Hanafi duduk di tepi ranjang kos-kosan yang tergolong mewah untuk ukuran mahasiswa. Wajahnya bersandar lelah di pundak Sherly, mahasiswi muda berusia delapan belas tahun, yang terlihat begitu menikmati kebersamaan ini. Lampu temaram di sudut ruangan memberikan sentuhan hangat, membuat suasana terasa lebih intim. Jari-jari lentik Sherly dengan lembut memainkan ujung rambut panjangnya sambil sesekali terkikik kecil, menambah kesan santai di antara mereka. Hanafi memejamkan mata, membiarkan sejenak dirinya larut dalam ketenangan momen itu. Di luar, suara samar kendaraan hanya menjadi latar, teredam oleh keheningan malam Kota Manado.6501Please respect copyright.PENANAzuy41IndzK
“Mas...” Sherly memecah keheningan dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. “Nanti kalau istrimu udah datang, kita gimana?”6501Please respect copyright.PENANA9tlY9khMIY
Hanafi membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar. Pertanyaan itu, meski terdengar ringan, menamparnya dengan kenyataan yang selama ini coba dia abaikan. Lima bulan lalu, dia diangkat jadi kepala kantor cabang di Manado, meninggalkan Jakarta sementara. Mutya, istrinya, masih tinggal di sana untuk menemani anak mereka Hanan menyelesaikan pendidikannya di SD, sebelum memutuskan untuk masuk pesantren.6501Please respect copyright.PENANA7naFxlSgEB
“Mutya masih dua minggu lagi baru ke sini,” Hanafi menjawab dengan suara serak, seolah sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri. “Kita masih bisa nikmatin waktu kita selama itu.”6501Please respect copyright.PENANAE3Lb81g3Qb
Sherly menatapnya dengan tatapan lembut, lalu tersenyum kecil. “Mas, jangan serius amat,” katanya, suaranya ringan dan bercanda. “Aku cuma nanya, nggak usah dipikirin segitunya.”6501Please respect copyright.PENANAdKaOfKTwXz
Hanafi tersenyum tipis, meski di dalam hatinya, ada sesuatu yang mengganjal. Bukan hanya tentang Mutya, tapi tentang arah hubungan ini. Namun di saat yang sama, dia tak bisa menahan diri untuk menikmati kebersamaan dengan Sherly—entah sebagai pelarian dari tekanan atau kenyamanan yang sesaat.6501Please respect copyright.PENANAIt4PNfNZW9
“Kamu tuh ya, suka bikin aku bingung,” Hanafi tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. “Kayaknya kita terlalu sering mikirin masa depan, padahal kita bisa aja jalani hidup dengan enjoy.”6501Please respect copyright.PENANAR2YSNeLMuV
Sherly tertawa pelan, merapatkan tubuhnya ke Hanafi. “Iya, iya. Aku cuma pengen kita nggak usah ribet sama hal-hal yang belum kejadian. Biarkan dia mengalir aja, kan enak.”6501Please respect copyright.PENANAjAPBZ7vN5M
Mereka terdiam lagi, menikmati malam yang terasa begitu singkat. Keduanya tahu, waktu mereka terbatas. Dua minggu bukan waktu yang lama, dan keputusan besar akan menanti di ujungnya. Tapi untuk sekarang, mereka berdua memilih untuk hidup di momen ini, di bawah lampu temaram yang hangat, dengan segala kerumitan yang coba diabaikan.6501Please respect copyright.PENANARAclY6oyLM
Hanafi mencoba tersenyum, meski dalam hatinya terasa ada beban yang semakin berat. Sherly memang selalu tahu cara mencairkan suasana. Gadis itu penuh energi muda, bersemangat, dan bebas—sesuatu yang lama tak ia rasakan dalam pernikahannya dengan Mutya. Bukan berarti Mutya bukan istri yang baik. Sebaliknya, Mutya adalah sosok yang penuh perhatian, selalu mendukung, dan setia. Tapi entah kenapa, beberapa tahun terakhir, pernikahan mereka terasa seperti rutinitas yang tak lagi menggetarkan. Kehadiran Sherly di sisi lain, memberi warna yang berbeda—sesuatu yang liar, segar, dan penuh kejutan.6501Please respect copyright.PENANAtydamvVXq2
