CHAPTER 1
Hasil Revolusi
“Tidak ada tanah abadi di dunia ini, semua kedamaian dan kejayaan sebuah bangsa hanyalah hal yang sementara hingga terjadinya sebuah perubahan atau revolusi”
Suara terompet bagitu nyaring di seantero negeri, semua rakyat keluar dari rumah-rumah mereka dengan menggunakan pakaian terbaik mereka, begitu banyak warna di seluruh negeri ini, para Remo datang ke ibu kota untuk bertemu Hektor, Ibukota begitu sangat berwarna bagaikan bunga-bunga yang bermekaran ditaman musim semi. Semua rakyat provinsi pun demikian, tak ada keheningan untuk hari ini semua bersiap untuk perayaan Karstan.
“ad...., ad...., ad. Adalbaroooo.. “ suara seorang perempuan yang menggertakan pagi di sebuah meja makan.
“ Leda nanti saya panggilkan Tuan Ad “ pelayan menawari.
“ tidak,biar saya saja” seorang lelaki dengan pakaian mewahnya berjalan menaiki tangga.
Tok..tok..tok (suara ketukan pintu)
Pria itu membuka pintu walau tanpa jawaban
“ sweetheart ayo bangun, kita akan berangkat 30 menit lagi” pria itu mengajak
“ sweetheart apakah kamu ingin menyakiti ayah dengan earphonemu itu? “
Ad pun melepaskan earphone nya
“Ayah pergi saja, aku lelah, dan ... “ jawaban Ad terpotong.
“dan kenapa ?” pria itu berlaga heran walaupun tahu jawabannya.
“acara itu tidak penting” seraya menarik selimut nya kembali.
“ sweetheart jika tidak untuk acara ini dan Suda maka ikutilah untuk ayah, apakah kamu ingin melihat ayah sebagai .. “ terpotong oleh Ad.
“ sebagai ayah yang paling sedih di dunia ini karena tidak adanya salah satu anak ayah ketika menebar senyum di balkon, apakah yang akan dipikirkan Lengka? Suda ? “ Ad melanjutkan perkataan ayahnya
“ayah.. itu kalimat ke tujuh kalinya ayah ucapkan” tambah Ad.
“karena hanya itu yang ayah pikirkan, sudah cepat mandi, pakai pakaianmu dan kemasi barangmu, kita akan pergi ke Ban “ pria itu mencium Ad dan pergi kembali keruang makan.
Ad pov
*musik di putarkan
Namaku Adalbaro Pudin mereka memanggil Ad kecuali ayah dan salah satu temanku, ayahku memanggilku ‘sweetheart’ dan salah satu temanku memanggilku ‘baro’. Aku anak dari seorang Remo atau pemimpin provinsi, ayahku bernama Balazs Pudin seorang Remo di provinsi Lengka, ibuku bernama Beleen Pudin dia seorang Leda atau putri bangsawan. Aku anak laki-laki tertua dari 4 bersaudara, adik-adiku bernama Mara, Cadmus, dan Gigi. Tahun ini umurku 18 tahun dan hari ini tepat tanggal 2 Maret adalah perayaan Karstan, perayaan dimana semua rakyat Suda merayakan kebebasan dari berpisahnya dangan Nusadama’ .
*aku turun dari kamarku dengan menggunakan baju kebangsaan kami rakyat Suda, aku menggunakan pakaian mewahku yang berwarna biru daengan emas-emas yang memperindah bajuku.
“akhirnya kau turun juga ad, cepat kita akan berangkat” ibuku mengajakku.
“ibu aku belum sarapan” aku memelas
“sudah ibu siapkan, kau akan makan di fit, cepat “ ibuku tergesa-gesa
Sebelum melakukan perjalanan kami menghadiri terlebih dahulu upacara singkat bersama rakyat Lengka yang telah berkumpul di halaman Dopo (tempat Remo dan keluarga tinggal). Pintu Dopo dibuka dan seluruh rakyat Lengka bertepuk tangan dengan pakaian Suda mereka yang sangat mewah dengan warna-warni dan juga emas.
Aku tepat berada di samping kiri ayahku, ayahku membuka dengan pidatonya.
“ salam bagi seluruh Lengka dan salam untuk bangsa Suda, hari ini kita akan merayakan sebuah kebebasan, sebuah kedamaian dan sebuah kemandirian, dulu kita hanyalah Suku kecil ditanah Suda tapi sekarang kita adalah Bangsa Suda dinegeri Suda. Perubahan kata dalam kalimat memang sangat berpengaruh besar!” tepuk tangan meriuh
“hari ini bukan tentang apa yang kita rasakan tapi tentang apa yang kita perjuangkan. Kita lelah dengan berbagai konflik dan isu-isu yang tak pernah terselesaikan mereka selalu berkata tentang kesatuan dan keberagaman tapi kita ketahui itu hanyalah sebuah kata dan semboyan kosong. Hari ini kita bebas dari rezim mereka hari ini pula kita hanya satu yaitu Bangsa Suda dan itu lebih baik, salam!” ayah mengucapkan salam
“salam...” seluruh penduduk Lengka.
