0Sc5z
“Ya! Barangkali!” Aningsih melihat ke jam tangannya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡp30e3vD5z1
Sudah jam lima lewat. Matahari sudah redup di langit. Angin bertambah sejuk semilir. Lama mereka ngobrol. Melompat dari satu masalah ke masalah lain. Kebanyakan tidak penting. Suasana petang semakin hilang. Berganti dengan gelap. Bulan di langit tersenyum. Bulan sabit. Di pebukitan tidak hanya mereka berdua. Tetapi banyak lagi yang lain. Mereka adalah pasangan-pasangan yang saling memadu kasih. Dan sekarang, Aningsih dan Benny tidak lagi berjauhan. Aningsih meletakkan kepalanya ke bahu Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxmqfCX0xfQ
“Kalau saja pacar Mbak melihat kita, tentu akan cemburu!” ujar Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWjYhw6Ed34
Aningsih tersenyum. “Aku belum punya pacar.” katanya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ37Gfw0dkXM
“Lalu?! Lelaki yang janjian sama Mbak, yang ternyata sekarang tidak datang?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOaaINpKRSt
Aningsih menggeser-geser rambutnya ke leher Benny, “Lelaki itu belum lama kukenal. Baru dua kali bertemu. Dan sekarang dia tidak datang. Janjinya tidak bisa kupercaya!” ujar Aningsih.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2dlxKWN1XQ
Benny merasakan geli yang nyaman ketika Aningsih menggeser-geserkan rambutnya ke lehernya. Geli yang merambati pembuluh-pembuluh darahnya. Angin malam berkesiur dingin, menusuk tulang. Tetapi tidak demikian halnya dengan Ning dan Benny. Keduanya sama sekali tidak merasakan dingin. Hati mereka hangat. Lenganlengan mereka saling merangkul. erat. Keduanya merasakan diri melayang. Bayang-bayang pepohonan menimpa mereka.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡP5KeLQHdBd
“Boleh aku ke rumah Mbak Ning kapan-kapan?!” tanya Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡJotEdYsES5
“Mengapa tidak?! Aku senang sekali kalau kau mau datang.” kata Ning.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡb39f2e28QY
“Pasti! Pasti aku akan datang!” kata Benny.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡz2zyHaZhSt
Lalu mereka berkecupan. Hangatnya bibir Benny. Hangatnya bibir Ning. Lalu tangan tangan mereka saling bergenggaman. Lalu saling meremas. Lalu berkecupan lagi. Mesranya. Dan bayang-bayang pohon semakin menghitam. Angin semakin dingin berkesiur. Mereka tak ubahnya seperti sepasang kekasih yang sudah lama
saling memadu kasih. Sampai akhirnya, Aningsih seperti tersadar menatap jam tangannya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTfrcRBXehN
“Ah, sudah jam delapan!” katanya. Lalu dilepaskannya rangkulannya. “Kita pulang, Ben!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ6WX4qZOmaP
Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Benny dan Aningsih melangkah kecil, menuruni pebukitan itu. Lengan Benny melingkari pinggang Aningsih yang ramping. Suatu ketika, hampir Aningsih tergelincir. Lengannya bergelayutan di leher Benny. Benny cepat meraih pinggang Aningsih erat-erat. Mereka berpelukan sambil berdiri.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZaUtnlt2BA
“Kuantarkan Mbak pulang.” ujar Benny
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡEfDeN71efS
“Tidak. Biar aku pulang sendiri.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSrbNf3m6bF
“Kata Mbak, aku boleh ke rumah Mbak Ning.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ43fyUpmsJ6
“Boleh. Tetapi tidak sekarang.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ4ZakPGIEoT
“Kalau begitu, Malam Minggu nanti?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡV6PdDMUQGJ
“Jangan Malam Minggu.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKCtbbCbOn2
“Pacar Mbak datang. ya?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9KtT4H5FvL
“Bukan. Malam Minggu nanti aku ada acara keluarga.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡZQAUz3fZFz
“Acara apa ?! Ulang tahun?!”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwbbGqUnvDO
“Bukan! Arisan keluarga! Ah, kau banyak tanya.”
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡa4rYM3n8yh
“Kalau begitu, Malam Rabu depan. Seminggu lagi?!” Aningsih mcngernyitkan keningnya.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡC8AB5snH0P
“Baiklah! Aku tunggu kau!” lalu Aningsih menyetop taksi.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuV8C8f0rJv
Sejurus kemudian, taksi pun melesat meninggalkan Benny yang masih saja mematung memandangi taksi itu. Lalu Benny menstarter motornya. Sungguh, dia tak menyangka, malam ini akan bertemu dan berkenalan dengan Mbak Ning. Dan dia tak menyangka, bahwa perkenalan itu cepat menjadi rapat. Keduanya tersenyum-senyum kecil. Terbayang kembali, bagaimana mesranya bihir Mbak Ning menindih bibirnya. Betapa hangatnya. Betapa lembutnya. Hampir saja Benny menubruk bus tingkat yang tiba-tiba saja berhenti. Untunglah naluri Benny cukup tajam untuk menghindari tubrukan itu.
14382Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ41iuF9PsL1