"Ya, tapi nanti gimana kalau dia udah di sini?" tanya Sherly, suaranya mulai lebih serius, mata beningnya kini menyiratkan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. “Masak aku cuma bisa ketemu kamu pas sembunyi-sembunyi aja?”6501Please respect copyright.PENANAScL2VDTnz8
Hanafi mengangkat bahunya, berusaha santai, meskipun jauh di lubuk hatinya dia tahu ini bukan situasi sederhana. "Kita bisa tetap ketemu, Sherly. Di luar, kayak biasa. Selama kita main aman, nggak akan ada masalah."6501Please respect copyright.PENANATAml2Wul3D
Sherly menunduk, jemarinya bermain-main dengan ujung rambutnya, tapi raut wajahnya menunjukkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih dalam. “Kamu yakin bisa jalanin ini terus?” tanyanya, kali ini dengan suara yang lebih pelan, hampir berbisik.6501Please respect copyright.PENANA481WpqDPsz
Hanafi terdiam sejenak. Ia tahu ini bukan sekadar pertanyaan. Ada lebih dari sekadar kekhawatiran di balik ucapan Sherly. Gadis ini mulai memikirkan apa yang akan terjadi ketika Mutya benar-benar tiba di Manado, ketika semuanya tidak lagi bisa disembunyikan semudah sekarang. Meski ia selalu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini hanya sebuah pelarian, sebuah petualangan sesaat, namun perlahan ia menyadari bahwa perasaannya pada Sherly mulai tumbuh lebih dari yang seharusnya.6501Please respect copyright.PENANAklFq2wzg2d
“Kita nikmatin aja dulu, ya?” Hanafi akhirnya berbicara lagi, meski suaranya terdengar lebih ragu dari biasanya. “Kita nggak usah mikir terlalu jauh. Aku masih di sini. Kita masih punya waktu.”6501Please respect copyright.PENANACwghYEM74n
Sherly menatapnya, matanya tampak berkilat di bawah cahaya temaram. “Tapi gimana kalau waktu kita habis, Mas? Kamu bakal ninggalin aku?”6501Please respect copyright.PENANAq94pxDtxng
Hanafi tertegun mendengar pertanyaan itu. Ia tahu, lambat laun, semuanya akan berakhir. Dan di saat itulah ia akan dihadapkan dengan pilihan yang nyata. Tapi untuk sekarang, ia belum siap memikirkan akhir dari semuanya.6501Please respect copyright.PENANAjphrKInh33
“Jangan mikir yang berat-berat dulu, Sherly. Aku nggak akan ninggalin kamu gitu aja,” jawab Hanafi dengan lembut, meski di dalam hatinya, dia sendiri tak yakin dengan kata-katanya.6501Please respect copyright.PENANADUjWFFcibW
Sherly menghela napas panjang, kemudian mengangguk. “Oke, Mas. Tapi aku nggak mau terus-terusan jadi yang kedua. Aku sayang sama kamu.”6501Please respect copyright.PENANAeYPhEx8AES
Hanafi menatap Sherly dalam-dalam, tersentuh oleh ketulusan yang terpancar dari gadis itu. Ia merasakan hatinya tersentak. Perasaan Sherly jauh lebih dalam dari yang ia duga, dan itu membuat semuanya terasa semakin rumit. Namun sebelum ia bisa merespons, Sherly sudah merapatkan tubuhnya ke Hanafi, melingkarkan tangannya di lehernya.6501Please respect copyright.PENANAjlMhcgOmHW
“Aku cuma pengen kita bisa terus bareng,” bisik Sherly, suaranya mengandung kerinduan yang mendalam.6501Please respect copyright.PENANATfak4o6fhF
Hanafi merasakan kehangatan dari sentuhan Sherly, sebuah rasa nyaman yang berbeda dari apa yang pernah ia rasakan bersama Mutya. Di saat itu, ia tahu bahwa ini lebih dari sekadar pelarian atau petualangan sesaat. Tapi apakah ia siap menghadapi konsekuensi dari perasaan ini? Itulah pertanyaan yang terus menghantuinya, meskipun untuk saat ini, ia memilih untuk larut dalam momen dan menikmati apa yang ada di hadapannya.6501Please respect copyright.PENANAsb6zZlBIkd
Hanafi menatap Sherly dalam-dalam, merasakan betapa rumit perasaannya di saat itu. Ada keraguan, ada rasa bersalah, namun juga ada ketertarikan yang tak bisa ia abaikan. Kedekatan Sherly membuat segalanya menjadi samar—antara yang benar dan salah, antara rasa nyaman dan kebingungan.6501Please respect copyright.PENANADgblcCNqtv