Kami pun berjalan menuju gerbang dopo melewati kerumunan penduduk Lengka yang memberikan senyuman terbaik mereka kepada kami, kulihat di kerumunan ada seseorang yang tak asing bagiku dia adalah “teman lariku” kita senang menyebut nya demikian karena kita yakin kita akan berpetualang pada sesuatu hal yang baru atau mengungkap sesuatu hal yang lama dia adalah Elek Setie.
“Ba ro a ku tung gu ka mu nan ti ma lam” dia mencoba berbicara dengan perlahan-lahan dengan mulut yang terbuka lebar.
Aku hanya menjawab dengan menganggukan kepalaku.
Kami pun sampai di gerbang yang jarak nya sekitar 150 meter dari podium, kami pun langsung naik kedalam Fit (sejenis pesawat udara) untuk segera pergi ke provinsi Ban, Ban adalah Ibu Kota Suda negara kami.
Aku duduk dengan ayahku dan juga Sofanor yang tak lain adalah penasehat ayahku, aku buka sedikit pembicaraan dengan ayahku.
“ayah apakah negara lain merayakan perayaan Karstan seperti negara kita?” aku bertanya sesuatu yang tak pernah aku tanyakan
“mungkin” jawab ayah.
“mungkin ada yang tidak,! mungkin juga ada yang berkabung, coba tanya mereka!” sembari memalingkan wajahku ke arah jendela.
Ayah dan Sofanor memandangku, aku hanya pura-pura acuh.
“sweetheart tidak ada lagi hubungan kita dengan mereka, kita sudah damai disini. Sumber daya alam dan manusia kita baik dari mereka, tanpa perbedaan hidup kita tenang tak ada lagi diskriminasi dan sebagainya” ayah berusaha menjelaskan.
“ Tn. Ad kita tak bisa berhubungan dengan mereka, sejak Nusadama’ runtuh semua provinsi memilih merdeka dan memisahkan diri dan menjadi negara seperti kita, dalam satu negara hanya terdiri dari satu suku dan sekarang dikenal dengan bangsa. Itulah yang lebih baik untuk kita, sebuah Revolusi” Sofanor menjelaskan.
“aku tahu itu Tn. Sofanor tak perlu dijelaskan” aku menghela nafas.
“sweetheart kita damai seperti ini, cukup!”ayah meminta.
Pada tahun 2019 umurku baru 11 tahun, dan aku sudah masuk disekolah menengah tingkat 1 , seharusnya umur 11 tahun aku masih berada di sekolah dasar tingkat 5 , tapi pembelajaranku sudah setara anak sekolah menengah. Pada saat itu pula aku adalah siswa dari sebuah negara besar, sebuah negara dengan pulau dan lautan yang sangat luas sebuah negara maritim, yaitu NUSADAMA’ sejak disekolah aku selalu belajar tentang rasa nasionalisme dan patriotisme yaitu rasa mencintai negara,dan aku sangat cinta negaraku dan bahkan aku pernah ingin menjadi seorang Presiden .
Tapi pada saat itu terjadi beberapa konflik dan diskriminasi antara kaum mayoritas dan minoritas, tentang agama,suku,etnis, dan ras bahkan antara pandangan budaya dan politik. Terjadi konflik besar hingga terjadilah perpecahan ini, seluruh provinsi memisahkan diri menjadi negara kecil, dan kekuasaan Nusadama’ pun runtuh.
*tertidur dan bermimpi
“Perbedaan adalah jalan adanya kesatuan negara kita, sejarah mencatat kita dapat bebas dari adanya perbudakan oleh kolonalisme dan imperalisme adalah dengan bersatunya seluruh daerah walau kita melawan hanya dengan tekad dan segelintir bambu kita dapat mengusir mereka dan dapat merdeka karena apa? Persatuan. Apakah kita ingin merusak dan menghancurkan negara ini yang telah diperjuangkan orang-orang terdahulu oleh darah dan nanah mereka?” seketika laki-laki tua itu ditembak bertubi-tubi oleh amukan masa.
Terjadilah pertempuran antara warga Batav dan tentara Nusdama’ dan diikuti di daerah-daerah diluar Batav atau provinsi di daerahnya masing-masing.
