Langit Jakarta mendung ketika Nadia melangkah keluar dari gedung kantornya. Udara berat, seolah menyiratkan hujan yang segera turun. Nadia menarik napas panjang, merasa lelah setelah seharian berkutat dengan sketsa desain interior yang terus-menerus direvisi oleh kliennya. Ini adalah proyek besar pertamanya setelah memutuskan untuk bekerja mandiri, dan tekanan untuk menyelesaikannya dengan sempurna mulai menggerogoti kepercayaan dirinya.175Please respect copyright.PENANAUFzHCGDcY4
"Sepertinya aku butuh kopi," gumamnya pada diri sendiri.
Kakinya membawa dia ke sebuah kafe kecil di pojok jalan, tempat yang baru saja ia temukan beberapa minggu lalu. Suasana di dalamnya selalu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Dengan meja kayu sederhana dan aroma kopi yang kuat, tempat ini terasa seperti oase di tengah padatnya Jakarta.
Nadia memesan cappuccino kesukaannya, lalu memilih meja di pojok ruangan. Dari tasnya, ia mengeluarkan sketsa desain yang masih perlu banyak penyempurnaan. Pensil di tangannya bergerak cepat, menggambar detail ornamen dinding yang diinginkan klien. Ia hampir tidak menyadari ketika seorang pria tinggi dengan jaket denim lusuh berdiri di dekat mejanya, membawa nampan dengan secangkir kopi di atasnya.
Tanpa peringatan, pria itu tersandung kaki kursinya, dan kopi dari cangkir di tangannya tumpah ke meja, mengenai kertas desainnya.
"Oh tidak! Maaf, saya benar-benar nggak sengaja," pria itu berkata panik, sambil buru-buru meletakkan cangkirnya di meja dan mencoba membersihkan noda dengan tisu.
Nadia tertegun. "Apa yang kamu lakukan?! Ini sketsa penting untuk klien saya!" serunya dengan nada yang hampir melengking.
Pria itu terlihat sangat menyesal. "Saya nggak tahu harus berkata apa selain minta maaf. Tapi kalau kamu mau, saya bisa mencoba memperbaikinya."
Nadia memandangnya skeptis. "Memperbaiki? Ini bukan kertas biasa, ini desain interior. Apa kamu bahkan tahu apa yang kamu lakukan?"
Pria itu tersenyum kecil, sedikit gugup. "Saya seorang seniman. Mungkin saya bisa menambahkan sesuatu untuk menyelamatkan kertas ini. Kalau nggak berhasil, saya akan mengganti semuanya."
Melihat ketulusannya, Nadia akhirnya menyerah. "Baiklah, coba saja. Tapi kalau makin rusak, kamu benar-benar harus mengganti!"
Pria itu mengangguk penuh semangat. Ia mengeluarkan pensil dari sakunya dan mulai menggambar di atas noda kopi. Nadia mengawasi dengan rasa ingin tahu yang campur aduk. Dalam waktu kurang dari lima menit, noda kopi itu berubah menjadi pola artistik yang terlihat seperti bagian dari desain awal.
"Wow," gumam Nadia tanpa sadar.
"Bagaimana? Apa ini cukup menyelamatkan?" tanya pria itu sambil menyerahkan kertasnya kembali.
Nadia memeriksa hasilnya. Tidak hanya sketsa itu terlihat lebih hidup, tetapi tambahan pola dari pria itu justru membuat desainnya tampak lebih menarik. "Oke, aku akui ini bagus. Siapa namamu?"
"Arka," jawabnya singkat.
Nadia mengangguk. "Arka. Baiklah, Arka. Kalau aku punya masalah lagi dengan desain ini, aku tahu siapa yang harus aku hubungi."
Arka tersenyum, tetapi sebelum ia sempat menjawab, pelayan kafe memanggilnya. "Mas Arka, pesanan kamu sudah selesai!"
Arka berpamitan dan pergi membawa pesanannya. Namun, sebelum melangkah keluar dari kafe, ia menoleh dan berkata, "Kalau butuh bantuan, aku sering ada di sini."
Hari itu, Nadia tidak hanya mendapatkan solusi untuk desainnya, tetapi juga bertemu seseorang yang tampaknya akan membawa perubahan besar dalam hidupnya.
ns 15.158.61.5da2