Sherly, yang sudah membaca kegelisahan di mata Hanafi, perlahan mendekatkan wajahnya, bibirnya melukis senyum kecil yang menggoda. “Mas, kita nggak usah pikirin hal yang ribet-ribet, ya? Kita di sini, sekarang. Itu yang penting.”6501Please respect copyright.PENANAUrdQZwoRKc
Tanpa menunggu jawaban, Sherly mulai mengecup bibir Hanafi dengan lembut, seolah mencoba menghapus segala keraguannya. Sentuhan hangat itu seketika mengalirkan adrenalin ke tubuh Hanafi, mengusir segala kecemasan yang tadi menghantuinya. Ciuman itu semakin dalam, semakin intens, membuat mereka berdua tenggelam dalam momen tanpa kata-kata.6501Please respect copyright.PENANAtKbaxInUre
Hanafi menarik Sherly lebih dekat, tubuh mereka semakin menyatu. Suara napas yang mulai memburu menjadi satu-satunya yang terdengar di kamar itu. Kedua tangan Hanafi kini sudah mengelus punggung Sherly, merasakan kehangatan kulitnya di balik kain yang tipis. Sejenak, semua kekhawatiran tentang masa depan memudar, tergantikan oleh hasrat yang membara.6501Please respect copyright.PENANAncTj3Sbubg
Sherly merespons dengan penuh gairah, tubuhnya melebur dalam pelukan Hanafi. Mereka tenggelam dalam rasa, mengabaikan segala konsekuensi yang mungkin akan datang. Sentuhan demi sentuhan, ciuman yang semakin liar, mengisi malam yang terasa begitu panjang. Di saat itu, keduanya seperti melarikan diri dari kenyataan, seolah waktu berhenti hanya untuk mereka.6501Please respect copyright.PENANAMbEmtMDndU
Selanjutnya, Hanafi langsung mendekat ke Sherly dan mulai menciumi wajahnya dan berhenti lama untuk menikmati manisnya bibir Sherly. Mereka kemudian berciuman dengan penuh gairah.
Mereka semakin panas, dan secara perlahan Hanafi merasakan tekanan di bagian celananya, ternyata tangan Sherly sudah meraba – meraba bagian luar selangkangan Hanafi.6501Please respect copyright.PENANAJyGfCbdA9B
“Oooohhh… ahhhhh… “6501Please respect copyright.PENANASzddRbw2Zf
Mereka semakin terangsang dan saling meraba, Hanafi mulai meraba dada kanan Sherly yang masih memakai piyamanya, Hanafi goyangkan sedikit dan usap usap.
Uuuuhhhh, enak… Sherly mulai meracau… ga berhenti. Supaya tidak terlalu mengganggu tetangga kos, Sherly berhenti sebentar dan menyetel musik Pop Barat, sepertinya lagu kompilasi. Ternyata lagu yang distel justru lebih merangsang libido mereka.
Tanpa banyak bicara, Hanafi kembali meraba tubuh Sherly dan mulai melucuti piyama selingkuhannya itu, tanpa banyak komentar, Sherly membuka kaos dan celana panjang Hanafi lalu meraba dada lelaki itu dan menghisap putingnya.
6501Please respect copyright.PENANAWI04XQyomC
Segera Hanafi membalas dengan meremas buah dada Sherly, dan Hanafi membelai putingnya yang berwarna merah muda. Hanafi terus memainkan payudara Sherly dan kemudian dia hisap.
Slurp slurp slurp dan Hanafi menggigit sedikit payudara itu untuk memberi sensasi kepada Sherly. Uaaaahhhh, gadis itu mengerang.
“Terus sayang.. isep terus… enak.. ahhhh.” Saat itu juga Hanafi mulai meraba pangkal pahanya, Sherly masih memakai celana dalam warna merah muda.
Dengan penuh keyakinan Hanafi mulai mengelus gundukan yang muncul dibagian bawah celana dalamnya. Dia semakin mengerang… dan Hanafi terus meraba, hingga Hanafi rasakan gundukan itu terasa sedikit basah.
Sherly pun, tak mau kalah dengan aksi Hanafi, dia mulai menyelipkan tangannya ke balik celana dalam lelaki itu, dan langsung meraba kontol Hanafi yang mengeras dan mulai meremas dan menarik maju mundur. Hanafi sangat terangsang terasa sesuatu yang bergetar di tubuhnya, dan Hanafi segera membuka celana dalam Sherly dan mengusap memeknya yang basah.