*bangun dari tidur
Kami pun sampai di sebuah kota yang sangat megah di banding wilayah kami Lengka yaitu Ban Ibukota dari Suda dimana terdapat Dye yang megah yaitu tempat Hektor dan keluarga tinggal, Hektor adalah pemimpin negara Suda setara dengan Presiden, Hektor pada saat ini adalah Avram Rat. Sebelum kami pergi ke Dye terlebih dahulu kami berkunjung ke Dopo Ban dan disana ayah di sambut oleh Remo provinsi Ban dan bertemu seluruh Remo dari berbagai provinsi di Suda, seperti provinsi Rebo,Unin,Tangger,Kasi,Sume,Gar,Malay,Ogor dan 17 provinsi lainnya dengan total 27 provinsi.
Setelah semua berkumpul kami pun langsung barangkat menuju Dye, kulihat betapa bahagia nya para penduduk Ban dengan menggunakan pakaian mewah, mereka tertawa satu sama lain dengan begitu bersemangat untuk mengikuti acara ini.
Dye begitu mewah dengan aroma yang sangat wangi dan lembut yang sudah bisa di rasakan 1 km dari Dye, seluruh penduduk Ban berkumpul untuk merakayan Karstan.
“salam para Remo” Hektor menyambut kami di ruang pertemuan.
“salam” serentak menjawab.
“sungguh ini suatu kehormatan dapat menyambut kalian di ibukota, semoga kalian selalu berbahagia” lanjut Hektor’
“semoga” seluruh Remo dan keluarga menjawab.
“kami akan selalu berbahagia seperti karstan yang akan selalu dirayakan Hektor Avram” Remo dari Sume menjawab.
“syukurlah” Hektor Avram menjawab dan memberikan senyum terbaiknya pada kami.
*suara marching band
Terdapat penampilan yang sangat mengagumkan dari Idza (tentara Suda) dan pada saat itu pula layar-layar menampilkan video dokumenter dari hacurnya Nusadama’ dan terbunuhnya Presiden Nusadama’ pada saat itu yaitu Jonas Wilo.
“itu sebuah kehancuran, mengapa dirayakan?” aku bergumam pelan tanpa ada yang mendengarnya.
Semua bertepuk tangan tetapi aku melihat ada seorang perempuan di serbang balkon tempatku menonton, sepertinya dia seorang Leda karena menonton diatas balkon sepertiku, yang membuatku aneh adalah mengapa dia tidak berbahagia seperti orang lain.
“apakah dia tidak menyukain ini? Aku harus menemuinya” pikirku.
Ketika aku hendak berdiri dan meninggalkan balkonku
“sweetheart diam,duduk dan nikmati” ayahku berbicara pelan tapi begitu tegas.
“hemmm” jawabku.
*suara dengungan microphone
“salam untuk seluruh bangsa Suda. Hari ini adalah ke tujuh kali nya kita merayakan karstan, tepat delapan tahun lalu kita berjuang demi sebuah kedamaian, demi sebuah kehormatan dan sebuah kemandirian. Kita lepas dari negara yang tak pernah damai yang hanya menyanjung semboyan kosong, hari ini dan seterusnya kita akan memberitahukan kepada anak cucu kita bahwa kita adalah bangsa yang besar bangsa yang mandiri yang dapat membuat negara tanpa ada konflik berkepanjangan dan bentuk diskriminasi apapun. “ seluruh rakyat bertepuk tangan dan mungkin seluruh bangsa, karena ini ditayangkan di seluruh pertelevisian Suda.
“wahai rakyatku aku berjanji pada Yang Kuasa dan ku bersujud padaNya, bahwa kedamaian ini akan bertahan selamanya untuk Suda, Salam” lanjut Hektor.
“salam” seluruh bangsa menggema dengah tepuk tangannya.
*penampilan-penampilan lainnya ditampilkan untuk tontonan rakyat
Khusus para Remo dan Pejabat negara diperbolehkan untuk meninggalkan acara karena akan ada pertemuan khusus dengan Hektor Avram.
“aku akan mencari gadis tadi” pikirku dan langsung meninggalkan balkon tempatku menonton.
Akupun sampai di sebuah lorong di Dye yang mengarah ke balkon tempat gadis itu menonton, tapi aku tak bisa melewatinya karena itu adalah balkon tempat para wanita menonton, aku hanya bisa menunggunya. Tanpa menunggu lama gadis itu pun muncul dan menjadi wanita yang pertama kalinya meniggalkan balkon kecuali Remo dan pejabat negara.
“salam Leda” aku memanggil dengan sedikit berlari .
“salam” jawabnya dengan raut muka seperti orang yang tidak senang ditanya.
“Aku Adalbaro Pudin putera tertua dari Remo Lengka, boleh tahu siapa namamu Leda?”aku pemperkenalkan diri.
“Amari ” jawab singkatnya.
“da..ri..?” tanyaku pelan.
ns 15.158.61.4da2