Mereka berdua semakin hanyut, Hanafi mulai memainkan jari-jarinya di memek Sherly, membuat gadis itu mengerang penuh dengan kenikmatan dengan apa yang dilakukan Hanafi. Apalagi saat Hanafi mulai menjilat memeknya erangannya makin menjadi. Membuat Hanafi makin gemas dan mengisap itil gadis nonis itu.6501Please respect copyright.PENANAdIVbOApX3j
“Ouwhhhhhh….ouwhhhhhhhh, Ouwhhhhhhhh…terus… ahhhhhhhhhhhh!”6501Please respect copyright.PENANA71a7Nvxtso
Sherly orgasme akibat jilatan itu.
Setelah itu giliran Sherly yang akan mengoral kontol Hanafi. Lelaki itu pun langsung tiduran, dan terasa kontolnya menjadi hangat dan basah. Sherly menjilat dan mengulum kontol selingkuhannya dengan penuh semangat.
“ Ohhhh ahhhh uhhh..” Hanafi mulai meracau tak menentu. Lagu yang diputar sejak tadi semakin menambah romantisme suasana.
Setelah Sherly puas menjilat dan mengkulum kontol, Hanafi pun mencium bibirnya lagi, dan menjilat puting susunya.. terus Hanafi lanjutin menjilat seluruh tubuh gadis itu.
Saat mendekati memek Sherly Hanafi kembali menjilati memeknya, kemudian memposisikan kontolnya di depan bibir memek gadis itu. Sherly membantu memegang kontol Hanafi dan mengarahkan menuju liang surgawinya.6501Please respect copyright.PENANAS3Hi1TQpXm
Kontol Hanafi melesak masuk dan mulai mengaduk-aduk memek itu.
“Ahhh ohhh… uhhh… terus sayang.. terus… jangan berhenti…. ahhhh…”6501Please respect copyright.PENANAonXovMFrPK
Hanafi pun semakin bernafsu untuk terus menyodok. Sambil mberadu kelamin mereka kembali berciuman dan saling meraba, Hanafi semakin terangsang dan memegang kedua susu Sherly yang besar itu, dan mengusap pentilnya.
Sherly pun mencengkeram punggung Hanafi dan menarik pinggul lelaki itu agar kontol lelaki itui semakin masuk ke tubuhnya.
‘Ouwhhhh ouwhhhhh ouwhhhhhh!”
Setelah beberapa saat, mereka berganti posisi, Sherly berada diatas dan Hanafi memangku dia diatas ranjang. Sherly semakin mudah mengatur posisinya. Dia bergerak liar diatas pangkuan Hanafi.
“Oouch..ah…uh…ach…. Enak… say…ahhhh!”
Hanafi menjilat susunya dan mengulum pentilnya… dan terkadang mencium bibirnya.
Setelah sekitar 20 menit, Sherly mulai merasakan sesuatu yang bergetar di dalam tubuhnya, dan siap untuk meledak… Hanafi pun merasakan Sherly beberapa kali merinding…. Hingga akhirnya Sherly berteriak kecil dan tubuhnya menjadi tegang dan saat itu pulalah Hanafi juga menegang. Segera dia mencabut kontolnya
“Crotttt… crotttt. Crottttttttt!”6501Please respect copyright.PENANAjVQbeLijKS
Cairan kenikmatan muncrat dari kontol Hanafi ke payudara Sherly. Sementara dari memek Shrely merembes juga cairan kenikmatan gadis itu.6501Please respect copyright.PENANAbpZWyym21G
Namun, setelah keintiman itu, ada sesuatu di hati Hanafi yang tetap gelisah. Meskipun tubuhnya merespons dengan penuh hasrat, di dalam pikirannya ada pertanyaan yang tak terjawab. Ia tahu, momen ini mungkin tak akan berlangsung selamanya. Mungkin, saat lampu temaram ini padam, saat malam berubah menjadi pagi, mereka harus menghadapi kenyataan yang tak bisa lagi dihindari.6501Please respect copyright.PENANALN8UUajb8W
Tapi untuk saat ini, Hanafi memilih untuk menutup mata dan menikmati momen itu—mengabaikan suara hati yang masih memanggil-manggil dari dalam. Mereka bercinta, penuh gairah, seolah mencoba menutupi rasa galau dan kebingungan mereka dengan sentuhan fisik yang tak terucapkan.
Bersambung
ns 15.158.61.8da2